"Apa?" Mendengar itu, mata Mauri langsung membelalak. Saat itu juga, dia baru mengerti alasan Resnu begitu takut pada Tirta di klub hiburan.Tirta memang bernyali besar. Berani sekali dia mematahkan tangan anak gubernur. Ini memang masalah besar. Mana mungkin dia akan dibiarkan lolos begitu saja?"Ini benar-benar gawat ...," ucap Mauri dengan cemas. Dia tidak lagi memikirkan keadaannya sendiri. Mauri memutuskan untuk segera menelepon Tirta dan memperingatkannya.Tut, tut, tut ....Tak lama kemudian, Tirta yang sedang merebus obat menerima telepon dari Mauri.Di ujung telepon, Mauri berucap, "Tirta, Pak Chandra mengutus Pak Budi turun tangan untuk menangkapmu. Nggak peduli di mana kamu berada sekarang, jangan sampai ketahuan. Pak Budi itu orang kepercayaan Pak Chandra. Kekuasaannya jauh lebih besar daripada Pak Saad ....""Selain itu, kabarnya Pak Budi juga berniat mencari masalah dengan Pak Saad karena hal ini. Kalau Pak Saad ada di dekatmu, suruh dia cari tempat aman untuk bersembunyi
Raut wajah Tirta tiba-tiba berubah menjadi serius. Melihat ini, Shinta mendekat dan bertanya, "Kak Tirta, ada apa? Kenapa wajahmu tiba-tiba jadi tegang?" Saba, Lutfi, Nabila, Naura, Bima juga menatap Tirta dan menunggu jawabannya."Nona Shinta, Kak Saba, dua temanku lagi dalam masalah. Aku harus pergi membantu mereka," ucap Tirta dengan cemas."Nabila, Nona Naura, obatnya tinggal setengah jam lagi. Setelah siap, tolong kasih ke Kak Saba dan Bima. Aku harus segera pergi." Usai berkata demikian, Tirta langsung berlari keluar."Eh Tirta, kamu mau ke mana ...." Nabila sangat khawatir karena belum pernah melihat Tirta tergesa-gesa seperti ini.Namun, pria itu sudah masuk ke lift sebelum sempat menjawab. Berhubung harus bantu mengurus obat, Nabila terpaksa tidak mengejarnya.Saba memberi tahu cucunya, "Shinta, kamu sama Lutfi temani dia ya. Dia begitu panik tadi, sepertinya terjadi masalah besar."Sebagai kakak angkat Tirta yang pernah diselamatkan olehnya, Saba tidak akan tinggal diam melih
Begitu Budi memberi perintah, orang-orangnya langsung menangkap Saad dan menunggu instruksi lebih lanjut. Dari ucapannya tadi, jelas bahwa nasib Saad akan sangat buruk.Tepat ketika Budi bersiap untuk mencari Tirta bersama bawahannya, Hendrik berujar sambil berusaha tersenyum ramah, "Pak Budi, tenang dulu. Kita coba interogasi dia lagi. Siapa tahu kita bisa menemukan keberadaan Tirta?""Dengan begitu, kamu nggak perlu membuang waktu lebih lama dan bisa langsung kembali ke ibu kota provinsi," lanjut Hendrik. Sebenarnya, mereka hanya ingin mempermalukan Saad."Kalian punya cara agar dia bicara?" tanya Budi yang sedikit ragu. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan orang-orang ini."Bisa dicoba, siapa tahu berhasil?" balas Hendrik sembari tersenyum menyanjung."Oke, kalian punya waktu 10 menit. Kalau dia masih nggak mau bicara, jangan buang waktu lagi," ucap Budi sembari mengangguk setuju.Budi memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. Perjalanan panjang membuatnya lelah, jadi dia segera mencar
Joshua menambahkan, "Dia bahkan bilang bahwa tangan Resnu dipatahkan karena memang pantas. Bahkan kalau sampai kehilangan nyawa pun, itu bukan apa-apa. Pak Budi, menurutmu ...."Ucapan itu terdengar jelas di telinga Budi dan membuatnya sangat murka. Dia langsung berjalan cepat ke depan dan berseru, "Saad, berani sekali kamu! Apa salah Resnu padamu sampai kamu mengutuknya seperti itu?""Kamu kira jadi pejabat kecil seperti wali kota bisa bertindak sesuka hati dan meremehkan segalanya?" tanya Budi."Pak Budi, aku nggak pernah mengatakan hal seperti itu ...," bantah Saad yang kesal. Dia ingin membela diri, tetapi Budi langsung menamparnya dengan keras tanpa memberinya kesempatan.Budi menyela, "Nggak perlu lagi banyak alasan! Kalau kamu memang nggak bilang begitu, kenapa nggak mau kasih tahu keberadaan Tirta?""Pak Budi, Tirta adalah temanku .... Aku ... nggak bisa memberitahumu," ucap Saad akhirnya dengan nada pasrah.Meski tak tahu alasan pasti Tirta sampai mematahkan tangan Resnu, Saad
Saad yang ditahan oleh orang-orang berujar dengan cemas, "Tirta, bukannya aku bilang jangan datang ke sini? Kamu ... kamu nggak seharusnya menampar Pak Budi demiku! Cepat pergi, cepat!" Saad terus mengusir Tirta. Hanya saja, Tirta menolak sambil menggeleng, "Pak Saad, aku nggak akan pergi sebelum menolongmu. Tenang saja, aku bakal bertanggung jawab atas tindakanku sendiri dan nggak membiarkanmu terseret."Tirta menampar Budi demi membela Saad. Sebab baginya, siapa pun yang memukul temannya harus merasakan balasannya."Haha. Dia benar-benar bodoh. Dia pikir dia bisa melawan Pak Budi atau bahkan Pak Chandra?" komentar Joshua.Melihat kelakuan Tirta yang nekat tanpa berpikir panjang, Joshua dan teman-temannya tertawa puas Dipikir-pikir masuk akal juga.Kalau bukan karena Tirta kurang waras, mana mungkin dia berani mematahkan tangan Resnu? Kalau Tirta tidak bertindak sembrono, mana mungkin mereka bisa melibatkan Chandra yang berkuasa?Malah, mungkin di masa depan mereka bisa memanfaatkan
Melihat kejadian ini, sisa anak buah Budi yang berjumlah belasan orang pun naik darah dan segera menyerang ke arah Lutfi. Sayangnya, suara benturan keras terdengar.Ternyata mereka bukan tandingan bagi para pengawal yang dibawa Lutfi dan Shinta. Dalam sekejap, mereka semua sudah dikalahkan."Kalian ini sebenarnya siapa? Beraninya bertindak seperti ini. Apa nggak takut dihukum?" tanya Budi. Dia akhirnya sadar bahwa orang-orang ini bukan orang sembarangan.Orang biasa tidak mungkin punya kemampuan sehebat ini. Namun, Budi tidak percaya bahwa di kota kecil ini bisa ada tokoh besar. Kini, dia sudah bertekad untuk menangkap Lutfi dan Shinta juga.Lutfi maju selangkah dan berseru, "Kami siapa? Kamu buta ya? Ini cucu Pak Saba, masa kamu nggak kenal?"Kemudian, Lutfi mengeluarkan sebuah bukti identitas berwarna biru dan menempelkannya tepat di depan wajah Budi.Begitu melihat isi dokumen itu, wajah Budi langsung pucat. Tubuhnya menggigil ketakutan hingga nyaris terjatuh.Budi berujar, "Apa? Ka
Suara Shinta terdengar di telinga Budi, Joshua, Toby, dan Hendrik. Itu bagaikan bom besar yang meledak tepat di depan mereka!Mereka semua ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat pasi. Toby yang kemampuan menerima kenyataannya lemah, bahkan langsung jatuh terduduk.Lelucon macam apa ini? Siapa yang tidak tahu Saba? Dia adalah salah satu pahlawan besar negara ini, juga seorang pendiri bangsa yang sangat dihormati. Bahkan, Chandra yang selalu mereka banggakan pun harus tunduk di depan Saba.Saat ini, Tirta telah menjadi adik angkat yang dihormati oleh Saba. Bisa dikatakan bahwa dia setara dengan Saba. Di seluruh negeri, hampir tidak ada yang bisa menandinginya.Bagaimana mungkin mereka masih berani menangkap Tirta? Walaupun tidak menangkapnya, mereka sudah menyinggung Tirta barusan. Akibatnya mungkin akan sangat mengerikan.Saat ini, Joshua, Toby, dan yang lainnya kehilangan seluruh kepercayaan diri mereka. Sebaliknya, mereka luar biasa ketakutan.Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa
Shinta menelepon pamannya sendiri, Abdul Dinata. Dia memberi tahu, "Paman Abdul, aku Shinta. Belakangan ini, Kakek punya adik angkat baru. Tapi, Pak Chandra dari Provinsi Kantos mau menangkapnya cuma karena sedikit kesalahpahaman ....""Aku rasa orang seperti dia nggak perlu dipromosikan lagi!" tambah Shinta secara singkat dan langsung menutup teleponnya.Melihat situasi ini, Budi hanya bisa melongo. Sekalipun tidak pintar, dia tahu betul kali ini Chandra telah terlibat dalam masalah besar.Tidak masalah jika kariernya berhenti sampai di sini. Akan tetapi, kemungkinan besar Budi juga akan terkena dampaknya.Budi buru-buru menjelaskan, "Nona Shinta, sebenarnya Pak Chandra nggak tahu apa-apa soal tindakan Resnu ...."Kemudian, Budi menunjuk Joshua, Toby, dan Hendrik sebelum melanjutkan, "Mereka yang kasih tahu Pak Chandra tentang masalah Resnu dan Tirta. Tapi, mereka sama sekali nggak ungkit soal kelakuan Resnu.""Kalau nggak, Pak Chandra nggak mungkin suruh aku untuk menangkap Tirta. To
Tirta bisa merasakan keterpurukan Genta. Dia berujar, "Bukan, ini nggak termasuk karma. Kudengar, sebelumnya ada banyak siluman yang berkultivasi hingga tingkat sempurna. Mereka bahkan ingin menjadi manusia. Sekarang kamu bisa merasakan jadi manusia, sebenarnya kamu beruntung."Demi mencari kesempatan untuk merebut kembali tubuhnya, Tirta terpaksa berusaha menghibur Genta."Tirta" membalas, "Ha? Kamu malah membandingkanku dengan siluman rendahan itu? Apa kamu tahu identitasku dulu? Aku ini lelulur dari semua siluman di planet ini!""Tirta" sangat marah. Dia tidak melakukan apa pun, tetapi ledakan energi yang keluar dari tubuhnya langsung membuat kaca pecah dan pintu kayu bergetar."Kak, kalau kamu nggak suka jadi manusia, kembalikan tubuhku!" timpal Tirta. Dia tidak ingin menahan amarahnya lagi saat melihat "Tirta" marah. Apa pun konsekuensinya, Tirta tidak peduli lagi.Tirta langsung mengomel, "Aku baru jadi manusia selama belasan tahun, aku belum puas! Aku masih harus jaga banyak wan
Sesudah memeriksanya dengan saksama, "Tirta" memakai celananya kembali dan bergumam, "Sayangnya ini tubuh pria, ini beban bagiku. Alangkah baiknya kalau ini tubuh wanita, jadi aku bisa terus menggunakannya. Ke depannya kalau ada kesempatan, aku cari tubuh wanita yang cocok saja."Sementara itu, Tirta yang asli juga sudah bangun. Hanya saja, dia sedang mengeksplorasi. Tirta belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.Tirta bisa melihat tubuhnya sendiri dan mendengar suara di sekitar. Dia bisa merasakan dirinya dikendalikan oleh Genta.Namun, Tirta tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya bisa berteriak dalam hati. Hanya saja, tidak ada yang bisa mendengarnya. Tirta tidak tahu bagaimana caranya merebut kembali hak kendali atas tubuhnya.Tirta merasa marah dan juga tidak berdaya. Dia juga tidak bisa menangis. Tirta ingin melompat keluar dan bertanya alasan Genta merebut tubuhnya.Tiba-tiba, "Tirta" mengernyit dan menegur, "Jangan teriak lagi. Kamu berisik sekali."Tirta berteriak, "Apa kamu
Mendengar perkataan Ayu, Bella makin bingung. Dia menanggapi, "Jadi ... Bibi Ayu, kalau Tirta belum mencapai tingkat abadi, mana mungkin dia bisa mengalahkan Naushad yang sudah mencapai tingkat semi abadi?"Ayu menimpali, "Aku nggak tahu. Setelah Tirta keluar, kita sama-sama tanya dia."Bella berbisik, "Oke. Aku mau tanya Tirta kalau dia itu benar-benar monster yang nggak bisa tua, bukannya aku rugi besar hidup bersamanya?"....Di aula utama vila. Sesudah mendengar cerita Darwan, Chandra merasa takjub. Dia berkomentar, "Ternyata Bryan itu pesilat kuno yang langka. Pantas saja dia bertindak semena-mena, bahkan dia meremehkan cucu sesepuh dalam dunia pemerintahan."Chandra meneruskan, "Itu karena dia mampu mengendalikan nasib orang lain. Tapi, Pak Tirta lebih hebat dari Naushad. Sepertinya Pak Tirta cuma berpura-pura polos. Orang memang nggak bisa dinilai dari penampilannya."Sebelumnya, Chandra hanya mengincar kekuasaan. Dia mengira dirinya yang sudah menjadi gubernur sangat hebat. Ked
Chandra yang penasaran berkata, "Pak Darwan, aku paham maksudmu. Aku akan menyuruh orang untuk mengurusnya. Tapi, apa kamu bisa beri tahu aku mengenai asal-usul Naushad dan Bryan? Kenapa kekuatan mereka begitu mengerikan?"Chandra menambahkan, "Selain itu, kenapa tadi kamu bilang Pak Tirta juga pesilat kuno? Dunia misterius yang disebutkan Bryan itu tempat apa?"Darwan merenung sejenak, lalu mendesah dan menyahut, "Pak Chandra, aku bisa beri tahu kamu sebagian informasi tentang mereka. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu orang lain. Takutnya kita bisa celaka."Darwan berbisik kepada Chandra, "Dunia misterius itu tempat yang terpisah dari dunia kita. Orang yang bukan pesilat kuno nggak boleh masuk, sedangkan pesilat kuno dibagi menjadi ...."Darwan melanjutkan, "Setahuku, setiap keluarga besar yang bertahan lama disokong oleh pesilat kuno ....".....Pada saat yang sama, Bella sudah membawa Ayu ke dekat kamar Tirta. Bella menghentikan langkahnya, lalu menunjuk pintu kamar berwarna merah
Mendengar ucapan Bella, Ayu makin mengkhawatirkan Tirta. Dia menanggapi, "Skizofrenia? Nggak mungkin, Tirta nggak pernah menunjukkan gejala seperti yang dibilang Bu Bella. Apa ... Tirta menjadi begini karena dipukul pria tua itu?"Ayu memohon, "Bu Bella, Tirta istirahat di mana? Apa kamu bisa bawa aku untuk menemuinya?"Bella mendesah, lalu melihat ke arah kamar Tirta dan menyahut, "Bibi Ayu, aku bukan nggak mau bawa kamu temui Tirta. Hanya saja ... sebelum masuk ke kamar, dia sudah berpesan siapa pun nggak boleh ganggu dia. Selain itu, sekarang Tirta sangat misterius. Aku nggak berani bawa kamu temui dia.""Tapi Bu Bella, mana mungkin aku bisa tenang setelah tahu kondisi Tirta seperti itu?" tanya Ayu. Matanya berkaca-kaca.Saat Ayu hendak bicara lagi, Chandra berkata, "Bu Ayu, kami paham perasaanmu. Kami juga mengkhawatirkan keselamatan Pak Tirta. Tapi ...."Chandra melanjutkan, "Sebenarnya tadi Bu Bella nggak menyatakannya secara langsung. Sekarang Pak Tirta memang seperti berubah me
"Tirta" yang puas mengangguk dan menyahut, "Bagus, kamu pergi saja. Ingat, aku nggak mau diganggu."Setelah "Tirta" masuk ke kamar, entah bagaimana caranya pintu kamar tertutup sendiri. Bella yang berdiri di depan pintu kamar bergumam, "Ada apa dengan Tirta?"Bella merasa resah, tetapi dia juga tidak berani mengganggu "Tirta". Dia pun kembali ke aula utama. Saat Bella kembali ke aula, ternyata hanya tersisa Ayu dan Darwan yang tidak sadarkan diri, serta Janet dan Chandra yang terlihat cemas. Mayat di lantai juga sudah dibereskan.Bella yang bingung bertanya, "Pak Chandra, pamanku dan lainnya pergi ke mana?"Chandra merasa bersalah. Dia menyahut, "Bu Bella, tadi waktu kamu bawa Pak Tirta untuk cari kamar, Bryan kabur selagi kami nggak memperhatikannya. Jadi, mereka bawa bawahan untuk menangkap Bryan.""Bryan kabur?" tanya Bella sembari mengernyit. Walaupun "Tirta" sudah menghajar Bryan sampai sekarat, Bryan adalah orang yang sangat keji. Bella khawatir nantinya Bryan akan membalas dend
"Tirta membunuh pria tua sialan itu? Baguslah, orang seperti itu cuma bisa buat masalah kalau hidup!" ujar Bella. Melihat Naushad mati, Bella baru melepaskan tangannya yang dikepal. Dia berucap, "Tirta, kamu ...."Bella melihat "Tirta" menghampirinya. Meskipun sekarang Bella sangat panik, dia tetap menahan keinginannya untuk menanyakan kondisi Tirta.Sebelum Bella menyelesaikan ucapannya, "Tirta" mengamati kondisi di vila. Sepertinya dia merasa puas dengan vila ini. Kemudian, dia menegaskan, "Carikan aku kamar untuk istirahat. Siapa pun nggak boleh menggangguku, termasuk kamu."Ternyata, energi spiritual Naushad terlalu kacau. Jadi, "Tirta" harus memurnikannya terlebih dahulu sebelum diserap.Tentu saja, kekuatan "Tirta" sekarang terlalu lemah dan kondisinya sangat jauh jika dibandingkan saat tubuhnya dalam keadaan prima. Kalau tidak, energi spiritual itu bisa dimurnikan dengan mudah."Oke, kamu pasti sangat lelah. Kamu harus istirahat," sahut Bella. Walaupun ingin menanyakan banyak ha
Naushad menarik Bryan yang tumbang keluar dari aula kediaman Keluarga Purnomo. Dia mempunyai firasat nyawa mereka terancam jika terus berada di sini.Tiba-tiba, "Tirta" menyipitkan matanya dan berucap dengan dingin, "Kalian mau pergi? Dasar pecundang! Memangnya aku izinkan kalian pergi?""Tirta" tiba-tiba menghilang. Naushad bergidik. Dia merasakan bahaya mendekat. Naushad yang tidak bisa menghindar lagi langsung melepaskan Bryan.Naushad mengerahkan tenaganya dan melancarkan serangan tingkat semi abadi. Dia berseru, "Pukulan Ancala!"Pukulan ini adalah teknik lanjutan dari Pukulan Penghancur Jantung. Kekuatannya sangat dahsyat. Naushad juga tidak peduli jika energinya terkuras. Bisa dibilang, Naushad juga mampu melawan pesilat tingkat abadi dengan kekuatan ini.Sekarang, Naushad tidak bisa menebak kondisi Tirta. Jadi, dia tidak ingin menghabiskan terlalu banyak waktu. Naushad hanya ingin mengalahkan Tirta dengan satu serangan, lalu meninggalkan tempat ini.Namun, serangan Naushad tida
Naushad sudah hidup selama 150 tahun, tetapi dia tidak pernah melihat keanehan seperti ini. Mata Tirta terlihat seperti mata ular yang mengandung cahaya perak. Auranya sangat mengintimidasi.Naushad merasa ketakutan begitu bertatapan dengan Tirta. Bahkan, tubuh Naushad gemetaran. Tirta yang sekarang sangat berbeda dengan sebelumnya. Sekarang Tirta terlihat misterius, arogan, dan sulit digapai.Naushad tidak paham. Dia berusaha fokus untuk merasakan kekuatan Tirta sebenarnya. Namun, dia hanya bisa berseru, "Kenapa aku nggak bisa merasakan kekuatannya? Bukannya dia cuma pesilat energi internal tahap atas? Nggak mungkin, apa yang terjadi?"Saat Naushad masih terkejut dan kebingungan, Bella baru tersadar. Dia segera menarik lengan Tirta dan berujar, "Tirta, kamu sudah bangun! Baguslah! Kamu ...."Sebelum Bella menyelesaikan ucapannya, Tirta tiba-tiba menepis tangan Bella dan meliriknya dengan dingin. Bella sangat terpukul. Dia terdiam di tempat.Tatapan Tirta yang dingin membuat Bella mind