Melihat hal ini, Aaris juga tidak sanggup menerimanya. "Nggak mungkin ... bahkan kakak senior Pak Panji juga nggak bisa mengalahkannya?""Guru ... maaf. Aku telah membuatmu malu ...," ucap Bima sambil menahan rasa sakitnya setelah melihat kondisi Tirta. Dia merasa sangat bersalah."Nggak memalukan. Kamu memang bukan tandingannya, tapi mereka juga bertindak curang. Jangan bicara dulu, biar kuobati lukamu," ujar Tirta menahan amarahnya setelah memeriksa luka-luka Bima."Sebentar lagi, aku akan balaskan dendam untukmu dan akan kupatahkan kedua kakinya dengan tanganku sendiri!"Karena tulang Bima mengalami keretakan, Tirta memutuskan untuk menggunakan aliran energi peraknya untuk meredakan rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan. Kemudian, dia merobek sepotong kain dari bajunya.Setelah itu, Tirta mengambil sebatang ranting dan mematahkannya menjadi ukuran yang pas, lalu mengikatnya di lutut Bima untuk menjaga stabilitas. Setelah memberikan perawatan sementara ini, Tirta berencana me
Melihat ekspresi serius Tirta, Shinta pun menoleh ke arah Saba untuk meminta pendapatnya. "Kakek, apa kita akan biarkan mereka bertarung?""Kalau seorang murid dipukul sampai patah kakinya, wajar saja gurunya ingin membela. Selama nggak berlebihan, biarkan saja mereka bertarung," jawab Saba setelah berpikir sejenak.Dia tadi sudah mendengar cerita Shinta tentang bagaimana Tirta menggunakan jarum perak untuk menghipnotis Aaris dan hal itu membuatnya penasaran. Apakah mungkin Tirta yang masih muda ini tidak hanya pandai dalam pengobatan, tetapi juga mahir dalam seni bela diri?"Baik, Kakek." Shinta mengangguk patuh, kemudian menoleh kepada Tirta dan berkata, "Pertarungan itu berbahaya, jadi hati-hati ya. Nggak masalah kalau kamu kalah, yang penting jangan sampai terluka."Meski Shinta tidak sepenuhnya yakin dengan kemampuan Tirta, dia berencana akan mengirim Lutfi untuk membantunya jika Tirta tampak kesulitan. Tirta mengangguk, lalu berbalik menatap Karta dengan dingin, "Ayo kita mulai!"
Lutfi secara refleks ingin turun tangan menyelamatkan Tirta, tapi gerakan siku Karta sudah terlalu cepat. Dia tak sempat menghentikannya."Huh, cuma segini saja Pak Bima sampai mau mengakui bocah ini sebagai gurunya? Sungguh memalukan!" ejek Panji saat melihat serangan Karta hampir mengenai Tirta."Guru ... awas!" teriak Bima. Wajahnya tampak pucat dan khawatir saat memberikan peringatan."Astaga, seharusnya tadi aku nggak menyetujui pertandingan ini ...." Shinta tampak menyesal. Jika Tirta terluka parah, bagaimana dia bisa merawat Saba nanti? Namun dalam sekejap mata, semuanya berubah. Serangan Karta mengenai Tirta dengan keras dan semua orang terkesiap melihatnya."Aarrghh ...."Namun, hal yang terjadi selanjutnya justru mengejutkan semua orang. Tirta yang seharusnya jatuh karena serangan itu, malah hanya terhuyung sejenak. Sebaliknya, Karta yang menjerit kesakitan dan terpaksa mundur beberapa langkah!"Baju apa yang kamu pakai? Kenapa bisa sekeras ini?!" Karta merasa seolah-olah tel
"Guru memang hebat! Jauh lebih hebat dariku!" Kini, Bima makin mengagumi dan menghormati Tirta."Huh! Dia cuma terlihat hebat, padahal nyatanya bukan lawan Tirta!" Nabila tahu betul sehebat apa Tirta. Makanya, dia tidak menunjukkan kegembiraan yang berlebihan.Saat ini, satu lengan Karta patah dan energinya dihancurkan oleh Tirta. Dia tidak punya kemampuan untuk bertarung lagi.Ketika melihat Tirta menghampirinya dengan ekspresi dingin, Karta buru-buru berteriak, "Sebentar! Aku nggak mau bertarung lagi! Kamu menang! Aku mengakui kekalahanku!"Bisa dilihat betapa paniknya Karta. Panji bergegas maju dan memapah Karta sambil memekik, "Ya! Kami nggak mau bertarung lagi! Cepat hentikan semuanya!""Kamu kira kamu bisa membuat keputusan di sini? Kenapa kamu sendiri bersikeras menyerang saat muridku mengaku kalah? Benar-benar nggak tahu malu!" bentak Tirta.Seketika, Panji dan Karta ketakutan hingga sekujur tubuh mereka bergetar. Tanpa memberi mereka kesempatan, Tirta menghardik Panji, "Minggi
Fakta membuktikan bahwa Tirta memang bukan orang yang bisa mereka usik!"Kak Lutfi, suruh orang bawa dia ke rumah sakit."Saat ini, bisa dibilang kekacauan telah berakhir. Shinta menunjuk Karta sambil menginstruksi Lutfi.Kemudian, Shinta menghampiri Tirta untuk bertanya, "Kak Tirta, apa kamu sudah bisa membawa kakekku ke tempatmu untuk diobati?"Setelah mengetahui kondisi kesehatan Saba dan tindakan Aaris, Shinta kehilangan minat mengikuti acara pesta ulang tahun Tabir lagi, begitu juga dengan Saba."Bisa saja. Aku suruh orang siapkan bahan obat dulu. Tolong tunggu sebentar." Tirta mengangguk, mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Agatha."Kak Agatha, aku butuh beberapa bahan obat ...." Tirta memberi tahu Agatha apa saja yang dia perlukan beserta alamatnya."Nggak masalah, Tirta. Tapi ...." Agatha menyetujui dengan cepat, tetapi sekarang dia sangat sibuk karena sedang menjual Pil Kecantikan. Dia tidak bisa ke mana-mana.Kebetulan, Naura sedang bersama Agatha karena datang membeli Pil
Ketika Tirta membawa sekelompok orang itu ke rumah barunya, Joshua, Toby, dan Hendrik berkumpul di sebuah ruang privat restoran kelas atas.Mereka sedang membahas strategi untuk memberi pelajaran kepada Mauri dan Tirta. Setengah hari telah berlalu. Bawahan yang mereka utus mendapat beberapa kabar mengejutkan."Tirta cuma orang kampungan. Aku nggak nyangka Pil Kecantikan yang begitu populer di ibu kota provinsi berasal dari formulanya. Dia juga punya hubungan dekat dengan Presdir Farmasi Santika.""Pantas saja, Dipo berakhir seperti ini setelah menculik Presdir Farmasi Santika. Menurut informasi, selain punya hubungan dengan Mauri, Tirta juga dekat dengan Saad. Ini yang membuatnya berani memasukkan Dipo dan lainnya ke penjara! Kita sudah meremehkannya!"Joshua mengetuk jari tangannya di atas meja. Ketiga orang ini sibuk menyusun rencana. Ekspresi mereka semua terlihat masam.Mauri tentu tidak takut pada mereka bertiga. Namun, mereka sudah meminta bantuan Amal untuk menundukkan Mauri. Bi
"Halo, siapa kamu? Kenapa bisa punya nomorku?" Panggilan langsung terhubung. Demi menghindari Tirta, Resnu bersembunyi di rumah sakit dan menjalani perawatan."Pak Resnu, aku Joshua dari Keluarga Gumarang. Aku memberimu hadiah besar saat kamu ulang tahun!" sapa Joshua. Dia bisa mendengar ketidaksabaran pada nada bicara Resnu."Oh, Paman Joshua ya. Aku ingat kok. Kamu memberiku mobil sport seharga 60 miliar. Aku suka sekali!" Nada bicara Resnu membaik. "Kenapa tiba-tiba mencariku? Apa ada masalah?""Eee .... Pak Resnu, baru-baru ini keponakanku yang bodoh dipenjara. Aku dengar kamu kenal Tirta, jadi aku ingin cari tahu tentang dia. Apa dia punya penyokong hebat?" tanya Joshua dengan hati-hati."Apa? Kamu mau cari tahu soal Tirta?" Nada bicara Resnu sontak terdengar kaget.Joshua mengaktifkan pengeras suara, jadi Toby dan Hendrik bisa mendengar ketakutan Resnu. Ketiganya pun menyadari kejanggalan pada situasi ini."Ya. Apa kamu bisa memberi tahu kami tentang Tirta?" tanya Joshua yang mul
Setelah selesai berdiskusi, Joshua langsung menelepon Chandra. Chandra adalah seorang gubernur. Bisa dilihat bahwa Joshua bukan orang sembarangan karena Chandra menerima panggilannya."Joshua, kenapa mencariku?" Setelah panggilan tersambung, nada bicara Chandra terdengar agak tidak acuh."Pak Chandra, aku punya informasi penting tentang putramu. Kalau nggak memberitahumu, aku nggak bisa tidur dengan tenang." Joshua terdengar melebih-lebihkan, seolah-olah Resnu sudah sekarat.Chandra tak kuasa mengernyit dan bertanya, "Ada apa? Katakan saja.""Hais .... Kamu mungkin belum tahu putramu menyinggung seseorang bernama Tirta. Satu tangannya sampai putus karena Tirta. Dia bahkan mengancam putramu akan membunuhnya kalau berani balas dendam. Makanya, putramu nggak berani memberitahumu."Demi membuat Chandra marah, Joshua sengaja membesar-besarkan situasi. Namun, Joshua tidak akan menyangka bahwa Tirta memang berani melakukannya dan Resnu memang tidak memberi tahu Chandra tentang hal ini. Ini ka
Kemudian, dia berpura-pura menutup pintu. Padahal sebenarnya, dia menggunakan teknik menghilangkan diri dan berdiri di depan pintu kamar mandi untuk menyaksikan mereka. Jika saja ruang di dalam kamar mandi tidak terlalu sempit dan mudah ketahuan, Tirta bahkan ingin menggunakan teknik menembus dinding untuk masuk ke dalam dan melihat lebih jelas."Huh ... si berengsek akhirnya pergi juga. Dik, yuk kita lanjutkan mandinya. Coba kamu ceritakan padaku tentang dunia misterius. Aku belum pernah pergi ke sana. Setelah mendengar Tirta "keluar" dari kamar, Ayu akhirnya menghela napas lega dan mengalihkan pembicaraan terhadap Elisa yang berada di sampingnya."Dunia misterius sebenarnya adalah sebuah dunia kecil yang terpisah. Guru yang bilang padaku, dunia itu terasingkan dari dunia fana. Pintu masuknya berada di antara ribuan pegunungan yang menjulang. Saat ini, diketahui ada tiga pintu masuk ke dunia misterius, di antaranya ada di bagian Negara Darsia ...."Elisa yang juga mengira Tirta telah
"Astaga ... astaga ... astaga!!! Dua bibi lagi mandi! Ada apa ini? Jangan-jangan mataku bermasalah?"Di dalam kamar mandi, dua sosok tubuh yang indah dan putih bersih saling berdampingan, membuat darah Tirta mendidih seketika! Tenggorokannya kering dan matanya terbelalak lebar!Di saat yang bersamaan, "senjata rahasia" yang Yasmin bicarakan sebelumnya, juga ikut bereaksi ....Tirta tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Dia mengucek matanya berkali-kali, tetapi setiap kali dia melihat kembali, dua sosok yang sempurna itu tetap ada di sana. Bahkan semakin lama dia melihat, pemandangan itu terasa semakin nyata!"Ini sungguhan .... Jangan-jangan ini wanita misterius yang kutemui di puncak Gunung Tisatun?""Benar! Itu dia! Tapi bukankah dia sudah turun gunung? Kenapa tiba-tiba muncul di rumah Keluarga Purnomo dan malah mandi bersama Bi Ayu?"Tirta akhirnya bisa mengenali wanita misterius itu, tetapi tidak bisa memahami alasannya berada di sini. Ditambah lagi, tanpa pakaian yang menutupi
Mengapa orang tua mereka meninggalkan anak kandung mereka di dua tempat yang berbeda?"Nggak apa-apa. Meskipun cuma aku dan Tirta yang hidup saling bergantung satu sama lain, dia anak yang kuat. Sekarang kami hidup dengan baik, jadi kamu nggak perlu khawatir ....""Ngomong-ngomong, siapa namamu? Setelah kamu diadopsi, apakah hidupmu baik-baik saja?"Ayu tidak tahu apa yang dipikirkan Elisa saat ini. Namun, saat melihat ekspresi haru di wajah gadis itu, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggenggam tangan Elisa dengan hangat dan bertanya padanya dengan perhatian."Namaku Elisa. Aku juga hidup dengan baik, Kak. Kamu nggak perlu khawatir."Entah mengapa, Elisa memanggilnya Kakak tanpa sadar. Mungkin karena Ayu terlihat lebih matang dan keibuan dibanding dirinya. Meskipun dia belum berhasil menemukan jawaban tentang orang tua mereka, Elisa sudah yakin sepenuhnya bahwa Ayu adalah saudara kembarnya!Ayu juga merasakan hal yang sama. Melihat Elisa yang berdebu dan kusam, Ayu langsung me
Saat ini, suasana hati Ayu sudah pasti sangat panik. Dia sedang mandi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun, tetapi tiba-tiba ada seorang wanita asing menerobos masuk. Jika saja wanita itu tidak langsung menutup mulutnya, atau jika tenaganya tidak lebih kuat dari Ayu, pasti Ayu sudah melawan dan berteriak minta tolong!"Mmm! Mmm!" Melihat ekspresi Ayu yang ketakutan, Elisa menyadari bahwa dia memang telah mengejutkan Ayu. Kalau dia tidak bisa menenangkan gadis ini, mustahil dia bisa menanyakan apa pun."Aku benar-benar nggak berniat menyakitimu. Kalau nggak percaya, lihat saja. Wajah kita berdua sama persis. Aku cuma ingin bertanya tentang asal-usulmu ...."Setelah agak ragu, Elisa akhirnya melepas cadarnya dan menunjukkan wajahnya yang telah lama tersembunyi. Dia berusaha melembutkan nada bicaranya. Untuk membuktikan bahwa dia tidak berniat jahat, Elisa juga melepaskan tangannya dari mulut Ayu.Namun, saat Elisa melihat kulit putih mulus Ayu yang sama persis dengan dirinya, dia semak
"Bibi, aku benaran nggak ganggu wanita mana pun!" Tirta buru-buru menangkap tangan Ayu dan meyakinkannya dengan serius."Kalaupun kamu nggak bohong sama aku, cepat pergi mandi dulu. Hilangkan dulu wangi wanita lain di tubuhmu, baru datang temui aku lagi. Aku tunggu di kamar ...."Saat tangan mereka bersentuhan, Ayu langsung panik dan melirik ke dua ujung lorong. Dia takut akan ada orang yang melihat mereka.Setelah itu, dia buru-buru melepaskan diri dan mendorong Tirta pelan, lalu kembali masuk ke kamarnya."Bibi mau tidur sama aku?""Hehe, asyik! Aku akan mandi sekarang!"Tirta tiba-tiba menyadari maksud Ayu dan bergegas berlari ke kamar Bella. Kemudian, dia melepas semua pakaiannya dan mandi.....Pada saat bersamaan, di kamar Ayu.Ayu menatap sepatu Yasmin yang tadi tertinggal di kamar, lalu pelan-pelan meletakkannya di rak sepatu dekat pintu.Dia menghela napas pelan, lalu bergumam pada dirinya sendiri."Dasar anak nakal .... Wanita-wanita itu pasti pacar barunya. Dia masih berani
"Bajuku ... robek karena ditarik penjahat waktu bantu Pak Mauri tangani kasus. Kalau Bibi nggak percaya, aku bisa bawa kamu untuk temui Pak Mauri."Tirta jelas tidak mungkin mengatakan bahwa pakaiannya dirusak oleh shikigami. Jadi, dia tidak punya pilihan selain mencari alasan lain."Memangnya aku percaya omong kosongmu? Kamu kira Bibi bodoh? Tubuhmu penuh dengan wangi dari berbagai wanita! Cepat katakan dengan jujur! Siapa wanita yang merobek bajumu sampai seperti ini?!"Ayu memelintir telinga Tirta dan ingin mencubitnya dengan keras, tapi akhirnya dia tidak tega. Akhirnya, dia hanya bisa menepuknya dengan ringan.Jelas sekali, melihat pakaian Tirta yang compang-camping dan aroma berbagai wanita yang masih menempel di tubuhnya, Ayu curiga bahwa Tirta baru saja keluar untuk bersenang-senang dengan perempuan."Wah, sepertinya kalau Kak Tirta nggak bisa menjelaskan ini dengan baik, dia bakal kena batunya!"Yasmin yang duduk santai di atas tempat tidur sambil mengayunkan kaki kecilnya, me
"Lho ... kenapa wajah kalian semua jadi merah begini?" tanya Tirta tiba-tiba saat menyadari keanehan pada beberapa wanita itu.Tentu saja, tidak ada satu pun dari ketiga wanita itu yang bisa menjawab pertanyaan Tirta. Sementara itu, Kurnia memilih untuk menjauh terlebih dulu karena merasa canggung. Dia bahkan sampai bersembunyi di jarak 50 meter dari mereka."Tirta .... Kalau begitu, gimana kalau kamu pakai mantelku saja?" Pada akhirnya, Tina-lah yang memberanikan diri untuk berbicara, meskipun suaranya terdengar sangat malu-malu."Oh, jadi karena ini ya? Haha, nggak usah, aku tinggal tarik bajuku sedikit saja. Kenapa kalian nggak bilang dari tadi?" Tirta hanya tertawa santai sambil menarik kembali kain bajunya yang berantakan. Dia sama sekali tidak merasa canggung."Mesum! Sok pura-pura nggak tahu! Kami sudah mengingatkanmu tadi! Tapi apa kamu dengar? Nggak! Tetap saja kamu biarkan begitu!"Laras mendengus kesal, mencoba bersikap seolah tidak melihat apa pun."Tirta, sebenarnya tadi k
Adegan beralih ke Tirta.Saat kesadaran ular berkepala delapan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam pikirannya, Tirta refleks berteriak keras. Teriakannya yang mendadak itu membuat Tina, Laras, dan Kimmy yang berjalan di sampingnya langsung terkejut."Kak ... tadi kamu bilang apa?"Kamu bilang ada ular berkepala delapan? Tapi kenapa kami nggak melihatnya?" Tina memandang sekeliling dengan ekspresi bingung, lalu menatap Tirta dengan curiga."Bajingan mesum, mana mungkin ada ular berkepala delapan di dunia ini? Sepertinya tubuhmu terlalu lemah, makanya kamu berhalusinasi!" Laras yang masih sedikit ketakutan, menepuk dadanya yang berdebar karena kaget, lalu melirik Tirta dengan tatapan kesal."Tirta, kamu mungkin terlalu lelah sampai mulai berhalusinasi. Gimana kalau kita cari tempat untuk istirahat sebentar?" Kimmy melangkah mendekat dan menatap Tirta dengan penuh perhatian."Uh ... mungkin aku memang terlalu capek, jadi sempat berhalusinasi. Nggak usah dipikirkan. Kita istirahat saja dulu
"Kenapa Anda nggak biarkan aku mati saja!" Yudha merosot lemas, bersandar pada tiang kayu dengan air mata bercucuran dan penuh penyesalan."Dasar bodoh .... Tentu saja aku ingin membunuhmu seribu kali, bahkan sepuluh ribu kali kalau bisa! Kamu memang pantas mati, tapi sekarang belum waktunya untukmu mati ....""Pergilah .... Segera kumpulkan 500 anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah enam tahun! Aku butuh darah mereka untuk memulihkan kekuatan!"Kesadaran ular berkepala delapan yang lemah, berkata dengan terbata-bata."Baik .... Aku akan segera kumpulkan 500 anak untuk dikorbankan kepada Dewa Ular!"Mendengar perintah tersebut, Yudha langsung bangkit dari tanah. Dengan tubuh gemetar, dia segera berlari menuruni gunung dengan tergesa-gesa untuk mengatur semuanya."Tunggu sebentar ...." Tiba-tiba, suara serak ular berkepala delapan kembali terdengar dari belakangnya."Dewa Ular .... Apakah masih ada perintah lain?" Yudha langsung berhenti melangkah dan berlutut di tempat."Ma