"Ya, Pak Bima. Bukannya dia muridmu? Kenapa kamu malah bilang gurumu?" Para pemuda yang mengikuti Aaris pun bertanya dengan kebingungan, apalagi saat melihat Bima marah besar."Tirta memang guruku! Berani sekali kalian ingin mematahkan kakinya di hadapanku! Keterlaluan!" Bima mendengus dan melayangkan tamparan ke wajah Aaris beberapa kali lagi. Aaris tidak bisa melawan sedikit pun.Kemudian, Bima menarik beberapa pemuda yang mengikuti Aaris. Mereka dihujani pukulan bertubi-tubi.Sebelum Aaris dan lainnya tersadar dari keterkejutan, Bima menatap Aaris dan membentak, "Kamu bilang mau panggil kakekmu kemari, 'kan? Panggil saja! Aku bukan siapa-siapa, tapi aku nggak bakal membiarkan orang menghina guruku! Aku mau lihat gimana kakekmu bakal menyikapi masalah ini!"Ketika melihat sikap Bima yang angkuh, Aaris sangat murka. Dia memegang wajahnya yang bengkak sambil menunjuk Tirta dan Bima. "Oke, kalian tunggu saja! Kalian tunggu di sini!"Saat ini, ada banyak tamu yang berdatangan. Keributan
Bima segera berkata kepada Tirta dengan lirih, "Guru, maafkan kecerobohanku. Kalau terjadi masalah, biar aku yang tanggung. Kamu bawa Bu Nabila pergi saja."Ketika melihat Bima cemas seperti ini, Tirta menggeleng dan menyahut dengan sungguh-sungguh, "Kamu muridku. Masalah ini disebabkan olehku. Kalau aku mencampakkanmu, aku nggak pantas disebut gurumu.""Te ... terima kasih, Guru!" Bima merasa terharu mendengarnya. Saat ini, sosok Tirta yang tidak termasuk kekar seketika terlihat sangat mulia di mata Bima."Tirta, keturunan Pak Saba membela Aaris. Apa kita bisa pergi dengan selamat?" tanya Nabila yang tanpa sadar menggenggam tangan Tirta dengan makin erat karena terlalu cemas. Kedua matanya mengejap."Huh! Sekarang kalian sudah takut, 'kan? Bukannya kalian sangat sombong tadi? Kalau takut, cepat berlutut. Kemudian, aku bakal tampar wajah kalian sampai hancur!" Saat melihat Nabila ketakutan, Aaris menjadi makin percaya diri.Setelah masuk ke aula utama tadi, Aaris baru tahu kakeknya men
Sejak awal, kesan orang-orang terhadap Tirta memang sudah buruk. Setelah mendengar ucapan Tabir, mereka pun langsung percaya. Orang-orang menunjuk Tirta dan membentak."Dasar bocah! Masih muda, tapi sudah pintar bohong! Kamu terlalu menjijikkan!""Kamu kira kami semua bodoh?""Mau kamu jelasin sampai mulutmu kering, kami nggak bakal percaya!"Tentunya, yang berteriak paling keras adalah teman-teman Aaris. Para wanita sontak menatap Tirta dengan tatapan penuh kebencian."Ini pertama kalinya aku melihat orang yang begitu menjengkelkan!""Cih!"Aaris merasa lega melihat respons orang-orang. Dia tidak menyangka orang-orang akan memercayai kebohongannya.Jadi, Aaris menatap Tirta sambil tersenyum dingin dan bangga. Tidak ada gunanya Tirta mengatakan kebenaran. Tidak akan ada yang percaya padanya! Tirta akan mendapat ganjarannya hari ini!"Tirta nggak bohong kok! Kenapa kalian nggak percaya padanya? Aaris ini memang ingin ...." Saking paniknya, Nabila hampir menangis."Diam! Kamu pacarnya, p
"Kak Nabila, kamu sembunyi dulu di belakang. Jaga dirimu, nggak usah khawatirkan aku!" ucap Tirta kepada Nabila melihat situasi seperti ini. Dengan kecepatan tinggi, dia menerobos ke dalam kerumunan dengan ekspresi marah."Hahaha ... dasar bodoh! Kamu kira bisa hadapi orang sebanyak ini dengan tangan kosong? Ayo hajar saja. Lebih bagus lagi kalau hajar sampai mati di tempat!" seru Aaris seraya tertawa dingin saat melihat Tirta menerobos ke kerumunan.Pandangan itu melampaui kerumunan, jatuh pada sosok Nabila yang canggung di sudut ruangan. Wajahnya tampak penuh keserakahan. Namun, tubuh Tirta saat ini sudah sekuat baja. Bahkan tanpa mengerahkan seluruh kekuatannya sekalipun, kemampuannya jauh melampaui para antek kecil ini.Bagaikan harimau yang menerobos para kawanan domba, semua lawannya langsung berjatuhan dan terluka parah. Senjata mereka sama sekali tidak ampuh melawan Tirta.Hanya dalam beberapa saat, belasan orang tampak sudah tersungkur di bawah pukulan Tirta. Sementara itu, Bi
"Ngomong sembarangan apa kamu? Yang kukatakan itu semua kenyataan. Jangan kira kamu bisa memutarbalikkan fakta hanya karena kamu jago bela diri!"Tabir tidak menyangka Tirta akan sehebat itu. Menghadapi tudingan Tirta, dia merasa ketakutan hingga terhuyung mundur beberapa langkah. Sementara itu, Aaris dan beberapa pemuda lainnya juga semakin ketakutan.Melihat Tirta yang berjalan mendekat, mereka hampir saja mengompol di celana!"Oh ya? Kelihatannya kamu nggak bakal jera sebelum diberi pelajaran. Kalau begitu, biar cucumu saja yang jelaskan pada semua orang!"Tirta memang bukan tipe orang yang mudah diperlakukan semena-mena. Setelah difitnah dan ditekan oleh Aaris dan Tabir, dia tidak akan membiarkan mereka lepas begitu saja! Dia berniat membongkar wajah asli mereka di depan semua orang supaya mereka mendapat pelajaran.Di saat Tirta baru saja hendak menggunakan jarum hipnotis pada Aaris, muncul seorang gadis berwajah tegas yang mengadang di hadapannya."Besar sekali nyalimu! Berani-be
Selain itu, pakaiannya juga dipenuhi dengan noda darah yang membuatnya tampak sangat menyedihkan. Jelas sekali, tuduhannya terhadap Tirta tadi telah terbantahkan. Tuduhan sengaja melukai orang itu lebih tepat jika ditujukan pada Aaris dan Tabir.Di saat Shinta masih merasa malu menghadapi pertanyaan dari Tirta, Tirta kembali melanjutkan, "Nona, kutanyakan satu hal lagi padamu.""Kalaupun memang benar aku ingin memaksa mereka mengakui bahwa mereka telah memfitnahku, kenapa saat mereka memanggil orang untuk menyerang, Nona nggak berusaha menghentikannya? Tapi waktu aku bertindak, Anda justru ingin memanggil orang untuk menangkapku?""Bisakah Nona memberiku penjelasan yang masuk akal?" lanjut Tirta.Shinta tidak menyangka bahwa Tirta mampu membaca pikirannya dengan begitu jelas. Namun, untuk pertanyaan kedua Tirta, dia akhirnya menemukan alasan dan menjelaskan."Itu karena masalah ini ditimbulkan olehmu. Kamu yang bersalah duluan, makanya aku nggak menghalangi keluarga Tabir. Kalau memang
"Bu, cara apa yang mau digunakan Guru? Bukannya akupunktur itu untuk pengobatan? Apa bisa digunakan untuk interogasi?" tanya Bima dengan panik saat melihat Nabila berseru."Kali ini tebakanmu benar. Jarum perak mungkin cuma bisa digunakan sebagai pengobatan di tangan orang lain. Tapi kalau di tangan Tirta, fungsinya jadi sangat besar! Kamu lihat saja sendiri. Nanti Aaris bakal mengungkapkan kebenarannya sendiri!" bisik Nabila dengan percaya diri saat melihat sosok Tirta dari belakang."Baik, Bu. Aku akan perhatikan dengan baik."Mendengar hal itu, Bima terpaksa menahan rasa penasarannya dan melihat ke arah Tirta."Bukannya mau interogasi? Kenapa kamu bawa jarum perak? Memangnya mau ngobatin orang?" Puluhan tamu di tempat itu merasa kebingungan melihat Tirta, termasuk Shinta.Pada saat ini, Aaris dan Tabir malah tampak santai saat melihat Tirta mendekati mereka."Dasar bodoh. Aku salut sama keberanianmu berani mengajukan persyaratan yang nggak bisa direalisasikan ini di hadapan Bu Shint
Tabir yang merasa panik langsung mengadu pada Shinta, "Nona Shinta, kamu lihat sendiri, 'kan? Dia sama sekali nggak berniat untuk interogasi, melainkan mau mencelakai cucuku!""Nona Shinta, dia sudah mencelakai cucuku sampai begini, Anda harus menuntut keadilan untukku!"Melihat kondisi Aaris yang bagaikan telah lumpuh, Shinta juga beranggapan bahwa Tirta memang sedang mencelakainya. Dengan alis mengernyit, dia memarahi Tirta, "Sialan, keterlaluan sekali kamu! Seharusnya aku nggak percaya sama omong kosongmu tadi!""Cepat obati Pak Aaris sekarang juga. Kalau nggak, aku bakal kurung kamu seumur hidup di penjara!"Shinta merasa bahwa jika bukan karena dia yang menyetujui untuk membiarkan Tirta menginterogasi Aaris, Aaris juga tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, dalam hatinya merasa bersalah dan marah.Saat berbicara, dia mengangkat tangannya untuk menampar Tirta dengan keras.Plak! Tangan Shinta yang putih mulus itu langsung ditangkap Tirta di tengah udara."Nona Sh
"Bibi, aku benaran nggak ganggu wanita mana pun!" Tirta buru-buru menangkap tangan Ayu dan meyakinkannya dengan serius."Kalaupun kamu nggak bohong sama aku, cepat pergi mandi dulu. Hilangkan dulu wangi wanita lain di tubuhmu, baru datang temui aku lagi. Aku tunggu di kamar ...."Saat tangan mereka bersentuhan, Ayu langsung panik dan melirik ke dua ujung lorong. Dia takut akan ada orang yang melihat mereka.Setelah itu, dia buru-buru melepaskan diri dan mendorong Tirta pelan, lalu kembali masuk ke kamarnya."Bibi mau tidur sama aku?""Hehe, asyik! Aku akan mandi sekarang!"Tirta tiba-tiba menyadari maksud Ayu dan bergegas berlari ke kamar Bella. Kemudian, dia melepas semua pakaiannya dan mandi.....Pada saat bersamaan, di kamar Ayu.Ayu menatap sepatu Yasmin yang tadi tertinggal di kamar, lalu pelan-pelan meletakkannya di rak sepatu dekat pintu.Dia menghela napas pelan, lalu bergumam pada dirinya sendiri."Dasar anak nakal .... Wanita-wanita itu pasti pacar barunya. Dia masih berani
"Bajuku ... robek karena ditarik penjahat waktu bantu Pak Mauri tangani kasus. Kalau Bibi nggak percaya, aku bisa bawa kamu untuk temui Pak Mauri."Tirta jelas tidak mungkin mengatakan bahwa pakaiannya dirusak oleh shikigami. Jadi, dia tidak punya pilihan selain mencari alasan lain."Memangnya aku percaya omong kosongmu? Kamu kira Bibi bodoh? Tubuhmu penuh dengan wangi dari berbagai wanita! Cepat katakan dengan jujur! Siapa wanita yang merobek bajumu sampai seperti ini?!"Ayu memelintir telinga Tirta dan ingin mencubitnya dengan keras, tapi akhirnya dia tidak tega. Akhirnya, dia hanya bisa menepuknya dengan ringan.Jelas sekali, melihat pakaian Tirta yang compang-camping dan aroma berbagai wanita yang masih menempel di tubuhnya, Ayu curiga bahwa Tirta baru saja keluar untuk bersenang-senang dengan perempuan."Wah, sepertinya kalau Kak Tirta nggak bisa menjelaskan ini dengan baik, dia bakal kena batunya!"Yasmin yang duduk santai di atas tempat tidur sambil mengayunkan kaki kecilnya, me
"Lho ... kenapa wajah kalian semua jadi merah begini?" tanya Tirta tiba-tiba saat menyadari keanehan pada beberapa wanita itu.Tentu saja, tidak ada satu pun dari ketiga wanita itu yang bisa menjawab pertanyaan Tirta. Sementara itu, Kurnia memilih untuk menjauh terlebih dulu karena merasa canggung. Dia bahkan sampai bersembunyi di jarak 50 meter dari mereka."Tirta .... Kalau begitu, gimana kalau kamu pakai mantelku saja?" Pada akhirnya, Tina-lah yang memberanikan diri untuk berbicara, meskipun suaranya terdengar sangat malu-malu."Oh, jadi karena ini ya? Haha, nggak usah, aku tinggal tarik bajuku sedikit saja. Kenapa kalian nggak bilang dari tadi?" Tirta hanya tertawa santai sambil menarik kembali kain bajunya yang berantakan. Dia sama sekali tidak merasa canggung."Mesum! Sok pura-pura nggak tahu! Kami sudah mengingatkanmu tadi! Tapi apa kamu dengar? Nggak! Tetap saja kamu biarkan begitu!"Laras mendengus kesal, mencoba bersikap seolah tidak melihat apa pun."Tirta, sebenarnya tadi k
Adegan beralih ke Tirta.Saat kesadaran ular berkepala delapan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam pikirannya, Tirta refleks berteriak keras. Teriakannya yang mendadak itu membuat Tina, Laras, dan Kimmy yang berjalan di sampingnya langsung terkejut."Kak ... tadi kamu bilang apa?"Kamu bilang ada ular berkepala delapan? Tapi kenapa kami nggak melihatnya?" Tina memandang sekeliling dengan ekspresi bingung, lalu menatap Tirta dengan curiga."Bajingan mesum, mana mungkin ada ular berkepala delapan di dunia ini? Sepertinya tubuhmu terlalu lemah, makanya kamu berhalusinasi!" Laras yang masih sedikit ketakutan, menepuk dadanya yang berdebar karena kaget, lalu melirik Tirta dengan tatapan kesal."Tirta, kamu mungkin terlalu lelah sampai mulai berhalusinasi. Gimana kalau kita cari tempat untuk istirahat sebentar?" Kimmy melangkah mendekat dan menatap Tirta dengan penuh perhatian."Uh ... mungkin aku memang terlalu capek, jadi sempat berhalusinasi. Nggak usah dipikirkan. Kita istirahat saja dulu
"Kenapa Anda nggak biarkan aku mati saja!" Yudha merosot lemas, bersandar pada tiang kayu dengan air mata bercucuran dan penuh penyesalan."Dasar bodoh .... Tentu saja aku ingin membunuhmu seribu kali, bahkan sepuluh ribu kali kalau bisa! Kamu memang pantas mati, tapi sekarang belum waktunya untukmu mati ....""Pergilah .... Segera kumpulkan 500 anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah enam tahun! Aku butuh darah mereka untuk memulihkan kekuatan!"Kesadaran ular berkepala delapan yang lemah, berkata dengan terbata-bata."Baik .... Aku akan segera kumpulkan 500 anak untuk dikorbankan kepada Dewa Ular!"Mendengar perintah tersebut, Yudha langsung bangkit dari tanah. Dengan tubuh gemetar, dia segera berlari menuruni gunung dengan tergesa-gesa untuk mengatur semuanya."Tunggu sebentar ...." Tiba-tiba, suara serak ular berkepala delapan kembali terdengar dari belakangnya."Dewa Ular .... Apakah masih ada perintah lain?" Yudha langsung berhenti melangkah dan berlutut di tempat."Ma
Ketika masih kecil, Yudha pernah dibawa ayahnya masuk ke pondok kecil ini. Saat itu, dia baru berusia lima tahun. Dia masih polos dan belum mengerti apa-apa.Namun, hingga kini, dia tidak pernah melupakan bagaimana ayahnya, Khairul Gomies, kepala Keluarga Gomies generasi sebelumnya, menatap patung Dewa Ular dengan tatapan yang hormat dan antusias."Yudha, Dewa Ular adalah dewa sejati yang telah melindungi dan menjaga kejayaan Keluarga Gomies agar tidak pudar selama dua ribu tahun!""Dewa Ular maha kuasa, dia adalah leluhur semua pendeta spiritual! Dia adalah dewa yang paling hebat di dunia ini!""Suatu hari nanti, kamu akan menjadi pelayan Dewa Ular. Jangan marah atau bersedih karenanya, kamu seharusnya merasa bahagia! Karena di dunia ini, tidak ada satu pun hal yang tidak bisa dilakukan oleh Dewa Ular!""Menjadi pelayan Dewa Ular adalah kehormatan tertinggi dalam hidupmu!"Kata-kata itu terukir dalam-dalam di lubuk hati Yudha. Seiring waktu, dia pun tumbuh dan menjadi seorang pendeta
Akhir-akhir ini, Genta semakin sering berbicara dengan Tirta. Kepribadiannya juga tampak semakin mirip dengan manusia.Saat ini, dia bahkan mulai mempertimbangkan keadaan Tirta. Mungkin saja ini terjadi karena Tirta telah membantunya menyerap energi dari 80 pesilat kuno. Sebagai bentuk hadiah, mungkin itulah alasan dia memiliki pemikiran seperti ini."Ah, Kak, bisa nggak aku nggak menggunakan artefak sihir yang menjijikkan ini? Nanti, setelah aku mencapai tahap pembentukan fondasi, aku mau buat artefakku sendiri. Boleh nggak?"Dalam ingatan yang ditanamkan Genta pada Tirta, ada berbagai informasi mengenai artefak sihir. Tirta memahami betapa luar biasanya benda tersebut, tetapi dia benar-benar tidak menginginkan kipas lipat dengan shikigami itu."Dasar nggak tahu terima kasih. Kalau kamu nggak mau, aku akan serap energi spiritualnya untuk diriku sendiri." Nada Genta sangat tegas, bahkan terdengar sedikit kesal. Melihat Tirta begitu menolak, dia pun tidak berbicara lebih lanjut dan lang
"Sebelum berangkat, Yara sempat minta izin dariku untuk pergi ke Darsia. Tujuannya adalah menyelidiki keberadaan dunia misterius para pesilat kuno di sana.""Dia ingin menemukan lokasi dunia misterius dan mendapatkan ramuan spiritual serta batu energi untuk mempercepat pemulihan kekuatan Dewa Ular! Dan sekarang ... seseorang telah membunuh Yara!""Siapa pelakunya? Sebelum pergi, aku sudah memberinya kipas lipat yang berisi Shikigami! Itu bukan benda biasa, melainkan artefak spiritual yang diberikan langsung oleh Dewa Ular!""Selain itu, Yara juga membawa Air Mayat serta berbagai teknik rahasia pendeta spiritual untuk melindungi dirinya sendiri. Bahkan kalau para pesilat kuno Negara Darsia mengadangnya, seharusnya mereka nggak bisa membunuhnya.""Kalaupun Yara nggak bisa menang, paling nggak, dia seharusnya bisa melarikan diri dengan selamat! Siapa yang sebenarnya membunuh Yara…?"Setelah amarahnya sedikit mereda, Yudha mulai menganalisis secara mendalam siapa yang bisa menjadi pelaku p
Tirta benar-benar tidak menyangka bahwa mereka akan menyetujui syarat yang dia ajukan semudah itu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik secara drastis.Sebelum pergi, Tirta kembali melirik Kurnia, seakan ingin mengatakan sesuatu. "Pak Tirta, kalau ada perintah, silakan katakan saja," kata Kurnia dengan hormat sambil mengepalkan tangan sebagai tanda penghormatan."Kurnia, bagaimanapun juga, akulah yang membuat lenganmu patah. Aku punya resep obat yang bisa membuat lenganmu tumbuh kembali.""Tapi, mencari bahan-bahannya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau kamu bersedia menunggu, aku bisa membantumu memulihkan lenganmu sepenuhnya."Tirta mengingat teknik pengobatan ajaib yang diwariskan oleh Genta di dalam ingatannya, lalu menawarkan solusi itu kepada Kurnia."Aku bersedia! Tentu saja aku bersedia! Terima kasih atas kebaikanmu, Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Kurnia begitu terkejut dan terharu hingga langsung berlutut di depan Tirta untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya