"Tirta, kamu nggak tahu saja. Mereka ini memang keluarga Melati, tapi mereka benar-benar berengsek! Masa mereka mau membantu Damar untuk melawan Melati, bahkan mau melepas pakaiannya dan menyuruhnya berlutut tiga hari tiga malam di depan desa!""Kamu nggak boleh biarkan mereka lolos!" pungkas Ayu dengan marah.Gandhi dan yang lainnya adalah kaki tangan utama. Kalau bukan karena mereka, Damar dan istrinya tidak mungkin bisa mendobrak pintu kayu. Kini Tirta telah pulang, Ayu tentu ingin Tirta untuk menuntut keadilan bagi Melati!"Apa?!" Mendengar hal itu, Tirta marah besar dan mengangkat Gandhi dengan tinggi."Apa pantas manusia nggak berperasaan seperti kalian jadi keluarga Kak Melati? Berlutut dan minta maaf sama Kak Melati. Kalau nggak, aku juga nggak akan mengampuni kalian!" ancam Tirta."Kak, Kak, kami juga nggak berdaya. Damar yang ...." Berat badan Gandhi sekitar 89 kilogram, tetapi dia terlihat begitu ringan di tangan Tirta. Merasakan kekuatan Tirta yang menakutkan, Gandhi ketaku
"Ce ... cepat kembalikan seperti semula! Kalau nggak, kamu akan nyesal setelah polisi datang nanti!" maki Pipit setelah mendengar ucapan Tirta.Gandhi beserta anaknya dan Calista hanya bisa berdiri bengong tanpa bergerak sama sekali. Mereka penasaran bagaimana Tirta bisa melakukan hal itu, sekaligus merasa ketakutan terhadap trik yang digunakan Tirta.Jika Tirta menancapkan jarum untuk membuat mereka berlutut selamanya, mereka pasti akan merasa malu. Namun, Tirta sama sekali tidak peduli dengan reaksi Pipit dan beberapa orang lainnya. Dia berlari ke hadapan Melati dan menyeka air matanya, lalu memeluk dan memeriksa bagian mana yang terluka."Kak Melati, sakit nggak? Sini kulihat! Semua ini salahku. Kalau aku pulang lebih awal, kamu juga nggak perlu ditindas orang sampai begini!""Nggak apa-apa, Tirta. Kakak nggak sakit lagi setelah lihat kamu, malahan aku sangat senang. Kamu nggak perlu merasa bersalah," balas Melati sambil menggeleng dan tersenyum melihat Tirta yang menyalahkan diriny
"Masa lalu sudah terjadi, lupakan saja semuanya," bujuk Ayu."Bibi, aku tahu kalian semua merasa kasihan. Kalau bukan karena aku pulang tepat waktu, gimana jadinya Kak Melati disiksa mereka?" ujar Tirta berusaha menenangkan nada bicaranya."Aku bisa ampuni beberapa orang yang menyadari kesalahannya sendiri. Tapi kalau menghadapi orang yang nggak menyesali perbuatannya, bersikap murah hati pada mereka hanya akan membahayakan diri kita sendiri!"Saat mengucapkan hal ini, Tirta tak kuasa teringat dengan Pasha. Tirta tidak melakukan apa pun terhadapnya saat Pasha mencelakai mereka pertama kalinya. Mereka hanya mengurungnya dan menyerahkannya untuk dihukum Keluarga Purnomo.Namun, Pasha malah lagi-lagi ingin mencelakai dirinya dan Bella. Saat itu, hampir saja rencana busuk Pasha itu berhasil. Karena insiden itulah, Tirta memutuskan untuk tidak boleh berbelaskasihan lagi jika menemui kejadian seperti itu."Tirta ...." Melihat tekad Tirta yang sudah bulat, Ayu juga tidak lagi membujuknya."Bi
Bagaimanapun, Gandhi adalah orang berusia paruh baya, tapi dia malah memanggil Tirta dengan sebutan "Kakak". Bisa dilihat, betapa takutnya dia terhadap Tirta."Setelah Kak Melati memaafkan kalian, aku baru akan bebaskan kalian. Kalau nggak, kalian tetap berlutut saja di sini!" Menghadapi permohonan Gandhi, Tirta yang sedang mengoleskan obat pada Arum, berbicara dengan dingin tanpa mengangkat kepalanya."Ya, dibandingkan sama Damar dan istrinya, padahal kalian ini keluarga Melati. Bukan cuma nggak peduli sama Melati, kalian malah bantu orang luar untuk menyiksanya. Kalian lebih menyebalkan lagi! Setelah Melati memaafkan kalian, kalian baru boleh pergi!" timpal Ayu dengan marah.Gandhi dan beberapa orang lainnya tidak berani membantah. Mereka terpaksa mengalihkan pandangan pada Melati."Nak, Ayah sudah tahu salah. Ayah sudah berlutut setengah jam di sini. Mengingat hubungan kita, ampunilah kami semua!" mohon Gandhi."Nggak usah manggil aku Nak, apa kamu sudah lupa? Dua hari yang lalu, ka
Melihat sikap Calista terhadap Frans, lalu melihat kondisi tubuh Frans, Tirta langsung mengetahui alasannya."Kamu bicara sembarangan apaan?! Aku dan istriku saling mencintai. Anak ini adalah hasil cinta kita selama tiga tahun. Sudah pasti ini anak kandungku! Kalau kamu fitnah istriku lagi, aku nggak akan segan padamu!"Begitu mendengar ucapan Tirta, Frans langsung marah besar. Dia berdiri sambil mengepalkan kedua tangannya, seolah-olah hendak berkelahi dengan Tirta. Namun, dia tidak menyadari ekspresi panik Calista di belakangnya."Kamu sendiri sudah bilang, kalian sudah berjuang selama 3 tahun. Lalu, kenapa baru muncul anak ini sekarang? Jangan bilang, kamu nggak pernah tidur sama istrimu selama nikah 3 tahun ini. Apa masih perlu kujelaskan lagi alasan di balik semua ini?"Setelah mendengar ucapan Tirta, ekspresi Frans menjadi sangat rumit dan panik. Dia bukan orang bodoh. Ucapan Tirta sudah sejelas ini, tidak mungkin dia masih tidak paham dengan maksudnya."Mungkin saja memang kebe
Berat badan Frans 100 kilogram. Meski tamparannya ini tidak sekuat Tirta, tetap saja bisa membuat Calista terhuyung-huyung. Melihat Frans yang biasanya bodoh ini marah besar, Calista langsung panik."Sayang, jangan dengarkan fitnahnya! Aku nggak pernah selingkuh. Selain kamu, aku nggak pernah tertarik sama pria lain. Mana mungkin aku tega melakukan hal itu padamu?""Kalau kamu bilang begitu, apa kamu berani pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan denganku? Berani nggak?" teriak Frans dengan marah sambil menarik leher Calista.Frans paling memahami sifat Calista. Setelah menikah selama tiga tahun, Calista tidak pernah bersikap lunak sekali pun setelah melakukan kesalahan. Baru kali inilah, Calista bersikap seperti ini. Apa lagi alasannya kalau bukan karena dia memang melakukan kesalahan?"Sayang ... aku bersalah. Aku tahu aku salah. Aku cuma pernah bersenang-senang sekali. Aku juga nggak nyangka bisa langsung hamil ....""Aku nggak berani lagi lain kali. Akan kuaborsi anak ini
"Semua ini gara-gara kamu! Aku nggak punya dendam apa pun sama kamu, kenapa kamu celakain aku?"Rambut Calista tampak berantakan, pakaiannya juga telah compang-camping, dan wajahnya membengkak. Dia memelototi Tirta dengan kejam sambil berteriak padanya. Calista merasa dirinya bisa jadi seperti sekarang ini semua karena Tirta membongkar rahasianya."Sialan, kalau bukan karena Kakak yang beri tahu aku, entah sampai kapan aku dibohongi sama kamu! Kamu sendiri yang lakukan hal rendahan begini tapi nggak berani mengakuinya?""Calista, sia-sia aku perlakukan kamu sebaik ini selama tiga tahun, kamu malah mengkhianatiku .... Kamu ini masih punya hati nurani nggak?" Sambil memarahinya, Frans meneteskan air mata. Semakin dipikirkan, Frans merasa semakin emosi. Dia kembali menghajar Calista lagi."Cukup sudah! Hentikan kalian semua! Kalaupun aku berbuat salah, kalian nggak berhak memukulku. Kalian ini semua nggak tahu hukum! Aku sudah pernah konsultasi hukum sebelumnya.""Kalaupun sudah menikah s
Meskipun Tirta tidak terlalu banyak menghukum mereka, dengan adanya kejadian seperti ini, hidup mereka ke depannya juga tidak akan tenang. Bisa dibilang, ini adalah hukuman dari langit, sekaligus membalaskan dendam Melati.Sedari awal, Ayu, Melati, dan Arum hanya menonton tanpa banyak berkomentar. Setelah Gandhi dan yang lainnya pergi, barulah Ayu dan yang lainnya mengerumuni Tirta dan bertanya dengan penasaran."Tirta, ke mana saja kamu selama beberapa hari ini?""Kenapa kami nggak bisa hubungi kamu? Tahu nggak seberapa khawatirnya kami padamu?""Iya, Tirta. Tahu nggak, Kak Melati sampai sakit dada karena merindukanmu. Kalau ada waktu, tolong periksa kondisinya, ya," tambah Arum.Tirta menjawab dengan rasa bersalah, "Aku ... pergi ke gunung untuk lihat batu giok. Lalu, ponselku nggak sengaja jatuh ke air dan rusak. Aku belum sempat beli yang baru, jadi mana mungkin aku bisa angkat telepon dari kalian?""Begitu turun dari pesawat, aku langsung buru-buru pulang. Ini salahku. Kalau tahu
"Hais, memang nggak bagus kalau ada yang tahu. Pokoknya, aku nggak bakal beri tahu siapa pun tentang masalah hari ini," balas Tirta sambil melangkah dengan stabil. Dia bisa merasakan payudara besar di punggungnya.Setelah mendengarnya, Yanti pun mengiakan dan tidak merespons lagi. Dia tidak pernah bersentuhan dengan pria. Kini, Tirta malah menopang bokongnya dan bajunya rusak. Hal ini tentu membuat perasaannya campur aduk dan tak kuasa berpikir sembarangan.'Waktu itu, dia nggak sengaja menyemprotku. Kali ini, dia malah melihat dadaku. Jangan-jangan ... semua ini adalah takdir?'Tirta tentu tidak tahu apa-apa tentang pemikirkan Yanti ini. Sambil menggendong Yanti, dia terus mencari tanaman obat yang bisa digunakan untuk menghilangkan bekas luka.Sekitar tujuh atau delapan menit kemudian, mereka tiba di depan air terjun itu. Di bawahnya adalah air bersih.Tirta berjongkok untuk menurunkan Yanti, lalu berujar, "Bu, kamu bersihkan diri dulu di sini. Tadi aku melihat tanaman obat yang bisa
"Bakal berbekas kalau infeksi? Serius? Jangan-jangan kamu cuma mau ambil keuntungan dariku? Kamu bicara begitu untuk menakutiku, 'kan?" tanya Yanti yang masih belum berbalik. Namun, dia merasa yang dikatakan Tirta masuk akal.Yanti terluka dan pakaiannya rusak. Dia pasti tidak bisa mengejar harimau lagi untuk sekarang. Dia terpaksa mengesampingkan masalah ini dulu."Kalau aku ingin ambil untung darimu, ngapain aku repot-repot ngarang kebohongan? Di sini nggak ada siapa-siapa. Aku bisa langsung menidurimu kalau memang mau!" sahut Tirta dengan pasrah."Terserah kamu saja. Pokoknya aku sudah mengingatkanmu. Mau diobati atau nggak, terserah kamu," lanjut Tirta."Kamu benaran bukan ingin ambil untung, 'kan? Kalau begitu, kamu mau gimana? Aku bakal turuti ucapanmu." Setelah ragu-ragu sejenak, Yanti akhirnya membuat keputusan. Payudara wanita sangat penting, hampir sama dengan kemaluan pria. Dia tentu tidak ingin payudaranya berbekas."Kita cari sungai yang bersih dulu untuk bersihkan lukamu.
"Tirta, aku perlu ikut nggak?" tanya Melati dengan agak panik."Nggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Nanti aku bawa Bu Yanti balik. Kamu tenang saja," sahut Tirta sambil mengeluarkan jarum perak di sakunya dan menunjukkannya kepada Melati."Kamu ingin membuat Bu Yanti lupa kejadian hari ini ya? Ya sudah, kamu kejar dia. Aku nggak bakal ikut supaya kamu nggak repot." Melati memahami maksud Tirta. Dia pun hanya menunggu di mobil.Tirta turun dari mobil, lalu berteriak kepada Yanti yang berlari di depan, "Bu Yanti, tunggu aku! Aku salah makan siang ini. Perutku terus mulas. Aku jadi nggak kuat lari. Jangan terlalu cepat, aku nggak bisa menyusulmu!""Kamu masih begitu muda. Seharusnya tubuhmu kuat. Kenapa malah lemas sekali? Cepat sedikit! Aku nggak lihat harimaunya lagi!" Yanti sama sekali tidak berhenti dan terus berlari. Payudaranya yang besar itu pun terus berguncang dibuatnya."Hais ...." Tirta menghela napas dengan tidak berdaya. Ketika dia memutuskan untuk tidak berpura-pura lagi dan
"Bu Yanti, kedua harimau itu nggak melukai siapa pun. Untuk apa kamu lapor polisi?"Begitu mendengarnya, Tirta menghentikan mobilnya. Kemudian, dia turun, tetapi tidak berniat membawa Yanti mencari harimau.Sepertinya, Yanti melihat kedua harimau itu waktu mereka kabur. Makanya, dia mengejar kedua harimau itu bersama Melati."Harimau sangat ganas. Mereka bisa memangsa orang. Aku melihat mereka di desa tadi! Mereka pasti mencari mangsa di bawah gunung karena nggak ada yang bisa dimakan di pegunungan!""Aku tentu harus lapor polisi supaya mereka menangkap kedua harimau itu. Kemudian, mereka akan dibawa ke pusat perlindungan satwa! Kalau ditunda, takutnya akan ada yang terluka!" jelas Yanti dengan ekspresi cemas dan napas terengah-engah.Bisa dilihat bahwa kepala desa ini sangat baik hati. Namun, dia tidak tahu bahwa kedua harimau itu adalah milik Tirta. Mereka ditugaskan untuk menjaga rumah."Kamu berpikir terlalu jauh. Mungkin mereka cuma mau jalan-jalan. Kalau tujuan mereka adalah mema
"Kak! Ka ... kamu ini ya! Karena kamu yang mulai duluan, aku nggak bakal sungkan-sungkan lagi! Waktu Tirta mengantarmu pulang hari itu, aku melihat bulu keriting di mulutmu! Cepat jujur, apa itu .... Ah!"Naura sungguh kewalahan karena ditindas Aiko. Tanpa sempat berpikir lagi, dia langsung mengungkapkan apa yang dilihatnya hari itu.Begitu mendengarnya, wajah Aiko sontak memerah. Dia buru-buru menutup mulutnya dan berteriak nyaring, "Ah! Nggak mungkin! Kamu pasti salah lihat! Kalau kamu berani bicara sembarangan, aku bakal menyiksamu mati-matian!"....Mobil akhirnya berhenti di depan klinik. Setelah turun dari mobil, Tirta membuka bagasi dan menurunkan barang belanjaan mereka. Kemudian, dia dan Arum sama-sama memasuki klinik.Sebelum Tirta meletakkan barang-barangnya, Ayu menghampiri dan berkata dengan cemas, "Tirta, Arum, akhirnya kalian pulang! Dua ekor harimau besar kabur saat Melati membuka pintu untuk mengambil barang!""Melati sedang mencari mereka! Taruh saja barang-barang kal
"Benar begitu?" tanya Aiko dengan tidak percaya."Tentu saja. Tirta sekarang sangat kaya dan hebat. Apa kamu pernah melihat dia mencampakkan pacarnya? Satu pun nggak pernah, 'kan? Jadi, kamu berpikir terlalu jauh.""Mungkin Tirta terlalu sibuk belakangan ini, makanya nggak sempat menghubungimu. Setelah dia punya waktu, dia pasti datang mencarimu," hibur Naura sambil menepuk tangan Aiko."Ya, kamu benar. Tirta pasti mencariku kalau punya waktu." Aiko akhirnya tersenyum. Kemudian, dia bertanya dengan cemas, "Kalau begitu ... Naura, kamu bisa bantu aku telepon Tirta nggak? Tanya dia kapan punya waktu.""Ya, ya. Terserah kamu saja. Kembalikan ponselku. Aku mau meneleponnya." Naura meminta ponselnya dengan tidak berdaya. Namun, sebelum dia sempat menelepon Tirta, Saad tiba-tiba meneleponnya."Ayah, ada urusan apa? Kalau nggak ada urusan penting, aku tutup ya. Kak Aiko lagi nungguin aku telepon Tirta. Dia mau tanya Tirta kapan punya waktu kemari."Begitu ucapan ini dilontarkan, Aiko langsung
Sambil digoda oleh Tirta, Arum akhirnya selesai memakai pakaiannya dalam waktu lima hingga enam menit. Kemudian, Tirta berkemudi ke Desa Persik.....Pada saat yang sama, di kota, di sebuah vila kalangan atas. Aiko yang duduk di ruang tamu tampak menopang dagunya. Dia memandang ke luar jendela dengan tatapan hampa, seolah-olah jiwanya meninggalkan tubuhnya."Kak Aiko, sejak Tirta pergi, kamu nggak bisa makan dan tidur. Apa kamu sudah tersihir olehnya?" Naura duduk di sampingnya sambil menghela napas. Dia baru selesai mandi dan hanya membalut tubuh seksinya dengan handuk. Begitu keluar, dia langsung melihat Aiko yang seperti tidak punya semangat hidup."Naura, kamu bicara apa? Aku nggak mikirin Tirta. Aku lagi mencemaskan perusahaan orang tuaku. Entah kondisi perusahaan sudah membaik atau belum." Aiko tersadar dari lamunannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan memaksakan senyuman."Kita bukan baru kenal. Kamu nggak bakal bisa menutupi apa pun dariku. Tirta mengumpulkan uang sebanyak 14
"Kalau begitu ... kamu bantu aku pijat. Yang penting Bibi Ayu dan lainnya nggak curiga waktu melihatku. Kalau nggak, aku yang malu ...." Arum menyetujui usul Tirta. Kemudian, dia pelan-pelan bergeser dari pelukan Tirta dan bersandar di jok.Setelah satu ronde yang sengit berakhir, Arum bercucuran keringat dan sangat lelah. Dia hanya bergerak sedikit, tetapi kakinya sudah bergetar. Ini membuatnya terlihat makin menggoda! Kalau bukan karena Arum tak sanggup lagi, Tirta pasti melanjutkan pertarungannya!"Kak Arum, rileks saja, nggak usah gugup." Tirta menahan hasrat dalam dirinya dan menjulurkan tangan dengan perlahan. Kedua tangannya mulai memijat Arum dengan lembut ....Sekitar 10 menit kemudian, Tirta selesai memijat Arum. Arum menarik napas dalam-dalam, merasa jauh lebih nyaman. Hanya saja, kulitnya menjadi merah kembali karena pijatan Tirta."Gimana, Kak? Sudah mendingan? Masih ada yang sakit?" tanya Tirta sambil mengambil tisu dan membantu Arum menyeka tubuhnya."Nggak terlalu sakit
Pada saat yang sama, Arum juga memahami beberapa hal yang tak dipahami sebelumnya. Yang menancap dari belakang belum tentu pisau! Berlutut belum tentu memohon! Berteriak belum tentu kesakitan! Menangis belum tentu merasa sedih! Yang keluar dari mulut juga belum tentu air liur!Dua jam kemudian, Tirta dan Arum menyelesaikan ronde pertama mereka. Ketika melihat Arum kelelahan, Tirta pun memilih untuk berhenti.Kini, Arum yang dikalahkan akhirnya mengerti alasan Ayu, Melati, Susanti, Agatha, dan Nabila begitu terobsesi pada Tirta.Seperti yang dikatakan Susanti, ini adalah kunci untuk membuka dunia baru. Arum merasa dirinya seperti terbang ke langit dan ... tidak ingin berhenti! Rasanya sungguh nikmat! Pantas saja, Ayu yang begitu menjaga diri merindukan Tirta setiap hari!"Kak Arum, rupanya kamu ingin mencobanya karena mendengar penjelasan Susanti? Kukira kamu menyukaiku, makanya ingin bercinta denganku. Apa tindakanmu ini termasuk mempermainkan perasaanku?" keluh Tirta sambil mengenakan