Tirta memiliki kekuatan besar. Begitu dia memegang tongkat kayu itu, Damar berusaha sekuat tenaga untuk menariknya kembali. Wajahnya memerah, tetapi tetap tidak berhasil."Sialan! Lepaskan tongkatnya sekarang!" seru Damar."Lepaskan? Mimpi saja!" balas Tirta dengan marah.Setelah melihat luka-luka di tubuh Ayu dan yang lainnya, serta Gendis yang masih mencengkeram rambut Melati, kemarahannya memuncak.Dengan sekali tarikan, tongkat itu berhasil direbut oleh Tirta. Tanpa ragu, dia mengayunkan tongkat itu ke tubuh Damar."Aduh ...." Damar menjerit kesakitan. Tubuhnya terlempar ke belakang, lalu dia memuntahkan darah. Dia tak bisa bergerak dalam waktu lama.Tongkat kayu sebesar lengan itu patah setelah mengenai tubuhnya. Itu menandakan betapa besar kekuatan Tirta."Sialan, aku akan melawanmu habis-habisan!" seru Damar. Dia yang malu dan marah, mencoba bangkit dari lantai untuk menyerang Tirta lagi.Namun, Tirta segera memukulnya lagi. Kali ini, dia mematahkan tulang kakinya. Itu langsung
"Tirta, kamu nggak tahu saja. Mereka ini memang keluarga Melati, tapi mereka benar-benar berengsek! Masa mereka mau membantu Damar untuk melawan Melati, bahkan mau melepas pakaiannya dan menyuruhnya berlutut tiga hari tiga malam di depan desa!""Kamu nggak boleh biarkan mereka lolos!" pungkas Ayu dengan marah.Gandhi dan yang lainnya adalah kaki tangan utama. Kalau bukan karena mereka, Damar dan istrinya tidak mungkin bisa mendobrak pintu kayu. Kini Tirta telah pulang, Ayu tentu ingin Tirta untuk menuntut keadilan bagi Melati!"Apa?!" Mendengar hal itu, Tirta marah besar dan mengangkat Gandhi dengan tinggi."Apa pantas manusia nggak berperasaan seperti kalian jadi keluarga Kak Melati? Berlutut dan minta maaf sama Kak Melati. Kalau nggak, aku juga nggak akan mengampuni kalian!" ancam Tirta."Kak, Kak, kami juga nggak berdaya. Damar yang ...." Berat badan Gandhi sekitar 89 kilogram, tetapi dia terlihat begitu ringan di tangan Tirta. Merasakan kekuatan Tirta yang menakutkan, Gandhi ketaku
"Ce ... cepat kembalikan seperti semula! Kalau nggak, kamu akan nyesal setelah polisi datang nanti!" maki Pipit setelah mendengar ucapan Tirta.Gandhi beserta anaknya dan Calista hanya bisa berdiri bengong tanpa bergerak sama sekali. Mereka penasaran bagaimana Tirta bisa melakukan hal itu, sekaligus merasa ketakutan terhadap trik yang digunakan Tirta.Jika Tirta menancapkan jarum untuk membuat mereka berlutut selamanya, mereka pasti akan merasa malu. Namun, Tirta sama sekali tidak peduli dengan reaksi Pipit dan beberapa orang lainnya. Dia berlari ke hadapan Melati dan menyeka air matanya, lalu memeluk dan memeriksa bagian mana yang terluka."Kak Melati, sakit nggak? Sini kulihat! Semua ini salahku. Kalau aku pulang lebih awal, kamu juga nggak perlu ditindas orang sampai begini!""Nggak apa-apa, Tirta. Kakak nggak sakit lagi setelah lihat kamu, malahan aku sangat senang. Kamu nggak perlu merasa bersalah," balas Melati sambil menggeleng dan tersenyum melihat Tirta yang menyalahkan diriny
"Masa lalu sudah terjadi, lupakan saja semuanya," bujuk Ayu."Bibi, aku tahu kalian semua merasa kasihan. Kalau bukan karena aku pulang tepat waktu, gimana jadinya Kak Melati disiksa mereka?" ujar Tirta berusaha menenangkan nada bicaranya."Aku bisa ampuni beberapa orang yang menyadari kesalahannya sendiri. Tapi kalau menghadapi orang yang nggak menyesali perbuatannya, bersikap murah hati pada mereka hanya akan membahayakan diri kita sendiri!"Saat mengucapkan hal ini, Tirta tak kuasa teringat dengan Pasha. Tirta tidak melakukan apa pun terhadapnya saat Pasha mencelakai mereka pertama kalinya. Mereka hanya mengurungnya dan menyerahkannya untuk dihukum Keluarga Purnomo.Namun, Pasha malah lagi-lagi ingin mencelakai dirinya dan Bella. Saat itu, hampir saja rencana busuk Pasha itu berhasil. Karena insiden itulah, Tirta memutuskan untuk tidak boleh berbelaskasihan lagi jika menemui kejadian seperti itu."Tirta ...." Melihat tekad Tirta yang sudah bulat, Ayu juga tidak lagi membujuknya."Bi
Bagaimanapun, Gandhi adalah orang berusia paruh baya, tapi dia malah memanggil Tirta dengan sebutan "Kakak". Bisa dilihat, betapa takutnya dia terhadap Tirta."Setelah Kak Melati memaafkan kalian, aku baru akan bebaskan kalian. Kalau nggak, kalian tetap berlutut saja di sini!" Menghadapi permohonan Gandhi, Tirta yang sedang mengoleskan obat pada Arum, berbicara dengan dingin tanpa mengangkat kepalanya."Ya, dibandingkan sama Damar dan istrinya, padahal kalian ini keluarga Melati. Bukan cuma nggak peduli sama Melati, kalian malah bantu orang luar untuk menyiksanya. Kalian lebih menyebalkan lagi! Setelah Melati memaafkan kalian, kalian baru boleh pergi!" timpal Ayu dengan marah.Gandhi dan beberapa orang lainnya tidak berani membantah. Mereka terpaksa mengalihkan pandangan pada Melati."Nak, Ayah sudah tahu salah. Ayah sudah berlutut setengah jam di sini. Mengingat hubungan kita, ampunilah kami semua!" mohon Gandhi."Nggak usah manggil aku Nak, apa kamu sudah lupa? Dua hari yang lalu, ka
Melihat sikap Calista terhadap Frans, lalu melihat kondisi tubuh Frans, Tirta langsung mengetahui alasannya."Kamu bicara sembarangan apaan?! Aku dan istriku saling mencintai. Anak ini adalah hasil cinta kita selama tiga tahun. Sudah pasti ini anak kandungku! Kalau kamu fitnah istriku lagi, aku nggak akan segan padamu!"Begitu mendengar ucapan Tirta, Frans langsung marah besar. Dia berdiri sambil mengepalkan kedua tangannya, seolah-olah hendak berkelahi dengan Tirta. Namun, dia tidak menyadari ekspresi panik Calista di belakangnya."Kamu sendiri sudah bilang, kalian sudah berjuang selama 3 tahun. Lalu, kenapa baru muncul anak ini sekarang? Jangan bilang, kamu nggak pernah tidur sama istrimu selama nikah 3 tahun ini. Apa masih perlu kujelaskan lagi alasan di balik semua ini?"Setelah mendengar ucapan Tirta, ekspresi Frans menjadi sangat rumit dan panik. Dia bukan orang bodoh. Ucapan Tirta sudah sejelas ini, tidak mungkin dia masih tidak paham dengan maksudnya."Mungkin saja memang kebe
Berat badan Frans 100 kilogram. Meski tamparannya ini tidak sekuat Tirta, tetap saja bisa membuat Calista terhuyung-huyung. Melihat Frans yang biasanya bodoh ini marah besar, Calista langsung panik."Sayang, jangan dengarkan fitnahnya! Aku nggak pernah selingkuh. Selain kamu, aku nggak pernah tertarik sama pria lain. Mana mungkin aku tega melakukan hal itu padamu?""Kalau kamu bilang begitu, apa kamu berani pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan denganku? Berani nggak?" teriak Frans dengan marah sambil menarik leher Calista.Frans paling memahami sifat Calista. Setelah menikah selama tiga tahun, Calista tidak pernah bersikap lunak sekali pun setelah melakukan kesalahan. Baru kali inilah, Calista bersikap seperti ini. Apa lagi alasannya kalau bukan karena dia memang melakukan kesalahan?"Sayang ... aku bersalah. Aku tahu aku salah. Aku cuma pernah bersenang-senang sekali. Aku juga nggak nyangka bisa langsung hamil ....""Aku nggak berani lagi lain kali. Akan kuaborsi anak ini
"Semua ini gara-gara kamu! Aku nggak punya dendam apa pun sama kamu, kenapa kamu celakain aku?"Rambut Calista tampak berantakan, pakaiannya juga telah compang-camping, dan wajahnya membengkak. Dia memelototi Tirta dengan kejam sambil berteriak padanya. Calista merasa dirinya bisa jadi seperti sekarang ini semua karena Tirta membongkar rahasianya."Sialan, kalau bukan karena Kakak yang beri tahu aku, entah sampai kapan aku dibohongi sama kamu! Kamu sendiri yang lakukan hal rendahan begini tapi nggak berani mengakuinya?""Calista, sia-sia aku perlakukan kamu sebaik ini selama tiga tahun, kamu malah mengkhianatiku .... Kamu ini masih punya hati nurani nggak?" Sambil memarahinya, Frans meneteskan air mata. Semakin dipikirkan, Frans merasa semakin emosi. Dia kembali menghajar Calista lagi."Cukup sudah! Hentikan kalian semua! Kalaupun aku berbuat salah, kalian nggak berhak memukulku. Kalian ini semua nggak tahu hukum! Aku sudah pernah konsultasi hukum sebelumnya.""Kalaupun sudah menikah s
"Kenapa Anda nggak biarkan aku mati saja!" Yudha merosot lemas, bersandar pada tiang kayu dengan air mata bercucuran dan penuh penyesalan."Dasar bodoh .... Tentu saja aku ingin membunuhmu seribu kali, bahkan sepuluh ribu kali kalau bisa! Kamu memang pantas mati, tapi sekarang belum waktunya untukmu mati ....""Pergilah .... Segera kumpulkan 500 anak laki-laki dan perempuan yang berusia di bawah enam tahun! Aku butuh darah mereka untuk memulihkan kekuatan!"Kesadaran ular berkepala delapan yang lemah, berkata dengan terbata-bata."Baik .... Aku akan segera kumpulkan 500 anak untuk dikorbankan kepada Dewa Ular!"Mendengar perintah tersebut, Yudha langsung bangkit dari tanah. Dengan tubuh gemetar, dia segera berlari menuruni gunung dengan tergesa-gesa untuk mengatur semuanya."Tunggu sebentar ...." Tiba-tiba, suara serak ular berkepala delapan kembali terdengar dari belakangnya."Dewa Ular .... Apakah masih ada perintah lain?" Yudha langsung berhenti melangkah dan berlutut di tempat."Ma
Ketika masih kecil, Yudha pernah dibawa ayahnya masuk ke pondok kecil ini. Saat itu, dia baru berusia lima tahun. Dia masih polos dan belum mengerti apa-apa.Namun, hingga kini, dia tidak pernah melupakan bagaimana ayahnya, Khairul Gomies, kepala Keluarga Gomies generasi sebelumnya, menatap patung Dewa Ular dengan tatapan yang hormat dan antusias."Yudha, Dewa Ular adalah dewa sejati yang telah melindungi dan menjaga kejayaan Keluarga Gomies agar tidak pudar selama dua ribu tahun!""Dewa Ular maha kuasa, dia adalah leluhur semua pendeta spiritual! Dia adalah dewa yang paling hebat di dunia ini!""Suatu hari nanti, kamu akan menjadi pelayan Dewa Ular. Jangan marah atau bersedih karenanya, kamu seharusnya merasa bahagia! Karena di dunia ini, tidak ada satu pun hal yang tidak bisa dilakukan oleh Dewa Ular!""Menjadi pelayan Dewa Ular adalah kehormatan tertinggi dalam hidupmu!"Kata-kata itu terukir dalam-dalam di lubuk hati Yudha. Seiring waktu, dia pun tumbuh dan menjadi seorang pendeta
Akhir-akhir ini, Genta semakin sering berbicara dengan Tirta. Kepribadiannya juga tampak semakin mirip dengan manusia.Saat ini, dia bahkan mulai mempertimbangkan keadaan Tirta. Mungkin saja ini terjadi karena Tirta telah membantunya menyerap energi dari 80 pesilat kuno. Sebagai bentuk hadiah, mungkin itulah alasan dia memiliki pemikiran seperti ini."Ah, Kak, bisa nggak aku nggak menggunakan artefak sihir yang menjijikkan ini? Nanti, setelah aku mencapai tahap pembentukan fondasi, aku mau buat artefakku sendiri. Boleh nggak?"Dalam ingatan yang ditanamkan Genta pada Tirta, ada berbagai informasi mengenai artefak sihir. Tirta memahami betapa luar biasanya benda tersebut, tetapi dia benar-benar tidak menginginkan kipas lipat dengan shikigami itu."Dasar nggak tahu terima kasih. Kalau kamu nggak mau, aku akan serap energi spiritualnya untuk diriku sendiri." Nada Genta sangat tegas, bahkan terdengar sedikit kesal. Melihat Tirta begitu menolak, dia pun tidak berbicara lebih lanjut dan lang
"Sebelum berangkat, Yara sempat minta izin dariku untuk pergi ke Darsia. Tujuannya adalah menyelidiki keberadaan dunia misterius para pesilat kuno di sana.""Dia ingin menemukan lokasi dunia misterius dan mendapatkan ramuan spiritual serta batu energi untuk mempercepat pemulihan kekuatan Dewa Ular! Dan sekarang ... seseorang telah membunuh Yara!""Siapa pelakunya? Sebelum pergi, aku sudah memberinya kipas lipat yang berisi Shikigami! Itu bukan benda biasa, melainkan artefak spiritual yang diberikan langsung oleh Dewa Ular!""Selain itu, Yara juga membawa Air Mayat serta berbagai teknik rahasia pendeta spiritual untuk melindungi dirinya sendiri. Bahkan kalau para pesilat kuno Negara Darsia mengadangnya, seharusnya mereka nggak bisa membunuhnya.""Kalaupun Yara nggak bisa menang, paling nggak, dia seharusnya bisa melarikan diri dengan selamat! Siapa yang sebenarnya membunuh Yara…?"Setelah amarahnya sedikit mereda, Yudha mulai menganalisis secara mendalam siapa yang bisa menjadi pelaku p
Tirta benar-benar tidak menyangka bahwa mereka akan menyetujui syarat yang dia ajukan semudah itu. Hal itu membuat suasana hatinya membaik secara drastis.Sebelum pergi, Tirta kembali melirik Kurnia, seakan ingin mengatakan sesuatu. "Pak Tirta, kalau ada perintah, silakan katakan saja," kata Kurnia dengan hormat sambil mengepalkan tangan sebagai tanda penghormatan."Kurnia, bagaimanapun juga, akulah yang membuat lenganmu patah. Aku punya resep obat yang bisa membuat lenganmu tumbuh kembali.""Tapi, mencari bahan-bahannya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau kamu bersedia menunggu, aku bisa membantumu memulihkan lenganmu sepenuhnya."Tirta mengingat teknik pengobatan ajaib yang diwariskan oleh Genta di dalam ingatannya, lalu menawarkan solusi itu kepada Kurnia."Aku bersedia! Tentu saja aku bersedia! Terima kasih atas kebaikanmu, Pak Tirta!"Mendengar hal itu, Kurnia begitu terkejut dan terharu hingga langsung berlutut di depan Tirta untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya
"Sudahlah, Laras. Tindakan nggak senonoh apa pun yang pernah kubuat padamu sebelumnya, setidaknya sekarang aku nggak pernah begitu lagi sama kamu, 'kan?""Kamu nggak boleh panggil aku bajingan mesum lagi. Kamu boleh panggil aku Tirta saja, atau Kak Tirta juga boleh. Kalau kamu nggak bisa lakukan itu, sebaiknya kamu kembali saja ke dunia misterius," kata Tirta sambil menarik napas dalam-dalam, berusaha menjaga reputasinya."Huh, kalau begitu aku panggil Tirta saja. Sepertinya kita juga sebaya!" jawab Laras sambil menoleh ke arah lain setelah berpikir sejenak."Kak Tirta, aku nggak akan panggil kamu bajingan mesum. Karena kamu adalah orang baik."Tina merasa ekspresi serius Tirta saat membela diri tadi cukup menggelikan. Dengan sedikit keberanian, dia menepuk lengan Tirta dan berkata demikian."Hehe, bagus! Tina memang paling penurut."Suasana hati Tirta menjadi semakin bagus. Dia mengusap rambut panjang Tina dengan lembut sebelum mengalihkan pandangannya ke Tina, Laras, serta Kimmy yang
"Nak, jangan persulit kami!"Para pesilat kuno yang berhasil selamat dan beberapa ketua sekte berusaha untuk bernegosiasi dengan Tirta."Persulit kalian? Hehe .... Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di pikiran kalian? Kalian cuma merasa batu alami terlalu berharga dan nggak mau memberikannya padaku, bukan?""Sejujurnya saja, semua sumber daya dunia fana ini sama sekali nggak menarik bagiku. Aku cuma menginginkan batu alami! Aku bisa menyelamatkan kalian, tapi aku juga bisa membunuh kalian!""Siapa pun yang nggak setuju, jangan salahkan aku kalau aku berubah menjadi musuh kalian!"Tirta menyeringai dingin sambil menatap para ahli seni bela diri kuno yang tersisa di sekelilingnya.Saat mengucapkan kata-kata itu, aura dingin dan niat membunuh yang mengerikan terpancar dari tubuhnya!"Cecunguk ini ternyata punya sedikit keberanian juga."Di dalam lautan kesadarannya, Genta berkomentar dengan nada santai. Jika dia yang berada di posisi Tirta sekarang, para pesilat kuno ini tidak akan sel
"Yang penting jangan lupakan kamu ...," gumam Tirta. Permintaan Tina sangat sederhana. Dia benar-benar wanita yang polos.Tirta mendesah, lalu menyetujui permintaan Tina, "Oke, namamu Tina, 'kan? Kalau begitu, kamu ikut aku saja. Aku ... ada sesuatu yang nggak bisa kukatakan padamu sekarang. Nanti aku baru beri tahu kamu setelah pulang."Tina langsung berhenti menangis setelah Tirta menyetujui permintaannya. Dia menyeka air matanya, lalu berujar kepada Edwan dengan antusias, "Pak Edwan, Kakak setuju aku ikut dia. Aku ... nggak ikut kalian pulang lagi."Tina berpesan, "Pak Edwan, tolong sampaikan pada guruku. Kalau ada kesempatan, aku dan Kakak akan pergi ke dunia misterius untuk mengunjungi guruku.""Oke. Kalian berdua jaga diri baik-baik. Kami pamitan dulu," balas Edwan sambil tersenyum. Dia memberi hormat kepada Tirta, lalu membawa membawa murid Sekte Kebebasan meninggalkan puncak gunung.Setelah Edwan dan lainnya pergi, Tina berdiri di belakang Tirta. Dia mengamati wajah Tirta, lalu
Di puncak gunung, semua pesilat kuno yang diselamatkan Tirta memberi hormat kepadanya. Salah satu pesilat kuno berkata, "Sobat, kamu sudah menyelamatkan kami, tapi kami nggak tahu namamu. Apa kamu bisa beri tahu kami? Ke depannya, kami pasti akan mengunjungimu setelah beristirahat di dunia misterius."Tirta berpikir sejenak, lalu menanggapi, "Sebenarnya aku nggak perlu beri tahu kalian namaku. Kalau kalian mau membalasku, bantu aku cari batu spiritual setelah kalian kembali ke dunia misterius. Eh, salah. Maksudku cari batu alami."Tirta menambahkan, "Nantinya aku akan ambil batu alami itu waktu aku pergi ke dunia misterius."Tirta sudah merebut energi internal mereka. Biarpun sedikit keterlaluan, Tirta sudah menyelamatkan mereka. Tindakan Tirta sama seperti dokter yang mengangkat salah satu organ dalam pasien untuk menyelamatkannya.Pasien tidak akan menyalahkan dokter. Sebaliknya, pasien akan membayar biaya pengobatan setelah selamat. Jadi, batu alami yang diminta Tirta bisa dianggap