"Cepat lepaskan aku .... Kita bisa bicara baik-baik ...," pinta Pasha. Kepalanya sangat pusing karena tendangan Tirta. Dia sama sekali tidak bisa melepaskan diri dari Tirta. Meskipun begitu, dia tetap bersikeras mengatakan dirinya tidak tahu apa-apa."Aku nggak pernah memberitahumu soal ular piton. Kok kamu bisa tahu? Kamu berniat mencelakai kami ya?" Tirta terkekeh-kekeh dan mengerahkan tenaga yang makin besar. "Ya, lanjutkan aktingmu! Aku mau lihat kamu akan pura-pura bodoh sampai kapan."Pasha benar-benar ketakutan sekarang. Dia tahu Tirta sudah mengetahui kebenarannya. Penjelasan tidak akan berguna di saat seperti ini.Namun, para bawahan Pasha tidak tahu apa-apa. Ketika melihat Pasha sesak napas, mereka segera berkerumun dan membentak Tirta."Dasar nggak tahu terima kasih! Cepat turunkan Pak Pasha!""Pak Pasha mencari kalian selama 3 hari 3 malam! Kalian seharusnya berterima kasih, bukan malah membalas kebaikan dengan kejahatan!""Orang sepertimu nggak pantas hidup!""Kalau kamu n
Bagaimanapun, Bella seorang wanita. Ketika melihat Pasha memohon dengan kasihan, hatinya menjadi luluh. Dia mulai meragukan keputusannya.Bella tidak langsung menghubungi Keluarga Purnomo karena Pasha terus memohon kepadanya. "Kak, tolong ampuni aku untuk kali ini saja. Mulai sekarang, aku janji akan menuruti semua perintahmu. Aku nggak akan melupakan kebaikanmu ini."Pasha bisa melihat bahwa Bella mulai luluh. Dia langsung bersujud. Kepalanya mengenai batu tajam sehingga berdarah. Tentu saja, semua ini hanya sandiwara Pasha. Batu giok akan ditambang besok. Mana mungkin Pasha menyerahkan kontribusi sebesar ini kepada Bella begitu saja? Dia hanya berpura-pura menyesali perbuatannya.Setelah Bella memercayainya, Pasha akan mencari kesempatan untuk membuat Bella dan Tirta tidak bisa meninggalkan pegunungan ini untuk selamanya!"Hais, kita ini keluarga. Karena kamu benar-benar menyesali perbuatanmu, kali ini aku akan ...." Bella mengernyit. Dia memercayai ucapan Pasha."Terima kasih banyak
"Oke. Biarkan saja dia di ruangan itu. Dia nggak bakal bisa ngapa-ngapain," sahut Tirta sambil mengangguk."Tirta, ayah dan kakekku tahu kamu yang menolongku. Mereka menyuruhku membawamu pulang nanti. Mereka ingin bertemu denganmu," ujar Bella dengan wajah tersipu.Ini karena Bella terus memuji Tirta di telepon tadi. Kakek Bella adalah orang cerdas. Dia tentu tahu bahwa cucunya menyukai Tirta. Itu sebabnya, dia ingin menemui Tirta."Ngapain? Kalau mau berterima kasih, nggak usah repot-repot. Beri saja aku uang. Kamu saja yang pulang nanti," tolak Tirta. Dia ingin segera pulang, bermesra-mesraan dengan Ayu dan Melati."Kamu ini tahunya cuma uang. Asal kamu tahu, aku nggak pernah bawa pria pulang! Pokoknya kamu harus ikut denganku!" Bella mendengus dan sikapnya tampak sangat tegas. Penolakan Tirta ini sepertinya membuat Bella marah."Hm? Bu Bella, jangan-jangan kamu menyukaiku?" Tirta merasa ada yang tidak beres."Sembarangan!" bantah Bella dengan wajah memerah. "Aku cuma ingin memperken
Awalnya, Bella sangat pasif. Dia membiarkan lidah Tirta merajalela di mulutnya. Namun, Bella mulai memberanikan diri. Dia merespons ciuman Tirta dengan kaku.Ketika merasakan respons Bella, Tirta menyerang dengan makin ganas. Seketika, tubuh Bella melemas karena keterampilan mencium Tirta yang luar biasa. Pandangannya mulai kabur.Manusia memang selalu berubah, terutama Tirta yang tergila-gila pada wanita. Baru-baru ini, Tirta memperingatkan diri sendiri untuk tidak berhubungan dengan Bella. Namun, setelah melihat sikap malu-malu Bella, Tirta langsung kehilangan kendali."Tirta, jangan ...." Suara Bella terdengar sangat manja dan menggoda. Ternyata tangan besar Tirta sudah menyentuh payudara Bella yang besar. Rasanya lembut dan kenyal.Ketika merasakan rangsangan aneh, tubuh Bella pun tak kuasa bergetar. "Tirta ... berhenti. Aku belum siap. Gimana kalau ada yang melihat kita begini ...."Meskipun belum pernah berhubungan intim, Bella tahu apa yang ingin dilakukan Tirta. Bagaimanapun, B
Hati ini seperti disayat-sayat, hidup terasa tidak berarti lagi!"Bella, Bella, apa kamu tahu hatiku sudah hancur berkeping-keping! Kenapa kamu malah suka sama dia?""Tirta sialan. Aku bersumpah, kalau nggak menghabisimu, aku bukan manusia!"....Di Desa Persik, di dalam klinik.Tirta sudah pergi sekitar empat atau lima hari. Sementara itu, Nabila juga masih belum kembali.Setelah menjalani perawatan dari Tirta dan dibantu dengan ramuan obat, mata Ayu benar-benar pulih sepenuhnya.Namun selama Tirta tidak ada, Ayu dan Melati yang sudah terbiasa dengan sentuhan Tirta saat tidur bersamanya jelas merupakan sebuah penderitaan. Mereka ingin sekali bisa terbang ke sisi Tirta sekarang juga dan menikmati manisnya kebersamaan.Bahkan Ayu yang matanya sudah sembuh pun tidak merasa senang. Sementara itu, meskipun Arum sulit mengungkapkan apa yang dirasakannya terhadap Tirta, dia juga agak merindukannya. Karena itulah, suasana di dalam klinik jadi lesu seperti sekarang ini.Di luar klinik, Melati
Ternyata, di antara kelompok ini, dua orang yang memimpin adalah Damar dan istrinya yang baru saja keluar dari penjara! Mereka adalah mantan mertua Melati! Sebulan yang lalu, mereka kembali dari luar kota dan melihat Melati berdarah dari celananya dan bahkan tidak bisa berdiri tegak. Mereka langsung mencurigai bahwa Melati telah berselingkuh.Mereka ingin memaksa Melati untuk membuka celananya dan memeriksanya. Namun, Tirta datang mengacaukan semuanya dan bersikeras mengatakan bahwa itu hanya menstruasi. Selain itu, dia menuduh mereka berdua memukul serta melanggar hak asasi Melati.Akhirnya, Tirta berhasil mengirim mereka berdua ke kantor polisi dan mereka dipenjara selama sebulan.Yang paling menyakitkan hati mereka adalah, karena dulunya Melati menikahi anak mereka tanpa mengurus surat nikah, Tirta berhasil membujuk Melati untuk pergi meninggalkan mereka. Hal ini membuat Damar dan istrinya marah besar.Di dalam penjara, mereka berdua terus memikirkan bahwa Melati tidak sedang menstr
"Dia nggak punya hubungan sama keluarga Damar! Dia bebas mau sama siapa saja. Kalau kalian berani macam-macam, aku akan lapor polisi untuk nangkap kalian!""Persetan sama lapor polisi! Lagian aku sudah hidup cukup lama. Siapa pun yang berani lapor polisi hari ini, akan kubunuh juga!" Mendengar Ayu ingin melapor polisi, Damar langsung naik pitam.Seiring dengan suara benturan, tongkat rokok di tangannya langsung dihantamkan ke tubuh Ayu. Saking kuatnya pukulan itu, tongkat rokok tersebut sampai bengkok! Seketika, muncul jejak merah yang membengkak di tubuh Ayu dan dia pun berteriak kesakitan."Berengsek, kalau mau pukul, pukul saja aku! Kenapa kamu malah mukul Bibi! Orang bisa buat apa pun kalau sudah terdesak. Kalau kalian masih buat onar, aku akan lawan kalian sampai mati!" Melati benar-benar marah. Dia segera berlari masuk ke rumah dan keluar dengan sebilah pisau dapur yang digenggam erat di tangannya."Besan, lihat saja putri hebat yang kamu lahirkan ini! Dia bahkan mau bunuh kami!"
"Ya, cepat suruh si Tirta berengsek itu keluar! Biar kuajari dia gimana seharusnya bersikap!" Tanpa memedulikan pertengkarannya dengan keluarga Melati lagi, Damar juga maju untuk menginterogasinya!"Arum, Bibi, nggak usah pedulikan sekelompok orang gila ini. Biarkan saja mereka buat onar, kita masuk rumah saja! Biar Tirta yang urus mereka setelah pulang nanti!" Melati langsung menarik Arum dan Ayu untuk masuk ke klinik.Setelah itu terdengar suara pintu ditutup. Begitu pintu ditutup, Melati langsung menjatuhkan pisau di tangannya dan menyeka air matanya diam-diam."Melati, aku mewakili Tirta minta maaf padamu. Kalau bukan karena dia mengusikmu, kamu juga nggak akan mengalami kejadian seperti ini." Melihat sosok Melati seperti ini, Ayu juga merasa tidak nyaman. Dia tahu betul, Melati bisa menghadapi hal seperti ini hari ini adalah karena ulah Tirta."Bibi ngomong apaan? Hal yang paling nggak kusesali seumur hidup ini adalah bersama Tirta. Kejadian hari ini sudah kuduga." Melati menyeka
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka