Saat melihat Tirta datang, Bella tak kuasa menghela napas lega. Bagaimanapun, semuanya tidak masalah asalkan Tirta bisa tiba. Di sisi lain, pemuda itu menilai penampilan Tirta yang tampak sangat sederhana.Dengan ekspresi tidak percaya, dia bertanya pada Bella, "Bella, kamu nggak bercanda, 'kan? Bocah ini master batu yang kamu carikan? Pemuda seperti dia tahu apa? Kamu bercanda sama aku ya?"Pemuda itu berkata dengan terus terang di hadapan Tirta tanpa segan-segan, "Nggak usah bawa dia lagi, dia nggak akan bisa selesaikan apa pun. Bawa dia cuma bakal jadi beban. Kali ini aku sudah pilih seorang master yang sangat profesional. Dijamin nggak akan ada masalah."Mendengar ucapannya, Tirta merasa agak kesal karena merasa dipermainkan Bella. Dia langsung mempertanyakan Bella, "Bu Bella, kalau kamu sudah bawa orang, untuk apa lagi kamu cari aku? Memangnya asyik ya mempermainkan orang seperti itu? Apa Bu Bella punya hobi buruk seperti ini?"Bella menarik Tirta ke samping dan menjelaskan dengan
Resnu berjalan menaiki pesawat dengan sikap yang angkuh. Namun saat melangkah ke dalam pesawat, dia berbalik dan melirik Tirta dengan penuh kebencian. Dalam hatinya, Resnu merasakan kebencian yang mendalam terhadap Tirta.Diam-diam dia berpikir, 'Padahal cuma bocah ingusan yang nggak tahu diri, tapi berani sekali bersikap nggak hormat padaku! Huh, nanti aku pasti akan buat perhitungan padanya!'"Pak Tirta, ayo kita naik ke pesawat," ajak Bella.Tirta merasa kesal melihat Resnu, tetapi tidak bisa mengatakan apa pun terhadap Bella. Dalam hatinya sangat paham bahwa Resnu memang memiliki status yang tidak sederhana. Bahkan Bella sekalipun tidak berani menyinggungnya.Meski demikian, siapa pun orangnya, Tirta tetap harus menyelesaikan masalah jika saatnya tiba."Ayo jalan." Dengan ajakan dari Bella, Tirta juga masuk ke kelas bisnis di pesawat. Setelah itu, pesawat tersebut pun mulai mengudara perlahan-lahan ke arah selatan.Seorang pramugari berpakaian rok pendek dengan riasan yang rapi men
Situasi ini sudah sampai pada titik di mana Bella bahkan lebih rela meminta Tirta yang diundangnya dengan susah payah untuk pulang. Jelas sekali bahwa Bella sangat khawatir dan takut pada Resnu."Nggak mungkin. Kamu yang suruh aku datang, sekarang kamu mau aku pergi begitu saja?" Tirta menjawab dengan tegas, "Apalagi, Resnu yang cari masalah duluan. Sikapnya yang nggak sopan ini harus diberi pelajaran. Aku nggak akan pergi sebelum urusan ini selesai. Urusanmu selesai atau nggak, yang penting aku nggak akan biarkan masalah ini begitu saja.""Masalah ini nggak bisa dikompromi," lanjut Tirta dengan sikap yang sangat tegas. Bagi Tirta, menghadapi Resnu yang menyebalkan ini adalah hal yang tak bisa dihindari. Siapa pun status Resnu, dendam ini harus diselesaikan.Jelas, Tirta bertekad untuk berhadapan langsung dengan Resnu sampai akhir."Baiklah," jawab Bella dengan pasrah. Dalam hatinya, dia mulai berpikir bahwa dirinya harus turun tangan untuk menghentikannya jika sampai terjadi bentrok a
Bella segera memberikan penjelasan karena khawatir Kadir akan salah paham mengenai identitas Tirta. Melihat Tirta yang begitu muda, Kadir tidak bisa menahan diri untuk mengerutkan alis. Bukankah para ahli batu biasanya adalah orang-orang tua yang sangat berpengalaman? Meskipun tidak terlalu memahami dunia ini, Kadir juga tidak sepenuhnya percaya pada kata-kata Bella.Namun menurut pengalamannya selama bertahun-tahun, Kadir bisa melihat dengan jelas bahwa Resnu sangat tidak menyukai Tirta, sedangkan Bella tampaknya sedang berusaha melindungi reputasi Tirta. Dia juga pernah mendengar tentang kisah Resnu yang mengejar Bella.Dalam hatinya menebak-nebak, apakah Tirta adalah kekasih simpanan Bella, sehingga membuat Resnu tidak menyukainya? Bagaimanapun, dengan kekuasaan Keluarga Purnomo, Kadir tidak merasa heran jika Bella memiliki hobi seperti ini. Dia tidak bisa menyinggung kedua belah pihak."Ternyata Pak Tirta, senang bertemu denganmu." Kadir bersalaman dengan Tirta dengan ekspresi mere
Resnu mendengus dingin. "Ayo pergi," ucapnya.Resnu naik ke mobil pertama bersama Kadir, sedangkan Bella dan Tirta berada di mobil kedua. Di dalam mobil, Tirta duduk dengan wajah muram sambil memandang ke luar jendela tanpa berkata apa pun.Bella tahu bahwa meskipun dia telah berhasil mengundang Tirta untuk membantu, situasinya justru semakin rumit dengan adanya Resnu yang terus-menerus mencerca Tirta. Siapa pun yang diperlakukan seperti itu pasti akan merasa kesal.Dengan perasaan bersalah, Bella berkata, "Tirta, aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Di sini ada satu triliun sebagai kompensasi. Meskipun nggak terlalu banyak, semoga bisa sedikit meredakan amarahmu."Tirta hanya tersenyum sinis. "Nggak perlu. Uang bukan masalah bagiku. Lakukan saja apa yang perlu dilakukan. Tenang saja, aku nggak akan bertindak gegabah," jawabnya dengan nada datar.Bella mengangguk dan merasa lega. Dia percaya bahwa dengan kemampuan dan posisi Tirta, Tirta memang tidak kekurangan uang. Oleh karena it
Bella langsung menarik tangan Tirta dan berkata, "Tirta, ayo kita pergi. Kita cari tempat untuk makan saja. Aku nggak percaya kita nggak bisa temukan tempat untuk makan dan menginap di Kota Barlin sebesar ini."Tirta tidak menyetujui usul Bella, melainkan langsung menepis tangannya. "Nggak masalah. Makan bersama juga nggak ada buruknya. Aku justru penasaran apa yang mau dilakukan orang ini."Bella juga tidak berdaya melihat Tirta yang bersikeras ingin melawan Resnu. Dia terpaksa mengikuti Tirta masuk untuk makan bersama Resnu dan yang lainnya.Di Hotel Lanuta, semua orang mulai duduk satu per satu di dalam ruang VIP. Namun tentu saja, kursi kehormatan tidak diperuntukkan bagi Tirta. Kadir menyambut dengan antusias, "Pak Resnu, silakan duduk di kursi utama."Dengan senyuman puas, Resnu duduk di kursi utama, sedangkan Kadir dan beberapa bawahannya duduk di sampingnya. Di sisi lain, Bella menarik Tirta untuk duduk di seberang Resnu, di tempat yang paling jauh darinya.Di dalam ruang makan
Tirta menggenggam tangan Bella untuk sengaja membuat Resnu kesal. Bukankah Resnu menyukai Bella? Jika ingin menyerang seseorang, seranglah hal yang paling menyakitkan baginya."Bu Bella, cuma penyu saja kok, nggak usah marah."Bella yang hampir tak bisa lagi menahan amarahnya, terkejut melihat Tirta yang masih tetap tenang. Dia pun akhirnya memutuskan untuk duduk kembali sesuai perintah Tirta. Sementara itu, Resnu melihat Tirta memegang tangan Bella.Bahkan dia saja belum pernah menyentuh tangan Bella, tapi Tirta malah sudah menyentuhnya duluan. Api kecemburuan dalam tatapannya semakin membara.Dari luar, Tirta memang terlihat sangat tenang. Namun di dalam hatinya, Tirta sudah memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada Resnu. Diam-diam, Tirta meletakkan tangannya di bawah meja dan mulai mengendalikan aliran energi perak di dalam tubuhnya.Di bawah kendali dari Tirta, penyu yang sudah dimasak hingga empuk tadi malah tiba-tiba bergerak.Resnu dan yang lain terus mengolok-olok Tirta d
Mana mungkin ada hal tidak masuk akal seperti ini di dunia ini? Di saat semua orang masih memikirkan dari mana datangnya penyu ini, Resnu mulai memaki, "Apa yang kalian lihat? Cepat bantu aku lepaskan penyu ini! Dia menggigit kemaluanku dengan erat. Aduh ...."Master yang dibawa Resnu dan Kadir langsung panik, buru-buru merogoh celana Resnu."Aduh, yang pelan .... Kemaluanku ...."Semua orang berusaha melepas semua anggota tubuh penyu yang sudah dimasak itu, tetapi hanya tersisa kepala penyu yang terus menggigit kemaluan Resnu. Kadir dan master itu tak lagi peduli dengan panas yang membakar tangan mereka saat mencoba segala cara untuk melepaskan kepala penyu tersebut. Wajah mereka basah oleh keringat. Namun, gerakan mereka yang canggung membuatnya terlihat seolah-olah mereka sedang "membantu" Resnu. Pemandangan ini begitu aneh hingga bisa saja disalahartikan sebagai sesuatu yang tidak pantas oleh siapa pun yang tidak tahu situasi sebenarnya."Rasain!" Tirta tertawa terbahak-bahak meni
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan