Bagi Tirta, daripada menghabiskan waktu dengan wanita-wanita biasa, lebih baik dia mempererat hubungannya dengan kekasih-kekasihnya yang cantik. Setelah bersama Melati dan Agatha, Tirta sama sekali tidak tertarik lagi pada wanita-wanita biasa.Usai berpisah dengan Bima, Tirta kembali ke rumah Agatha. Hanya saja saat masuk, rumah itu gelap gulita dan Agatha tidak terlihat."Kak Agatha, sudah tidur ya? Kak Agatha?" Tirta mencoba memanggil Agatha beberapa kali, tetapi tidak ada respons darinya.Tirta menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia berbicara sendiri, "Kenapa nggak ada di rumah? Padahal sebelum pergi, aku suruh dia tetap di rumah dan jangan pergi ke mana-mana ...."Tidak ada tanda-tanda Agatha di lantai satu. Saat Tirta bersiap naik ke lantai dua untuk mencarinya, tiba-tiba lampu di dalam rumah menyala. Akan tetapi bukan lampu utama, melainkan lampu berwarna merah muda yang menciptakan suasana romantis.Musik yang cukup menggoda juga mulai terdengar di rumah. Hal itu menciptakan at
Pelukan yang sudah lama dirindukan, membuat Agatha merasa sedikit mabuk dan tidak ingin melepaskannya.Tirta merasa sedikit tak berdaya ketika membatin, 'Masa karena percaya diri dengan keberuntungan, jadi nggak perlu berhati-hati saat menuruni tangga?'"Walau aku bisa menyembuhkanmu, kamu tetap harus hati-hati. Kalau sampai terluka, aku bakal sedih," ujar Tirta sambil mencium pipi Agatha beberapa kali.Tirta tak kuasa menghirup aroma lembut dari leher Agatha. Aroma itu begitu ringan dan tidak terlalu kuat, pas sekali. Itu membuat Tirta makin tergoda dan tak bisa melepaskan diri."Aduh, geli! Sudahlah, jangan cium lagi. Kamu mandi dulu saja ...," tolak Agatha. Dia merasa tubuhnya mulai bereaksi tanpa sadar dan bergerak tak terkontrol."Oke, aku mandi dulu. Kamu tunggu di ranjang ya!" ucap Tirta sambil buru-buru melepaskan pakaian dan masuk ke kamar mandi."Pelan-pelan saja. Malam ini, nggak ada yang akan mengganggu kita. Untuk apa buru-buru?" tanya Agatha sambil tersenyum manis. Meliha
Agatha menyelesaikan semua proses sesuai dengan persyaratan normal dari perusahaan farmasi. Karena Farmasi Santika adalah perusahaan farmasi lama yang sudah mapan, proses tersebut diselesaikan dengan cepat. Izin penjualan Pil Kecantikan akhirnya telah resmi didapatkan.Tirta dan Agatha memberikan hak distribusi Pil Kecantikan ke semua toko obat besar Farmasi Santika untuk melakukan produksi dan penjualan sendiri tanpa perantara. Dengan demikian, mereka bisa memaksimalkan keuntungan.Di depan toko Farmasi Santika, Agatha mempromosikan Pil Kecantikan secara offline dan menjual produk tersebut di depan toko."Ayo sini, dilihat dulu. Ini adalah Pil Kecantikan yang baru dirilis oleh Farmasi Santika. Dijamin nggak akan rugi kalau beli pil ini. Khasiatnya bisa mengatasi semua masalah kecantikan di wajah dan memberimu penampilan yang awet muda dan cantik."Tirta yang berdiri di sampingnya tertawa terbahak-bahak."Kak Agatha, kenapa cara promosimu ini mirip sekali sama orang yang jualan obat di
Tirta langsung memberikan dua butir Pil Kecantikan ke tangan kedua wanita itu. "Kalian berdua yang terpilih. Langsung minum saja pilnya, nggak usah terlalu banyak mikir. Setelah minum Pil Kecantikan kami ini, jerawat dan tanda lahir di wajah kalian akan langsung hilang."Semua orang di lokasi itu tampak kaget."Mana mungkin? Produk kecantikan sehebat apa pun nggak mungkin bisa langsung kelihatan hasilnya, 'kan?""Iya nih, apalagi jerawat pasti butuh waktu untuk pulih.""Aku nggak pernah dengar ada tanda lahir yang bisa menghilang. Soalnya itu bawaan lahir, 'kan? Aku sudah lihat banyak produk kecantikan yang mengklaim bisa hilangin tanda lahir, tapi mana ada satu pun yang berhasil?"Semua orang merasa skeptis terhadap efek Pil Kecantikan ini. Bahkan kedua wanita ini sendiri juga tidak yakin pil ini bisa mengatasi masalah di wajah mereka. Entah berapa banyak kesulitan yang telah mereka hadapi sebelumnya, tetapi tidak membuahkan hasil sama sekali.Tirta tidak panik sama sekali. "Coba minu
Pembuktian tadi sudah cukup untuk membuat semua orang tercengang. Tidak ada lagi yang meragukan khasiat Pil Kecantikan. Bagaimanapun, apa yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri tadi tentu tidak mungkin palsu, bukan?Suasana di lokasi menjadi sangat riuh. Semua orang terpesona oleh khasiat dari Pil Kecantikan yang luar biasa! Tirta juga sudah mengatur agar seluruh proses itu direkam secara diam-diam sebelumnya. Video itu kemudian diunggah ke internet.Dalam hitungan menit, video tersebut langsung menjadi viral dan menarik perhatian banyak orang. Jumlah tayangan dan kliknya melonjak drastis, membuat video itu menjadi pencarian terhangat. Para netizen yang melihat video itu juga sangat terkejut.[ Astaga! Ada produk sebagus itu di dunia ini? ][ Bahkan tanda lahir dan jerawat saja bisa hilang langsung? ][ Ini editan nggak sih? Mana mungkin ada obat semenakjubkan ini di dunia ini? ]Salah seorang netizen yang berprofesi sebagai penyunting video memberi kesaksian.[ Nggak, nggak a
Dengan khasiat semujarab ini, begitu reputasi Pil Kecantikan diakui oleh semua orang, akan ada banyak orang kaya yang rela membelinya. Tirta tidak perlu lagi menurunkan harganya untuk menyenangkan semua orang.Lagi pula, berapa pun harganya, tetap saja akan ada orang yang merasa terlalu mahal. Orang yang tidak berniat membelinya akan selalu merasa mahal, sedangkan orang yang memang berniat membeli akan rela mengeluarkan uang berapa pun.Inilah kenyataannya. Membeli Pil Kecantikan adalah investasi yang menguntungkan. Saat ini, semua orang mulai merasa perkataan Tirta cukup masuk akal. Dibandingkan dengan operasi plastik, harga Pil Kecantikan yang instan ini tentu tidak ada apa-apanya.Jika bisa membeli Pil Kecantikan, mereka bahkan bisa menghemat banyak uang untuk membeli kosmetik. Beberapa wanita yang mulai tergoda segera berkerumun karena tertarik untuk membeli."Aku beli.""Aku juga. Dua puluh juta, ya? Pembayaran tunai atau kredit? Aku bayar sekarang."Demi kecantikan, semua wanita
Wajah Agatha sontak memerah dan melemparkan tatapan sinis padanya. Namun, gerak-gerik tubuhnya malah sangat jujur. Dia mendekatkan payudaranya ke tubuh Tirta sambil berbisik, "Tentu saja. Mau hadiah apa pun boleh."Entah sejak kapan, para pemegang saham lama Farmasi Santika yang mendengar kabar ini segera datang dan melihat betapa luar biasanya penjualan Pil Kecantikan. Mereka segera berkumpul dan mulai memuji."Pak Tirta memang hebat. Sudah kubilang Pak Tirta ini adalah orang yang luar biasa.""Dengan adanya bantuan dari Pak Tirta, Farmasi Santika pasti akan semakin maju.""Iya benar. Kali ini Pak Tirta benar-benar menunjukkan bakatnya yang langka. Ke depannya Pak Tirta beri perintah saja pada kami, kami akan turuti semuanya.""Menurutku, Bu Agatha juga sangat berani dan punya visi yang luar biasa. Baik dalam memilih pria maupun dalam hal lainnya, Bu Agatha memang yang terbaik.""Mulai hari ini, sampai mati pun aku akan mengabdi dengan setia pada Farmasi Santika."Dengan khasiat luar
"Setelah dipikir-pikir lagi sekarang, kami sudah mengorbankan jerih payah kami seumur hidup di Farmasi Santika. Kalau pergi begitu saja, memang nggak terlalu baik.""Kami benar-benar tulus menyadari kesalahan kami sekarang. Kami berharap bisa kembali ke perusahaan," ucap Rudi dengan tulus."Jadi ... bagaimana kalau saham itu dikembalikan pada kami?" Rudi dan Ezra langsung mengakui kekalahan mereka.Bukan karena menyadari kesalahan mereka, melainkan karena mereka tidak bisa menahan godaan uang yang begitu besar. Tirta dan Agatha tentu sangat menyadari hal ini. Para pemegang saham di sekitar mereka pun memandang Rudi dan Ezra dengan tatapan penuh hinaan.Agatha memandang keduanya dengan rasa jijik. Seketika, timbul perasaan muak di dalam hatinya. Wajahnya yang cantik dipenuhi dengan ekspresi dingin saat berkata, "Huh ... kalian ini benar-benar pecundang.""Sebelumnya kalian bilang nggak bersedia tanda tangan kontrak dan mau jual saham Farmasi Santika, sekarang malah mau memintanya kembal
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan