Tirta melirik sekilas pemimpin itu sebelum melangkah masuk ke arena tinju bawah tanah. Arena ini sangat luas. Di tengah-tengah arena, terdapat sebuah kandang segi delapan yang terbuat dari baja.Begitu seseorang masuk ke kandang tersebut, hanya satu yang bisa keluar hidup-hidup. Tidak ada aturan yang membatasi. Segala macam trik kotor bisa digunakan, dengan tujuan satu-satunya adalah untuk membunuh lawan.Jika seorang petarung tidak bisa mengalahkan lawannya dan memilih untuk menyerah, itu sama saja dengan bunuh diri. Para bos yang merugi akibat kekalahan, tentunya tidak akan membiarkan petarung itu tetap hidup. Jadi pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara kalah atau menyerah di sini.Petarung yang menang bukan hanya akan mendapatkan semua yang diinginkannya, nilai dirinya juga akan berlipat ganda. Meski demikian, pertarungan ini sama saja dengan menempatkan nyawa di ujung tanduk. Mati di dalam kandang segi delapan itu hanyalah masalah waktu.Lantai di dalam kandang segi delapan itu
Wajah gemuk Panther tampak terkejut. "Nggak mungkin. Aku sudah utus empat bawahan untuk membunuhnya. Dia belum mati?"Panther segera menelepon untuk memeriksa, tetapi tidak ada kabar sama sekali dari keempat anak buahnya. "Dasar anak sialan, berani-beraninya menyingkirkan anak buahku! Sekarang malah berani datang ke sini sendirian.""Sepertinya bocah ini lumayan kuat. Pasti akan jadi masalah ke depannya, nggak bisa dibiarkan begitu saja." Muncul niat membunuh dalam tatapan Panther. Dia bertekad untuk membunuh Tirta.Saat ini, Hadi benar-benar ketakutan terhadap Tirta. "Kak Panther, kamu sudah berjanji padaku untuk membunuhnya sebagai balas dendam. Kebetulan bocah ini datang sendiri. Gimana kalau utus anak buahmu untuk langsung bunuh dia saja?"Panther memperhatikan Tirta yang sedang berkeliling di tribune penonton, lalu perlahan menggelengkan kepalanya. "Aku pasti akan menyingkirkannya. Tapi, saat ini dia ada di antara penonton.""Jumlah orang di sini terlalu banyak dan ini adalah wila
Masih ada beberapa penonton yang kalah taruhan. Mereka merobek tiket di tangan dengan marah. Entah berapa besar kerugian mereka. Yang jelas, dari ekspresi mereka, seharusnya mereka hampir bangkrut.Tirta berdiri di tempatnya sambil melipat lengannya di depan dada dan memandang ke sekeliling. Saat ini, Sam menghampirinya. Tirta menatapnya dengan heran sambil bertanya, "Kenapa? Baru beberapa menit berlalu, masa sudah mau beli tiket lagi?"Sam tersenyum dan menyahut, "Bukan. Aku tahu kamu mau cari orang. Biar kuberi kamu kesempatan. Kalau kamu naik ke kandang segi delapan dan mengalahkan Grizzly, aku akan memberitahumu lokasi orang yang kamu cari "Tirta akhirnya memahami apa yang terjadi. Pantas saja, dia tidak bisa menemukan Hadi. Ternyata pria itu meminta perlindungan pada arena tinju bawah tanah.Sementara itu, bos arena tinju ini jelas ingin melawannya. Dia tidak ingin Tirta menemukan Hadi dan membalas dendam. Itu sebabnya, dia menyusun rencana seperti ini. Jika tidak, tidak mungkin
Selesai menandatanganinya, Tirta melemparkan pena itu ke luar kandang. Sam menyimpan surat perjanjian, lalu menatap Tirta dengan ekspresi menghina sebelum menggembok kandang segi delapan."Kalau begitu, kudoakan kamu berhasil," ujar Sam.Karena surat perjanjian telah ditandatangani, pertandingan pun dimulai. Di kursi VIP, terlihat Hadi dan Panther tertawa terbahak-bahak."Hahaha. Tirta, Tirta, sepertinya kamu bakal mati hari ini. Nyalimu memang besar. Kalau nggak, mana mungkin kamu menandatangani surat perjanjian semacam itu. Grizzly pasti akan menghajarmu sampai setengah mati. Dasar nggak tahu diri," ejek Hadi.Sesungguhnya, Hadi tidak menyangka Tirta berani masuk ke kandang segi delapan dan melawan Grizzly. Kini, dia merasa sangat lega. Dia memeluk kedua wanita cantik sambil menjamah tubuh mereka dan mengecup pipi mereka."Bocah ini sudah pasti mati. Nggak ada yang pernah selamat melawan Grizzly. Kita cukup menonton dengan tenang saja," ujar Panther.Panther dan Hadi sama-sama menata
Kesenjangan perbandingan di antara keduanya benar-benar besar.Tirta berkata, "Aku mau bertaruh 1 miliar. Kalau jumlahnya terlalu besar, takutnya ada yang nggak bisa membayarku nanti."Staf tidak menolak permintaan Tirta. Dia menyahut, "Oke. Tirta bertaruh untuk diri sendiri sebesar 1 miliar."Dengan demikian, muncul nama Tirta di bawah kolom namanya sendiri. Para penonton pun tertawa melihatnya."Kenapa dia malah bertaruh untuk dirinya sendiri?""Pria ini termasuk tampan, tapi otaknya bermasalah. Kalau ingin menghasilkan uang, dia seharusnya bertaruh untuk Grizzly. Kalaupun dia mati nanti, setidaknya keluarganya bisa mendapat uang. Kalau begini, dia bukan cuma akan mati, tapi juga bangkrut ""Ya, kamu benar. Mari kita lihat, gimana idiot ini akan mati."Grizzly yang berada di atas kandang segi delapan sontak tergelak. "Sepertinya ada masalah dengan otakmu ya? Kamu rasa kamu bisa menang dariku? Hei, aku akan bertaruh 2 miliar untuk diriku sendiri juga. Siapa yang akan melewatkan keuntu
Namun, Grizzly tentu tahu sehebat apa tinju yang dilontarkan Tirta tadi. Para penonton malah mengira dirinya hanya bercanda dan mengejeknya. Grizzly tidak bisa menerima ini."Argh!" pekik Grizzly sambil merobek singlet hitamnya. Terlihat otot-ototnya yang sangat kekar. Saat berikutnya , otot-otot itu tampak berkembang dengan cepat.Pada saat yang sama, terdengar suara nyaring tulang.Kekuatan Grizzly meroket. Hanya dengan satu cengkeramannya. Jaring besi kandang sontak diremasnya hingga berubah bentuk. Kemudian, dia mengentakkan kakinya, membuat permukaan lantai pada arena bergetar sesaat.Grizzly menggerakkan tubuhnya sambil berkata dengan angkuh, "Hehe. Bocah, rupanya kamu hebat juga. Kamu nggak mungkin bisa menang dariku. Matilah kamu!"Tirta cukup terkejut melihat situasi seperti ini. Dia tidak pernah melihat ada orang yang bisa meningkatkan kekuatan saat sedang bertarung. Dia bergumam, "Sepertinya petinju di sini memang luar biasa.Seiring bertambahnya kekuatan Grizzly, dia menjad
"Aduh ... tenagamu ini cuma cukup untuk menggaruk badanku. Lebih kuat lagi dong," ejek Tirta sambil menatap Grizzly yang melancarkan serangan sekuat tenaga kepadanya.Tidak peduli serangan apa yang dilancarkan Grizzly, Tirta bisa menebaknya terlebih dahulu. Itu sebabnya, dia menangkis setiap serangan dengan mudah.Setelah menambah kekuatannya, energi Grizzly terkuras semakin cepat. Setelah melancarkan puluhan serangan, Grizzly bernapas terengah-engah.Grizzly menghentikan serangannya untuk sementara waktu. Lengannya bergetar tanpa henti. Ternyata kedua tangannya sudah membengkak. Bahkan, dia mungkin mengalami patah pulang.Grizzly membentak, "Dasar pengecut! Kamu nggak berani membalas seranganku ya? Kalau berani, maju dong!"Tirta tersenyum sinis dan bertanya, "Oh? Kamu yakin? Oke. Aku akan mengabulkan permintaanmu!"Saat berikutnya Tirta sontak tiba di hadapan Grizzly. Grizzly yang terperanjat segera mengangkat kedua tangannya untuk menangkis serangan Tirta. "Buset! Cepat sekali!""Ka
"Tapi, Grizzly sudah menang 62 kali berturut-turut. Nggak pernah ada yang mengalahkan Grizzly. Lelucon macam apa ini?""Nggak mungkin, ini pasti cuma mimpi. Aku pasti lagi di alam mimpi. Cepat, tampar aku!""Gimana bisa Grizzly kalah? Oh tidak, uangku ....""Berengsek kamu Grizzly! Dasar sampah nggak berguna!"Para penonton sontak murka. Mereka sibuk memaki Grizzly. Mereka mempertaruhkan segala aset, tetapi Grizzly malah kalah telak.Dengan perbandingan 1:100, Tirta yang menang taruhan akan mendapat 100 kali lipat dari uang taruhannya. Dia memenangkan semua uang para penonton. Uang itu akan secara otomatis ditransfer ke rekening Tirta.Tirta melirik layar dan mengangguk dengan puas. "Aku cuma menemani kalian bermain sebentar, tapi malah menghasilkan begitu banyak uang. Sepertinya aku nggak bakal rugi meskipun mentraktir kalian semua minum kopi."Suasana hati Tirta menjadi baik karena mendapat banyak uang. Sementara itu, tubuh Grizzly terus mengejang di lantai. Dia menatap Tirta dengan
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka