"Jadi, kamu harus menang 3 ronde baru bisa," ujar Sam yang tidak punya kepercayaan diri lagi.Tirta sontak meraih kerah baju Sam. Sam tentu ketakutan hingga wajahnya memucat dan dahinya bercucuran keringat dingin."Kamu ingin main curang ya! Setelah aku menang 3 ronde, kamu akan menyuruhku menang 100 ronde? Kamu kira aku idiot?" bentak Tirta.Kini, Tirta yakin 100% bahwa Hadi berkomplot dengan bos arena tinju bawah tanah ini. Tujuan mereka sudah sangat jelas, yaitu ingin membunuh Tirta dengan bantuan para petinju di sini.Sam buru-buru menggeleng dan menimpali, "Bukan, bukan begitu. Mana mungkin aku berani mempermainkanmu. Aku serius. Asalkan kamu menang 3 ronde, kamu bisa bertemu Hadi.""Kak, tolong jangan menyulitkanku. Aku cuma menyampaikan pesan dari atasan. Kalaupun kamu membunuhku, aku juga nggak tahu orang yang kamu cari ada di mana."Tirta mengempaskan kerah baju Sam. Dia tersenyum dingin sambil mengejek, "Kamu benar. Kamu cuma penyampai pesan. Jadi, seharusnya nggak masalah ka
Tirta masih menatap lawannya dengan tatapan tidak acuh. Tigor belum mengambil tindakan apa pun. Pria itu hanya berjalan mondar-mandir di hadapan Tirta dengan ekspresi kejam.Tirta bisa menilai bahwa Tigor bukan meremehkannya, melainkan sedang mencari kelemahannya. Tigor berkata, "Aku sudah melihat pertarunganmu tadi. Kamu memang hebat dan pantas menjadi lawanku.""Tapi, kelemahanmu adalah kamu terlalu baik hati. Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan melepaskan Grizzly begitu saja. Karena itu bisa menjadi alasan kamu mati di kompetisi ini."Tirta sudah kehilangan kesabarannya karena Panther yang mempermainkannya seperti ini. Jadi, dia langsung menyahut, "Jangan bicara omong kosong lagi. Kalau kamu begitu ingin mati, aku bisa mengabulkan permintaanmu. Cepat sedikit, aku nggak punya banyak waktu."Tigor tidak terpengaruh akan ucapan Tirta. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu tatapannya sontak menjadi tajam. Saat berikutnya, dia menyerbu dengan kecepatan tinggi.Tigor jauh lebih gesit daripa
Hasil kali ini jauh lebih mengerikan daripada yang sebelumnya. Kepala Tigor langsung menghancurkan kandang segi delapan. Tigor terjatuh di luar arena.Meskipun masih bernapas, penampilan Tigor babak belur. Sekujur tubuhnya sampai mengejang. Sekalipun tidak mati, dia tetap sekarat. Bagaimanapun, darah sampai mengalir keluar dari hidung, mulut, telinga, serta matanya.Dengan demikian, pertarungan kedua dimenangkan lagi oleh Tirta. Tirta lagi-lagi memperoleh uang para penonton dan menghasilkan 100 miliar lebih. Hebatnya, dia mengalahkan semua lawannya dengan mudah.Hasil ini membuat Tirta menjadi dipenuhi minat. "Mudah sekali mendapat uang dari arena tinju ini. Kalau jadi dokter, entah berapa pasien yang harus kuobati dulu. Cuma 2 ronde dan waktunya nggak sampai 3 menit, aku sudah dapat sebanyak ini."Hanya saja, jika Pil Kecantikan bisa dijual sampai ke luar negeri, Tirta jelas bisa meraup keuntungan yang lebih banyak lagi.Kini, tidak ada lagi penonton yang mengumpat. Grizzly mengecewak
Panther sontak teringat pada seseorang. Dia menepuk pahanya dan berseru, "Jangan panik! Aku tahu siapa yang bisa melawannya!""Lebih tepatnya, orang itu bukan manusia, tapi monster. Tirta sudah pasti akan mati. Bantu aku ulur waktu sedikit. Aku akan mengundang orang itu kemari.""Sam, kamu harus menggunakan cara apa pun untuk mengulur waktu. Kamu ngerti?" perintah Panther.Sam hanya bisa memaksakan diri untuk mengangguk. Dia menatap Tirta dengan takut sambil berujar, "Kak, bos kami bilang petinju ketiganya masih dalam perjalanan kemari. Kita mungkin harus tunggu setengah jam lagi.""Tolong jangan marah. Kamu mau makan atau minum nggak? Kami akan menyiapkannya untukmu. Beri tahu saja aku kalau kamu butuh sesuatu."Demi mengulur waktu, Sam telah berusaha sebisa mungkin. Dia terpaksa menyanjung Tirta agar suasana hati Tirta membaik. Jika tidak, tidak ada lagi yang bisa melawan Tirta.Tirta terkekeh-kekeh dan membalas, "Oke. Aku akan menunggu selama setengah jam."Sam segera membawa Tirta
Setelah mendengarnya, Tirta hanya mencebik. Dia membalas, "Kenapa memangnya? Gimana kalau kita mendengar penjelasan darinya dulu?"Bima tidak menyangka Panther mengundangnya dengan terburu-buru dan memberinya bayaran mahal, untuk melawan Tirta.Bima masih ingat persis bagaimana dirinya dikalahkan oleh Tirta waktu itu. Dia jelas bukan lawan Tirta. Panther dan Hadi yang bodoh ini ingin menyuruhnya menyinggung Tirta?Ketika Bima hendak mengamuk, Panther menatapnya dan menunjuk Tirta sambil berkata, "Master, ini bocah yang harus kamu kalahkan. Hajar saja dia sampai mati. Aku yang akan tanggung jawab."Asalkan Tirta mati, mudah saja bagi Panther untuk mengurus jenazahnya. Namun, Bima tiba-tiba melayangkan 2 tamparan.Plak, plak .... Terdengar suara tamparan yang nyaring. Tamparan itu mengenai wajah Panther dan Hadi.Tenaga yang dikerahkan Bima cukup besar. Kondisi Panther masih lumayan baik. Hanya ada bekas tamparan di wajahnya. Dia tidak terjatuh. Sementara itu, Hadi langsung tergeletak di
"Panther, kalau ingin mati, coba saja keluarkan pistolmu," ancam Bima sambil menatap Panther dengan ekspresi menghina."Master, sekalipun aku bernyali besar, aku nggak mungkin berani melakukannya," ujar Panther sambil tersenyum canggung. Dia tahu betul kemampuan Bima. Tidak ada gunanya melawan Bima dengan menggunakan pistol.Apalagi, Bima bukan sosok yang bisa disinggung olehnya. Dia tidak perlu menyinggung Tirta dan Bima demi orang seperti Hadi. Ketika melihat Bima bersikap begitu hormat kepada Tirta, Panther tahu Tirta bukan orang yang bisa diusik. Jika bertindak gegabah, Panther tidak akan bisa menanggung konsekuensinya. Panther masih ingin mengelola arena tinjunya.Di bawah desakan Hadi, Panther akhirnya membuat keputusan. Dia sontak memukul kepala Hadi dan memaki, "Dasar idiot! Kalau bukan karena kamu, mana mungkin aku menyinggung Pak Tirta!"Kemudian, Panther menahan Hadi dan membawanya ke hadapan Tirta. Dia berlutut dan berucap, "Pak Tirta, tolong maafkan kebodohanku. Dia membaw
Darah berceceran ke mana-mana.Hadi menatap Panther dan Tirta dengan tidak percaya. Tatapannya dipenuhi amarah. Dia mempertaruhkan segalanya, tetapi tidak bisa terlepas dari bencana ini.Kesalahan terbesar Hadi adalah ingin membalas dendam kepada Tirta. Itu yang menyebabkannya berakhir tragis seperti ini. Pada akhirnya, kepala Hadi terkulai lemas. Dia sudah tewas.Panther segera menunjukkan senyuman menyanjung. Suaranya terdengar agak bergetar karena khawatir Tirta mengingkari janji dan membunuhnya. "Pak Tirta, apa kamu sudah puas dengan hasilnya?"Setelah memastikan Hadi sudah mati dan tujuannya tercapai, Tirta menyahut, "Kalau tahu hasilnya akan seperti ini, untuk apa kalian repot-repot melawanku? Waktuku jadi terbuang."Tirta malas memberi pelajaran kepada Panther. Dia langsung melambaikan tangan kepada Bima dan berujar, "Sudahlah, kita pergi dari sini."Bima melirik Panther dan berkata, "Panther, kali ini kamu beruntung. Guruku berbaik hati padamu. Lain kali yang patuh sedikit. Di
Bagi Tirta, daripada menghabiskan waktu dengan wanita-wanita biasa, lebih baik dia mempererat hubungannya dengan kekasih-kekasihnya yang cantik. Setelah bersama Melati dan Agatha, Tirta sama sekali tidak tertarik lagi pada wanita-wanita biasa.Usai berpisah dengan Bima, Tirta kembali ke rumah Agatha. Hanya saja saat masuk, rumah itu gelap gulita dan Agatha tidak terlihat."Kak Agatha, sudah tidur ya? Kak Agatha?" Tirta mencoba memanggil Agatha beberapa kali, tetapi tidak ada respons darinya.Tirta menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia berbicara sendiri, "Kenapa nggak ada di rumah? Padahal sebelum pergi, aku suruh dia tetap di rumah dan jangan pergi ke mana-mana ...."Tidak ada tanda-tanda Agatha di lantai satu. Saat Tirta bersiap naik ke lantai dua untuk mencarinya, tiba-tiba lampu di dalam rumah menyala. Akan tetapi bukan lampu utama, melainkan lampu berwarna merah muda yang menciptakan suasana romantis.Musik yang cukup menggoda juga mulai terdengar di rumah. Hal itu menciptakan at
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka