"Biar kuantar kamu keluar," ucap Irene yang hendak bangkit untuk mengantar Tirta keluar. Namun, sekujur tubuhnya terasa lemas. Dia bahkan kesulitan untuk duduk sehingga hanya bisa menyaksikan Tirta meninggalkan kamarnya."Kak, kamu istirahat saja. Aku bisa sendiri," sahut Tirta sambil melambaikan tangan dan tersenyum.Irene berkata dengan lemas, "Kalau begitu, hati-hati di jalan. Kamu harus mencariku lagi ya nanti."Ketika menatap tatapan Irene yang dipenuhi keengganan, hati Tirta diliputi kepuasan dan kebahagiaan. Meskipun begitu, dia tetap pergi.Setibanya di Desa Persik, hari sudah malam. Tirta mencari ke sekeliling, tetapi tidak menemukan sosok Nabila. Nabila tidak berada di klinik.Kebetulan, Arum lewat. Tirta menariknya dan bertanya, "Kak, di mana Nabila?"Arum menjelaskan, "Oh, tadi ada yang menelepon Nabila. Katanya kerabatnya menikah, jadi dia harus pergi membantu. Siang tadi, dia sudah pergi bersama orang tuanya. Dengar-dengar lokasinya agak jauh. Dia mungkin akan kembali dal
Pada tengah malam, Tirta tiba-tiba mendengar suara samar dari sebuah kamar. Setelah mendengar dengan saksama, ternyata suara itu berasal dari kamar Arum."Hm ... um ...." suara ini seolah-olah mengandung sihir yang menarik perhatian Tirta. Karena penasaran, Tirta pun menggunakan mata tembus pandangnya untuk memeriksa kamar Arum.Tampak Arum berbaring di ranjang dengan selimut yang menyelimuti setengah tubuhnya. Di bawah selimut itu, ada sedikit gerakan. Tirta menggunakan mata tembus pandangnya lagi dan tercengang.Tirta tidak menyangka Arum sedang berusaha memuaskan diri di tengah malam begini. Arum menggerakkan tangan dan tubuhnya dengan sangat pelan, seolah-olah khawatir ada yang terbangun.Dengan wajah memerah, Arum terus memanggil nama Tirta, "Tirta ... Tirta .... Hm, aku nggak tahan lagi. Tolong bantu aku .... Aku tersiksa sekali ...."Nama Tirta terus terlontar dari mulut Arum. Sesaat kemudian, Arum mengeluarkan desahan yang tertahan. Bagi Tirta, suara ini tidak ada bedanya denga
Tirta menginstruksi beberapa hal sebelum mengakhiri panggilan.Selesai makan, Melati mengusulkan, "Kebun sayur kita sudah harus disiram. Aku ke kebun sayur dulu ya."Tirta mengangguk dan berkata, "Kebun sayurnya sangat luas. Biar kubantu.""Aku juga ikut," ujar Ayu.Tirta berucap dengan cemas, "Bibi, matamu ....""Nggak apa-apa," sela Ayu sambil meletakkan tangannya di atas tangan Tirta dan tersenyum lembut.Di kebun sayur, Tirta bertugas mengangkat ember air karena fisiknya yang kuat. Hanya dalam beberapa saat, dia telah memindahkan banyak ember.Hanya saja, sayuran di ladang tumbuh dengan sangat baik dan Ayu tidak bisa melihat. Ketika menyiram sayur, dia tidak sengaja terjatuh karena terhalang dahan pohon.Ember air yang dipegang oleh Ayu pun terjatuh. Seketika, tangan dan wajah Ayu terkena banyak lumpur.Ketika melihat ini, Tirta segera melemparkan embernya dan menghampiri Ayu untuk memapahnya. Dia mengambil tisu untuk menyeka wajah dan tubuh Ayu.Dengan nada cemas, Tirta berkata, "
Agatha berkata, "Jangan terburu-buru. Bahan obatnya sudah ketemu, tapi ada sedikit kerepotan di sini. Untuk sementara waktu, aku nggak bisa pergi. Jadi, aku nggak bisa memberimu obatnya."Tirta bertanya, "Kenapa? Apa ada masalah terjadi?"Dari nada bicara Agatha, Tirta bisa merasakan bahwa suasana hati Agatha sedang kurang baik. Pada akhirnya, Agatha menceritakan semuanya, "Hais .... Setelah menjadi Presdir Farmasi Santika, banyak pemegang saham yang nggak menyukaiku. Mereka terus mencari masalah denganku.""Pada dasarnya, urusan internal Farmasi Santika memang banyak dan rumit. Kalau aku membuat kesalahan, mereka akan melaporkanku habis-habisan."Agatha merasa sangat frustrasi karena terus dipersulit oleh para petinggi. Jika bukan karena dia merasa enggan menyerahkan Farmasi Santika kepada orang lain, dia mungkin sudah mengundurkan diri dari jabatannya.Sesudah mendengarnya, Tirta mendengus dan berujar, "Besar sekali nyali mereka. Aku akan mencari tahu siapa yang telah mengusik wanita
"Sudah ada banyak konsumen yang mengeluh karena membeli obat palsu. Agatha nggak mengawasi perusahaan dan karyawan dengan baik. Dia membiarkan orang-orang yang punya motif tersembunyi mencoreng nama baik Farmasi Santika. Sampai saat ini, masalah ini masih belum diselesaikan dengan baik.""Membayar kompensasi saja bukan masalah besar. Tapi, reputasi Farmasi Santika adalah hasil kerja keras kita selama bertahun-tahun. Mana mungkin kita membiarkannya hancur di tangan orang lain begitu saja?"Orang lainnya menghasut, "Aku rasa yang ingin menghancurkan reputasi Farmasi Santika bukan cuma karyawan tingkat bawah. Bagaimanapun, atasan adalah teladan untuk semua orang."Mereka tidak bisa mengeluarkan bukti yang konkret untuk membuktikan Agatha merupakan biang kerok di balik kejadian ini. Yang jelas, dari nada bicara mereka semua, mereka jelas menuduh Agatha.Yang suaranya paling besar tidak lain adalah Rudi dan Ezra. Ezra melirik Agatha dan berkata, "Menurut berbagai bukti yang ada di perusahaa
Agatha jelas-jelas tahu ini adalah rencana jahat Rudi dan Ezra, tetapi dia tidak punya cara untuk menghadapi mereka. Dia hanya bisa memberanikan diri untuk berkata, "Semuanya, tolong tenang dulu. Masalah ini terlihat agak aneh, tapi karena sudah terjadi, sebaiknya kita pikirkan cara untuk mengatasinya.""Aku memang masih muda, tapi aku juga bagian dari Farmasi Santika. Aku tentu berharap Farmasi Santika bisa berkembang dengan baik. Kuharap kalian semua memberiku kesempatan sekali lagi. Aku janji, masalah seperti ini nggak akan terjadi lagi."Karena Agatha sudah buntu, Rudi dan Ezra tidak mungkin akan memberinya kesempatan lagi. Mereka tentu akan menekannya habis-habisan.Rudi tersenyum dingin dan berujar, "Bu Agatha, aku rasa ini bukan cara yang baik. Kalaupun kami memberimu kesempatan, takutnya seluruh Farmasi Santika nggak bisa menerima keputusan ini."Ezra berucap, "Bu Agatha, masalah ini bukan permainan anak kecil. Kamu nggak punya kesempatan lagi. Kamu memang masih muda sehingga k
Tidak ada seorang pun yang meladeni Agatha. Semuanya sibuk mengangkat tangan untuk melakukan voting.Setelah sejumlah besar pemegang saham memberikan suara dan beberapa memilih untuk golput, hasilnya adalah Ezra mendapat 46 suara dan Rudi mendapat 47 suara."Menurut hasil voting, Pak Rudi mendapat 47 suara sehingga unggul 1 suara dari Pak Ezra. Dengan demikian, presdir baru Farmasi Santika adalah Pak Rudi."Ezra menatap Rudi dengan terkejut. Ekspresinya dipenuhi keengganan saat berkata, "Rudi, kamu ...."Ezra telah menyuap banyak pemegang saham sebelum mendesak Agatha. Alhasil, ternyata Rudi jauh lebih licik darinya. Suara yang didapatkan Rudi lebih banyak."Kalian nggak lihat ada yang golput? Aku nggak bisa menerima hasil ini. Kita harus voting ulang," ucap Ezra sambil menatap para pemegang saham yang golput itu dengan kesal."Sekarang bukan waktunya untuk menonton keseruan. Lebih baik kalian memilihku. Farmasi Santika pasti akan berkembang baik di bawah pimpinanku. Ketika saat itu ti
Setelah menjadi manusia transparan sejak tadi, bala bantuan Agatha akhirnya tiba. Dia langsung berlari ke hadapan Tirta, lalu memeluknya sambil berkata dengan mata berkaca-kaca, "Tirta, akhirnya kamu datang!"Tirta mengelus rambut Agatha, lalu menenangkan dengan lembut, "Tenang saja, ada aku di sini, badut-badut ini nggak akan bisa apa-apa."Rudi mengamati Tirta, lalu mendengus dan mencela, "Siapa kamu? Ini urusan internal Farmasi Santika. Kamu bukan bagian dari Farmasi Santika. Penolakanmu nggak berguna di sini."Tirta melirik wajah cabul Rudi dan membalas, "Agatha adalah Presdir Farmasi Santika. Jabatan ini hanya untuknya. Selain dia, nggak ada yang boleh menjabat sebagai presdir."Ketika mendengar perkataan ini, Rudi tertawa terbahak-bahak dan mengejek, "Memangnya siapa kamu? Apa hakmu bicara di sini? Kamu ingin menentang keputusan kami, kamu nggak berhak!""Apa yang dilakukan para satpam itu? Masa mereka membiarkan orang gila seperti ini masuk ke perusahaan? Cepat panggil satpam ke
Di sisi lain, Tirta menelepon Ayu setelah Idris dan Rasmi pergi. Setelah panggilan terhubung, Ayu yang sudah 2 hari tidak bertemu Tirta tentu merasa khawatir. Dia terus menanyakan kondisi Tirta.Tirta menjelaskan kondisinya dengan singkat, "Bi, Susanti terancam bahaya. Jadi, aku langsung naik pesawat untuk mencari Susanti. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Sekarang semuanya sudah aman."Tirta memberi tahu Ayu pemikirannya, "Aku berencana membawa Susanti menemuimu setelah dia bangun, lalu kita dan Bi Elisa langsung kembali ke Desa Persik. Kita tinggal di sana untuk beberapa waktu."Mendengar ucapan Tirta, Ayu yang khawatir bertanya, "Ha? Tirta, kalau kamu mau kembali ke Desa Persik, tentu saja aku dan Elisa nggak keberatan. Masalahnya, gimana caranya kamu menjelaskan pada Bu Bella?"Ayu menambahkan, "Bagaimana kalau Bu Bella mau ikut kita kembali ke Desa Persik? Aku rasa berdasarkan sifat Bu Bella, dia pasti nggak terima kalau tahu kamu punya banyak kekasih.""Aku yang akan jelaskan pada
"Aku rasa otakmu bermasalah karena terlalu lama tinggal di Provinsi Naru!" bentak Rasmi. Ucapannya menunjukkan dia tidak menyukai Tirta."Rasmi, kenapa kamu bicara seperti itu? Pak Tirta itu saudara Ayah. Bukannya sudah seharusnya kita bersikap hormat padanya? Lagi pula ...," sahut Idris.Idris berniat menceritakan pada Rasmi bahwa Tirta sudah membantunya menyelesaikan masalah mereka yang tidak bisa mempunyai keturunan.Namun, sebelum Idris selesai bicara, Rasmi menyela, "Apa? Aku nggak marah kalau nggak ungkit masalah itu! Ayah sudah pikun, makanya dia mengakui pemuda itu sebagai saudaranya."Rasmi melanjutkan, "Waktu Ayah menceritakan masalah ini padaku, aku sudah sarankan dia cepat batalkan keputusannya. Ayah pikun karena tua, masa kamu juga sama? Kalau waktu itu Ayah mengakui anak 3 tahun jadi saudaranya, apa kamu juga mau memuja anak kecil itu?"Rasmi menambahkan, "Aku nggak peduli! Apa pun caranya, kamu harus usir pemuda itu dari rumah kita secepatnya! Aku nggak mau tinggal di ho
Begitu melontarkan perkataannya, Marila baru merasa kurang pantas. Dia berbisik lagi dengan wajah memerah, "Pak Tirta, bukan itu maksudku. Jangan salah paham."Tentu saja Tirta tahu Marila tidak bermaksud seperti itu. Dia tertawa, lalu menanggapi, "Oke. Aku tunggu Bu Marila pulang setelah beli bahan obat-obatan."Sesudah itu, Tirta tidak mengatakan apa pun lagi. Mendengar perkataan Tirta, Marila baru merasa tenang. Kemudian, Marila berpamitan dengan Idris.Tirta merasa bosan saat menunggu Marila. Dia kembali ke kamar untuk menemani Susanti. Tirta duduk di samping tempat tidur. Pikirannya sangat kacau.Tirta mendesah dan bergumam, "Setelah Susanti bangun, aku bawa dia cari Bi Ayu, lalu langsung kembali ke Desa Persik. Kak Nabila, Kak Melati, Kak Arum, Kak Farida, dan lainnya pasti merindukanku."Sebenarnya sebelum Susanti tertimpa masalah, Tirta berencana pergi ke ibu kota setelah meninggalkan Provinsi Dohe. Namun, masalah ini terjadi.Tirta juga memahami satu hal. Dia memang bisa menge
"Aku nggak akan pergi lagi. Jangan tiduri aku, ya?" mohon Selina. Wajahnya memerah setelah mendengar ucapan Tirta.Selina berusaha menggerakkan pinggangnya untuk menjauhi sumber masalah itu. Napas Tirta yang hangat membuat wajah Selina merah padam.Tirta menegaskan, "Aku nggak peduli, pokoknya sekarang aku harus menidurimu sampai puas. Terserah kamu mau pergi atau tetap tinggal, aku tetap akan melakukannya!"Hasrat Tirta membara karena pinggang Selina terus bergerak. Dia segera mengerahkan 2 teknik. Yang pertama adalah Teknik Menghilang untuk menyembunyikan tubuhnya dan Selina. Yang kedua adalah Teknik Senyap untuk menutupi suara yang dikeluarkan Selina selanjutnya.Kemudian, Tirta langsung bersanggama dengan Selina. Sementara itu, Selina memelas, "Tirta ... jangan ... aku benci kamu ...."Biarpun mengeluh, tubuh Selina tetap terangsang. Jelas-jelas Tirta sudah melepaskannya, tetapi Selina tidak melepaskan Tirta dan tidak bergerak sedikit pun. Dia membiarkan Tirta memberinya kompensasi
Tirta menunggu sampai Selina berjalan keluar dari taman bunga kompleks tempat Idris tinggal. Dengan begitu, mereka berdua sudah menjauh dari pandangan Anton dan Yuli.Tirta baru maju dan berkata seraya memeluk Selina, "Bu Selina, aku tahu kamu pasti pergi bukan karena dipanggil atasan. Apa kamu punya masalah? Kamu bisa ceritakan padaku.""Aku nggak punya masalah. Pak Tirta, aku cuma ingin pulang untuk mengurus kasus. Selain itu, aku sudah merasa sangat bangga bisa mengenal tokoh hebat sepertimu. Aku nggak mau terus tinggal di sini dan mengganggu Pak Tirta," sahut Selina.Selina memohon, "Pak Tirta, tolong lepaskan aku. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun. Kita lupakan masalah yang sudah berlalu."Mata Selina memerah. Dia berbicara sambil terisak dan ingin melepaskan Tirta.Sementara itu, Tirta yang merasa tidak berdaya mendesah dan menimpali, "Bu Selina, aku sudah paham. Kamu pasti merasa aku cuma berpura-pura dan mempermainkan perasaanmu setelah kamu tahu latar belakangku. Jadi,
Selain itu, perasaan Selina campur aduk saat melihat Tirta. Melihat ekspresi mereka yang terkejut, Idris tertawa dan bertanya, "Apa Pak Tirta nggak pernah beri tahu kalian?"Idris membatin, 'Pak Tirta sangat hebat. Biarpun nggak ada Pak Saba, Pak Tirta bisa mendekati petinggi negara yang lain asalkan dia mau.'Sayangnya, Idris sudah berjanji kepada Tirta tidak akan mengungkapkan kehebatannya. Kalau tidak, Idris akan menjadi pelindung Tirta dan memamerkan kehebatannya.Yuli masih merasa antusias. Bahkan, dia sangat bangga hingga memandangi Tirta seraya tersenyum lebar dan menjawab, "Nggak. Pak Tirta, kenapa kamu nggak beri tahu kami hal sepenting ini?"Sekarang Tirta terpaksa harus mengakuinya. Dia berdeham, lalu menanggapi dengan ekspresi tenang, "Karena aku merasa hal seperti ini nggak perlu diumbar. Aku juga nggak ingin memanfaatkan status Pak Saba untuk bertindak semena-mena."Kenyataannya memang seperti itu. Tirta tidak pernah berinisiatif mengatakan dirinya adalah saudara Saba.Yu
Tirta tertawa licik, lalu membalas, 'Oke. Kak, aku akan pergi. Nanti malam jangan berpikiran untuk menghabisiku lagi.'Kemudian, Tirta keluar dengan perasaan gembira. Dia melihat Idris yang antusias sedang duduk tegak sambil mengobrol dengan Marila, Yuli, dan Selina.Begitu Tirta keluar, Idris langsung berhenti bicara. Dia berdiri, lalu menyambut Tirta, "Pak Tirta ...."Yuli juga menghampiri Tirta dan menimpali sembari tersenyum, "Pak Tirta, apa kita bisa bicara sebentar? Ada yang ingin kutanyakan padamu.""Ada apa? Tentu saja boleh," sahut Tirta.Yuli sangat senang melihat Tirta menyetujui permintaannya. Dia segera menarik Tirta kembali ke kamar. Namun, sebelum Yuli membawa Tirta masuk ke kamar, Anton yang keberatan menghentikan Yuli, "Aduh, berhenti! Yuli, kamu gila, ya? Kenapa kamu nggak langsung bertanya pada Pak Tirta di sini saja? Untuk apa kamu bawa dia ke kamar? Kamu kira ini rumahmu?"Anton berucap pada Tirta dengan ekspresi canggung, "Pak Tirta, begini. Ibunya Susanti ingin
Namun, bagian tubuh yang telah dipijat oleh Tirta terasa hangat dan nyaman, membuat Idris sangat rileks."Sudah beres. Pak Idris, masalahmu berasal dari kelelahan berkepanjangan ditambah dengan faktor bawaan, menyebabkan kondisi tubuhmu lebih lemah dari orang lain, makanya sulit menghasilkan sperma.""Dengan metode kedokteran barat, masalah seperti ini sangat sulit ditangani, bahkan sering kali tak terdeteksi.""Tapi di tanganku, ini bukan masalah besar. Kalau kondisi tubuh istrimu juga memungkinkan, aku jamin malam ini kamu bisa langsung tepat sasaran."Saat mengatakan itu, alis Tirta tiba-tiba berkerut. Dia baru teringat satu hal. Dia sudah berhubungan intim dengan begitu banyak wanita, tetapi sejauh ini belum ada satu pun yang hamil."Wah, terima kasih banyak, Pak Tirta! Kalau aku dan istriku benar-benar bisa punya anak, aku pasti akan undang kamu ke acara syukuran!"Idris yang tenggelam dalam euforia itu sama sekali tidak menyadari ekspresi aneh di wajah Tirta. Dia sangat bersyukur
"Pak Idris, kalau memang ada sesuatu, lebih baik berdiri dan bicarakan saja. Selama bukan hal yang melanggar nurani dan hukum, aku pasti akan bantu." Melihat keadaan itu, Tirta hanya bisa menghela napas dengan pasrah."Benarkah? Kamu benaran bersedia membantuku, tanpa mengungkit kesalahan masa lalu? Tapi, permintaanku ini .... Aku ingin kamu membantuku dan istriku agar bisa punya seorang anak.""Kami sudah menikah 20 tahun, sampai sekarang belum juga punya keturunan. Aku dan istriku sudah pergi ke rumah sakit di seluruh negeri, tapi nggak ada yang bisa menemukan penyebab pastinya ...."Idris akhirnya berdiri dari lantai, tetapi suaranya masih penuh emosi dan sedikit tidak percaya. Dia merasa Tirta yang seperti dewa hidup pasti sulit didekati dan tak mudah diajak bicara. Itu sebabnya, sikapnya terhadap Tirta sangat sungkan."Kenapa nggak? Pak Idris, kamu dan Bu Marila sudah susah payah membantuku mencari Susanti. Aku tentu harus membantumu semaksimal mungkin.""Lagi pula, sekalipun buka