"Dasar berengsek! Beraninya kamu menampar pacarku! Aku mau kamu mati! Kamu dan Melati pantas mati! Orang kampungan seperti kalian nggak pantas bertindak semena-mena! Pak Putro menawarkan kesempatan untuk jalang itu, tapi kalian malah nggak menghargainya!" pekik Aina.Situasi sudah seperti ini, tetapi Aina masih merasa dirinya benar. Tirta tidak akan sungkan-sungkan dengan wanita jahat seperti ini. Dia tidak peduli Aina adalah kerabat Melati. Lagi pula, tidak ada gunanya memiliki kerabat seperti ini.Serangan Aina tidak mungkin bisa melukai Tirta. Tirta menjulurkan tangannya untuk mencekik leher Aina. Seketika, kaki Aina terangkat dari lantai.Kedua kaki Aina gemetaran. Dia terus meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Tirta. Sementara itu, Tirta masih sibuk menampar Putro dengan tangan yang satu lagi."Kamu kira aku nggak berani memukulmu karena kamu wanita? Aku paling membenci wanita kotor sepertimu. Di mataku, kamu bukan manusia. Kamu bukan cuma menghina Melati, tapi
Di bawah serangan Tirta yang bertubi-tubi, kedua orang itu akhirnya tidak tahan lagi. Gigi Putro sampai hanya tersisa beberapa buah.Aina memohon ampun, "Aku akan minta maaf! Tolong berhenti memukulku! Aku bisa mati kalau begini!"Rasa sakit pada sekujur tubuh Aina membuatnya hampir jatuh pingsan. Tirta berujar, "Kalau begitu, cepat berlutut dan minta maaf."Karena tidak berdaya, Putro dan Aina hanya bisa menerima penghinaan ini. Mereka berlutut dan meminta maaf kepada Melati. "Melati, maafkan kami. Kami sudah salah. Kami nggak seharusnya menindasmu."Melati mengernyit sambil menatap penampilan keduanya yang menyedihkan. Akan tetapi, Tirta berhasil membalas penghinaan yang dirasakannya.Melati melambaikan tangannya dan berujar, "Sudahlah. Tirta, mereka sudah minta maaf. Biarkan masalah ini berlalu. Jangan sampai ada korban."Tirta pun mengangguk. Kemudian, dia merobek pakaian Aina hingga membuat wanita itu menjerit ketakutan, "Ah!"'Dasar sok suci,' batin Tirta saat melihatnya. Sebenar
Tirta bisa semarah itu karena perlakuan Putro terhadap Melati. Dengan kata lain, Melati memiliki posisi penting di hati Tirta.Melati menggenggam tangan Tirta dengan bahagia. Dia membantu Tirta meniup tangannya sambil bertanya, "Tanganmu sakit nggak? Pukulanmu sangat keras tadi."Tirta mengangguk dan menyahut, "Tentu saja sakit. Soalnya mukanya tebal sekali. Aku jadi harus mengerahkan tenaga besar."Ketika mendengar ejekan Tirta itu, Putro yang berbaring di lantai pun merasa makin gusar. Namun, sekujur tubuhnya terasa sakit sehingga dia tidak bisa melakukan apa-apa.Sementara itu, para bos yang diserang oleh Tirta tentu tidak akan diam begitu saja. Aksa segera mengambil tisu untuk menahan luka di kepalanya. Dia sampai meringis kesakitan."Pak Putro, kita nggak pernah menderita kerugian sebesar ini. Berani sekali bocah tengik seperti itu menginjak-injak harga diri kita. Kita nggak boleh diam begitu saja!" ujar Aksa. Bos lainnya segera menyetujui."Benar, Pak. Kita semua terluka parah ga
"Kenapa Kak Nabila? Kamu nggak enak badan?" tanya Tirta dengan tatapan yang agak aneh. Wajah Nabila tampak bersemu merah. Kedua matanya terlihat berseri-seri dengan pesona yang sulit untuk diungkapkan."Mau kuperiksa nggak?" Awalnya Tirta tidak berpikir ke arah lain. Bagaimanapun, dia baru saja selesai memukul orang sehingga suasana hatinya masih belum reda.Beberapa wanita lainnya tidak menyadari bahwa Nabila dan Tirta masih belum keluar dari mobil. Atau mungkin mereka memang sudah mengetahuinya dan diam-diam merasa kecewa.Wajah Nabila terasa sangat panas. Dia menarik kedua tangan Tirta dan meletakkannya di depan dadanya. Tirta merasakan sensasi yang lembut di ujung jarinya.Saat ini cuaca agak panas, sehingga kaus yang dikenakan Nabila lumayan tipis. Begitu meletakkan tangannya ke dada Nabila, seketika terasa wangi semerbak dan sensasi yang mengejutkan."Aku ... memang merasa kurang nyaman, tapi di bagian ini ...," kata Nabila sambil menggerakkan kedua kakinya yang ramping dan jenja
Udara di dalam mobil dipenuhi dengan hasrat yang menggelora dan membuat mereka teringat kembali dengan kenangan awal. Erangan Nabila yang pelan dan memukau itu bergema di dalam sana. Namun pada saat ini, gerakan Tirta tiba-tiba terhenti.Nabila kebingungan. Padahal mereka sudah sampai sejauh ini, seharusnya Tirta langsung menyetubuhinya. Semangat Tirta sangat membara. Wajahnya yang beringas itu tampak seperti binatang buas yang hendak melahap mangsanya.Tidak mungkin hasrat Tirta tiba-tiba bisa padam. Nabila memicingkan matanya sambil menggerakkan tubuhnya dengan kesal."Tirta jahat, kamu mau menindasku lagi ya? Padahal sudah sampai begini, kamu ini benar-benar menyebalkan ...."Tirta tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan berkata, "Jangan buru-buru, kita main yang lebih unik."Tirta menaikkan celananya dan berlari masuk ke klinik. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan buru-buru dan wajah kegirangan. "Nih, pakai ini."Ternyata dia membawakan beberapa pakaian dalam seksi yang dibeli
"Ah ...."Kalau bukan karena mobil ini memiliki peredam suara yang sangat baik, mungkin teriakan Nabila yang dahsyat ini telah menarik perhatian banyak orang. Mobil itu terus berguncang dengan frekuensi yang kadang cepat dan kadang melambat.Setelah beberapa saat, Nabila tidak mampu lagi menahan serangan Tirta. Tubuhnya terasa lemas dan terkulai di kursi. Di dalam mobil, semuanya tampak berantakan. Tubuh Nabila masih gemetaran dengan mata yang setengah terpejam.Lantaran telah menghabiskan banyak tenaga dan stamina, Nabila tidak bisa bertahan lagi dan perlahan-lahan tertidur lelap. Tirta kemudian memeluk Nabila yang hampir pingsan."Aku bahkan belum mengeluarkan tenaga, sudah pingsan begitu saja?" Mengenang kembali klimaks yang baru saja dirasakannya, Tirta merasa hanyut dalam kenikmatan. Kali ini, Nabila bersikap sangat patuh dan kooperatif. Sepertinya, gadis ini telah menahan diri sepanjang perjalanan. Hanya saja, Tirta masih belum merasa puas. Dia membantu Nabila mengenakan pakaian
Melati mengeluarkan desahan manja. "Pelan-pelan, dong. Bukan milik sendiri, jadi nggak sayang ya? Dasar ...." Meski mulutnya menegur Tirta, tubuh Melati justru bersandar ke dada Tirta. Wajahnya menunjukkan ekspresi penuh harap. Meskipun Melati tidak mengucapkan sepatah kata pun, sikapnya sudah menyampaikan semuanya.Tirta yang masih belum sepenuhnya puas setelah bersama Nabila, mana mungkin bisa menolak inisiatif Melati? Tirta segera mengeluarkan pakaian tempurnya. "Tadi pertarungannya belum selesai. Gimana kalau kita yang lanjutkan?" tanyanya sambil memberikan pakaian tempur yang sebelumnya tidak dipakai Nabila. Sekarang, pakaian itu akan berguna.Melati merasa malu dan berkata dengan ragu, "Harus pakai ini? Kalau begitu, gimana kalau kita kembali ke dalam rumah? Biar kupakai untukmu ...."Wajah Melati merah padam. Dia tahu bahwa mengenakan pakaian tempur itu akan membuat Tirta semakin bersemangat. Rasanya ... pasti akan sangat luar biasa. Namun, Tirta hanya menggelengkan kepalanya.
"Hehe, nggak apa-apa, Bi. Nggak akan ada yang datang. Tenang saja!" Melihat Ayu yang menghampiri mereka, Tirta tersenyum licik. "Kebetulan, Kak Melati sudah nggak sanggup bertahan lagi. Bibi, nanti mohon bantuannya ya," ujar Tirta.Tentu saja Ayu mengerti apa yang dimaksud Tirta. Dia tersipu sambil berdecak, "Cih, jangan mimpi.Meski begitu, kedua wanita tetap menurut saat Tirta membawa mereka kembali ke klinik. Setelah menutup pintu, Tirta memojokkan Melati dan Ayu. Ayu yang telah mengikuti pertempuran sengit bersama Melati dan Tirta, kini tak lagi merasa malu. Sebaliknya, dia lebih menikmati kenyamanan yang dirasakannya."Hehe, hari ini kalian berdua nggak akan bisa keluar lagi," kata Tirta sambil mengambil beberapa pakaian dalam seksi. "Bibi, kamu juga pakai ini."Ayu mengeluarkan desahan manja. Dia tampak agak kesal, tetapi akhirnya menyerah pada nasibnya. Lagi pula jika bukan karena menghormati sahabatnya, Ayu dan Tirta yang tidak punya hubungan apa pun sedari awal, pasti sudah la
Bella merapikan rambutnya, lalu buru-buru keluar. Sementara itu, Tirta melihat jam. Sekarang hampir pukul 9 pagi. Masih ada 1 jam lagi sebelum turnamen bela diri dimulai.Tirta segera mandi dan memakai baju. Dia menggunakan alasan yang sama, yaitu membantu Mauri mengurus kasus. Setelah berpamitan dengan Ayu, Tirta keluar dari vila Keluarga Purnomo.Kemarin Tirta sudah berpesan kepada Yusril dan Chiko untuk melindungi Bella dan Ayu. Dengan begitu, Tirta bisa mengikuti turnamen bela diri dengan tenang.Kala ini, Yasmin juga berada di kamar Ayu. Dia mengusap matanya dan menguap. Yasmin bertanya kepada Ayu yang sedang melihat ke luar, "Bibi, apa semalam aku mimpi buruk?"Mendengar ucapan Yasmin, Ayu segera menutup pintu kamar. Jantungnya berdegup kencang. Dia menggigit bibir dan bertanya balik, "Nggak, Yasmin. Apa semalam kamu mendengar sesuatu?"Yasmin memandang Ayu dengan ekspresi polos sembari menjelaskan, "Iya, semalam aku dengar Bibi terus memanggil nama Kakak Guru waktu tidur. Kamu j
Di tengah tidurnya, Ayu merasakan sepasang tangan besar yang panas menjamah tubuhnya. Teknik tangan yang familier itu sontak membangunkannya, membuatnya terus menginginkannya."Tirta, Yasmin ada di sini ...." Karena gelap, Ayu tidak bisa melihat Tirta. Namun, dia bisa merasakan Tirta berada di atasnya.Suhu yang panas membuat napas Ayu memburu. Kedua tangannya memeluk Tirta, menyuruhnya berhenti dengan tidak berdaya.Ayu mengira Tirta tidak akan menginginkannya lagi karena telah melakukannya di siang hari. Siapa sangka, Tirta masih kemari malam-malam begini. Energinya sungguh tak ada habisnya!"Nggak apa-apa, Bi. Dia sudah tidur. Aku akan lebih pelan. Kamu sudah basah lho. Aku tahu kamu menginginkannya, biar aku memuaskanmu." Tirta terkekeh-kekeh, menjulurkan tangan untuk melepaskan pakaian Ayu.Meskipun gelap gulita, di mata Tirta, dia bisa melihat semuanya dengan jelas. Wajah Ayu merah, tatapannya tidak fokus. Wanita ini seperti terkena obat perangsang, membuat Tirta ingin sekali men
Mereka ingin menggali lebih banyak rahasia tentang dunia misterius dari para pesilat tersebut.Sementara itu, perempuan yang memimpin kelompok ini adalah seorang praktisi ilmu mistis yang paling dihormati di seluruh Negara Yumai, baik oleh pejabat tinggi maupun rakyat biasa.Dia adalah Yara dari Keluarga Gomies, seorang wanita dengan kedudukan tinggi yang mampu mengendalikan kekuatan roh!"Meskipun tubuhnya sudah mengalami kerusakan, kebenciannya sangat mendalam. Dia memang bahan yang sangat cocok untuk dijadikan boneka mayat. Kalian berdua bawa dia ke sini."Mendengar perkataan pria di belakangnya, Yara menyipitkan matanya yang panjang dan indah. Suaranya terdengar menggoda tanpa dibuat-buat sedikit pun."Baik, Master!" Segera, dua pria berbaju hitam maju, mengangkat tubuh Bryan dari dalam kolam, membawanya ke hadapan Yara.Yara berjongkok, mengamati tubuh Bryan tanpa merasa takut atau jijik sedikit pun. Sepertinya, dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Tanpa mendongak, d
"Karena Paman yang memintanya, mana mungkin aku berani menolak? Apa yang membuatmu gelisah? Mungkin kalau diceritakan, aku bisa membantu meringankan beban di hatimu."Saat ini, Bryan masih bergantung pada Kurnia karena dia masih membutuhkan bantuannya untuk kembali ke dunia misterius. Tentu saja, dia tidak berani menolak ajakan Kurnia.Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Kita bicara setelah keluar dari hotel. Di sini terlalu banyak orang, pasti nggak nyaman bicara di sini."Kurnia tidak berbasa-basi, hanya berbalik dan berjalan di depan untuk memimpin jalan. Bryan mengikuti Kurnia keluar dari hotel hingga sampai di kaki Gunung Tisatun, lalu berhenti di depan sebuah kolam dalam yang tak terlihat dasarnya."Paman, bukannya kamu menyuruh Kak Fasahat dan Kak Lior membelikan obat untukku? Tapi, kenapa dua hari ini aku nggak melihat mereka. Ke mana mereka?" tanya Bryan penasaran."Oh, dua bocah itu memang nggak berguna. Entah ke mana mereka pergi. Hari ini aku juga pergi mencari mereka,
"Memangnya apa yang bisa terjadi padaku, Bella? Jangan pikir yang aneh-aneh. Kamu sudah bekerja seharian. Pasti capek, 'kan? Mau aku pijat bahumu atau kakimu?"Merasa diperhatikan oleh Bella, Tirta tidak bisa menahan senyuman. Dia menarik Bella duduk di atas tempat tidur, menunjukkan sikap manisnya."Hah, seharian ke sana ke sini, bahkan makan pun nggak tenang. Menurutmu, aku capek nggak? Untung kamu masih punya hati, bisa peduli padaku. Pijatnya yang pelan ya. Aku takut kamu meremukkan bahuku." Bella bercanda sambil membalikkan badan membelakangi Tirta."Hehehe, tenang saja. Aku janji bakal pelan-pelan!" Tirta berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan, lalu segera kembali.Tangannya diletakkan di atas bahu Bella, lalu perlahan-lahan turun ke kerah bajunya. Merasakan kulitnya begitu lembut, Tirta langsung menyelinapkan tangannya masuk, memijat, meremas, dan menggoda dengan nakal.Bella sampai mengeluarkan erangan manja. "Mmmh ... dasar kamu ini! Aku sudah capek setengah mati, tapi ka
"Bisa, semua ini cuma perkara kecil. Kami berdua pasti bisa menyelesaikannya," ucap Kurnia menangkupkan tangannya. Bahkan, Kimmy yang keras kepala tadi juga berubah sekarang. Dia mengangguk dengan rendah hati."Kalian berdua kembali dulu ke hotel. Tunggu sampai besok pagi. Aku akan langsung ke turnamen bela diri. Kalau butuh bantuan, aku akan mencari kalian lagi."Di dalam hati, Tirta merasa takjub dengan kehebatan Janji Darah. Dia melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Kurnia dan Kimmy pergi.Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Yusril dan Chiko ternyata mengejar mereka.Mereka melihat Tirta baik-baik saja, sementara Kurnia yang hendak pergi justru kehilangan satu lengannya dan tampak jauh lebih tua. Bahkan, Kimmy yang berjalan di belakangnya terlihat lesu seperti kehilangan jiwanya. Ayah dan anak itu terkejut bukan main!"Dik, apa benar ... kamu mengalahkan Kurnia sendiri?" Yusril terperanjat dan begitu terkejut hingga beberapa helai janggutnya ik
Kimmy mulai panik. Dia tidak bisa membuat keputusan. Kimmy berkata kepada Kurnia seraya menangis, "Kakek, apa yang harus kita lakukan? Aku masih muda, aku nggak ingin mati. Kak Azhar masih menungguku."Kimmy menambahkan, "Tapi Kakek, kalau suruh aku jadi budaknya, lebih baik aku mati."Sementara itu, Kurnia juga baru menerobos ke tingkat semi abadi. Umurnya sudah bertambah 50 tahun lebih. Ke depannya, mungkin Kurnia bisa menerobos ke tingkat abadi. Tentu saja dia tidak ingin mati.Setelah ragu-ragu sesaat, akhirnya Kurnia mendesah dan membujuk Kimmy, "Kimmy, aku nggak pernah dengar teknik yang dilancarkan orang ini. Jadi, sangat sulit dihadapi. Aku juga nggak ingin berkompromi, tapi kita harus bertahan hidup."Kurnia meneruskan, "Sebaiknya kita terima saja. Paling-paling ke depannya kita cari kesempatan untuk kembali ke dunia misterius dan jangan kembali ke dunia fana selamanya."Tirta tidak keberatan setelah mendengar percakapan Kurnia dan Kimmy dengan jelas. Dia berujar, "Karena kali
Kurnia memutuskan untuk meminta ampun kepada Tirta, tetapi Tirta tidak berniat melepaskan mereka. Tirta tahu dia pasti celaka jika orang lain tahu teknik rahasianya.Hanya saja, Tirta tidak suka membunuh. Dia memang tidak sanggup membunuh Kurnia dan Kimmy. Akhirnya, Tirta mendesah dan berkata kepada Genta, 'Kak, kamu serap energi di dalam tubuh Kurnia saja. Nanti aku suruh Pak Mauri penjarakan mereka seumur hidup.'Genta menanggapi, "Nggak usah, kamu yang mengalahkan orang ini. Suruh dia jadi budakmu saja. Kalau ke depannya masih ada pesilat kuno yang kuat, aku baru serap energinya."Genta menambahkan, "Lagi pula, kamu bisa memerintahkan Kurnia untuk mencari batu dan obat spiritual di dunia misterius setelah mengendalikannya. Dengan begitu, kamu bisa memenuhi perjanjian di antara kita lebih cepat."Tirta tidak menyangka Genta akan berbicara seperti ini. Bahkan, Genta juga terdengar sedikit bangga.Tirta membalas, 'Suruh Kurnia jadi budakku? Mereka berdua nggak seperti Yusril dan Chiko
Kurnia merasa gusar dan juga takut. Hal ini karena dia tidak pernah melihat teknik yang dilancarkan Tirta.Kimmy juga kaget melihat kejadian yang mendadak ini. Dia segera mengingatkan, "Kakek, cepat lepaskan bajumu untuk memadamkan apinya!""Nggak usah, aku punya cara," timpal Kurnia. Dia memasukkan energi ke lengannya yang terbakar, lalu meninju tanah.Namun, api itu tidak padam sedikit pun setelah Kurnia menarik lengannya. Kurnia segera melepaskan bajunya. Api terus membakar lengan Kurnia. Sepertinya sebentar lagi lengan Kurnia akan gosong.Kurnia terpaksa menahan rasa sakit. Dia mengayunkan tangan kirinya dan memotong lengan kanannya. Kalau api merambat ke seluruh tubuhnya, Kurnia pasti akan mati terbakar.Kurnia memegang luka di lengannya yang patah sambil berteriak, "Sialan! Dasar berengsek! Kalau berani, cepat keluar! Aku pasti akan mencincangmu!"Tirta membalas, "Dasar pria tua sialan! Terus teriak saja! Bagaimanapun, aku juga nggak akan keluar!"Tirta yang bersembunyi di dekat