Tidak ada wanita yang bisa menerima penghinaan seperti ini. Ucapan Aina sungguh keterlaluan! Melati sampai mengepalkan tangannya dan menatap Aina dengan penuh amarah."Sebenarnya kalimat itu lebih cocok untukmu. Aku nggak sepertimu yang murahan dan kotor," ujar Melati."Apa katamu?" Aina minum cukup banyak sehingga agak kesulitan mengendalikan emosinya. Dia mengangkat tangan dan ingin memukul Melati.Saat ini, seorang pria berkaus hitam dan bertato menghampiri. Ada bekas luka yang mengerikan di wajahnya. Pria itu bertanya, "Aina, bukannya kamu cuma ke toilet? Kenapa lama sekali? Aku sudah nggak sabar."Begitu mendekat, pria itu langsung memeras bokong Aina. Ketika melihat kekasihnya, ekspresi Aina pun berubah. Wajah yang tadinya dipenuhi amarah menjadi lembut dan centil."Kak Putro, kenapa kamu baru kemari? Aku ditindas orang lho. Kamu harus membantuku. Wanita ini menabrakku, tapi nggak mau minta maaf. Dia malah bilang aku jual diri di sini," lapor Aina.Ketika mendengar pacarnya ditin
"Dasar jalang ...." Melati memegang kepalanya yang terasa agak pusing sambil kembali ke ruang privat dengan wajah berlinang air mata.Ketika melihat air mata Melati dan bekas tamparan di wajahnya, Tirta segera bertanya, "Kak, kamu kenapa? Siapa yang menamparmu?"Wanita lainnya bergegas menghampiri. Mereka mengambil es batu untuk meredakan sakit Melati. Sambil menangis, Melati menceritakan semua yang terjadi.Tirta sontak murka. Dia meninju dinding di samping hingga muncul retakan di sana. "Berengsek! Beraninya dia menamparmu! Di mana mereka? Aku akan memberi mereka pelajaran!"Melati segera menarik Tirta untuk menahannya. Dia menasihati, "Sudahlah, mereka seharusnya datang ramai-ramai. Kita yang bakal repot kalau mencari masalah dengan mereka. Lagian, ini cuma tamparan biasa. Nggak perlu berlebihan."Tatapan Tirta tampak dingin. Dia membalas, "Ini nggak bisa dibiarkan begitu saja. Karena mereka berani main tangan, mereka harus diberi pelajaran."Nada bicara Tirta terdengar sangat dingi
Putro tidak mengamati Melati dengan baik tadi karena hanya fokus membela Aina. Meskipun wajahnya agak bengkak, pesona yang dipancarkan Melati jelas sangat memikat. Belum lagi kedua payudaranya yang besar itu.Jika dibandingkan dengan gadis muda, wanita dewasa seperti Melati jauh lebih memesona. Melati memang tidak memakai pakaian seksi seperti Aina, tetapi Putro tidak keberatan. Lagi pula, semua wanita sama saja saat bertelanjang.Putro menatap Melati dengan tatapan mesum. Dia terus mengamati dari atas hingga bawah seperti ingin melahap wanita itu.Putro sudah lama tidak melihat wanita secantik Melati. Dia sudah sering melampiaskan hasratnya kepada berbagai wanita, tetapi Melati tetap membuat gairahnya bergejolak.Putro tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang kuning karena keseringan merokok. Pria itu terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Jangan harap aku memberimu penjelasan apa pun. Tapi, kalau kamu bersedia meminjamkan wanita itu kepadaku, aku akan membiarkanmu keluar dengan selamat."
Apalagi wanita cantik seperti Melati. Bagaimana bisa wanita seperti ini masih perawan? Putro mengangguk dengan bersemangat. "Bagus, bagus sekali. Aku harus mendapatkan wanita ini!"Baik itu pesona, tubuh, ataupun paras Melati, semuanya jauh di atas Aina. Aina memang tahu cara melayani pria, tetapi kecantikannya masih kurang.Jika hanya untuk bersenang-senang, Aina memang pilihan yang cocok. Namun, jika bisa memilih, Melati barulah pilihan pertama. Wanita ini bisa membangkitkan hasrat pria dengan mudah.Ekspresi Aina tampak agak masam melihat Putro begitu tertarik pada Melati. Amarah berkecamuk dalam hatinya.Aina selalu kalah dari Melati. Itu sebabnya, dia sangat membenci Melati. Namun, Putro bukan pria baik-baik. Jika Melati jatuh ke tangan maniak seperti Putro, wanita ini pasti akan berakhir tragis, terutama jika Melati menolak bersikap patuh padanya.Takutnya, Melati akan disiksa sampai tewas oleh Putro. Sesudah memikirkan ini, muncul senyuman jahat pada wajah Aina. Keirihatiannya p
Ucapan Tirta membuat semua orang di Aula Raja termangu. Sesaat kemudian, mereka semua tergelak. "Hahaha!"Beberapa bahkan tertawa hingga tidak bisa menegakkan tubuh mereka. Hendro memegang meja sambil mencela, "Haha ... haha .... Aku nggak tahan lagi. Sepertinya ada masalah dengan otak bocah ini. Beraninya dia mengancam kita?""Hahaha .... Kenapa kamu nggak berkaca dulu sih? Dari mana datangnya kepercayaan dirimu untuk mengancam kami?""Apa yang kudengar barusan? Apa ada masalah dengan pendengaranku? Ini lelucon terkonyol! Idiot ini ingin membuatku tertawa sampai mati ya?"Di mata mereka, Tirta seperti semut kecil yang mencoba mengancam gajah. Itu sebabnya, mereka merasa sangat lucu.Seorang pria bertubuh jangkung dengan rongga mata cekung dan wajah pucat bangkit dari kursi. Penampilannya jelas menunjukkan bahwa dia sudah lama kecanduan seks dan alkohol.Pria itu mengejek, "Bocah, kamu nggak tahu diri sekali. Semua orang yang duduk di sini adalah bos. Aku tahu kamu masih muda dan ingin
Melati mengernyit sambil menarik baju Tirta. "Tirta, lupakan saja. Aku cuma ditampar dan nggak sakit lagi. Sebaiknya jangan membesar-besarkan masalah. Kita pergi saja."Melati ingin membujuk Tirta untuk pergi, tetapi Tirta hanya diam saja dengan ekspresi suramnya. Mereka tidak akan tahu bahwa ini adalah ketenangan sebelum badai.Melati hanya bisa pasrah karena gagal membujuk Tirta. Sementara itu, Aina merasa makin bangga melihat situasi ini.Aina terkekeh-kekeh dan berujar, "Hehe. Melati, kalau kamu memang ingin menjual diri, buka saja harga lebih tinggi. Pak Putro sangat baik pada wanita. Kamu bukan cuma akan menjadi wanita seutuhnya, tapi juga bisa makan enak dan belanja sesuka hati.""Kehidupanmu akan jauh lebih baik daripada saat menjadi janda di desa. Ini adalah keinginan para wanita, 'kan? Jadi, untuk apa menolak lagi? Pak Putro kaya kok. Cepat lepaskan bajumu dan kemari. Layani Pak Putro dengan baik."Pembuluh darah di dahi Melati sampai menggembung karena hinaan Aina ini. Dia m
"Hehe, kamu juga mau membantunya?" tanya Tirta sambil mendongak dan menatap bos wanita di sampingnya. Tatapannya itu terlihat sangat tajam, seolah-olah sedang menatap mangsanya."Astaga!" Bos wanita itu bukan orang yang tidak berwawasan. Meskipun begitu, dia tetap terkesiap melihat tatapan Tirta.Tubuhnya terhuyung-huyung. Bos itu mundur beberapa langkah hingga akhirnya terduduk di lantai karena kakinya melemas. Kedua kakinya terbuka dan memperlihatkan celana dalamnya, tetapi dia tidak sempat menghiraukannya lagi.Sementara itu, Hendro yang sudah tidak sabar untuk menyenangkan hati Putro sontak menyerbu ke arah Tirta. Dia menghardik, "Bocah, sebaiknya kamu berhati-hati di kehidupan mendatang. Jangan mengusik orang yang salah lagi!"Prang! Terdengar suara pecahan botol kaca. Namun, yang terjatuh bukan Tirta, melainkan Hendro. Darah pun menyembur dan bercucuran di lantai.Sekujur tubuh Hendro dipenuhi goresan kaca. Rasa sakit yang dahsyat membuat Hendro kesulitan untuk berdiri.Jelas-jel
"Dasar berengsek! Beraninya kamu menampar pacarku! Aku mau kamu mati! Kamu dan Melati pantas mati! Orang kampungan seperti kalian nggak pantas bertindak semena-mena! Pak Putro menawarkan kesempatan untuk jalang itu, tapi kalian malah nggak menghargainya!" pekik Aina.Situasi sudah seperti ini, tetapi Aina masih merasa dirinya benar. Tirta tidak akan sungkan-sungkan dengan wanita jahat seperti ini. Dia tidak peduli Aina adalah kerabat Melati. Lagi pula, tidak ada gunanya memiliki kerabat seperti ini.Serangan Aina tidak mungkin bisa melukai Tirta. Tirta menjulurkan tangannya untuk mencekik leher Aina. Seketika, kaki Aina terangkat dari lantai.Kedua kaki Aina gemetaran. Dia terus meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Tirta. Sementara itu, Tirta masih sibuk menampar Putro dengan tangan yang satu lagi."Kamu kira aku nggak berani memukulmu karena kamu wanita? Aku paling membenci wanita kotor sepertimu. Di mataku, kamu bukan manusia. Kamu bukan cuma menghina Melati, tapi
Bella merapikan rambutnya, lalu buru-buru keluar. Sementara itu, Tirta melihat jam. Sekarang hampir pukul 9 pagi. Masih ada 1 jam lagi sebelum turnamen bela diri dimulai.Tirta segera mandi dan memakai baju. Dia menggunakan alasan yang sama, yaitu membantu Mauri mengurus kasus. Setelah berpamitan dengan Ayu, Tirta keluar dari vila Keluarga Purnomo.Kemarin Tirta sudah berpesan kepada Yusril dan Chiko untuk melindungi Bella dan Ayu. Dengan begitu, Tirta bisa mengikuti turnamen bela diri dengan tenang.Kala ini, Yasmin juga berada di kamar Ayu. Dia mengusap matanya dan menguap. Yasmin bertanya kepada Ayu yang sedang melihat ke luar, "Bibi, apa semalam aku mimpi buruk?"Mendengar ucapan Yasmin, Ayu segera menutup pintu kamar. Jantungnya berdegup kencang. Dia menggigit bibir dan bertanya balik, "Nggak, Yasmin. Apa semalam kamu mendengar sesuatu?"Yasmin memandang Ayu dengan ekspresi polos sembari menjelaskan, "Iya, semalam aku dengar Bibi terus memanggil nama Kakak Guru waktu tidur. Kamu j
Di tengah tidurnya, Ayu merasakan sepasang tangan besar yang panas menjamah tubuhnya. Teknik tangan yang familier itu sontak membangunkannya, membuatnya terus menginginkannya."Tirta, Yasmin ada di sini ...." Karena gelap, Ayu tidak bisa melihat Tirta. Namun, dia bisa merasakan Tirta berada di atasnya.Suhu yang panas membuat napas Ayu memburu. Kedua tangannya memeluk Tirta, menyuruhnya berhenti dengan tidak berdaya.Ayu mengira Tirta tidak akan menginginkannya lagi karena telah melakukannya di siang hari. Siapa sangka, Tirta masih kemari malam-malam begini. Energinya sungguh tak ada habisnya!"Nggak apa-apa, Bi. Dia sudah tidur. Aku akan lebih pelan. Kamu sudah basah lho. Aku tahu kamu menginginkannya, biar aku memuaskanmu." Tirta terkekeh-kekeh, menjulurkan tangan untuk melepaskan pakaian Ayu.Meskipun gelap gulita, di mata Tirta, dia bisa melihat semuanya dengan jelas. Wajah Ayu merah, tatapannya tidak fokus. Wanita ini seperti terkena obat perangsang, membuat Tirta ingin sekali men
Mereka ingin menggali lebih banyak rahasia tentang dunia misterius dari para pesilat tersebut.Sementara itu, perempuan yang memimpin kelompok ini adalah seorang praktisi ilmu mistis yang paling dihormati di seluruh Negara Yumai, baik oleh pejabat tinggi maupun rakyat biasa.Dia adalah Yara dari Keluarga Gomies, seorang wanita dengan kedudukan tinggi yang mampu mengendalikan kekuatan roh!"Meskipun tubuhnya sudah mengalami kerusakan, kebenciannya sangat mendalam. Dia memang bahan yang sangat cocok untuk dijadikan boneka mayat. Kalian berdua bawa dia ke sini."Mendengar perkataan pria di belakangnya, Yara menyipitkan matanya yang panjang dan indah. Suaranya terdengar menggoda tanpa dibuat-buat sedikit pun."Baik, Master!" Segera, dua pria berbaju hitam maju, mengangkat tubuh Bryan dari dalam kolam, membawanya ke hadapan Yara.Yara berjongkok, mengamati tubuh Bryan tanpa merasa takut atau jijik sedikit pun. Sepertinya, dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Tanpa mendongak, d
"Karena Paman yang memintanya, mana mungkin aku berani menolak? Apa yang membuatmu gelisah? Mungkin kalau diceritakan, aku bisa membantu meringankan beban di hatimu."Saat ini, Bryan masih bergantung pada Kurnia karena dia masih membutuhkan bantuannya untuk kembali ke dunia misterius. Tentu saja, dia tidak berani menolak ajakan Kurnia.Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Kita bicara setelah keluar dari hotel. Di sini terlalu banyak orang, pasti nggak nyaman bicara di sini."Kurnia tidak berbasa-basi, hanya berbalik dan berjalan di depan untuk memimpin jalan. Bryan mengikuti Kurnia keluar dari hotel hingga sampai di kaki Gunung Tisatun, lalu berhenti di depan sebuah kolam dalam yang tak terlihat dasarnya."Paman, bukannya kamu menyuruh Kak Fasahat dan Kak Lior membelikan obat untukku? Tapi, kenapa dua hari ini aku nggak melihat mereka. Ke mana mereka?" tanya Bryan penasaran."Oh, dua bocah itu memang nggak berguna. Entah ke mana mereka pergi. Hari ini aku juga pergi mencari mereka,
"Memangnya apa yang bisa terjadi padaku, Bella? Jangan pikir yang aneh-aneh. Kamu sudah bekerja seharian. Pasti capek, 'kan? Mau aku pijat bahumu atau kakimu?"Merasa diperhatikan oleh Bella, Tirta tidak bisa menahan senyuman. Dia menarik Bella duduk di atas tempat tidur, menunjukkan sikap manisnya."Hah, seharian ke sana ke sini, bahkan makan pun nggak tenang. Menurutmu, aku capek nggak? Untung kamu masih punya hati, bisa peduli padaku. Pijatnya yang pelan ya. Aku takut kamu meremukkan bahuku." Bella bercanda sambil membalikkan badan membelakangi Tirta."Hehehe, tenang saja. Aku janji bakal pelan-pelan!" Tirta berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan, lalu segera kembali.Tangannya diletakkan di atas bahu Bella, lalu perlahan-lahan turun ke kerah bajunya. Merasakan kulitnya begitu lembut, Tirta langsung menyelinapkan tangannya masuk, memijat, meremas, dan menggoda dengan nakal.Bella sampai mengeluarkan erangan manja. "Mmmh ... dasar kamu ini! Aku sudah capek setengah mati, tapi ka
"Bisa, semua ini cuma perkara kecil. Kami berdua pasti bisa menyelesaikannya," ucap Kurnia menangkupkan tangannya. Bahkan, Kimmy yang keras kepala tadi juga berubah sekarang. Dia mengangguk dengan rendah hati."Kalian berdua kembali dulu ke hotel. Tunggu sampai besok pagi. Aku akan langsung ke turnamen bela diri. Kalau butuh bantuan, aku akan mencari kalian lagi."Di dalam hati, Tirta merasa takjub dengan kehebatan Janji Darah. Dia melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Kurnia dan Kimmy pergi.Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Yusril dan Chiko ternyata mengejar mereka.Mereka melihat Tirta baik-baik saja, sementara Kurnia yang hendak pergi justru kehilangan satu lengannya dan tampak jauh lebih tua. Bahkan, Kimmy yang berjalan di belakangnya terlihat lesu seperti kehilangan jiwanya. Ayah dan anak itu terkejut bukan main!"Dik, apa benar ... kamu mengalahkan Kurnia sendiri?" Yusril terperanjat dan begitu terkejut hingga beberapa helai janggutnya ik
Kimmy mulai panik. Dia tidak bisa membuat keputusan. Kimmy berkata kepada Kurnia seraya menangis, "Kakek, apa yang harus kita lakukan? Aku masih muda, aku nggak ingin mati. Kak Azhar masih menungguku."Kimmy menambahkan, "Tapi Kakek, kalau suruh aku jadi budaknya, lebih baik aku mati."Sementara itu, Kurnia juga baru menerobos ke tingkat semi abadi. Umurnya sudah bertambah 50 tahun lebih. Ke depannya, mungkin Kurnia bisa menerobos ke tingkat abadi. Tentu saja dia tidak ingin mati.Setelah ragu-ragu sesaat, akhirnya Kurnia mendesah dan membujuk Kimmy, "Kimmy, aku nggak pernah dengar teknik yang dilancarkan orang ini. Jadi, sangat sulit dihadapi. Aku juga nggak ingin berkompromi, tapi kita harus bertahan hidup."Kurnia meneruskan, "Sebaiknya kita terima saja. Paling-paling ke depannya kita cari kesempatan untuk kembali ke dunia misterius dan jangan kembali ke dunia fana selamanya."Tirta tidak keberatan setelah mendengar percakapan Kurnia dan Kimmy dengan jelas. Dia berujar, "Karena kali
Kurnia memutuskan untuk meminta ampun kepada Tirta, tetapi Tirta tidak berniat melepaskan mereka. Tirta tahu dia pasti celaka jika orang lain tahu teknik rahasianya.Hanya saja, Tirta tidak suka membunuh. Dia memang tidak sanggup membunuh Kurnia dan Kimmy. Akhirnya, Tirta mendesah dan berkata kepada Genta, 'Kak, kamu serap energi di dalam tubuh Kurnia saja. Nanti aku suruh Pak Mauri penjarakan mereka seumur hidup.'Genta menanggapi, "Nggak usah, kamu yang mengalahkan orang ini. Suruh dia jadi budakmu saja. Kalau ke depannya masih ada pesilat kuno yang kuat, aku baru serap energinya."Genta menambahkan, "Lagi pula, kamu bisa memerintahkan Kurnia untuk mencari batu dan obat spiritual di dunia misterius setelah mengendalikannya. Dengan begitu, kamu bisa memenuhi perjanjian di antara kita lebih cepat."Tirta tidak menyangka Genta akan berbicara seperti ini. Bahkan, Genta juga terdengar sedikit bangga.Tirta membalas, 'Suruh Kurnia jadi budakku? Mereka berdua nggak seperti Yusril dan Chiko
Kurnia merasa gusar dan juga takut. Hal ini karena dia tidak pernah melihat teknik yang dilancarkan Tirta.Kimmy juga kaget melihat kejadian yang mendadak ini. Dia segera mengingatkan, "Kakek, cepat lepaskan bajumu untuk memadamkan apinya!""Nggak usah, aku punya cara," timpal Kurnia. Dia memasukkan energi ke lengannya yang terbakar, lalu meninju tanah.Namun, api itu tidak padam sedikit pun setelah Kurnia menarik lengannya. Kurnia segera melepaskan bajunya. Api terus membakar lengan Kurnia. Sepertinya sebentar lagi lengan Kurnia akan gosong.Kurnia terpaksa menahan rasa sakit. Dia mengayunkan tangan kirinya dan memotong lengan kanannya. Kalau api merambat ke seluruh tubuhnya, Kurnia pasti akan mati terbakar.Kurnia memegang luka di lengannya yang patah sambil berteriak, "Sialan! Dasar berengsek! Kalau berani, cepat keluar! Aku pasti akan mencincangmu!"Tirta membalas, "Dasar pria tua sialan! Terus teriak saja! Bagaimanapun, aku juga nggak akan keluar!"Tirta yang bersembunyi di dekat