"Aku pernah ke sana sama teman-teman sekelasku sebelumnya, memang seru sekali. Omong-omong, aku juga ingin main ke sana lagi. Karena Tirta dapat hadiah sebanyak itu, ayo kita ke sana saja!" usul Nabila.Melihat tampang mereka yang kegirangan, Tirta tersenyum semringah.Sekitar sejam kemudian, Tirta mengemudikan mobilnya membawa beberapa wanita itu ke sebuah restoran termewah di kota, Restoran Ekuilateral."Kalau mau makan, tentu saja kita harus makan yang terbaik! Kalian nggak usah sungkan hari ini. Kita harus bersenang-senang sampai puas."Mendengar itu, para wanita itu pun tersenyum dan mengangguk, lalu masuk ke Restoran Ekuilateral bersama Tirta.Mereka memang sudah mempersiapkan diri sebelumnya, mengetahui bahwa Restoran Ekuilateral adalah restoran terbaik di kota dengan tarif yang pastinya tidak murah. Meskipun demikian, mereka tetap saja merasa terkejut ketika melihat harga di menu saat memesan makanan. Harga semua makanan di sini setara dengan biaya hidup mereka selama beberapa
Melihat beberapa pria yang tiba-tiba muncul dengan tubuh yang dipenuhi bau alkohol, Nabila dan wanita lainnya seketika mengerutkan alis. Ditambah lagi, Dika melihat mereka dengan tatapan mesum sehingga membuat mereka semakin waspada.Sementara itu, Dika bahkan berjalan ke sisi Arum sambil memegang segelas anggur putih. Dia meletakkan tangannya di sandaran kursi Arum, seolah-olah ingin menunjukkan pesonanya sebagai seorang pria.Arum mengernyit, lalu bergeser ke arah yang berlawanan secara refleks. Sorot matanya dipenuhi rasa jijik dan waspada yang terlihat jelas.Nabila berkata dengan ekspresi muak, "Maaf, kami nggak ingin kenalan denganmu. Kami sedang makan sekarang, ini adalah acara keluarga. Sebaiknya kamu kembali ke tempatmu."Menghadapi penolakan seperti itu, Dika tidak merasa tersinggung. Sebaliknya, dia duduk dengan angkuh sambil sengaja menggerakkan pergelangan tangannya untuk memamerkan jam tangan emas Rolex-nya.Selain itu, dia juga menonjolkan kalung emas besar yang tergantu
Arum dan lainnya benar-benar membenci pria gendut yang menyombongkan diri sejak tadi. Arum langsung berucap, "Nggak perlu. Aku nggak tertarik dengan barang-barang nggak penting seperti ini. Lagian, Tirta sudah sering membawa kami makan makanan enak."Sudut bibir Dika berkedut melihat sikap angkuh Arum. Ekspresinya tampak agak canggung. Dia tidak mengerti mengapa trik mereka yang biasanya selalu berhasil bisa gagal hari ini.Tirta menatap Dika yang berani menggoda secara terang-terangan di hadapannya. Ekspresinya pun dipenuhi penghinaan. Pria ini ingin merebut wanita-wanitanya dengan uang? Hehe!Plak .... Tirta membanting sebuah barang kecil ke atas meja. Itu adalah kunci mobil yang ukurannya tidak besar. Hanya saja, kunci mobil itu berhasil membuat Dika dan lainnya tidak bisa berkata-kata.Bagaimanapun, mereka bukan orang yang tidak berwawasan. Hanya dengan melihat sekilas, mereka tahu bahwa itu adalah kunci mobil Maybach.Harga mobil Maybach berkisar antara 10 miliar hingga 20 miliar.
"Jangan sampai selera makan kalian hilang karena orang-orang seperti itu. Kita bakal makan enak nanti," ujar Tirta yang hanya menatap sekelompok orang yang melarikan diri itu.Kemudian, Tirta menoleh kembali dan menatap para wanita di depannya. Dia hanya tertarik pada makanan mewah yang akan dimakannya nanti. Bagaimanapun, ini pertama kalinya dia memesan makanan semewah dan semahal itu.Segera, set menu yang dipesan oleh Tirta disajikan. Nabila dan lainnya pun termangu melihat semua makanan itu."Ayo, makan. Makanan ini lebih enak kalau dimakan panas-panas. Kalau dingin, nanti rasanya nggak enak lagi," ucap Tirta.Para wanita itu menatap Tirta dengan sorot mata menyalahkan. Melati berkata, "Kamu boros sekali. Kalau makan makanan yang lebih murah, kita bisa makan bertahun-tahun dengan uang itu. Kamu boleh menikmati hidup, tapi jangan menghamburkan uang sebanyak ini."Ayu turut menasihati, "Benar, yang penting kita semua bisa hidup tenang. Kalau nggak mengelola keuangan sendiri dengan ba
Jika ada yang sudut bibirnya kotor karena makanan, Bram akan langsung menyodorkan serbet. Dengan demikian, Tirta dan lainnya merasa sangat nyaman karena pelayanan yang diberikan Bram.Beberapa saat kemudian, makanan di meja akhirnya tersisa sedikit. Nabila beserdawa, lalu meregangkan pinggangnya dan berkata, "Duh, kenyang sekali. Set menu ini benar-benar enak. Aku akan mulai diet setelah makan ini. Kalau nggak, nanti aku gendut."Nabila mengelus perutnya yang tetap rata meskipun kekenyangan. Tirta menyeka bibirnya sambil menyahut, "Hehe, kamu nggak gendut kok. Setelah makan, kita pergi karaoke saja."Ayu, Arum, dan Melati tampak malu-malu. Sementara itu, Nabila mengangkat tangannya sambil berseru dengan antusias, "Ide bagus! Asal kamu tahu saja, nyanyianku sangat merdu. Aku pernah menang lomba di sekolah lho!"Sekelompok orang itu pun meninggalkan restoran. Di depan pintu, Bram memimpin para staf untuk memberi hormat kepada Tirta."Terima kasih sudah berkunjung. Kami pasti akan mempert
"Uhuk, uhuk. Ternyata begini KTV di kota? Pantas saja, banyak orang yang suka kemari," gumam Tirta. Dia tidak bisa menahan kegembiraannya saat melihat dekorasi ruangan ini. Darah di tubuhnya seolah-olah bergejolak hebat.Foto-foto itu terlalu menggoda. Para wanita di foto tampak sangat seksi dengan tubuh telanjang mereka. Pose mereka pun membuat kemaluan Tirta menegang."Tirta, apa-apaan ini? Memalukan sekali ...." Nabila dan lainnya tidak berani menatap foto-foto itu. Mereka tidak pernah datang ke tempat seperti ini."Apa kita perlu ganti ruangan?" usul Tirta saat melihat para wanita itu tidak bisa menerima ruangan ini.Melati menyahut dengan wajah tersipu, "Nggak perlu lagi. Ruangan ini cukup tenang, apalagi kedap suara. Kita bisa bersenang-senang sepuasnya. Lagi pula, kita nggak berniat melakukan hal-hal aneh. Anggap saja kita nggak melihat foto-foto itu."Wanita lainnya pun mengangguk dengan malu. Tirta berkata, "Hehe. Ya sudah, kita akan bersenang-senang di sini."Tirta memesan be
Suara mereka semua sangat merdu. Namun, jika dibandingkan dengan Arum, mereka masih kalah sedikit.Ketika berduet dengan Melati, Nabila ingin menggodanya. Dia sengaja menyanyikan nada yang salah supaya Melati kebingungan dan tidak bisa menyanyikan nada yang benar.Melati pun menegur dengan jengkel, "Kamu jangan sengaja begini dong. Aku memang nggak bisa nyanyi. Malu-maluin saja."Nabila tersenyum nakal melihat kekesalan Melati ini. Setelah bernyanyi sekitar 2 jam, Melati yang minum kebanyakan berkata, "Aku ke toilet dulu."Melati mendorong pintu dan keluar. Staf membawanya ke toilet wanita yang berada di dekat ruang privat.Selesai buang air kecil, Melati mencuci tangan dan merapikan rambutnya. Ketika hendak keluar, seorang wanita yang memakai sepatu hak tinggi dan rok mini payet berwarna hitam tiba-tiba menabraknya. Riasan wajah wanita itu pun tampak sangat tebal."Aduh .... Kamu nggak punya mata ya?" bentak wanita itu dengan suara melengking.Melati yang gusar pun menghardik, "Jelas-
Tidak ada wanita yang bisa menerima penghinaan seperti ini. Ucapan Aina sungguh keterlaluan! Melati sampai mengepalkan tangannya dan menatap Aina dengan penuh amarah."Sebenarnya kalimat itu lebih cocok untukmu. Aku nggak sepertimu yang murahan dan kotor," ujar Melati."Apa katamu?" Aina minum cukup banyak sehingga agak kesulitan mengendalikan emosinya. Dia mengangkat tangan dan ingin memukul Melati.Saat ini, seorang pria berkaus hitam dan bertato menghampiri. Ada bekas luka yang mengerikan di wajahnya. Pria itu bertanya, "Aina, bukannya kamu cuma ke toilet? Kenapa lama sekali? Aku sudah nggak sabar."Begitu mendekat, pria itu langsung memeras bokong Aina. Ketika melihat kekasihnya, ekspresi Aina pun berubah. Wajah yang tadinya dipenuhi amarah menjadi lembut dan centil."Kak Putro, kenapa kamu baru kemari? Aku ditindas orang lho. Kamu harus membantuku. Wanita ini menabrakku, tapi nggak mau minta maaf. Dia malah bilang aku jual diri di sini," lapor Aina.Ketika mendengar pacarnya ditin
Melihat respons Lutfi, Shinta tertawa dan mengomentari, "Kak Lutfi, apa Kak Tirta lebih hebat darimu?"Lutfi menyahut, "Bukan cuma lebih hebat dariku. Bahkan, guruku juga nggak berhasil melatih Tinju Harimau Ganas seperti Tirta."Lutfi yang penasaran bertanya, "Tirta, katakan dengan jujur, apa sebelumnya kamu sudah pernah berlatih Tinju Harimau Ganas? Aku baru saja memberimu buku-buku itu."Tirta yang merasa antusias menjawab, "Kak Lutfi, kamu salah paham. Sebelum kamu memberiku buku-buku itu, aku nggak pernah berlatih ilmu bela diri. Kemarin aku cuma melihatnya sekilas, aku juga nggak menyangka bisa menguasainya. Apa aku benar-benar lebih hebat dari gurumu?"Lutfi menanggapi dengan ekspresi kaget, "Kamu cuma melihatnya sekilas? Tirta, sepertinya kamu itu memang genius langka dalam dunia bela diri. Tinju Harimau Ganas ini memang terdengar biasa saja. Tapi, dibandingkan teknik lain dari buku-buku yang kuberikan padamu, Tinju Harimau Ganas paling sulit dilatih."Lutfi meneruskan, "Guruku
Sebelum Niko sempat bicara, Lutfi menunjuk Karsa sambil marah-marah, "Sepertinya kamu masih nggak menyesali perbuatanmu! Awalnya kamu cuma dijatuhi hukuman tembak mati! Kalau kamu nggak takut mati, aku rasa lebih baik kamu dipenjara seumur hidup seperti dia!"Tindakan Lutfi sudah melanggar perintah Saba, tetapi seharusnya Saba tidak akan menyalahkan Lutfi. Sementara itu, Pinot sudah gila. Dia baru berusia 40-an tahun, tetapi harus menghabiskan sisa hidupnya di penjara.Ekspresi Ladim menjadi masam setelah mendengar ucapan Lutfi. Dia berseru, "Apa? Aku nggak mau dihukum seperti dia! Aku mohon, bunuh aku!"Jika tahu dirinya akan berakhir tragis, tadi Ladim pasti tidak akan berbicara. Sayangnya, semua sudah terlambat.Akhirnya, Ladim dan lainnya pun dipenjara. Niko baru tertawa terbahak-bahak, lalu pergi ke kantor Susanti.Setelah mendengar laporan Niko, Susanti tersenyum dan menanggapi, "Mereka memang pantas dihukum! Kalau mereka itu pemimpin yang memedulikan rakyat, mereka nggak akan be
Biasanya Saba memang terlihat ramah, tetapi dia tidak akan memaafkan orang-orang seperti Ladim dan lainnya yang melakukan perbuatan keji.Begitu Saba melontarkan ucapannya, Ladim dan lainnya sangat terpukul. Biarpun mereka terus memohon kepada Saba, Lutfi juga tidak peduli. Dia memimpin anggotanya untuk membawa Ladim dan lainnya keluar dari klinik."Mereka memang pantas dihukum!" celetuk Tirta. Dia yang merasa puas memandang Saba sembari bertanya, "Kak Saba, sebenarnya ada yang mau kutanyakan."Saba kembali tersenyum. Dia menyahut, "Tirta, kamu langsung bilang saja. Nggak usah sungkan."Tirta mengungkapkan kebingungannya, "Bukannya kemarin kamu bilang sudah pensiun dan nggak punya jabatan apa pun lagi? Kenapa sekarang aku merasa kamu tetap berkuasa? Kamu nggak kelihatan seperti kehilangan jabatan."Saba tertawa, lalu menjelaskan, "Tirta, ini semua berkat kamu. Sebenarnya aku nggak berniat memberitahumu. Tapi, aku akan bicara jujur karena kamu sudah bertanya."Saba meneruskan, "Awalnya
Ladim sungguh emosional sekarang. Dia menerjang ke arah Karsa dan menghajarnya. Dia ingin sekali menembak mati Karsa sekarang juga!"Karsa, akan kuhabisi kamu! Matilah kamu! Beraninya kamu menipuku untuk melawan teman Pak Saba! Kamu harus mati!"Pinot yang murka dan takut juga menyerbu ke arah Karsa dan menghajarnya habis-habisan."Ah ... ah .... Tolong berhenti! Aku nggak tahu dia teman Pak Saba!" teriak Karsa dengan kesakitan. Bagaimanapun, dia masih belum pulih dari cedera sebelumnya. Dia hampir tewas dibuat Ladim dan Pinot."Bagus, bagus sekali." Tirta menonton dengan seru, bahkan bertepuk tangan."Sialan! Kalau nggak ada Pak Saba, kamu bukan siapa-siapa!" Karsa memelototi Tirta dengan tatapan penuh kebencian dan keengganan."Kamu benar, kamu hebat. Tapi, asal kamu tahu, kalau bukan karena ada hukum di negara ini, kamu pasti sudah kubunuh kemarin. Kamu kira aku takut padamu?" sahut Tirta dengan suara rendah sambil maju. Tatapannya terlihat dingin.Seketika, jantung Karsa seperti be
"Hehe, jadi kamu Tirta ya? Masih muda dan cuma rakyat jelata, tapi berani menyuruhku masuk untuk menemuimu? Benar-benar nggak tahu diri!" Setelah memasuki klinik, Pinot menatap Tirta dengan tatapan tajam. Sikapnya terlihat seperti pejabat tinggi yang penuh wibawa."Ayah Angkat, dia Tirta. Jangan lepaskan dia begitu saja! Tirta, ayah angkatku sudah datang. Kamu akan berakhir tragis. Setahun lagi akan menjadi hari peringatan kematianmu!" Karsa yang dibawa masuk langsung dipenuhi api kebencian setelah melihat Tirta. Setelah berbicara kepada Pinot, dia berteriak dengan marah kepada Tirta."Kamu ayah angkat Karsa? Huh, sudah tua dan mau mati, tapi masih saja bodoh. Pendiri negara, Pak Saba, ada di sini. Kamu malah berani sesombong ini?" Tirta sama sekali tidak peduli dengan Karsa, melainkan menatap Pinot dan tersenyum dingin."Pak Saba? Saba Dinata? Hahaha, kenapa nggak bilang dia raja saja? Kamu ini cuma orang kampung yang picik. Atas dasar apa kamu mengenal orang sehebat Pak Saba?" Pinot
"Bu ... buset! Me ... mereka punya pistol!" Begitu melihat perubahan situasi yang mendadak, orang-orang itu pun terkesiap.Apalagi, aura yang dipancarkan oleh para pengawal Nagamas itu dipenuhi niat membunuh. Mereka ketakutan hingga memucat dan sekujur tubuh gemetar. Seketika, tidak ada yang berani bergerak.Saat ini, terdengar suara santai seseorang. "Aku Tirta. Beri tahu bos kalian, kalau mau menemuiku, suruh dia masuk sendiri. Mau aku yang keluar? Dia nggak pantas!"Tirta menyesap tehnya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan."Ya, cuma wali kota rendahan. Atas dasar apa dia menyuruh Kak Tirta keluar menemuinya? Dia saja yang merangkak masuk!" ucap Shinta yang memeluk anak harimau."Kita keluar!" Para bawahan itu tidak berani membantah karena mereka dibidik dengan pistol. Mereka berlari keluar dengan ketakutan."Hm? Aku suruh kalian bawa Tirta keluar. Kenapa kalian malah keluar secepat ini?" tanya Pinot dengan kesal saat melihat bawahannya keluar dengan tangan kosong."Ayah Angkat
Semua orang mengikuti arah pandang Pinot. Begitu melihatnya, mereka semua terkejut. Bagaimana bisa mobil dengan plat nomor ibu kota muncul di tempat terpencil seperti ini?Bahkan, mobil yang berada di paling depan punya plat nomor yang begitu istimewa, A99999! Jelas, pemilik mobil ini bukan orang biasa!"Pak Pinot, aku rasa kamu berlebihan. Orang-orang di ibu kota itu nggak mungkin datang ke tempat jelek seperti ini. Ini nggak masuk akal. Mungkin saja, ini rekayasa Tirta. Jangan menakuti diri sendiri," ucap Ladim sambil tersenyum tipis setelah terpikir akan kemungkinan ini."Masuk akal. Kalau Tirta kenal tokoh besar di ibu kota, mana mungkin dia masih tinggal di tempat bobrok seperti ini?""Ayah Angkat, dia mungkin tahu kita bakal kemari untuk balas dendam. Dia takut, makanya ingin menakuti kita dengan cara seperti ini. Kamu jangan tertipu," ujar Karsa yang ingin sekali membalas dendam."Seharusnya begitu. Huh! Bocah ini licik juga! Kalian semua, masuk dan tangkap dia!" Setelah menghel
"Pak Ladim, kalau kamu suka, kita bisa pindahkan dia ke Kota Lais supaya lebih dekat. Setelah kamu menundukkannya, jangan lupa kirim ke tempatku.""Ya, aku memang punya rencana seperti itu." Ladim tertawa terbahak-bahak.Saat ini, tenaga Karsa telah pulih banyak. Tatapannya dipenuhi kebencian. Dia mengertakkan gigi sambil berkata dengan susah payah, "Ayah Angkat, akhirnya kamu datang. Aku jadi cacat gara-gara mereka. Gimana aku bisa berbakti padamu di kemudian hari?""Kamu harus membantuku membalas dendam! Kalau nggak, aku nggak bakal bisa tenang seumur hidup!""Sebenarnya siapa yang membuatmu jadi begini? Kejam sekali." Pinot baru memperhatikan penampilan tragis Karsa. Bukan hanya patah tangan dan kaki, tetapi kelima jari di tangan kiri juga putus.Pinot tak kuasa menarik napas dalam-dalam saking terkejutnya. Kondisi Harto juga sama tragisnya."Nama bocah itu Tirta! Kami bertemu di kota kecil sekitar. Bukan cuma aku, tapi adikku juga! Ayah Angkat, Pak Ladim, kalian harus membalaskan d
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan