"Jangan sampai selera makan kalian hilang karena orang-orang seperti itu. Kita bakal makan enak nanti," ujar Tirta yang hanya menatap sekelompok orang yang melarikan diri itu.Kemudian, Tirta menoleh kembali dan menatap para wanita di depannya. Dia hanya tertarik pada makanan mewah yang akan dimakannya nanti. Bagaimanapun, ini pertama kalinya dia memesan makanan semewah dan semahal itu.Segera, set menu yang dipesan oleh Tirta disajikan. Nabila dan lainnya pun termangu melihat semua makanan itu."Ayo, makan. Makanan ini lebih enak kalau dimakan panas-panas. Kalau dingin, nanti rasanya nggak enak lagi," ucap Tirta.Para wanita itu menatap Tirta dengan sorot mata menyalahkan. Melati berkata, "Kamu boros sekali. Kalau makan makanan yang lebih murah, kita bisa makan bertahun-tahun dengan uang itu. Kamu boleh menikmati hidup, tapi jangan menghamburkan uang sebanyak ini."Ayu turut menasihati, "Benar, yang penting kita semua bisa hidup tenang. Kalau nggak mengelola keuangan sendiri dengan ba
Jika ada yang sudut bibirnya kotor karena makanan, Bram akan langsung menyodorkan serbet. Dengan demikian, Tirta dan lainnya merasa sangat nyaman karena pelayanan yang diberikan Bram.Beberapa saat kemudian, makanan di meja akhirnya tersisa sedikit. Nabila beserdawa, lalu meregangkan pinggangnya dan berkata, "Duh, kenyang sekali. Set menu ini benar-benar enak. Aku akan mulai diet setelah makan ini. Kalau nggak, nanti aku gendut."Nabila mengelus perutnya yang tetap rata meskipun kekenyangan. Tirta menyeka bibirnya sambil menyahut, "Hehe, kamu nggak gendut kok. Setelah makan, kita pergi karaoke saja."Ayu, Arum, dan Melati tampak malu-malu. Sementara itu, Nabila mengangkat tangannya sambil berseru dengan antusias, "Ide bagus! Asal kamu tahu saja, nyanyianku sangat merdu. Aku pernah menang lomba di sekolah lho!"Sekelompok orang itu pun meninggalkan restoran. Di depan pintu, Bram memimpin para staf untuk memberi hormat kepada Tirta."Terima kasih sudah berkunjung. Kami pasti akan mempert
"Uhuk, uhuk. Ternyata begini KTV di kota? Pantas saja, banyak orang yang suka kemari," gumam Tirta. Dia tidak bisa menahan kegembiraannya saat melihat dekorasi ruangan ini. Darah di tubuhnya seolah-olah bergejolak hebat.Foto-foto itu terlalu menggoda. Para wanita di foto tampak sangat seksi dengan tubuh telanjang mereka. Pose mereka pun membuat kemaluan Tirta menegang."Tirta, apa-apaan ini? Memalukan sekali ...." Nabila dan lainnya tidak berani menatap foto-foto itu. Mereka tidak pernah datang ke tempat seperti ini."Apa kita perlu ganti ruangan?" usul Tirta saat melihat para wanita itu tidak bisa menerima ruangan ini.Melati menyahut dengan wajah tersipu, "Nggak perlu lagi. Ruangan ini cukup tenang, apalagi kedap suara. Kita bisa bersenang-senang sepuasnya. Lagi pula, kita nggak berniat melakukan hal-hal aneh. Anggap saja kita nggak melihat foto-foto itu."Wanita lainnya pun mengangguk dengan malu. Tirta berkata, "Hehe. Ya sudah, kita akan bersenang-senang di sini."Tirta memesan be
Suara mereka semua sangat merdu. Namun, jika dibandingkan dengan Arum, mereka masih kalah sedikit.Ketika berduet dengan Melati, Nabila ingin menggodanya. Dia sengaja menyanyikan nada yang salah supaya Melati kebingungan dan tidak bisa menyanyikan nada yang benar.Melati pun menegur dengan jengkel, "Kamu jangan sengaja begini dong. Aku memang nggak bisa nyanyi. Malu-maluin saja."Nabila tersenyum nakal melihat kekesalan Melati ini. Setelah bernyanyi sekitar 2 jam, Melati yang minum kebanyakan berkata, "Aku ke toilet dulu."Melati mendorong pintu dan keluar. Staf membawanya ke toilet wanita yang berada di dekat ruang privat.Selesai buang air kecil, Melati mencuci tangan dan merapikan rambutnya. Ketika hendak keluar, seorang wanita yang memakai sepatu hak tinggi dan rok mini payet berwarna hitam tiba-tiba menabraknya. Riasan wajah wanita itu pun tampak sangat tebal."Aduh .... Kamu nggak punya mata ya?" bentak wanita itu dengan suara melengking.Melati yang gusar pun menghardik, "Jelas-
Tidak ada wanita yang bisa menerima penghinaan seperti ini. Ucapan Aina sungguh keterlaluan! Melati sampai mengepalkan tangannya dan menatap Aina dengan penuh amarah."Sebenarnya kalimat itu lebih cocok untukmu. Aku nggak sepertimu yang murahan dan kotor," ujar Melati."Apa katamu?" Aina minum cukup banyak sehingga agak kesulitan mengendalikan emosinya. Dia mengangkat tangan dan ingin memukul Melati.Saat ini, seorang pria berkaus hitam dan bertato menghampiri. Ada bekas luka yang mengerikan di wajahnya. Pria itu bertanya, "Aina, bukannya kamu cuma ke toilet? Kenapa lama sekali? Aku sudah nggak sabar."Begitu mendekat, pria itu langsung memeras bokong Aina. Ketika melihat kekasihnya, ekspresi Aina pun berubah. Wajah yang tadinya dipenuhi amarah menjadi lembut dan centil."Kak Putro, kenapa kamu baru kemari? Aku ditindas orang lho. Kamu harus membantuku. Wanita ini menabrakku, tapi nggak mau minta maaf. Dia malah bilang aku jual diri di sini," lapor Aina.Ketika mendengar pacarnya ditin
"Dasar jalang ...." Melati memegang kepalanya yang terasa agak pusing sambil kembali ke ruang privat dengan wajah berlinang air mata.Ketika melihat air mata Melati dan bekas tamparan di wajahnya, Tirta segera bertanya, "Kak, kamu kenapa? Siapa yang menamparmu?"Wanita lainnya bergegas menghampiri. Mereka mengambil es batu untuk meredakan sakit Melati. Sambil menangis, Melati menceritakan semua yang terjadi.Tirta sontak murka. Dia meninju dinding di samping hingga muncul retakan di sana. "Berengsek! Beraninya dia menamparmu! Di mana mereka? Aku akan memberi mereka pelajaran!"Melati segera menarik Tirta untuk menahannya. Dia menasihati, "Sudahlah, mereka seharusnya datang ramai-ramai. Kita yang bakal repot kalau mencari masalah dengan mereka. Lagian, ini cuma tamparan biasa. Nggak perlu berlebihan."Tatapan Tirta tampak dingin. Dia membalas, "Ini nggak bisa dibiarkan begitu saja. Karena mereka berani main tangan, mereka harus diberi pelajaran."Nada bicara Tirta terdengar sangat dingi
Putro tidak mengamati Melati dengan baik tadi karena hanya fokus membela Aina. Meskipun wajahnya agak bengkak, pesona yang dipancarkan Melati jelas sangat memikat. Belum lagi kedua payudaranya yang besar itu.Jika dibandingkan dengan gadis muda, wanita dewasa seperti Melati jauh lebih memesona. Melati memang tidak memakai pakaian seksi seperti Aina, tetapi Putro tidak keberatan. Lagi pula, semua wanita sama saja saat bertelanjang.Putro menatap Melati dengan tatapan mesum. Dia terus mengamati dari atas hingga bawah seperti ingin melahap wanita itu.Putro sudah lama tidak melihat wanita secantik Melati. Dia sudah sering melampiaskan hasratnya kepada berbagai wanita, tetapi Melati tetap membuat gairahnya bergejolak.Putro tersenyum lebar, memperlihatkan giginya yang kuning karena keseringan merokok. Pria itu terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Jangan harap aku memberimu penjelasan apa pun. Tapi, kalau kamu bersedia meminjamkan wanita itu kepadaku, aku akan membiarkanmu keluar dengan selamat."
Apalagi wanita cantik seperti Melati. Bagaimana bisa wanita seperti ini masih perawan? Putro mengangguk dengan bersemangat. "Bagus, bagus sekali. Aku harus mendapatkan wanita ini!"Baik itu pesona, tubuh, ataupun paras Melati, semuanya jauh di atas Aina. Aina memang tahu cara melayani pria, tetapi kecantikannya masih kurang.Jika hanya untuk bersenang-senang, Aina memang pilihan yang cocok. Namun, jika bisa memilih, Melati barulah pilihan pertama. Wanita ini bisa membangkitkan hasrat pria dengan mudah.Ekspresi Aina tampak agak masam melihat Putro begitu tertarik pada Melati. Amarah berkecamuk dalam hatinya.Aina selalu kalah dari Melati. Itu sebabnya, dia sangat membenci Melati. Namun, Putro bukan pria baik-baik. Jika Melati jatuh ke tangan maniak seperti Putro, wanita ini pasti akan berakhir tragis, terutama jika Melati menolak bersikap patuh padanya.Takutnya, Melati akan disiksa sampai tewas oleh Putro. Sesudah memikirkan ini, muncul senyuman jahat pada wajah Aina. Keirihatiannya p
Bella merapikan rambutnya, lalu buru-buru keluar. Sementara itu, Tirta melihat jam. Sekarang hampir pukul 9 pagi. Masih ada 1 jam lagi sebelum turnamen bela diri dimulai.Tirta segera mandi dan memakai baju. Dia menggunakan alasan yang sama, yaitu membantu Mauri mengurus kasus. Setelah berpamitan dengan Ayu, Tirta keluar dari vila Keluarga Purnomo.Kemarin Tirta sudah berpesan kepada Yusril dan Chiko untuk melindungi Bella dan Ayu. Dengan begitu, Tirta bisa mengikuti turnamen bela diri dengan tenang.Kala ini, Yasmin juga berada di kamar Ayu. Dia mengusap matanya dan menguap. Yasmin bertanya kepada Ayu yang sedang melihat ke luar, "Bibi, apa semalam aku mimpi buruk?"Mendengar ucapan Yasmin, Ayu segera menutup pintu kamar. Jantungnya berdegup kencang. Dia menggigit bibir dan bertanya balik, "Nggak, Yasmin. Apa semalam kamu mendengar sesuatu?"Yasmin memandang Ayu dengan ekspresi polos sembari menjelaskan, "Iya, semalam aku dengar Bibi terus memanggil nama Kakak Guru waktu tidur. Kamu j
Di tengah tidurnya, Ayu merasakan sepasang tangan besar yang panas menjamah tubuhnya. Teknik tangan yang familier itu sontak membangunkannya, membuatnya terus menginginkannya."Tirta, Yasmin ada di sini ...." Karena gelap, Ayu tidak bisa melihat Tirta. Namun, dia bisa merasakan Tirta berada di atasnya.Suhu yang panas membuat napas Ayu memburu. Kedua tangannya memeluk Tirta, menyuruhnya berhenti dengan tidak berdaya.Ayu mengira Tirta tidak akan menginginkannya lagi karena telah melakukannya di siang hari. Siapa sangka, Tirta masih kemari malam-malam begini. Energinya sungguh tak ada habisnya!"Nggak apa-apa, Bi. Dia sudah tidur. Aku akan lebih pelan. Kamu sudah basah lho. Aku tahu kamu menginginkannya, biar aku memuaskanmu." Tirta terkekeh-kekeh, menjulurkan tangan untuk melepaskan pakaian Ayu.Meskipun gelap gulita, di mata Tirta, dia bisa melihat semuanya dengan jelas. Wajah Ayu merah, tatapannya tidak fokus. Wanita ini seperti terkena obat perangsang, membuat Tirta ingin sekali men
Mereka ingin menggali lebih banyak rahasia tentang dunia misterius dari para pesilat tersebut.Sementara itu, perempuan yang memimpin kelompok ini adalah seorang praktisi ilmu mistis yang paling dihormati di seluruh Negara Yumai, baik oleh pejabat tinggi maupun rakyat biasa.Dia adalah Yara dari Keluarga Gomies, seorang wanita dengan kedudukan tinggi yang mampu mengendalikan kekuatan roh!"Meskipun tubuhnya sudah mengalami kerusakan, kebenciannya sangat mendalam. Dia memang bahan yang sangat cocok untuk dijadikan boneka mayat. Kalian berdua bawa dia ke sini."Mendengar perkataan pria di belakangnya, Yara menyipitkan matanya yang panjang dan indah. Suaranya terdengar menggoda tanpa dibuat-buat sedikit pun."Baik, Master!" Segera, dua pria berbaju hitam maju, mengangkat tubuh Bryan dari dalam kolam, membawanya ke hadapan Yara.Yara berjongkok, mengamati tubuh Bryan tanpa merasa takut atau jijik sedikit pun. Sepertinya, dia sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Tanpa mendongak, d
"Karena Paman yang memintanya, mana mungkin aku berani menolak? Apa yang membuatmu gelisah? Mungkin kalau diceritakan, aku bisa membantu meringankan beban di hatimu."Saat ini, Bryan masih bergantung pada Kurnia karena dia masih membutuhkan bantuannya untuk kembali ke dunia misterius. Tentu saja, dia tidak berani menolak ajakan Kurnia.Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Kita bicara setelah keluar dari hotel. Di sini terlalu banyak orang, pasti nggak nyaman bicara di sini."Kurnia tidak berbasa-basi, hanya berbalik dan berjalan di depan untuk memimpin jalan. Bryan mengikuti Kurnia keluar dari hotel hingga sampai di kaki Gunung Tisatun, lalu berhenti di depan sebuah kolam dalam yang tak terlihat dasarnya."Paman, bukannya kamu menyuruh Kak Fasahat dan Kak Lior membelikan obat untukku? Tapi, kenapa dua hari ini aku nggak melihat mereka. Ke mana mereka?" tanya Bryan penasaran."Oh, dua bocah itu memang nggak berguna. Entah ke mana mereka pergi. Hari ini aku juga pergi mencari mereka,
"Memangnya apa yang bisa terjadi padaku, Bella? Jangan pikir yang aneh-aneh. Kamu sudah bekerja seharian. Pasti capek, 'kan? Mau aku pijat bahumu atau kakimu?"Merasa diperhatikan oleh Bella, Tirta tidak bisa menahan senyuman. Dia menarik Bella duduk di atas tempat tidur, menunjukkan sikap manisnya."Hah, seharian ke sana ke sini, bahkan makan pun nggak tenang. Menurutmu, aku capek nggak? Untung kamu masih punya hati, bisa peduli padaku. Pijatnya yang pelan ya. Aku takut kamu meremukkan bahuku." Bella bercanda sambil membalikkan badan membelakangi Tirta."Hehehe, tenang saja. Aku janji bakal pelan-pelan!" Tirta berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan, lalu segera kembali.Tangannya diletakkan di atas bahu Bella, lalu perlahan-lahan turun ke kerah bajunya. Merasakan kulitnya begitu lembut, Tirta langsung menyelinapkan tangannya masuk, memijat, meremas, dan menggoda dengan nakal.Bella sampai mengeluarkan erangan manja. "Mmmh ... dasar kamu ini! Aku sudah capek setengah mati, tapi ka
"Bisa, semua ini cuma perkara kecil. Kami berdua pasti bisa menyelesaikannya," ucap Kurnia menangkupkan tangannya. Bahkan, Kimmy yang keras kepala tadi juga berubah sekarang. Dia mengangguk dengan rendah hati."Kalian berdua kembali dulu ke hotel. Tunggu sampai besok pagi. Aku akan langsung ke turnamen bela diri. Kalau butuh bantuan, aku akan mencari kalian lagi."Di dalam hati, Tirta merasa takjub dengan kehebatan Janji Darah. Dia melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Kurnia dan Kimmy pergi.Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Yusril dan Chiko ternyata mengejar mereka.Mereka melihat Tirta baik-baik saja, sementara Kurnia yang hendak pergi justru kehilangan satu lengannya dan tampak jauh lebih tua. Bahkan, Kimmy yang berjalan di belakangnya terlihat lesu seperti kehilangan jiwanya. Ayah dan anak itu terkejut bukan main!"Dik, apa benar ... kamu mengalahkan Kurnia sendiri?" Yusril terperanjat dan begitu terkejut hingga beberapa helai janggutnya ik
Kimmy mulai panik. Dia tidak bisa membuat keputusan. Kimmy berkata kepada Kurnia seraya menangis, "Kakek, apa yang harus kita lakukan? Aku masih muda, aku nggak ingin mati. Kak Azhar masih menungguku."Kimmy menambahkan, "Tapi Kakek, kalau suruh aku jadi budaknya, lebih baik aku mati."Sementara itu, Kurnia juga baru menerobos ke tingkat semi abadi. Umurnya sudah bertambah 50 tahun lebih. Ke depannya, mungkin Kurnia bisa menerobos ke tingkat abadi. Tentu saja dia tidak ingin mati.Setelah ragu-ragu sesaat, akhirnya Kurnia mendesah dan membujuk Kimmy, "Kimmy, aku nggak pernah dengar teknik yang dilancarkan orang ini. Jadi, sangat sulit dihadapi. Aku juga nggak ingin berkompromi, tapi kita harus bertahan hidup."Kurnia meneruskan, "Sebaiknya kita terima saja. Paling-paling ke depannya kita cari kesempatan untuk kembali ke dunia misterius dan jangan kembali ke dunia fana selamanya."Tirta tidak keberatan setelah mendengar percakapan Kurnia dan Kimmy dengan jelas. Dia berujar, "Karena kali
Kurnia memutuskan untuk meminta ampun kepada Tirta, tetapi Tirta tidak berniat melepaskan mereka. Tirta tahu dia pasti celaka jika orang lain tahu teknik rahasianya.Hanya saja, Tirta tidak suka membunuh. Dia memang tidak sanggup membunuh Kurnia dan Kimmy. Akhirnya, Tirta mendesah dan berkata kepada Genta, 'Kak, kamu serap energi di dalam tubuh Kurnia saja. Nanti aku suruh Pak Mauri penjarakan mereka seumur hidup.'Genta menanggapi, "Nggak usah, kamu yang mengalahkan orang ini. Suruh dia jadi budakmu saja. Kalau ke depannya masih ada pesilat kuno yang kuat, aku baru serap energinya."Genta menambahkan, "Lagi pula, kamu bisa memerintahkan Kurnia untuk mencari batu dan obat spiritual di dunia misterius setelah mengendalikannya. Dengan begitu, kamu bisa memenuhi perjanjian di antara kita lebih cepat."Tirta tidak menyangka Genta akan berbicara seperti ini. Bahkan, Genta juga terdengar sedikit bangga.Tirta membalas, 'Suruh Kurnia jadi budakku? Mereka berdua nggak seperti Yusril dan Chiko
Kurnia merasa gusar dan juga takut. Hal ini karena dia tidak pernah melihat teknik yang dilancarkan Tirta.Kimmy juga kaget melihat kejadian yang mendadak ini. Dia segera mengingatkan, "Kakek, cepat lepaskan bajumu untuk memadamkan apinya!""Nggak usah, aku punya cara," timpal Kurnia. Dia memasukkan energi ke lengannya yang terbakar, lalu meninju tanah.Namun, api itu tidak padam sedikit pun setelah Kurnia menarik lengannya. Kurnia segera melepaskan bajunya. Api terus membakar lengan Kurnia. Sepertinya sebentar lagi lengan Kurnia akan gosong.Kurnia terpaksa menahan rasa sakit. Dia mengayunkan tangan kirinya dan memotong lengan kanannya. Kalau api merambat ke seluruh tubuhnya, Kurnia pasti akan mati terbakar.Kurnia memegang luka di lengannya yang patah sambil berteriak, "Sialan! Dasar berengsek! Kalau berani, cepat keluar! Aku pasti akan mencincangmu!"Tirta membalas, "Dasar pria tua sialan! Terus teriak saja! Bagaimanapun, aku juga nggak akan keluar!"Tirta yang bersembunyi di dekat