Hanya saja, Josep dan lainnya tidak tahu bahwa Dede tidak sengaja melihat Maybach Tirta saat dalam perjalanan kemari. "Ini ... mobil Pak Tirta, 'kan? Dia juga ada di dekat sini?"Setelah mendekat, Dede makin terkejut karena mendapati Tirta berdiri di depan Restoran Rarai. Penilaian Dede terhadap Tirta sudah jauh berbeda sekarang. Saad saja harus bersikap sopan kepada Tirta, apalagi dirinya. Jadi, dia harus menyapa Tirta setelah turun dari mobil....."Hei! Ayahku sudah datang! Cepat berlutut dan minta maaf kalau takut! Kalau nggak, kamu akan berakhir makin tragis!" Josep menjadi makin berani saat melihat mobil Dede sudah dekat."Otakmu bermasalah ya? Aku jelas-jelas nggak takut meskipun ayahmu sudah datang. Jadi, mana mungkin aku berlutut minta maaf? Bangunlah dari mimpimu!" cela Tirta dengan tidak acuh."Kak, nggak perlu basa-basi lagi. Kakak sepupuku juga akan tiba sebentar lagi. Setelah bajingan ini ditangkap, kita bawa Nabila ke tempat sepi untuk dinodai! Aku sudah nggak tahan lagi
Tendangan Tirta langsung mengenai kemaluan Emon! Emon pun berteriak histeris, "Argh!"Tendangan ini sudah cukup untuk menghancurkan kemaluan Emon. Dokter terhebat sekalipun tidak akan sanggup mengobatinya!Tindakan Tirta ini sungguh mencengangkan mereka semua. Terutama Malvin, Malvin sampai pipis di celana saking takutnya!Di sisi lain, Priska juga ketakutan. Meskipun tidak memiliki penis seperti para pria, sekujur tubuhnya tetap bergidik ngeri."Buset! Dia keren sekali! Kenapa aku nggak punya pacar sehebat ini?" Hanya Ghina yang terkagum-kagum pada Tirta. Matanya sampai berbinar-binar.Saat ini, mobil Dede akhirnya berhenti di depan restoran. Sebelum Dede turun, Josep dan lainnya merasa sangat lega seolah-olah penyelamat mereka sudah datang."Ayahku sudah datang! Bocah, bersiap-siaplah untuk menerima kematianmu!" Usai berbicara, Josep berlari ke samping mobil untuk membuka pintu."Ayah, akhirnya kamu sampai. Pria kampungan ini yang menghajarku sampai babak belur! Lihatlah wajahku, sam
Ketika melihat ekspresi murka Dede, jantung Josep sontak berdebar-debar. Dia merasakan firasat buruk, tetapi masih bertanya, "Ayah, dia ... dia cuma orang kampungan. Kenapa kamu begitu takut padanya?""Jaga omonganmu! Pak Tirta adalah tamu terhormat Pak Saad! Kamu sudah bosan hidup ya? Berani sekali kamu mengusiknya!" tegur Dede. Saking gusarnya, dia berbicara dengan sangat cepat hingga orang-orang sulit mendengarnya.Sementara itu, tangan Dede masih memukul Josep tanpa berhenti sedetik pun. Setelah Josep jatuh pingsan, Dede baru tersenyum meminta maaf kepada Tirta dan berkata, "Pak, semua ini cuma salah paham. Aku juga nggak tahu putra bodohku ini mengganggumu. Aku akan mendisiplinkannya dan nggak akan membiarkannya seperti ini lagi. Tolong maafkan dia ya ...."Ketika melihat Dede ketakutan seperti itu, Malvin dan lainnya mematung di tempat, termasuk Nabila. Mereka tidak menyangka hasilnya akan seperti ini."Aku bisa saja memaafkannya. Tapi, dia mengajak pacarku makan dengan motif ing
"Cepat tangkap dia dan masukkan ke penjara!" seru Emon yang bangkit dengan susah payah dan meringis kesakitan."Kamu yang menyerang adik sepupuku? Yang dia katakan benar?" Susanti menghampiri untuk bertanya dengan serius. Bagaimanapun, Tirta tidak terluka sedikit pun."Bisa dibilang begitu." Tirta mengangguk ringan sebagai jawaban. Kemudian, dia meneruskan, "Dia bukan nggak memukulku, tapi nggak berani memukulku.""Jangan bicara omong kosong! Kalaupun aku nggak berani, kamu tetap nggak boleh memukulku! Sekarang kamu harus ganti rugi!" hardik Emon. Kemudian, dia memelas, "Kak, cepat tangkap dia!""Menurut aturan, kamu memang seharusnya ditangkap karena main tangan. Ayo, ikut aku ke kantor polisi," ujar Susanti dengan ekspresi rumit. Bagaimanapun, Tirta telah mengaku."Kamu cuma tahu aku memukulnya, nggak tanya alasannya dulu?" tanya Tirta sambil mengernyit."Jangan bertele-tele ya! Meskipun Kak Emon bicara buruk tentangmu, kamu tetap nggak boleh main tangan! Kamu salah karena memukulnya
"Situasi macam apa ini?" Malvin dan lainnya kebingungan. Awalnya, ayah Josep terlihat ketakutan hingga akhirnya membawa Josep pergi. Sekarang, Susanti yang semula ingin menangkap Tirta malah pergi begitu saja setelah mendengar penjelasan Tirta.Padahal Tirta hanya seorang pria kampungan, tetapi kenapa begitu sulit untuk dihadapi? Mereka merasa enggan, tetapi tidak punya cara untuk melawan."Nggak ada yang menangkapmu? Kenapa polisi itu mudah sekali diajak berbicara?" gumam Nabila dengan bingung. Pada saat yang sama, dia menghela napas lega."Hei! Meskipun Kak Susanti nggak menangkapmu, orang tuaku nggak akan mengampunimu begitu saja! Tunggu saja kamu! Aku akan menyuruhmu mereka datang!" Emon memelototi Tirta dengan berang. Ini adalah dendam kesumat di antara mereka!"Aku nggak punya waktu untuk menunggu mereka datang. Kalau kamu ingin balas dendam, maju saja sendiri. Kalau nggak berani, jangan berkoar-koar dan sembunyi saja di samping," ejek Tirta sambil tersenyum tipis."Kamu ...." Em
Kemudian, Tirta berkata kepada Priska yang termangu, "Aku nggak ingin memukul wanita. Cepat berlutut minta maaf, lalu tampar diri sendiri 10 kali. Setelah itu, masalah ini selesai.""Aku nggak mau! Kenapa aku harus minta maaf kepada wanita kampung ini? Aku cuma kalah cantik dan kalah seksi darinya! Selain itu, aku lebih hebat darinya! Dia nggak pantas mendapat permohonan maafku!" pekik Priska."Hais, kuberi kesempatan, tapi nggak dihargai. Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam," ucap Tirta sambil tersenyum dingin.Kemudian, Tirta mencengkeram leher Priska dan menamparnya dari kanan dan kiri. Plak, plak, plak! Priska berteriak kesakitan tanpa henti. Tidak berselang lama, wajahnya babak belur."Dasar banci! Mana ada pria yang memukul wanita!" Priska memelototi Tirta dengan murka sambil mengepalkan tangannya dengan erat."Aku memang nggak seharusnya memukul wanita. Tapi, kamu menindas pacarku. Sebagai pria sejati, aku tentu harus melindungi pacarku. Selain itu, kamu harus tahu
Tirta sama sekali tidak menghiraukan teriakan Ghina. Sementara itu, Nabila tidak bisa menerima semua ini. Tirta berkata kepada Nabila yang gusar, "Tenang saja, aku nggak menyukainya. Dia kalah telak kalau dibandingkan denganmu. Jangan cemburu. Kita pergi makan, lalu aku akan membelimu baju."Tirta segera menenangkan Nabila. Nabila menyahut, "Baiklah, kita pergi dari sini. Jangan pedulikan dia."Napas Nabila sampai memberat saking emosinya. Dia pun berpikir bahwa semua ini karena dirinya tidak berdandan dengan baik. Kalau tidak, mana mungkin Ghina si jalang itu berani berebutan pria dengannya!Nabila bertekad akan berdandan dengan baik mulai hari ini. Dia akan membuat Tirta terobsesi dan hanya menidurinya! Dengan begitu, dia tidak perlu khawatir wanita lain merebut kekasihnya!Sementara itu, Emon dan Priska tidak berani menghalangi Tirta dan Nabila. Mereka melampiaskan amarah kepada Ghina.Priska memaki, "Ghina, kamu sakit jiwa ya? Kami menyuruhmu melawan Nabila, kamu malah mau merebut
"Sudahlah, Tirta. Aku sudah lapar. Biarkan saja mereka. Lebih baik kita pergi makan," ujar Nabila. Dia tidak ingin melihat Ghani menyombongkan diri seperti itu, seolah-olah Tirta adalah pacarnya. Makanya, dia terus mendesak Tirta untuk pergi."Oke." Tirta menutup jendela mobil, lalu menginjak pedal gas dan menuju ke restoran lain."Sialan, siapa sebenarnya bocah itu? Gimana bisa pria kampungan seperti dia punya mobil semahal itu?" gumam Emon sambil mengepalkan tangan dengan erat. Dia benar-benar tidak mengerti."Nabila, atas dasar apa kamu punya pacar sekaya itu? Aku nggak bisa terima! Aku pasti akan mencari kesempatan untuk merebutnya darimu!" gumam Priska. Saat ini, dia tidak memusuhi Tirta lagi, melainkan ingin menjadikan Tirta pacarnya."Kamu? Jangan mimpi! Kamu kalah telak dari Nabila! Kak, kita pergi. Lain kali jangan berhubungan dengan mereka lagi," ujar Ghina. Kemudian, dia memanggil Andre dan berbalik untuk pergi."Kalau Nabila bisa, berarti aku juga bisa! Kita lihat saja nant
Di sisi lain, di dalam kantor polisi.Wali Kota Hamza, Pinot, bersama dengan kepala kepolisian, Ladim, duduk dengan santai di aula utama. Mereka mulai bertanya kepala polisi yang berjaga di depan, Niko."Kapan atasan kalian keluar? Cuma menyerahkan penjahat, sepertinya nggak perlu terlalu lama, 'kan?" Yang berbicara adalah Ladim. Dia menerima banyak hadiah dari Karsa. Ketika ada masalah, dia tentu harus turun tangan."Huh, Bu Susanti sedang sibuk dan nggak punya waktu untuk bertemu dengan kalian. Kalian bisa kembali saja. Lagian, para penjahat itu ditangkap di wilayah kami. Tanpa izin dari Bu Susanti, aku nggak akan melepaskan mereka!"Niko jelas bisa merasakan bahwa mereka datang dengan niat buruk. Makanya, dia mendengus dan berkata dengan kesal."Hehe, memang benar kalian yang tangkap, tapi mereka semua berasal dari Kota Hamza. Jadi, sudah seharusnya diserahkan ke Kepolisian Kota Hamza untuk diproses. Kalian nggak punya hak untuk bernegosiasi denganku. Suruh atasan kalian keluar dan
"Kak Tirta, yang kamu tulis ini benar? Benaran ada efek seperti itu?" Setelah melihat resep untuk pembesaran bokong dengan teliti, ekspresi Shinta penuh kegembiraan.Dengan resep pembesaran payudara dan bokong ini, dia akan menjadi wanita sempurna di masa depan!"Tentu saja benar, untuk apa aku menipumu?" sahut Tirta mengangguk."Tirta, aku tentu percaya dengan keahlian medismu, bahkan kamu bisa dibilang setara dengan dewa. Tapi, apa benaran khasiatnya sebagus itu? Orang mati bisa dibangkitkan kembali?" tanya Saba yang semakin terkejut setelah melihat resep itu."Itu juga benar. Selama nggak ada kerusakan otak, jantung hancur, atau berusia lebih dari 100 tahun, resep ini bisa menyelamatkan mereka. Kalau kamu nggak butuh, keluarga atau temanmu juga bisa menggunakannya. Cukup ikuti resep di atas untuk membuatnya," jelas Tirta."Oke, ini baru namanya kebal dari apa pun! Kalau digunakan di kemiliteran, ini akan sangat berguna! Tirta, terima kasih!" Ini pertama kalinya Saba menunjukkan eksp
"Kak Saba, hadiah ini terlalu berharga. Aku nggak bisa menerimanya!" Mendengar itu, tangan Tirta sampai gemetaran. Dia hendak mengembalikan kotak hitam kecil itu.Meskipun belum pernah mendengar tentang Nagamas, dari namanya saja, Tirta bisa menebak bahwa yang tinggal di sana pasti orang-orang besar seperti Saba!Tirta merasa, sebagai orang biasa yang tidak memiliki jabatan atau kekuasaan, dirinya tidak layak tinggal di tempat seperti itu.Sementara itu, buku kecil biru itu seperti semacam surat pengampunan yang sangat berharga!Tirta merasa dirinya hanya mengobati penyakit orang, secara logika, dia tidak pantas menerima hadiah sebesar ini."Tirta, kenapa sungkan begitu sama aku? Vila itu sudah terdaftar atas namamu. Terima saja. Lagi pula, kalau aku mengundangmu untuk jalan-jalan ke ibu kota, kamu butuh tempat untuk tinggal, 'kan?" Saba melambaikan tangan dan tersenyum."Benar, barang-barang ini nggak ada artinya bagi kakek. Kak Tirta, terima saja. Kalau nggak, kamu nggak boleh mencar
Tirta tersenyum dan berkata, "Ya sudah, besok kamu temani aku beli sayuran."Dengan mata yang berkilat, Tirta langsung menyetujui dengan cepat. Melihat Tirta setuju, Ayu merasa senang. Dia mulai memikirkan, apa yang harus dikenakan besok.....Setelah makan, sekitar setengah jam kemudian, Ayu membawa para wanita menyiram tanaman di kebun.Tirta dengan beberapa anak harimau di pelukannya, sedang duduk santai di depan pintu menikmati sinar matahari.Tiba-tiba, beberapa mobil jeep hitam berhenti perlahan di depan klinik. Pintu mobil terbuka. Shinta adalah yang pertama keluar dari mobil.Gadis itu berkata dengan girang kepada seorang pria tua di dalam mobil, "Kakek, ini tempat tinggal Tirta. Namanya Desa Persik. Ada gunung dan ada air, pemandangannya sangat indah.""Desa Persik ... bagus, bagus. Benar-benar tempat yang bagus untuk menenangkan diri. Pantas saja orang sehebat Tirta tinggal di sini." Saba turun dari mobil dan memandang sekitar.Di depan matanya, ada pegunungan hijau dan air y
"Bi Ayu, aku sudah bawa Tirta kembali! Waktu aku sampai, dia sedang makan nasi kotak di vila!" Setelah kembali ke klinik, Arum melepaskan Tirta dan menepuk tangannya sambil berkata dengan tidak puas."Tirta, Arum sudah masak banyak makanan bergizi untukmu. Kenapa nggak dimakan dan malah pergi ke vila untuk makan nasi kotak?" tanya Ayu dengan bingung."Kenapa lagi?" Agatha tertawa dan menyela, "Karena dia nggak ingin makan kemaluan sapi!"Di sudut meja makan, Nia yang mendengar ini merasa agak malu."Tirta, terakhir kali kamu menghabiskan sepiring penuh kemaluan sapi dalam dua hingga tiga menit. Kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Arum dengan kesal. "Aku kira kamu suka makan itu, jadi aku masak dua batang kali ini!""Ya, Tirta, kenapa kali ini kamu nggak mau makan?" tanya Melati dengan bingung."Aku ... hais, aku sebenarnya nggak butuh makan itu. Tubuhku sehat-sehat saja, makanan seperti itu berlebihan untukku," timpal Tirta dengan lesu."Kenapa berlebihan? Makanan itu sangat b
Farida menebak Tirta pasti menyembunyikan sesuatu. Dia mengambil nasi kotak dari mobil, lalu memberikannya kepada Tirta. Farida berkata, "Nggak ada nasi kotak yang tersisa lagi. Kalau kamu nggak keberatan, ini nasi kotakku."Farida yang membawa nasi kotak. Di atasnya terdapat gambar kartun kucing berwarna merah muda. Gambar itu juga terdapat di pakaian dalam yang sering dikenakannya. Siapa sangka, Farida yang lebih tua daripada Ayu menyukai barang lucu seperti ini."Kak Farida, kalau kamu berikan nasi kotakmu padaku, kamu makan apa?" tanya Tirta. Dia merasa malu. Apalagi setelah melihat gambar kucing di nasi kotak itu.Farida melihat tatapan Tirta tertuju pada gambar kucing itu. Dia takut Tirta mentertawakannya. Farida menyahut dengan gugup, " Aku nggak lapar, anggap saja aku lagi diet. Kamu makan saja.""Oke. Terima kasih, Kak Farida. Oh, iya. Bagaimana perkembangan renovasi vila? Apa malam ini aku bisa tinggal di vila?" timpal Tirta.Tirta tidak sungkan lagi. Dia membuka nasi kotak,
Tiba-tiba, terdengar suara batuk Agatha. Dia bertanya, "Tirta, apa maksudmu?"Tirta terkejut. Dia segera menyimpan mata tembus pandang, lalu membuka pintu dan berkata seraya tersenyum, "Kak Agatha, maksudku Kak Nia sangat kompeten. Ke depannya pria yang bersamanya pasti bahagia."Agatha yang curiga bertanya, "Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Bukannya kamu lagi melakukan akupunktur pada Kak Nia? Apa yang dia lakukan?"Tirta menjawab dengan tenang, "Maksudku untuk urusan kebun buah. Tadi kami membahas masalah kebun buah waktu melakukan terapi akupunktur. Kak Nia bisa mengurus semuanya tanpa bantuanku. Dia sangat kompeten."Agatha mengangguk sambil menanggapi, "Kak Nia memang kompeten. Aku pun nggak bisa melakukannya sendiri. Aku pasti kewalahan."Agatha bertanya lagi, "Mana Kak Nia? Apa terapi akupunktur sudah selesai?"Tirta menyahut, "Sudah. Dia lagi ganti baju."Agatha berusaha menahan tawanya dan menimpali, "Makanannya sudah siap. Kamu cuci tangan dulu sebelum makan. Kak Aru
Tirta berkata sebelum memulai akupunktur, "Kak Nia, terapi akupunktur kali ini mungkin berbeda dengan sebelumnya. Aku akan menambahkan pijatan agar efeknya lebih bagus."Tirta melanjutkan, "Sebaiknya kamu persiapkan mentalmu. Tentu saja, aku nggak berniat mengambil kesempatan dalam kesempitan. Kalau kamu keberatan, aku hanya melakukan akupunktur.""Pijatan?" ujar Nia. Dia menghela napas, lalu mengangguk dan menambahkan, "Itu ... nggak masalah. Lagi pula, semua itu untuk mengobati penyakitku. Aku bisa terima, yang penting bisa menyembuhkanku.""Oke, Kak Nia. Mungkin nanti akan sedikit gatal. Tahan sebentar, ya," timpal Tirta. Selesai bicara, dia langsung menusukkan jarum ke bagian dada Nia.Kali ini, Tirta melakukan terapi akupunktur pada Nia untuk menyembuhkan sesak napas yang dideritanya. Setelah Tirta mencabut jarum, Nia belum merasakan gatal.Kemudian, Tirta melakukan terapi akupunktur sesi kedua. Begitu Tirta menusukkan jarum, Nia merasa gatal hingga mengeluarkan desahan. Dia bergu
Kemudian, Ayu kembali sibuk di dapur. Agatha keluar dari klinik, lalu bertanya kepada Tirta, "Tirta, Bibi Ayu bilang apa denganmu? Kenapa kalian kelihatan misterius?"Tirta menjawab dengan tenang, "Nggak apa-apa. Bibi Ayu tanya kenapa Kak Nia tiba-tiba tinggal di klinik.""Oh. Kamu cepat lihat dulu, nanti malam Kak Nia tidur di mana?" timpal Agatha. Dia menarik Tirta masuk ke klinik, lalu melanjutkan dengan ekspresi khawatir, "Selain itu, kita bertiga ... kita tidur di mana? Nggak ada tempat lagi."Nia yang berdiri di depan pintu klinik berujar dengan canggung, "Tirta, apa aku merepotkan kalian? Kalau nggak, aku tinggal di hotel saja."Tirta menepuk dadanya sambil menjamin, "Nggak usah, Kak Nia. Aku sudah atur semuanya. Klinik ini cukup untuk ditempati kita semua.""Kalau begitu, kamu lakukan akupunktur pada Kak Nia. Aku lihat Bibi Ayu butuh bantuan atau nggak," ucap Agatha. Selesai bicara, dia masuk ke dapur.Tirta menutup pintu klinik, lalu mengambil jarum dan berkata kepada Nia, "Ka