"Dasar bodoh! Gimana bisa perusahaan kita merekrut orang sebodoh kamu! Kamu dipecat! Bawa barang-barangmu pergi sekarang!" hardik manajer itu."Pak, tolong jangan pecat aku! Keluargaku butuh uang untuk pindah rumah!" pinta Pandu dengan patuh. Dia tidak berani bersikap semena-mena lagi."Kamu masih ingin bekerja setelah menyinggung tamu Bu Irene? Jangan harap! Angkat kakimu dari sini!" pekik manajer itu."Pak, setidaknya tolong bayar gajiku," mohon Pandu dengan ekspresi getir."Cih! Lebih baik kamu cepat pergi atau aku akan menyuruh satpam menyeretmu!" Manajer itu tidak tahan lagi sehingga menendang Pandu."Semua ini gara-gara kamu! Tunggu saja pembalasanku!" Karena masalah sudah seperti ini, Pandu hanya bisa memelototi Tirta dan pergi dengan enggan."Kalau kamu nggak meremehkanku, mana mungkin hasilnya akan seperti ini?" ejek Tirta sambil tersenyum sinis."Bu Irene, apa kamu puas dengan hasil seperti ini?" tanya manajer itu sambil tersenyum canggung."Kalau Tirta puas, berarti aku puas
Tirta tidak tahu bahwa Pandu membuntutinya. Setelah masuk ke showroom, seorang staf wanita berambut panjang dengan postur tubuh yang indah menyambut mereka dengan ramah. "Halo, mau cari mobil apa?"Usia staf wanita ini sekitar 20-an tahun. Kulitnya putih dan mulus, tubuhnya diliputi aroma parfum yang wangi. Kesan yang diberikannya sangatlah bagus."Kak, kenapa mobil yang mau kubeli nggak ada di sini?" tanya Tirta dengan heran setelah mengamati ke sekeliling."Apa aku boleh tahu mobil apa?" tanya staf wanita bernama Cleo itu dengan sabar. Dia bisa menilai bahwa Tirta bukan orang biasa sehingga tidak berani menyinggungnya. Dengan kata lain, asalkan bersikap baik, dia mungkin akan berhasil menjual mobil mahal hari ini."Kami mau Mercedes-Benz Maybach," sahut Irene karena Tirta tidak tahu nama mobil itu.Cleo cukup terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Kalian serius?"Cleo tentu tahu aturan penjualan mobil. Komisi yang akan diperolehnya untuk penjualan mobil ini sangat besar. Tirta bukan h
Tirta seketika memahami apa yang terjadi. Dia lupa menyeka bibirnya setelah menjilat kemaluan Cleo tadi. Dia segera menjilat bibirnya dan membalas, "Bukan apa-apa, tapi aku haus sekali.""Eh, maaf sekali, Pak. Aku ambilkan air untukmu, ya?" tawar Cleo yang merapikan pakaiannya dengan agak canggung."Nggak perlu lagi. Ayo, kita pergi makan." Irene tidak berpikir terlalu jauh. Dia mengambil kunci dari tangan Cleo, lalu membawa mobil itu keluar. Irene sudah membayar dan mengurus semua prosedur. Mobil ini tentu atas nama Tirta."Oke." Kebetulan, Tirta merasa lapar setelah melakukannya dengan Cleo. Jadi, dia langsung naik ke mobil.Ketika melihat keduanya akan pergi, Cleo bertanya, "Pak, Bu, kalian akan langsung pergi? Kami bisa membuat perayaan kecil untuk kalian.""Nggak perlu serepot itu. Kami masih punya urusan lain," tolak Irene langsung."Baiklah. Pak, apa aku boleh meminta nomor ponselmu? Kalau ada masalah pada mobil ini atau ada yang nggak dimengerti, kamu boleh mencariku kapan saja
Irene tentu bisa mengenali Pandu. Dia tahu Pandu yang mencari masalah dengan Tirta di toko tadi."Kami mau mencari keponakan kami. Aku bibinya. Meskipun kamu berstatus tinggi, kurang pantas untuk ikut campur urusan keluarga kami, 'kan?" jelas Elvi sambil berkacak pinggang."Kamu bibi Tirta?" Irene tak kuasa mengernyit. Dia tidak merasa penampilan Elvi ini seperti ingin menemui keponakannya."Kenapa mencariku?" tanya Tirta dengan tidak acuh."Aku bibimu. Masa kamu nggak menyapa seniormu? Kami mau pindah rumah dan kurang 2 miliar. Bukan, kurang 4 miliar. Cepat pinjam kami uang. Kami akan bayar setelah punya uang," sahut Elvi dengan lantang."Nggak mau," tolak Tirta langsung."Kamu bisa membeli mobil semahal ini, tapi nggak mau pinjam kami uang?" bentak Elvi yang mulai geram. Dia tentu tahu semahal apa mobil ini. Itu sebabnya, dia merasa sangat iri sekarang. Dia ingin sekali menarik pintu mobil dan menarik Tirta keluar."Apa hubungannya aku kaya dengan kalian? Kenapa aku harus meminjamkan
Irene membawa Tirta ke restoran bintang 5. Setelah memesan makanan, Irene bertanya, "Tirta, kedua orang tadi benaran kerabatmu? Kenapa mereka lebih mirip penagih utang? Apa aku perlu mencari orang untuk memberi mereka pelajaran?""Nggak perlu. Kalau mereka cari masalah lagi, aku akan memberi mereka pelajaran sendiri," timpal Tirta sambil menggeleng."Baiklah, beri tahu saja aku kalau butuh bantuan," ujar Irene yang mengangguk. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Setelah menjawab panggilan, dia berkata kepada Tirta, "Aku sudah mengatur orang dan menyiapkan bahan untuk bangun rumah. Mereka akan ke desamu besok.""Ini nomor teleponnya. Kemudian, simpan kartu bank ini baik-baik. Isinya 100 miliar. Mobil dan biaya bangun rumah sudah kubayar semuanya," ujar Irene sambil menyerahkan sebuah kartu bank.Tirta menyimpan nomor telepon yang diberikan Irene dan menerima kartu itu, lalu bertanya dengan heran, "Kak, kenapa kamu sebaik ini padaku?"Tidak ada yang gratis di dunia ini. Sikap Irene terhadapn
Tirta tentu ingin meniduri Irene. Begitu mendengar syarat Irene, Tirta akhirnya memahami semuanya. Dia langsung mendekapkan Irene ke pelukannya. Tubuh yang hangat membuat Tirta menjadi makin bergairah. Dia mencium aroma tubuh Irene yang wangi."Kak, bukannya permintaanmu ini kurang realistis?" ejek Tirta."Jangan bertele-tele, katakan saja kamu mau atau nggak?" balas Irene dengan wajah tersipu dan mencoba bangkit dari tubuh Tirta.Tirta hanya jual mahal. Dia terkekeh-kekeh sambil memeluk Irene dengan erat, lalu bertanya, "Kak, kamu bisa mengajariku cara menyetir sambil bercinta denganku nggak?""Hah? Memangnya bisa? Kamu ini psikopat, ya?" Ekspresi Irene seketika menjadi aneh. Dia tidak sanggup membayangkan adegan semacam itu."Tentu saja bisa. Aku duduk di bawah, kamu duduk di atas. Kita cari tempat yang nggak ada orang," sahut Tirta yang mulai dipenuhi penantian. Belakangan ini, dia jadi suka bercinta di mobil.Meskipun ruang di mobil agak sempit, suasananya sangat romantis. Apalagi
Tirta sudah bisa membayangkan adegan selanjutnya. Dia akan mengemudi dengan baik nanti. Memegang kemudi dengan erat dan menginjak pedal gas sekuat tenaga sampai mesin panas dan berdengung!"Ka ... kamu mundur sedikit. Aku nggak berani duduk di atasnya," ujar Irene sambil mundur saat melihat celana Tirta yang menggembung."Apa perlu setakut ini? Tenanglah. Ayo, cepat naik." Tirta terkekeh-kekeh melihat tingkah Irene yang malu-malu begini.Irene tetap tidak berani. Akan tetapi, Tirta yang sudah tidak sabar langsung menariknya masuk dan mendekapkannya ke pelukan."Kalau takut, jangan dilihat. Kamu hanya perlu mengajariku cara menyetir. Sisanya serahkan saja kepadaku," ucap Tirta. Kemudian, pintu mobil ditutup.Tangan Tirta melewati pinggang Irene dan memegang kemudi dengan kuat. Irene berkata, "Baiklah. Tanganmu jangan bergerak, biar kupegang. Lihat gimana aku menginjak pedal gas. Sebelum mulai, kuajari dulu cara maju dan mundur."Sekujur tubuh Irene menjadi panas karena Tirta, napasnya j
Mobil melaju dengan liar, sampai-sampai Tirta kesulitan mengendalikan kemudi. Irene segera menghentikan, "Tirta, ini mobil baru! Jangan begitu! Nanti rusak!"Jika Tirta tidak memeluknya dengan erat, Irene mungkin sudah terhempas. Tirta menyahut, "Nggak apa-apa. Mobil ini harus terbiasa dengan kecepatan seperti ini. Ajari aku lagi. Aku rasa aku sudah hampir bisa."Tirta tidak akan berhenti sebelum merasa puas. Irene terus membujuk, "Nggak boleh! Mobil baru nggak boleh dibawa seperti ini! Ayolah, pelankan gasnya!"Irene tidak menyangka Tirta akan segila ini. Semua mobil akan rusak jika dikemudikan Tirta dengan cara seperti ini."Tenang saja, Kak. Mobilnya akan terbiasa nanti. Kamu duduk baik-baik. Aku tahu apa yang harus kulakukan," sahut Tirta.Detik berikutnya, Irene yang mabuk mobil tidak kuat untuk bersuara lagi. Tirta menginjak lagi pedal gas dengan kuat. Alhasil, mesin mobil mati."Sepertinya mobil ini kurang kuat," gumam Tirta. Dia mencoba menginjak lagi, tetapi tidak ada reaksi a
"Aku masih harus mengunjungi temanku yang ada di ibu kota. Mungkin nggak akan secepat itu kembali ke desa. Aku khawatir kalian kangen berat, makanya pulang malam-malam hanya untuk menemani kalian," jelas Tirta."Huh! Rupanya kamu punya hati nurani juga. Tapi, kamu nggak boleh pergi begitu saja. Temani kami sebentar lagi dong ...," pinta Arum yang tidak rela berpisah sambil menatap Tirta."Tirta, temani kami sebentar lagi. Selama kamu pergi, aku nggak bisa tidur nyenyak lho," ujar Melati sambil melemparkan diri ke pelukan Tirta. Dia mencoba memulai pertempuran lagi.Ketika melihatnya seperti itu, Tirta pun tidak ingin pergi secepat itu. Setelah melihat jam, dia lantas membuat keputusan."Di mana Kak Farida? Aku cari dia dulu. Kita lanjutkan pertempuran kita. Nanti sore aku baru balik!"....Lagi-lagi, pertempuran yang panjang dan melelahkan terjadi. Melati dan Arum pun tidak meminta Tirta untuk tinggal lagi. Bahkan, mereka berharap Tirta pergi secepat mungkin."Hehe, kalian istirahatlah
Kini, Ayu sedang tidak berada di sini. Agatha dan Susanti juga pergi sehingga tidak ada gangguan apa pun.Sebagai kepala keluarga, Tirta tentu adalah penguasa di sini. Tidak ada yang boleh membantahnya!Meskipun tertangkap basah oleh Melati dan Arum, Tirta tidak menjelaskan terlalu banyak. Bahkan, dia meminta mereka untuk bergabung dalam permainan!Dengan demikian, terjadi pertempuran sengit di dalam vila. Tirta berhasil menaklukkan tiga wanita dengan kemampuannya sendiri. Untungnya, tenaganya tidak ada habisnya. Semakin bermain, dia justru semakin bersemangat. Dia sungguh tak terkalahkan!Sementara itu, Farida masih harus bekerja setelah matahari terbit. Dia juga sudah kelelahan karena ini adalah ronde kedua. Jadi, dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Tersisa Arum dan Melati yang masih berada di medan tempur. Mereka berdua tentu bukan lawan Tirta sehingga hanya bisa memohon ampun.Sayangnya, Tirta bukan orang yang punya belas kasihan. Dia tidak peduli pada permohonan kedua wan
Di atas tempat tidur yang empuk dan luas, Melati berbaring sendirian, memegang ponselnya. Dia gelisah, terus membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tidur sama sekali.“Andai aku tahu Tirta akan pergi begitu lama, aku pasti ikut dengannya. Aku nggak akan seperti sekarang, hanya bisa diam-diam menonton video Tirta untuk mengobati rasa rindu."Melati sudah menonton video sejak tadi. Tubuhnya terasa semakin panas, bahkan keringat mulai bermunculan."Nggak bisa. Kalau begini terus, besok aku nggak akan punya tenaga untuk kerja. Sebaiknya aku mandi air dingin dan cepat tidur."Melati mematikan ponselnya, lalu berjalan ke luar kamar. Dia berniat menghirup udara malam sebelum mandi.Namun, saat dia sampai di ujung ruang tamu, di balkon yang diterangi cahaya bulan samar, dia melihat sosok lain yang juga berdiri sendirian."Arum? Kenapa kamu belum tidur tengah malam begini?" Ketika melihat bahwa itu adalah Arum, Melati maju dan bertanya dengan penasaran."Kak Melati, vila ini terlalu luas dan se
"Hahaha ...."Begitu wanita paruh baya itu selesai berbicara, para pekerja langsung tertawa terbahak-bahak. Namun, mereka hanya bercanda karena melihat hubungan Tirta dan Farida yang tampak tidak biasa."Kak, jangan sembarangan bicara! Tirta sudah punya pacar! Kalau omonganmu ini sampai menyebar, aku memang nggak akan marah.""Tapi, kalau pacar Tirta tahu dan minta putus, Tirta bisa marah. Mungkin, kamu harus menyerahkan putrimu sebagai ganti pacarnya nanti."Wajah Farida langsung merona. Dia buru-buru memperingatkan para pekerja, terutama wanita paruh baya itu."Aduh, anak perempuanku cantik sekali! Kalau Bos benar-benar tertarik padanya, aku pasti akan tertawa bahagia seumur hidupku!" Wanita paruh baya itu malah semakin tergelak dan terus menggoda Farida."Hahaha, Kak, sudahlah. Jangan bercanda dengan Kak Farida lagi! Kamu nggak takut dia mengadu nanti karena kamu berkata yang bukan-bukan?"Setelah bercanda sebentar, para pekerja segera bersikap serius dan berjanji kepada Tirta dan F
Setelah keluar dari Desa Persik, kesadaran Filda mulai pulih. Dia duduk di kursi belakang sambil terus menyeringai dingin menatap Tirta."Kamu terlalu banyak bicara! Kamu pikir aku akan memberimu kesempatan untuk melapor polisi?" Tirta tiba-tiba menginjak rem, menghentikan mobilnya.Kemudian, dia turun dan menarik Filda keluar dari kursi belakang. Tepat di sebelah mereka adalah sebuah waduk besar!Melihat waduk itu serta ekspresi dingin Tirta, Filda benar-benar panik! Dia menggigil dan bertanya dengan suara gemetar, "Kamu mau apa? Kamu nggak boleh membunuhku! Itu melanggar hukum! Hentikan!""Membunuhmu? Jangan mimpi! Membunuhmu hanya akan mengotori tanganku!" cela Tirta dengan dingin. Kemudian, dia mengeluarkan jarum perak dari saku.Dengan menggunakan teknik akupuntur untuk menghilangkan ingatan, Tirta menghapus ingatan Filda tentang kejadian malam ini. Sebentar lagi, Filda akan melupakan segalanya.Setelah mencabut jarum perak, Tirta segera melangkah ke mobil. Sebelum kesadaran Filda
Setelah kebohongannya terbongkar, Filda tidak lagi memiliki kesempatan untuk mendekati Tirta. Karena itu, dia begitu marah hingga tak bisa menahan diri untuk memaki Farida!"Berhenti! Barusan kamu bilang siapa yang menjijikkan?" Namun, setelah mendengar ucapannya, Tirta segera melangkah ke depan, menghalangi Filda, lalu menatapnya dingin."Kamu benar-benar nggak tahu diri. Justru perempuan seperti kamu yang sebenarnya paling menjijikkan! Kalau nggak minta maaf, jangan harap bisa pergi hari ini!"Sejak tadi, ketika Filda membolak-balikkan fakta, Tirta sudah merasa tidak senang padanya. Kini, setelah semuanya jelas, bukan hanya tidak meminta maaf, Filda malah menghina Farida! Jelas, Tirta tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja!"Aku sudah bilang aku nggak mau kerja lagi! Aku juga sudah kembalikan uang kalian! Aku sudah nggak ada hubungan apa pun dengan kalian, jadi aku nggak akan minta maaf padanya!""Memangnya kamu bisa apa padaku? Jangan kira cuma karena punya uang, kamu bisa bert
Wajah Farida kembali merona. Dia menggigit bibirnya, lalu menatap Tirta dan berkata, "Tirta, aku tahu kamu khawatir padaku, tapi aku benaran nggak lelah. Aku bisa bekerja sampai pagi tanpa masalah.""Besok kamu harus kembali ke ibu kota provinsi, lebih baik kamu pergi ke vila dan istirahat. Aku akan tetap di sini untuk menanam beberapa bibit pohon buah lagi. Kalau aku sudah nggak kuat, aku akan diam-diam menyusulmu."Saat mengatakan itu, Farida berbisik di telinga Tirta, "Selama dua hari ini kamu nggak ada, Agatha dan Nabila juga nggak datang. Melati dan Arum hampir sakit karena terlalu rindu padamu. Cepat pergi temui mereka.""Kak Farida, kamu sendiri nggak merindukanku? Aku akan menemanimu dulu, setelah itu baru aku temui mereka." Tirta menggeleng dengan tegas, nada bicaranya terdengar sedikit mendominasi."Ya sudah kalau begitu." Farida lebih tua satu atau dua tahun dari Ayu. Dia sendiri adalah wanita dewasa yang cerdas dan anggun.Namun, saat mendengar ucapan Tirta, dia menjadi beg
"Tirta, tentu saja aku mengatakan yang sebenarnya." Di bawah cahaya malam yang samar, Filda tidak bisa melihat ekspresi Tirta dengan jelas. Dia terus berakting."Kamu telah menyelamatkan nyawa anak kakakku dan juga membantu mengurus bisnisnya. Kamu begitu baik kepada keluargaku, mana mungkin aku berbohong padamu?""Baiklah, kalau memang Kak Farida seburuk yang kamu katakan, aku pasti akan menyuruhnya minta maaf padamu. Naik mobil, ikut aku ke sana dan kita tanyakan ke Kak Farida langsung!""Tapi kalau ternyata kamu cuma bohong padaku, kamu yang harus memberi penjelasan pada Kak Farida!" Nada suara Tirta mengandung sedikit kemarahan.Menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam nada bicara Tirta, Filda sontak merasa gelisah dan tidak berani naik mobil.“Kenapa malah bengong? Ayo naik mobil," desak Tirta dengan tidak sabar."Tirta, aku ... aku tiba-tiba sakit perut. Gimana kalau kamu saja yang pergi? Beri tahu saja aku cara keluar dari sini. Aku nggak mau ikut. Aku harus cepat pulang ke
Wajahnya langsung memerah, merasa malu sekaligus marah. Filda mengumpulkan keberanian, lalu kembali melangkah ke arah belakang.Kali ini, dia memang tidak kembali ke tempat Farida dan para pekerja, tetapi dia tersesat."Jangan-jangan aku benar-benar mengalami fenomena terjebak di jalur hantu? Saat masuk tadi, semuanya baik-baik saja. Kenapa sekarang malah nggak bisa keluar? Aku harus meminta Kakak datang menjemputku!"Filda gemetar ketakutan. Dia mengeluarkan ponselnya dan hendak menelepon kakaknya, pemilik bibit pohon buah.Tiin! Tiin! Tiba-tiba, dari kejauhan, cahaya lampu yang menyilaukan menerangi tempat itu!Criiit! Suara rem yang tajam terdengar. Sebuah Mercedes-Maybach berhenti tepat di depan Filda.“Bukankah kamu adik pemilik bibit pohon buah? Malam-malam bukannya tidur, kenapa malah berada di sini?" Tirta membuka pintu mobil dan turun. Begitu melihat Filda, dia langsung ingat siapa gadis itu dan bertanya dengan penasaran."Kamu ... kamu Tirta? Syukurlah! Tirta, kamu datang tep