Wardah tidak percaya bahwa Tirta bisa sehebat itu. Namun, karena merasa bersalah, dia tetap tidak akan membiarkan Tirta mengujinya."Nggak berani, 'kan?" Tirta terkekeh-kekeh, lalu berjalan ke hadapan Wardah. Sebelum Wardah sempat bereaksi, Tirta telah menancapkan jarum itu ke titik meridian di kepala Wardah. Seketika, Wardah langsung berdiri terpaku di tempat dengan bengong bagaikan boneka.Melihat hal itu, Saad marah besar karena mengira Tirta telah membuat istrinya menjadi bodoh. Dia langsung membentak Naura dengan kasar, "Sialan, lihat saja orang seperti apa yang kamu bawa ini! Sekarang juga, cepat tangkap dan penjarakan dia. Kalau nggak, aku akan anggap nggak punya putri sepertimu!""Pak Saad, bisa nggak beri aku sedikit waktu?" tanya Tirta dengan tenang. Tanpa menunggu jawaban dari Saad, Tirta langsung mengajukan pertanyaan pada Wardah, "Coba kamu bilang sendiri, kamu berselingkuh nggak?"Wardah menjawab dengan kaku, "Aku memang berselingkuh setiap ada kesempatan. Salah satunya a
Saad tampak diliputi amarah. Pria ini pasti tidak akan melepaskan Wardah begitu saja. Naura juga menatap Wardah dengan ekspresi dingin. Dia ingin wanita ini mendapat pelajaran!"Suamiku, aku salah bicara tadi. Aku nggak punya hubungan apa pun dengan siapa pun. Semua ini fitnah! Tolong percaya padaku sekali saja. Aku benaran nggak bohong!" jelas Wardah buru-buru saat menyadari dirinya salah berbicara.Saad makin murka. Dengan wajah memerah, dia bertanya dengan geram, "Kamu kira aku masih bisa percaya pada omong kosongmu? Siap-siap mendekam di penjara! Kalau aku menemukan sesuatu, kamu pasti bakal menanggung konsekuensinya!"Kemudian, Saad menyuruh orang untuk membawa Wardah dan anak laki-laki itu pergi. Wardah terus meronta-ronta sampai celananya lepas karena ditarik orang. Sebelumnya dia terlihat sangat arogan di hadapan Tirta, tetapi sekarang terlihat sangat menyedihkan.Tirta tentu merasa puas melihatnya. Saad tersenyum getir sambil berucap kepada Tirta, "Pak, maaf sudah membuat keri
"Lihat baik-baik. Jarum ini seharusnya ditancapkan di sini. Ini juga ...." Tirta melakukan akupunktur untuk Saad sambil menjelaskan kepada Aiko.Aiko awalnya mengira Tirta hanya ingin mempermalukannya. Namun, setelah melihat keterampilan Tirta, Aiko merasa sangat takjub. "Ternyata begitu, ini ajaran mana?"Aiko tidak pernah melihat teknik akupunktur yang digunakan Tirta. Seiring berjalannya waktu, rona wajah Saad pun membaik. Ini membuat tatapan Aiko saat menatap Tirta menjadi sangat rumit."Sudah. Dua hari lagi, Pak Saad harus menjalani terapi akupunktur kembali. Setelah itu, kondisinya akan makin baik," ucap Tirta kepada Naura sambil menepuk-nepuk tangan. Dia meneruskan, "Tolong suruh orang antar aku pulang. Sudah malam, aku mau istirahat."Naura merasa jauh lebih lega sekarang. Dia tersenyum kepada Tirta sambil bertanya, "Pak, sekarang sudah malam. Gimana kalau kamu menginap di rumah kami semalam? Aku akan menjamumu.""Nggak perlu repot-repot. Sebaiknya antar aku pulang saja," tolak
Ketika melihat Melati begitu berinisiatif dan dipenuhi penantian, Tirta menjadi makin dipenuhi antusiasme. Dia berkata, "Sini."Tirta mulai merasa bergairah. Dia melakukan akupunktur untuk Melati. Entah mengapa, dia merasa nafsu Melati makin lama makin besar. Mungkin ini seperti prinsip bertani. Makin bagus cangkul dan makin sering disiram, maka tanah akan menjadi makin subur."Tirta, aku juga mau." Ketika Tirta keenakan melakukan akupunktur untuk Melati, Ayu yang berada di sebelah tiba-tiba bersuara."Jangan terburu-buru, Bi. Aku akan melakukannya satu per satu," sahut Tirta. Dia berharap dirinya menguasai jurus seribu bayangan supaya bisa merasakan 2 macam kenikmatan sekaligus.Selain itu, ranjang di rumah ini terlalu kecil. Tirta tiba-tiba teringat pada uang 600 miliar dari Irene. Tirta pun memutuskan untuk tidak membuka klinik besok. Dia akan pergi ke kota untuk mengambil sebagian uang itu, lalu membangun rumah besar di desa, membeli ranjang besar dan mobil keren!"Tirta, kamu laya
Kedua wanita itu berusaha memikirkan cara untuk membuat Tirta senang. Namun, kesedihan semacam itu tidak akan pernah dilupakan oleh Tirta."Bi, Kak, terima kasih sudah memperlakukanku dengan begitu baik. Kalian istirahatlah, sudah malam. Besok aku masih harus ke kota," ujar Tirta.Kemudian, Tirta berbaring dan matanya masih berkaca-kaca. Ini pertama kalinya Melati dan Ayu melihat Tirta begitu sedih. Mereka sampai tidak berniat untuk tidur.Kedua wanita itu tidak berbicara lagi. Mereka sama-sama memeluk Tirta. Sesaat kemudian, Ayu baru menghibur, "Tirta, jangan terlalu dipikirkan. Tidurlah. Aku masih ingat dengan janjiku."Melati tentu tidak berani berbicara begitu terang-terangan. Namun, dia akan menggunakan aksinya untuk membuat Tirta senang.....Keesokan pagi, suasana hati Tirta jauh lebih baik. Dia berkata, "Aku ada urusan di kota hari ini, jadi klinik nggak buka dulu. Kalian istirahat saja di rumah."Setelah berpamitan, Tirta pun bersiap-siap ke kota. Sebelumnya, Tirta sempat meny
Tirta segera menyingkirkan pikiran kotor itu. Mereka baru bertemu 2 kali. Tanpa mata tembus pandangnya, mana mungkin Irene bersikap sebaik ini padanya?Tirta mungkin terlalu terobsesi pada wanita sehingga berpikiran seperti itu. Dia pun berusaha memperingatkan diri sendiri untuk tidak langsung berniat meniduri seorang wanita hanya karena wanita itu cantik.Setelah memikirkan semua ini, Tirta membuka pintu mobil dan masuk. Sementara itu, Irene merasa heran melihatnya.Tirta jelas-jelas menatapnya dengan penuh nafsu barusan, jadi kenapa tiba-tiba terlihat seperti pria baik-baik sekarang? Jangan-jangan, Tirta tidak tertarik padanya?Irene tidak bisa memercayai hal ini. Dia memiliki paras dan bodi yang luar biasa. Tidak ada pria yang tidak terpesona padanya. Bahkan ketika becermin, Irene tak kuasa takjub dengan penampilannya sendiri.Itu sebabnya, Irene menyimpulkan bahwa Tirta merasa malu. Pria ini bernafsu, tetapi tidak bernyali. Sepertinya, dia harus lebih berinisiatif."Omong-omong, ak
"Aku bukan mencarimu, tapi mau beli baju," sahut Tirta. Ketika melihat seragam Pandu, dia tahu bahwa Pandu adalah karyawan toko ini. Sepertinya, kehidupannya tidak termasuk baik."Kamu nggak bakal sanggup membeli baju-baju di toko ini meski jual diri. Jangan mimpi!" Ekspresi Pandu jelas dipenuhi penghinaan. Kemudian, dia teringat pada sesuatu sehingga mengernyit sambil bertanya, "Jujur saja, kamu ingin pinjam uang, ya?""Jangan harap deh. Keluargaku baru-baru ini pindah rumah, kami saja masih kurang uang. Sebaiknya kamu pulang.""Jangan sembarangan. Aku benar-benar datang untuk membeli baju. Aku nggak butuh pinjaman apa pun." Tirta terkekeh-kekeh, lalu menunjuk sebuah jas seharga 260 juta dan berkata kepada staf lain, "Aku mau coba ini.""Baik, Pak." Staf wanita itu berusia 20-an tahun dan berparas cantik. Dia segera menghampiri saat mendengar Tirta ingin mencoba pakaian."Sebentar, kamu mundur dulu. Dia adik sepupuku. Dia nggak sanggup beli barang mahal seperti ini. Dia cuma membuat o
Sebenarnya tanpa perlu dipanggil, teriakan Pandu sudah cukup untuk menarik si manajer keluar. Manajer toko ini adalah seorang pria paruh baya berusia 40-an tahun. Dengan satu lambaian tangannya, seluruh karyawan toko bergegas menghampirinya."Siapa bocah itu? Berani sekali membuat keributan di toko kita!" tanya manajer itu dengan murka.Begitu melihatnya, Pandu seolah-olah menemukan penyelamat. Dia mengancam, "Lepaskan aku! Kalau nggak, kamu akan menanggung akibat yang sangat fatal hari ini!"Tirta tidak menghiraukan Pandu. Dia menatap manajer itu dan berkata, "Bukan aku yang membuat keributan, tapi karyawanmu yang kurang ajar.""Serius?" tanya manajer itu sambil menatap Pandu dengan alis berkerut."Jangan percaya padanya! Dia cuma bicara omong kosong! Dia jelas-jelas nggak sanggup membeli baju-baju di sini, tapi masih mau mencobanya! Makanya, aku mengusirnya!" jelas Pandu."Dik, bagaimanapun, kamu yang menggunakan kekerasan duluan. Aku nggak peduli kamu datang untuk membeli baju atau
Setelah melontarkan sindiran, para tamu tertawa terbahak-bahak. Mereka menganggap Tirta yang berpenampilan biasa sebagai bahan lelucon. Kalau bukan Darwan yang membawa Tirta masuk, mungkin mereka sudah mengusir Tirta.Ayu berucap, "Tirta, kalau tahu banyak orang kaya menghadiri acara ini, seharusnya aku bawa kamu beli baju dulu sebelum datang. Kalau kamu berpakaian rapi, mereka pasti nggak akan mentertawakanmu."Meskipun Ayu merasa kesal dan ingin mengkritik para tamu, dia lebih khawatir Tirta bersedih. Tirta memang merasa tidak senang, tetapi dia tetap tersenyum kepada Ayu dan menanggapi, "Nggak apa-apa, Bibi. Biarkan mereka mentertawakanku. Bagaimanapun, aku dan Bu Bella tetap akan tunangan."Tirta menambahkan, "Selain itu, kita nggak melakukan kesalahan apa pun. Nggak usah pedulikan omongan mereka."Mendengar ucapan Tirta, Darwan makin mengaguminya. Kemudian, dia menyipitkan matanya dan menegur para tamu, "Ini acara penting, aku nggak mungkin menjadikan reputasi putriku sebagai baha
Bahkan, lampu di luar juga dihiasi dengan giok. Semua barang-barang ini menunjukkan kekayaan Keluarga Purnomo yang luar biasa.Kala ini, perasaan Ayu campur aduk. Awalnya, dia mendengar Tirta mengatakan Bella adalah putri konglomerat di ibu kota provinsi.Sebelumnya, Ayu tidak tahu jelas bagaimana kehidupan putri konglomerat. Dia hanya menganggap mereka mempunyai banyak uang.Setelah melihat vila Keluarga Purnomo dan Darwan yang berwibawa, Ayu baru tahu ternyata Keluarga Purnomo memiliki kekayaan yang luar biasa! Orang biasa tidak mungkin bisa mencapai posisi yang telah dicapai Keluarga Purnomo.Tirta adalah anak yatim piatu yang tidak mempunyai sokongan hebat. Dia benar-benar beruntung bisa disukai putri konglomerat seperti Bella dan bertunangan dengannya. Orang biasa tidak mungkin mendapatkan kesempatan seperti ini.Namun, Tirta malah mendapatkannya. Bahkan, Kepala Keluarga Purnomo juga bersikap sungkan kepada Tirta, bukan meremehkannya.Ayu memandangi Tirta sambil membatin, 'Tirta s
Saat Fakhri membawa Tirta dan Ayu masuk ke vila Keluarga Purnomo, seorang bawahan berlari ke aula yang paling luas dan mewah. Dia menghampiri Darwan yang sedang berbincang dengan para tokoh hebat.Bawahan itu melapor, "Pak Darwan, Pak Fakhri sudah membawa Pak Tirta dan Bu Ayu masuk. Apa kamu mau menyambut mereka?"Darwan mengangguk dan menimpali, "Mereka sudah sampai? Oke, aku ke sana sekarang."Darwan berkata kepada para tamu, "Maaf, aku harus pergi sebentar. Aku mau menyambut 2 tamu yang sangat penting. Aku akan segera kembali."Selesai bicara, Darwan merapikan pakaiannya. Dia membawa anggota Keluarga Purnomo untuk menyambut Tirta dan Ayu.Respons Darwan dan anggota Keluarga Purnomo membuat para tamu terkejut. Hal ini karena mereka tidak pernah melihat Darwan begitu menghormati seseorang. Jadi, para tamu langsung berkomentar begitu Darwan dan lainnya pergi."Apa kehebatan tunangan Bu Bella?""Bahkan, Kepala Keluarga Purnomo merendahkan dirinya untuk menyambut pria itu.""Aku nggak ta
"Bella nggak pantas rebutan denganmu," tegas Simon sambil menepuk tangan Camila. Dengan kemampuannya, Simon bisa melakukan hal ini dengan mudah."Terima kasih, Simon. Aku ini wanita yang paling bahagia di dunia karena bisa bersamamu," balas Camila dengan ekspresi gembira. Dia bersandar di bahu Simon.Camila membatin, 'Bella, sekarang Simon ini pacarku. Apa kamu bisa menandingiku? Nantinya kamu akan kupermalukan! Sudah saatnya aku membuat perhitungan atas penderitaan yang kualami selama ini.'....Setelah mobil Simon melaju pergi, Diego menghela napas dan bergumam, "Sialan! Ternyata dia itu cucu kandung Pak Yahsva, untung saja dia meremehkanku. Kalau nggak, aku bukan cuma celakai diri sendiri. Tapi, aku akan mencelakai Keluarga Bazan."Diego melanjutkan, "Ternyata wanita di samping Simon itu saudara sepupu Bella. Sepertinya dia mau membawa Simon untuk mempermalukan Bella. Kalau Simon bisa menakuti tunangan Bella, mungkin aku punya kesempatan untuk mengejar Bella. Aku harus segera pergi
Mendengar ucapan Simon, Diego sama sekali tidak takut. Dia malah menghina Simon, "Apa? Orang sepertimu mau melenyapkan Keluarga Bazan? Bahkan, Keluarga Purnomo yang paling berkuasa di ibu kota provinsi juga nggak berani bicara seperti itu!"Diego melanjutkan, "Kamu memang pandai membual! Kamu lagi mimpi, ya? Apa perlu aku bangunkan kamu?"Camila tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia langsung membeberkan identitas Simon. Camila berbicara dengan Diego dengan ekspresi sinis, "Orang kampungan, Simon itu cucu kandung sesepuh dalam dunia pemerintahan, Yahsva Unais! Dia itu penerus dan calon pemimpin Keluarga Unais!"Camila menambahkan, "Keluarga Bazan yang kamu banggakan itu nggak ada apa-apanya bagi Simon. Kalau kamu berani macam-macam lagi, Keluarga Bazan akan didepak dari ibu kota provinsi!""Apa? Dia itu cucu kandung Pak Yahsva? Nggak mungkin! Jangan kira kalian bisa takut-takuti aku!" timpal Diego.Diego menegaskan, "Aku nggak percaya dia itu Simon Unais! Pak Simon tinggal di ibu kota n
Kaki Diego gemetaran saking kagetnya. Setelah tersadar, dia mengepalkan tangannya dengan erat dan berteriak kepada sopir, "Kamu buta, ya? Apa kamu bisa menyetir? Kamu nggak lihat ada orang di depan?"Namun, sopir itu mengabaikan Diego. Dia malah berkata kepada pria dan wanita muda di kursi belakang dengan ekspresi panik, "Tuan Simon, Nona Camila, orang ini yang tiba-tiba keluar dari mobil. Aku nggak sengaja buat kalian kaget ...."Camila menyergah, "Kalau dia tiba-tiba keluar dari mobil, kamu langsung tabrak dia saja! Kalau Simon terluka, kamu nggak akan mampu menebus kesalahanmu!"Camila memang memiliki paras yang cantik dan postur tubuh yang bagus, tetapi ternyata dia sangat galak. Bahkan, dia hanya melirik Diego dengan dingin. Sikapnya benar-benar arogan.Sopir tidak berani melawan. Dia segera berucap sembari menunduk, "Iya, Nona Camila. Aku memang salah. Kalau lain kali ada kejadian seperti ini lagi, aku pasti langsung tabrak orangnya."Sikap Camila langsung berubah begitu melihat
Melihat respons Tirta dan Ayu, Fakhri menanggapi dengan ekspresi terkejut, "Aku kira Pak Tirta sudah tahu. Mungkin Bella nggak beri tahu kalian karena ada alasannya. Nanti setelah sampai di kediaman Keluarga Purnomo, Pak Tirta langsung tanya Bella saja.""Oke. Nanti aku tanya Bu Bella alasannya setelah sampai di kediaman Keluarga Purnomo," timpal Tirta.Sebenarnya Tirta merasa gelisah. Dia bukan tidak ingin bertunangan dengan Bella, tetapi hal ini terlalu mendadak. Jadi, Tirta tidak bisa menerimanya.Bahkan, Tirta berpikir kemungkinan Bella menghadapi masalah sehingga dia buru-buru ingin bertunangan dengannya. Itulah sebabnya Bella tidak memberi tahu Tirta masalah tunangan terlebih dahulu.Sementara itu, Ayu yang mendengar kabar pertunangan Tirta merasa kalut. Dia tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Ayu tidak banyak bicara di sepanjang perjalanan.....Tak lama setelah Tirta dan lainnya pergi, mobil Diego yang rusak baru keluar dari jalan tol dengan perlahan. Sepertinya mesin mo
Bella berkata dengan antusias, "Nggak usah. Ayahku sudah utus bawahannya untuk menunggumu di setiap pintu keluar tol. Kamu langsung bilang kamu keluar dari tol mana, biar aku suruh orang untuk jemput kalian."Tirta menyahut, "Bu Bella, aku keluar dari tol di kota bagian timur.""Oke, kamu tunggu sebentar. Kamu cari tempat untuk hentikan mobilmu dulu. Aku segera suruh bawahan jemput kamu," timpal Bella.Selesai bicara, Bella langsung mengakhiri panggilan telepon. Sementara itu, Tirta menghentikan mobilnya di tepi jalan.Beberapa menit kemudian, belasan mobil Rolls-Royce berwarna hitam berhenti di depan mobil Tirta. Sekumpulan mobil mewah ini menarik perhatian orang-orang.Pintu mobil Rolls-Royce yang berada di paling depan dibuka. Seorang pria paruh baya yang parasnya mirip dengan Darwan turun dari mobil. Dia menghampiri Tirta dan bertanya, "Apa kamu ini Pak Tirta?"Tirta turun dari mobil, lalu menyahut seraya tersenyum, "Benar, aku Tirta. Apa kamu diutus Keluarga Purnomo?"Fakhri mempe
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di ibu kota provinsi. Tampak banyak gedung tinggi dan jalanan dipadati mobil. Pemandangannya sangat indah.Namun, Ayu tidak berminat untuk menikmati pemandangannya. Dia malah berpesan kepada Tirta dengan ekspresi cemas, "Tirta, lain kali kita abaikan saja kalau menghadapi masalah seperti ini lagi. Anggap saja kita nggak dengar omongan mereka. Aku takut kamu gegabah dan melakukan hal yang akibatnya fatal."Tirta menimpali, "Bibi, aku paham maksudmu. Aku juga nggak ingin memukul orang. Tapi, bukan kita yang cari masalah. Kita juga nggak bisa menghindari masalah yang tiba-tiba muncul."Tirta melanjutkan, "Kalau kita mengalah, orang lain akan merasa kita gampang ditindas. Tindakan mereka juga makin keterlaluan. Bibi, coba kamu pikirkan. Bukannya Elvi dan keluarganya juga begitu?"Tirta meneruskan, "Kita melawan orang yang menindas kita agar ke depannya kita nggak ditindas lagi. Sekarang aku baru paham terkadang kita harus melawan terlebih dulu s