"Kamu ...," ucap Qaila. Dia sangat kesal melihat sikap Tirta yang tegas. Namun, Qaila memang tidak terlalu memahami ilmu pengobatan tradisional. Jadi, dia tidak berbicara lagi.Meskipun tidak memercayai Tirta, Qaila tetap tertarik dengan teknik akupunktur Tirta yang hebat. Dia merasa Tirta lebih mahir daripada dokter pengobatan tradisional terkenal yang pernah ditemuinya.Ucapan Qaila memang benar. Dengan kondisi Omran sekarang, menggunakan teknik akupunktur biasa tanpa bantuan obat-obatan tidak akan efektif.Namun, Tirta mengerahkan energi spiritual saat melakukan akupunktur untuk memulihkan luka Omran. Ditambah lagi, Tirta menggunakan ilmu medis pemurni energi dari ingatan yang diberikan Genta kepadanya. Jadi, Tirta bisa mengobati luka Omran dengan mudah tanpa bantuan obat-obatan.Belasan menit kemudian, Tirta sudah selesai melakukan akupunktur. Wajah Omran pun memerah. Detak jantungnya terdengar stabil.Tirta memeriksa luka Omran dengan mata tembus pandang. Saat ini, luka Omran suda
Qaila berusia sekitar 30 tahun. Kulitnya mulus dan tubuhnya berisi. Dia benar-benar menawan.Tirta melambaikan tangannya dan berucap, "Namaku Tirta. Itu cuma masalah sepele. Dokter Qaila, kamu nggak usah menganggapnya serius."Tirta melirik Qaila sekilas, lalu meneruskan, "Lagi pula, kita baru bisa yakin setelah melihat buktinya. Kamu nggak pernah melihatnya, jadi wajar saja kalau kamu nggak percaya. Dokter Qaila, jangan memberi hormat padaku lagi."Qaila makin merasa bersalah ketika melihat Tirta tidak peduli. Dia tetap memberi hormat kepada Tirta dan berujar, "Ucapanmu memang benar, tapi sebelumnya aku memang salah. Aku harus minta maaf padamu."Selesai bicara, Qaila baru bangkit dan meneruskan dengan ekspresi tulus, "Apa kamu tertarik untuk bergabung dengan kami di rumah sakit pusat? Sebenarnya ayahku itu direktur rumah sakit. Kalau kamu mau, aku akan minta ayahku untuk beri kamu gaji 2 miliar setahun."Qaila menambahkan, "Bukan cuma itu, aku akan membuat departemen khusus untuk pen
Melihat kejadian yang mendadak ini, Tirta menenangkan dirinya sebelum menarik Qaila dan berujar, "Dokter Qaila, sebenarnya apa yang terjadi? Kamu berdiri dulu. Ceritakan kepadaku, jangan panik."Tatapan semua orang di kamar tertuju pada Qaila. Omran juga tidak mengungkit tentang hadiah Tirta lagi setelah melihat Qaila datang. Dia tidak ingin orang lain tahu hal ini.Qaila yang sudah ditarik Tirta berlutut lagi. Dia menarik baju Tirta dan memohon, "Tirta, kalau kamu nggak mau selamatkan ayahku, aku nggak mau berdiri. Tolong ...."Tindakan Qaila membuat Bella mengernyit. Bagaimanapun, sekarang hubungan Bella dengan Tirta sangat dekat. Melihat Qaila menyentuh Tirta, Bella merasa tidak nyaman. Selain itu, Bella juga merasa Qaila seperti memaksa Tirta.Ayu yang baik hati menarik Qaila dan berkata, "Dokter Qaila, kamu berdiri dulu. Tirta mau selamatkan ayahmu, tapi kamu harus beri tahu kami apa yang terjadi. Bukannya ayahmu direktur rumah sakit? Kenapa kamu membutuhkan bantuan Tirta? Selain
Ayu yang khawatir bertanya, "Tirta, anak itu mengalami pendarahan. Tapi, nggak ada darah yang cocok. Apa kamu bisa selamatkan dia?""Seharusnya bisa. Aku juga nggak terlalu yakin. Kita lihat dulu kondisinya," sahut Tirta. Dia juga tidak pernah menghadapi kondisi seperti ini.Namun, Tirta sudah mendapatkan ingatan Genta yang di dalamnya terdapat banyak ilmu medis ajaib. Tirta berencana memeriksa kondisi anak perempuan itu dan mencoba untuk menyelamatkannya.Dari cerita Qaila, Tirta menebak seharusnya keluarga anak itu juga merupakan pesilat kuno dari dunia misterius. Kalau tidak, kemampuan mereka tidak mungkin begitu hebat.Sekarang Tirta sangat penasaran dengan pesilat dari dunia misterius. Tentu saja dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk berhubungan dengan mereka.Qaila sangat antusias sesudah melihat Tirta setuju membantunya. Dia memberi hormat pada Tirta lagi dan berucap, "Terima kasih, Tirta. Kalaupun kamu nggak berhasil menyelamatkan anak itu dan membantu ayahku, aku akan tet
Mendengar ucapan Tirta, amarah pria paruh baya itu langsung meledak. Dia membentak, "Apa? Hei, kamu cari mati, ya?"Setelah melepaskan Qaila, pria paruh baya itu mendengus dan melancarkan tinjuan dengan kekuatan yang dahsyat ke arah Tirta. Dia berseru, "Tapak Hujan Batu!"Qaila yang ketakutan berteriak, "Tirta, hati-hati!"Sebelumnya, Qaila melihat pria paruh baya itu menggunakan jurus ini untuk mengalahkan belasan satpam. Bella berujar dengan penuh keyakinan, "Dokter Qaila, kamu nggak usah khawatir. Dia nggak mampu melawan Tirta."Ayu yang cemas mendesak, "Dokter Qaila, cepat kemari. Nanti kamu terluka."Qaila sudah pernah melihat kehebatan pria paruh baya, jadi dia tidak berani memercayai ucapan Bella. Qaila menimpali, "Tapi, orang ini sangat hebat. Tirta ...."Sementara itu, Tirta yakin pria paruh baya adalah seorang pesilat kuno setelah melihat serangannya. Namun, Tirta tidak takut sedikit pun. Dia marah-marah, "Kamu cuma memikirkan untuk membunuh orang! Apa kamu menganggap nyawa o
Chiko berdiri di samping dan tidak berbicara lagi. Pria tua itu menghampiri Tirta, lalu tersenyum dan memberi hormat. Dia berkata, "Kita berdua sama-sama pesilat, jadi kita nggak perlu bermusuhan cuma karena salah paham."Pria tua melanjutkan, "Namaku Yusril. Aku bersedia mewakili putraku, Chiko untuk meminta maaf kepadamu. Aku harap kamu bisa memakluminya. Apa aku boleh tahu siapa gurumu? Nanti aku pasti bawa putraku untuk mengunjunginya dan membawa hadiah."Tirta tahu Yusril berniat mencari tahu latar belakangnya. Sebenarnya Tirta tidak ingin memedulikan Yusril. Tiba-tiba, terdengar suara Genta. "Tirta, aku mau batu spiritual di lehernya. Cepat cari cara untuk dapatkan batu spiritual itu."Tirta baru melihat di bagian dada Yusril ada batu berbentuk oval yang berwarna putih. Batu itu diikat dengan tali merah dan memancarkan cahaya warna-warni. Itu pasti batu spiritual yang dimaksud Genta.Tirta berpikir sejenak, lalu mendengus dan berujar, "Aku nggak bisa bocorkan nama guruku. Aku jug
"Eee ... Dik, kamu yakin bisa menyelamatkan cucuku? Dokter-dokter di rumah sakit ini saja nggak bisa menyelamatkannya."Mendengar itu, Yusril dan Chiko sama-sama terkejut. Kemudian, mereka bertanya kepada Tirta dengan nada ragu. Terutama karena usia Tirta yang masih muda, jadi mereka sulit percaya."Aku juga nggak bisa menjamin. Kita hanya akan tahu setelah mencobanya. Kalau aku berhasil menyelamatkan gadis itu, aku ingin kalian menjawab satu pertanyaanku," sahut Tirta sesudah berpikir sejenak."Bukan masalah! Asalkan kamu bisa menyelamatkan putriku, jangankan menjawab pertanyaan, jadi budakmu pun aku rela." Chiko langsung mengepalkan tangannya dan berkata dengan penuh tekad kepada Tirta."Oh? Serius?" tanya Tirta.Dia memang berniat merekrut beberapa orang kuat untuk bekerja dengannya dalam mewaspadai Black Gloves. Setelah melihat Chiko, seorang ahli bela diri kuno yang juga sangat menyayangi putrinya, bukankah dia adalah orang yang tepat?"Tentu saja benar!" Chiko mengangguk dengan y
Sepertinya dia ditusuk oleh pisau tajam hingga tembus ke punggungnya. Dokter di rumah sakit sudah memberikan obat pembekuan darah agar pendarahan tidak terus berlanjut, tetapi Yasmin sudah kehilangan terlalu banyak darah saat dibawa kemari.Saat ini, wajahnya benar-benar pucat. Detak jantungnya nyaris tidak terdengar, tubuhnya mulai dingin dan kaku. Meskipun dalam kondisi sekarat, kecantikannya tetap tak tertutupi. Wajahnya mungil dan halus, sungguh gadis yang cantik.Tirta belum pernah melihat gadis seusianya yang secantik ini. Dia tampak seperti peri kecil yang lembut. Setelah dewasa nanti, pasti akan membuat banyak pria tergila-gila!Bahkan sekarang, Tirta yang sudah melihat begitu banyak wanita cantik tetap berdebar-debar melihatnya. "Gimana bisa pria seperti Chiko bisa punya anak perempuan secantik ini? Aneh sekali."Setelah ketakjubannya berlalu, Tirta segera menahan pikirannya yang kacau. Dia mulai mencari dalam ingatannya, mencoba menemukan cara untuk menyelamatkan gadis ini.S
Marila takut Tirta kehabisan kesabaran, jadi dia menunjuk ke arah sebuah gedung tinggi di pusat kota."Maaf sudah merepotkanmu. Oh ya, sebelumnya kamu sempat bilang ingin minta bantuanku, 'kan? Nanti setelah aku selesai menenangkan Susanti, aku pasti bantu kamu ...."Tirta melirik Susanti yang sedang tertidur di pelukannya, lalu mengangguk pelan. Dia seperti teringat sesuatu dan menoleh ke arah Marila. Namun, sebelum Tirta selesai bicara, Marila segera menyela dengan ekspresi agak canggung."Pak Tirta, urusanku nggak mendesak! Kamu bisa fokus dulu merawat Bu Susanti. Kalau nanti benar-benar sudah ada waktu luang, baru cari aku."Saat mengatakan itu, Marila tanpa sadar menunduk. Wajahnya pun terlihat agak malu dan pipinya sedikit memerah."Ya sudah kalau begitu." Melihat reaksi Marila, Tirta pun tak memperpanjang pembicaraan. Dia berkata ingin beristirahat sebentar, padahal sebenarnya dia masuk dalam kondisi meditasi untuk berbicara dengan Genta.'Kak Genta, lihat deh, pemandangan di Pr
Namun, tentu saja semua pertanyaan itu tidak diucapkan oleh Selina. Yang dia ingin tahu hanyalah keberadaan Tirta."Bu Selina, jangan khawatir! Pak Tirta baik-baik saja. Tapi, sepertinya Bu Susanti syok berat. Tadi Pak Tirta sudah membawa Bu Susanti naik helikopter untuk kembali ke kota dan istirahat dulu.""Sebelum pergi, beliau secara khusus memintaku untuk menunggumu di sini. Tunggu sebentar ya. Setelah menjemput orang tua Bu Susanti, aku akan mengajak kalian semua menemui Pak Tirta!"Idris yang jeli dalam mengamati bisa menangkap nada penuh kekhawatiran dari suara Selina. Dia pun bisa menebak bahwa hubungan antara Selina dan Tirta pasti tidak sederhana, makanya dia bersikap semakin sopan dan ramah.Tak lama kemudian, dia memerintahkan Vendi dan Sutomo untuk pergi ke Desa Benad, menjemput Anton dan Yuli."Baiklah, aku akan menunggu di sini." Mendengar ucapan Idris, Selina pun merasa lebih lega dan mengangguk setuju.Dalam hati, Selina berpikir, 'Ternyata Tirta masih pikirin aku, sam
Dia bersikeras ingin bertemu dengan Tirta, bahkan tidak peduli pada Idris. Tidak peduli bagaimana Sutomo dan Vendi mencoba menghentikannya, dia tetap bersikeras ingin masuk ke Desa Benad."Apa sih yang dia omongin? Dewa? Mana ada dewa di dunia ini ...." Idris melihat si sopir paruh baya melantur, jadi langsung tidak menggubrisnya dan merasa muak.Dia ingin menyuruh Sutomo dan Vendi untuk mengusir si sopir secara paksa, tetapi tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. Bukankah barusan Sutomo dan Vendi juga bilang Tirta itu seperti dewa?Menyadari hal itu, Idris langsung melupakan perbedaan status dan melangkah cepat ke arah sopir taksi itu, mencoba memastikan."Tunggu sebentar, Pak. Apa dewa yang kamu sebut itu adalah seorang pemuda? Rambutnya lurus ke atas, bajunya compang-camping?""Ini Pak Gubernur ya? Ya, benar, orang yang kumaksud memang masih muda. Tapi, bajunya sama sekali nggak sobek, rambutnya juga nggak berdiri seperti yang kamu bilang. Sepertinya kita nggak ngomongin orang yang s
"Ini ... ini nggak mungkin!"Ketika Idris sampai di gerbang Desa Benad dengan perasaan cemas dan gelisah, dia melihat pemandangan mengerikan. Puluhan tubuh bersimbah darah, bagian tubuh berserakan di mana-mana. Jantungnya seakan-akan berhenti sejenak karena terkejut!Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana cara Tirta menjatuhkan puluhan bawahan Hafiz dengan tangan kosong! Padahal, mereka semua memiliki senjata api!Yang lebih gila lagi, Tirta bahkan masih memeluk seseorang di dalam pelukannya saat itu! Jadi, apakah artinya dia menghabisi semua orang ini hanya dengan satu tangan? Itu benar-benar mustahil!"To ... tolong bunuh aku .... Kumohon, bunuh saja aku ...." Di tengah genangan darah, Bayu yang masih hidup melihat kedatangan Idris dan para bawahannya. Dia langsung menyeret tubuhnya yang penuh luka, berusaha merangkak mendekat. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya hanya ingin mati demi bebas."Cepat! Kalian berdua hentikan pendarahannya! Aku harus tanya sendiri, apa yang
Tentu saja, Tirta tidak lupa menjelaskan asal mula kejadian tersebut, mengapa semua itu bisa terjadi. Dia juga sengaja memberi kesan bahwa dirinya hanya membela diri, meskipun sedikit berlebihan."Oh, jadi memang begitu ya? Vendi, Sutomo, cepat pergi periksa, lihat apa masih ada yang selamat!"Mendengar penjelasan dari Tirta, Idris sebenarnya tidak terlalu percaya bahwa Tirta bisa mengalahkan mereka seorang diri, bahkan membunuh puluhan anak buah Hafiz yang semuanya adalah preman berbahaya.Namun, karena mempertimbangkan Keluarga Dinata, Idris tidak memperlihatkan keraguannya secara langsung, melainkan segera memberi instruksi kepada dua pemuda yang bersamanya."Bu Marila, yang perlu kukatakan sudah kukatakan semua. Tolong bawa aku ke tempat yang tenang. Aku harus menenangkan kondisi Susanti.""Tentu saja, kalau nanti ada yang perlu kubantu atau butuh klarifikasi lebih lanjut, Pak Idris bisa langsung mencariku." Tirta bisa melihat dengan jelas bahwa Idris tidak sepenuhnya percaya padan
Duar!Mendengar itu, Hafiz langsung merasa jantungnya seperti ditusuk, seakan-akan petir menyambar di siang bolong, menggema dalam benaknya. Bahkan, napasnya pun tertahan sejenak!'Petinggi ibu kota .... Aku bersusah payah selama seluruh hidupku, tapi hanya bisa menjadi bawahan kelas menengah di Provinsi Naru!''Apa aku punya kemampuan untuk menarik dukungan dari orang sehebat itu di ibu kota? Jangan-jangan bocah ini keturunan dari salah satu bos besar di sana?'Begitu pikiran itu muncul, wajah Hafiz menjadi semakin pucat, seolah-olah dadanya ditimpa sesuatu. Ketakutan dalam hatinya bahkan lebih dahsyat daripada rasa sakit dari jarinya yang remuk."Pak Tirta, Bu Susanti baik-baik saja, 'kan?" Saat itu, Marila bergegas menghampiri Tirta. Melihat Tirta tidak mengalami cedera, dia pun merasa lebih lega. Namun, begitu melihat ekspresi Susanti yang kacau, wajahnya menegang."Susanti nggak mengalami luka serius, tapi dia sangat syok. Tolong bantu aku carikan tempat yang tenang dan tak tergan
Ternyata Marila dan Idris membawa anggota kemari. Orang yang ikut Idris turun memegang senapan. Sebelum helikopter mendarat, orang itu sudah membidik Hafiz. Jadi, Hafiz tidak bisa kabur lagi.Hafiz terpaksa maju dan menyambut Idris sambil tersenyum, "Pak Idris ... kenapa kamu naik helikopter datang ke sini?"Hafiz tahu identitas dan latar belakang Idris. Bahkan, bisa dibilang alasan utama Hafiz ingin kabur belakangan ini adalah tindakan Idris untuk membasmi kejahatan sangat mengerikan.Sekarang Hafiz langsung menghadapi Idris. Dia hanya bisa berbohong untuk melewati pemeriksaan Idris.Idris merasa geram saat melihat Hafiz yang sangat jahat. Ekspresinya sangat muram. Dia mencibir, lalu menyahut, "Hafiz, menurutmu apa alasannya? Tentu saja aku datang karena kamu, orang jahat yang tersisa di Provinsi Naru!"Tentu saja Hafiz tidak ingin mengakui perbuatannya. Dia malah berlutut di tanah dan berpura-pura menangis sambil bicara, "Pak Idris, jangan bilang begitu. Itu cuma rumor, aku nggak per
Melihat Hafiz kabur, para bawahan yang panik ingin membuang senjata mereka dan mengejar Hafiz. Mereka berkomentar."Bos ... kabur! Sialan!""Sialan! Biarkan saja. Setelah mendapatkan uang, kita juga bisa bersenang-senang di luar negeri!"Kemudian, seorang pria paruh baya yang cukup berpengaruh maju. Tampak bekas goresan pisau di wajahnya dan dia hanya mempunyai satu mata.Pria itu berteriak, "Teman-teman, nggak ada gunanya kalau cuma beberapa orang yang menembak! Kita tembak dia sama-sama! Nggak masalah kalau mati! Kalau masih hidup, kita lanjut minta uang!"Begitu pria tersebut bersuara, semua orang pun setuju. Mereka membidik Tirta. Terdengar suara tembakan beruntun bak suara petasan."Mantra Perisai Cahaya Emas!" seru Tirta. Dia sedikit gugup saat menghadapi situasi seperti ini.Tirta bukan takut pada peluru, tetapi dia takut Susanti terluka. Tirta segera membentuk segel tangan, lalu lapisan cahaya yang tak terlihat secara kasatmata melindungi Tirta dan Susanti. Semua peluru diadang
"Nggak usah buru-buru, aku sudah pertimbangkan. Aku nggak akan memberi kalian uang, begitu pula ... nyawaku!" tegas Tirta.Tirta tertawa kepada Arkan, lalu menamparnya. Arkan memaki, "Sialan! Bocah berengsek! Beraninya kamu mempermainkanku!"Tentu saja Arkan marah menghadapi situasi seperti ini. Arkan hendak menarik pengaman pistol, lalu mematahkan kedua tangan dan kaki Tirta terlebih dahulu untuk menakutinya.Namun, tamparan Tirta langsung membuat kepala Arkan terpental dalam sekejap. Sementara itu, tubuh Arkan yang sudah kehilangan kepala masih mempertahankan posisi mengangkat pistol untuk mematahkan kaki dan tangan Tirta.Perubahan yang mendadak ini membuat semua orang di tempat kaget dan juga takut. Setelah tersadar, mereka berkata pada Hafiz dengan ekspresi marah."Kak Arkan! Sialan! Ternyata pemuda ini seorang ahli bela diri!""Bos, pemuda ini sudah membunuh Kak Arkan! Kalau nggak, kita langsung bunuh dia saja!"Hafiz menegur, "Sialan, bukannya orang mati itu hal yang biasa? Dulu