"Aku saja nggak ngeluh kamu nggak belikan aku giok! Nggak bisa, aku berubah pikiran sekarang. Kalau kamu nggak belikan aku giok, kita nggak usah nikah!"Lukas langsung memelototinya dan berkata, "Beli giok apanya! Kamu ini nggak tahu bersyukur. Aku sudah belikan rumah, mobil, dan berikan mahar padamu. Utangku sudah ratusan juta, mana ada lagi uang untuk beli giok!"Joan bersikeras, "Itu urusanmu! Kalau nggak beli giok, nggak usah menikah denganku!"Lukas tidak bisa bersabar lagi, "Ya sudah! Nggak menikah juga nggak apa-apa! Aku sudah muak dengan sikapmu yang suka pamer dan temperamenmu yang rendahan! Sekarang kembalikan maharku, mobil dan rumahnya juga segera balikkan ke namaku. Kita putus sekarang juga!"Joan langsung tercengang mendengarnya. Tanpa Lukas, dia bukanlah siapa-siapa. Namun, Joan tidak ingin kalah di hadapan Nabila dan keluarganya. Akhirnya, dia tetap tidak mau mengalah, "Oke, kamu nggak mau menikahiku, 'kan? Aku juga nggak mau nikah lagi! Jangan mengira nggak ada yang me
Tirta terkekeh-kekeh sambil merangkul pinggang Melati yang ramping, "Memang Kak Melati yang paling baik padaku. Selain Bibi, di dunia ini cuma Kak Melati yang tulus memperlakukanku dengan baik."Tirta dan Melati sudah terbiasa saling menggoda sembari mempersiapkan makan. Tirta juga tidak terlalu kaku lagi sekarang. Dia telah bersiap untuk menaklukkan Melati kapan saja.Melati merasa kegirangan. "Duh sayangku, Kakak rela memperlakukanmu dengan baik! Hidup Kakak sangat bahagia bersamamu setiap hari. Entah bagaimana aku bisa hidup kalau meninggalkanmu!"Tidak ada seorang pun wanita yang bisa menolak pesona Tirta saat sedang melancarkan serangannya. Melati adalah seorang wanita yang tidak berpengalaman, tapi dia langsung berhadapan dengan Tirta yang perkasa. Bisa dibilang, dia selalu kalah setiap kali dari Tirta. Namun, Melati tetap sukarela disiksa oleh Tirta.Melihat kondisi Melati yang tidak tahan lagi, Tirta baru menghentikan serangannya. "Sudahlah, Kak. Kamu istirahat dulu, biar aku s
Setelah Susanti melepas pakaiannya, dia masih merasa agak malu. Baru kali ini dia menunjukkan tubuhnya di hadapan seorang pria. Sekujur tubuhnya bahkan terasa gemetaran. Kulitnya yang mulus itu terkesan semakin cerah di bawah sorotan lampu di klinik.Tirta membelalakkan matanya dan menelan ludah dengan gugup. "Kak, mohon jangan meragukan kepribadianku. Tolong singkirkan tanganmu dan biarkan aku melihat bagian yang perlu diobati."Di bawah desakan Tirta, Susanti akhirnya melepas kedua tangannya dengan enggan. Kemudian, dia memejamkan matanya dan berbisik, "Lihat saja. Kalau sudah selesai, tolong obati ...."Begitu Susanti melepas kedua tangannya, payudaranya yang tidak seimbang itu langsung terpampang di hadapan Tirta. Tirta mendekatinya perlahan dan mencium sebuah aroma yang sangat menggoda."Kak, kamu mau jadikan lebih kecil seperti yang kiri, atau jadikan besar seperti yang kanan?"Tanpa ragu-ragu, Susanti menjawab, "Tentu saja aku mau yang besar!"Sudah sampai tahap seperti ini, Sus
Tirta berkata dengan tak berdaya, "Kak Polisi, sekarang masih sedang terapi. Kenapa kamu malah pakai baju? Kalau jarumnya terjatuh satu, semuanya jadi sia-sia. Kalau nggak, kamu tahan saja dulu."Begitu perasaan itu melanda, Susanti tidak bisa lagi menahannya. Namu, Tirta sudah bilang bahwa jarumnya tidak boleh jatuh satu pun. Setelah beberapa saat, Susanti akhirnya tidak tahan lagi dan celananya basah tanpa sadar.Susanti merasa sangat malu, tetapi gejolak dalam hatinya sangat kuat. Setelah beberapa menit, dia akhirnya tidak tahan lagi dan jatuh pingsan. Tirta menghela napas tak berdaya. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa mencabut jarumnya dan meletakkan Susanti ke ranjang."Katanya wanita terbuat dari air, sepertinya ungkapan itu ada benarnya."Begitu terbangun, Susanti merasa sangat malu. Lantaran tak berdaya, dia akhirnya bersembunyi di dalam selimut. Tirta yang sudah sering menghadapi situasi seperti ini terlihat sangat tenang."Kak, coba lihat, apakah kondisinya sudah membaik
"Jadi pacarmu? Kalau nggak mau, kamu mau menangkapku? Kak, bisa nggak kamu lebih masuk akal? Aku bukannya melakukan kejahatan besar." Tirta merasa kebingungan. Dia juga bukannya tidak suka terhadap Susanti. Susanti memang cantik, kekurangannya satu-satunya juga sudah disembuhkan oleh Tirta. Kini, dia adalah wanita cantik yang sempurna.Namun, Susanti adalah seorang polisi. Tirta tidak ingin berpacaran dengan polisi. Jika sampai ketahuan berselingkuh, bukankah dia akan dihabisi Susanti?"Nggak masuk akal gimana? Kamu kira aku ingin menjadikanmu pacarku? Kalau bukan karena kamu sudah melihat seluruh tubuhku ....""Kak, sudah kubilang bukan, aku ini dokter. Aku nggak membedakan pria atau wanita di sini. Kalau memang nggak mau, aku lepas pakaianku untuk kamu lihat. Kita anggap impas saja ya?" tanya Tirta.Sambil berbicara, Tirta telah hampir melepas pakaiannya."Nggak bisa! Cepat pakai kembali pakaianmu! Pria melihat wanita dan wanita melihat pria itu berbeda! Sebelum mengobatiku tadi, kam
Mendengar hal itu, Susanti jadi semakin malu. Dia berteriak marah, "Pergi sana! Pergi!"Setelah payudaranya disembuhkan, tubuh Susanti jadi tampak semakin menawan."Ini klinikku, aku berhak untuk tinggal di sini. Kalaupun kamu mau menangkapku, tetap saja nggak ada hak untuk mengusirku," balas Tirta dengan tak acuh. Dia memang ingin membuat Susanti jengkel agar Susanti tidak menyuruhnya Tirta untuk menjadi pacarnya lagi."Oke, aku pakai ini. Aku akan keluar sekarang juga dan nggak akan pernah datang mencarimu lagi!" Susanti menangis karena kesal. Air matanya berderai dengan deras. Saat mengenakan pakaian itu, Tirta masih tetap berdiri di tempatnya."Aku mau pakai baju, apa kamu nggak bisa menghindar dulu?" tanya Susanti.Tirta mencibir, "Lagi pula aku sudah melihat semuanya, apa bedanya aku keluar atau nggak?""Oke, terserah kamu saja. Lihat saja sampai puas. Suatu hari nanti kamu akan menyesal!" maki Susanti sambil menggertakkan giginya. Dia berhenti menangis, lalu membuka selimutnya d
Tirta langsung menggendongnya dengan erat. Wajah Nabila telah merah padam saat berkata, "Tirta, kamu jangan terburu-buru. Ini masih di klinikmu, gawat kalau sampai ada yang melihatnya ....""Nggak masalah, Kak. Aku sudah kunci pintunya, nggak akan ada yang bisa masuk. Kak Nabila, kamu berbalik dan sedikit membungkuk ...." Tirta sudah tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Nabila. Dia merasa kegirangan dan segera membalikkan badan Nabila, lalu membuat kedua tangannya bertopang dan membungkukkan badan membelakanginya."Kak Nabila cantik sekali. Aku nggak bisa puas melihatnya!" Mata Tirta telah membelalak.Nabila merasa malu dan kesal. "Tirta, jangan lakukan di sini ya? Kalau nggak, nanti malam aku akan pergi mencarimu." Nabila benar-benar malu saat ini. Selain itu, ini adalah pertama kalinya berhubungan badan dengan pria. Tentu saja hatinya merasa sangat panik."Kak Nabila, kamu terlalu cantik. Aku nggak sanggup tahan lagi! Aku pasti akan memperlakukanmu dengan baik kelak!" Saat ini, Ti
"Aku sedang ada urusan penting. Dengan sikapmu ini, kamu mau datang berobat atau mau merampok?" ujar Tirta dengan kesal."Apa maksudmu merampok? Apa kamu tahu siapa nona kami ini? Sehelai rambutnya saja lebih berharga dari nyawamu!" teriak pria paruh baya itu. Sepasang matanya terbelalak dengan mengerikan."Di matamu, nyawaku nggak berharga? Hehe, karena kalian merendahkanku, sebaiknya kalian nggak perlu datang berobat denganku saja. Silakan cari dokter lain!"Melihat sikap pria itu yang tidak hormat padanya, tentunya Tirta juga tidak akan tinggal dia. Dia langsung tersenyum sinis, lalu hendak berbalik masuk ke klinik lagi.Dede langsung menghalanginya."Dede, kamu minggir dulu. Nggak boleh tidak sopan sama dokter!" bentak wanita muda itu, lalu berbungkuk minta maaf pada Tirta. Wanita ini kelihatannya berusia 24 atau 25 tahun.Rambutnya yang bergelombang terurai di dada dan pundaknya, dipadukan dengan wajah dan auranya yang elegan. Tubuhnya juga sangat indah, lekukannya sangat jelas da
Tirta berpikir sejenak, lalu tersenyum licik dan berucap, "Kalau kamu benar-benar merasa bersalah, kamu kabulkan satu keinginanku saja. Anggap sebagai kompensasi."Agatha segera mengangguk seraya menyahut, "Apa keinginanmu? Kamu bilang saja. Asalkan aku bisa melakukannya, aku pasti kabulkan keinginanmu."Tirta mengedipkan matanya, lalu menimpali, "Nanti kita baru bicarakan di mobil. Sekarang kita bicarakan masalah bibit pohon buah dengan bos toko dulu.""Oh. Kalau begitu, nanti kita baru bicarakan di mobil," balas Agatha. Dia merasa Tirta berniat jahat, tetapi dia tidak keberatan.Anak bos toko sudah tertidur setelah minum susu. Bos toko keluar dari kamar. Dia membawa sepiring buah yang sudah dicuci.Bos toko berujar, "Kalian sudah menunggu lama. Istirahat dulu dan makan buah.""Terima kasih, Bu," sahut Tirta. Dia tidak sungkan lagi dan langsung duduk di bangku. Tirta mengambil buah pir dan memakannya.Agatha dan Nia juga mengambil buah, lalu duduk di samping Tirta sambil memakan buahn
"Aduh, maaf ... aku ...," ucap bos toko. Dia baru tersadar. Bos toko segera merapikan pakaiannya dengan ekspresi malu.Bos toko berniat mengambil tisu untuk menyeka punggung Tirta, tetapi dia mengkhawatirkan keselamatan anaknya. Dia merasa bersalah dan juga ragu. Bos toko berputar-putar di tempat.Agatha segera mengambil tisu di mobil, lalu berujar, "Tirta, biar aku yang menyeka punggungmu."Agatha merasa bersalah karena tadi dia salah paham kepada Tirta. Dia menyeka punggung Tirta.Tirta sedang sibuk menyelamatkan anak itu sehingga tidak menanggapi ucapan Agatha. Setelah ditepuk-tepuk Tirta beberapa saat, anak itu memuntahkan potongan buah. Kemudian, kondisinya perlahan menjadi normal kembali.Tirta baru mengembuskan napas lega. Dia menyerahkan anak itu kepada bos dan berpesan, "Bu, sekarang anakmu baik-baik saja. Dia masih terlalu kecil, nggak bisa konsumsi makanan yang terlalu keras. Ingat, ke depannya jangan beri dia makanan yang keras lagi supaya kejadian begini nggak terulang."B
Dada wanita itu pun terlihat. Masalahnya, anak itu tetap menangis meski telah diberi susu. Sepertinya tidak tampak tanda-tanda tangisannya akan mereda.Tirta melihat anak itu. Dia baru menyadari ada yang tidak beres. Ternyata, ada potongan buah yang tersangkut di tenggorokan anak itu.Alhasil, anak itu kesulitan bernapas. Itulah sebabnya dia tidak berhenti menangis. Jika tidak segera ditangani, nyawa anak itu akan terancam.Saat Tirta hendak meminta bos toko untuk menyerahkan anaknya, tiba-tiba Agatha mencubit pinggangnya dan menegur, "Tirta, apa yang kamu lihat? Bos itu lagi menyusui anaknya! Cepat kembali ke mobil!"Agatha berbicara sambil mendorong Tirta ke mobil. Dia merasa Tirta makin keterlaluan. Bisa-bisanya dia diam-diam melihat wanita yang sedang menyusui anaknya!Tirta yang hendak keluar dari mobil buru-buru menjelaskan, "Bukan ... Kak Agatha, kamu salah paham. Aku nggak diam-diam melihat bos itu. Aku lagi lihat anaknya. Dia bukan lapar, tapi ada makanan yang tersangkut di te
Tirta yang berdiri di luar kamar pas bergumam setelah mendengar percakapan Agatha dan Nia, "Aneh, apa setiap wanita yang dadanya kecil berharap dadanya membesar?"Tirta berpikir ukuran dada wanita sama pentingnya dengan ukuran alat kelamin pria. Tentu saja pria tidak ingin mempunyai alat kelamin yang kecil. Bahkan, Agus meminta resep kepada Tirta untuk memperbesar alat kelaminnya.Tirta membatin, 'Nanti waktu melakukan akupunktur pada Kak Nia, aku sekalian bantu Kak Nia perbesar ukuran dadanya.'Tak lama kemudian, Agatha dan Nia keluar dari kamar pas. Agatha menunjukkan pakaian dalam renda yang seksi kepada Tirta, lalu berujar sembari mengerjap, "Tirta, aku sudah selesai pilih. Ukurannya sudah pas, kamu langsung bayar. Malam ini aku nggak pulang lagi."Nia paham maksud Agatha. Dia langsung bergeser ke samping. Sementara itu, Tirta berdeham dan menyahut, "Oke. Aku bayar sekarang."Namun, Tirta merasa khawatir. Malam ini Susanti kembali ke klinik. Pasti akan terjadi keributan lagi. Nanti
Susanti melihat Harto dan lainnya dengan ekspresi dingin. Niko menyahut, "Oke, Bu Susanti!"Kemudian, Niko memerintah bawahan untuk menangkap Harto dan lainnya. Susanti menghampiri Agatha dan Nia, lalu bertanya, "Bu Agatha, Bu Nia, apa kalian disakiti?""Nggak. Tapi, kalau nggak ada Tirta, kami pasti celaka," sahut Agatha yang masih merasa takut.Susanti mengeluarkan pena dan catatan, lalu mencari tahu seluk-beluk kejadiannya. Dia berkata, "Yang penting kalian baik-baik saja. Aku butuh pengakuan kalian. Waktu mengurus kasus, aku butuh ...."Setelah selesai bertanya kepada Agatha dan Nia, Susanti berpamitan dengan Tirta dan buru-buru pergi. Sudah jelas Susanti makin sibuk sejak Mauri dipindahkan. Yang mengejutkan Tirta adalah kali ini Susanti dan Agatha tidak berdebat.Agatha melihat Susanti turun ke lantai bawah, lalu menghampiri Tirta dan merangkul lengannya sembari bertanya, "Tirta, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Tirta merangkul pinggang Agatha dan menjawab, "Lanjut beli paka
Tendangan Tirta sangat kuat. Wajah Karsa babak belur dan tulangnya patah. Karsa merasakan sakit kepala hebat. Dia berteriak, "Lihat saja nanti! Ayah angkatku pasti akan membalas dendam untukku setelah tahu masalah ini!""Berisik!" seru Tirta. Dia menendang Karsa lagi. Kali ini, Karsa tidak bersuara.Harto berucap dengan geram seraya menatap Tirta, "Kak Karsa .... Dasar bocah sialan! Kamu bunuh kakakku! Polisi sudah datang, mereka pasti nggak akan lepaskan kamu!"Tirta melempar parang, lalu menimpali, "Kamu salah. Aku cuma membantu masyarakat untuk membasmi orang jahat. Polisi nggak akan mempersulitku.""Lagi pula, aku ini dokter. Aku tahu batasan saat bertindak. Paling-paling kakakmu cuma jadi orang cacat selamanya dan hidup menderita. Nggak adil kalau orang jahat sepertinya langsung mati," lanjut Tirta.Tirta tersenyum sinis dan menambahkan, "Tentu saja, nasibmu hampir saja dengan dia."Harto ketakutan, tetapi dia tetap memarahi Tirta, "Kamu itu memang gila!"Namun, Tirta tidak memedu
Tirta membentak, "Cepat bilang! Kalau nggak, aku lumpuhkan kalian!"Seorang bawahan didorong oleh orang di belakangnya. Dia langsung berlutut di depan Tirta saking takutnya, lalu menyahut sembari menangis, "Kak, kami nggak berani bilang. Kami cuma bawahan rendahan, kami nggak ingin singgung tokoh hebat itu."Bawahan itu menambahkan, "Lagi pula, kamu sudah tahu. Jangan tanya kami lagi. Kalau nggak, kami bisa mati."Tirta mendengus dan memarahi, "Kalian juga berengsek! Kalian pantas mati! Cepat berlutut!"Tirta berpikir nanti dia akan memberi tahu masalah ini kepada Saba setelah Saba dan Shinta datang. Jadi, Saba bisa mengutus orang untuk membereskan wali Kota Hamza.Para bawahan tidak berani melawan Tirta. Mereka langsung berlutut dan berujar, "Oke ... kami berlutut."Sementara itu, Agatha sudah melepaskan pipa besi yang dipegangnya. Dia dan Nia bergegas menghampiri Tirta. Agatha bertanya, "Tirta, apa sekarang aku perlu telepon Bu Susanti supaya dia bisa bawa anggotanya kemari?""Tunggu
Tirta tertawa sinis, lalu berkata, "Baguslah kalau kamu maju. Aku memang berniat membuat perhitungan denganmu!"Tirta mengerahkan kekuatan Tinju Harimau Ganas sampai maksimal. Energi tinjuannya benar-benar dahsyat dan menimbulkan suara yang memekakkan telinga, seperti suara auman harimau!Semua orang di lantai 2 menutup telinga mereka. Kala ini, mereka sangat ketakutan. Bahkan, tubuh mereka lemas.Ini adalah kekuatan Tinju Harimau Ganas tingkat tertinggi. Energinya saja sudah cukup membuat orang gentar. Jika Lutfi berada di sini, dia pasti tercengang.Hal ini karena guru Lutfi juga tidak berhasil mempelajari Tinju Harimau Ganas tingkat tertinggi setelah puluhan tahun. Namun, Tirta bisa menguasai teknik ini setelah mempelajarinya dalam waktu singkat.Parang Karsa menghantam Tinju Harimau Ganas yang dilancarkan Tirta. Parang itu langsung hancur berkeping-keping. Sementara itu, tinjuan Tirta seperti menghancurkan selembar kertas yang tipis.Tirta tidak berhenti melancarkan serangan. Dia l
Siapa sangka, terjadi sesuatu yang mengejutkan! Hanya dalam sekejap, sekitar 5 bawahan Karsa terpental karena serangan Tirta. Bahkan, bawahan yang diserang masih terbengong-bengong.Nia yang bersembunyi di sudut bertanya kepada Agatha, "Kak Agatha, kenapa ... Tirta begitu hebat?"Agatha terus memandangi Tirta sambil menyahut, "Aku juga nggak tahu. Tapi, Tirta memang hebat. Seharusnya orang-orang ini nggak bisa melawannya.""Benaran?" tanya Nia dengan ragu-ragu.Saat Agatha dan Nia berbicara, terdengar suara teriakan lagi. Tirta berhasil mengalahkan sekitar 8 bawahan lagi.Kekuatan Tirta yang dahsyat membuat bawahan lain ketakutan. Mereka pun mundur. Harto yang berbaring di lantai mengingatkan, "Kak ... orang ini menguasai ilmu bela diri! Kamu harus hati-hati!""Harto, kamu tenang saja. Biarpun dia itu ahli, hari ini dia tetap akan dicincang!" timpal Karsa dengan santai. Kemudian, dia membentak bawahan, "Dasar orang-orang bodoh! Langsung tebas dia pakai parang!"Karsa menambahkan, "Jang