Aku tidak tahu kapan Yuri akan mundur, berharap apa yang dilakukan Laras bisa memberikan efek jera pada Yuri dan dia bisa berhenti untuk mendekati Mas Bagas.Memang tidak pernah lagi ada menelepon atau mengirimkan pesan. Siapa yang tahu dibalik itu Yuri sedang merencanakan sesuatu. Waspada itu perlu apalagi pada orang yang obsesinya begitu besar seperti Yuri.“Tapi kamu juga jangan anggap remeh Yuri, dia itu cerdas.”“Mbak, orang itu kalau sudah bucin, otak cerdas pun bisa jadi tumpul, kita lihat saja. Aku harap ini akan berhasil.”“Terima kasih ya, Ras.”“Tidak usah sungkan, Mbak. Selama aku bisa bantu, jelas aku tidak akan diam.”Meski masih ada saja orang yang meragukan Laras, aku sama sekali tidak terpengaruh. Yakin jika Laras sudah benar-benar berubah, dia bahkan hidup bahagia bersama dengan Reyhan meski dalam kondisi keadaan ekonomi yang tidak memadai.Hidup bersama dengan orang yang kita cintai, meski beban terasa berat pasti akan mudah untuk dijalani. Seperti dulu, aku yang pe
“Sayang, suruh masuk. Kasihan basah kuyup begitu,” bisik Mas Bagas saat pintu terbuka dengan lebar.Aku kaget saat tiba-tiba ibunya Reyhan itu menekuk lututnya di hadapanku.“Tolong jangan benci Mama, Nak. Kamu dan Reyhan sama-sama mau menjauhi Mama? Mama tidak bisa begini. Maafkan semua kesalahan Mama. Apa yang Mama lakukan demi kebaikan kalian.”Jadi meninggalkanku demi sebuah kebaikan? Kebaikan dari sisi mana? Pertanyaan itu hanya kusimpan sendiri.“Silahkan masuk, Tante.” Aku menariknya agar berdiri.Aku tidak mungkin tega melihat wanita paruh baya sepertinya menggigil kedinginan sambil menangis tersedu-sedu begini. Kubiarkan ia untuk berganti pakaian milik ibu, karena ukuran bajunya sepertinya sama.Sedangkan aku di ruang tengah bersama Mas Bagas.“Sayang, sebenarnya ada apa ini? Kamu tidak menyembunyikan sesuatu dari mas 'kan?”“Tidak, Mas. Aku saja tidak tahu kalau tante itu ak-”“Mama sendiri kok dipanggil tante?”“Aku hanya belum terbiasa.”“Ya sudah, tidak apa-apa.” Tanganny
Jantungku hampir copot. Bahkan masih berdebar dengan kencang.Bagaimana tidak, saat mataku sudah akan terpejam malah diberitahu soal kecelakaan. Aku sudah berpikir buruk itu Mas Bagas ternyata bukan. Salahku juga karena tidak melihat si penelpon saking ngantuknya.“Saya bukan keluarganya. Hubungi saja keluarganya,” kataku lalu memutuskan sambungan telepon.Padahal barusan Yuri menelepon sambil mengumpat dan sekarang dia malah dikabarkan mengalami kecelakaan. Memang harus hati-hati dengan ucapan karena bisa jadi berbalik. Apalagi jika yang keluar adalah ucapan buruk.Meskipun tidak suka pada Yuri, aku tidak akan mungkin mengatakan hal buruk padanya. Semoga lukanya tidak parah dan doaku yang paling serius adalah dia bisa secepatnya menjauh dan sadar dengan kelakuannya itu. Bukan anak muda lagi tapi malah sibuk mengejar laki-laki yang jelas sudah beristri. Seperti tidak ada lelaki lain saja di dunia ini.[Sayang, kamu tidak kemana-mana ‘kan?]Pesan dari Mas Bagas masuk.[Tidak, aku di ru
POV Laras“Nilam, Mamamu datang.”Wajah Mbak Nilam tampak kaget saat mendengar suara ibu mertuanya.Aku juga ikut kaget karena baru tahu ternyata ibunya Mbak Nilam masih ada.Mendengar derap langkah kaki mendekat, aku refleks menoleh. Mataku membulat saat melihat ibu mertuaku sendiri.“Mama kenapa di sini?”“Kenapa? Orang mau berkunjung ke rumah anak sendiri kok.”Pandanganku langsung beralih pada Mbak Nilam, “Reyhan belum kasih tahu kamu ya?”Aku menggeleng.Mbak Nilam menceritakan semuanya soal dia dan Reyhan yang ternyata saudara beda ayah. Ternyata Mbak Nilam juga baru tahu belakangan ini soal ibu kandungnya.Tapi sepertinya hubungan mereka juga tidak baik, bisa kulihat dari cara mereka mengobrol. Sebenarnya wajar, aku saja kalau ada di posisi Mbak Nilam tidak akan bisa menerima begitu saja.“Nilam, Mama sengaja buatkan makanan kesukaan kamu. Kamu harus banyak makan apalagi sedang hamil. Kamu tidak usah khawatir pada Mama. Masalah Mama dan Papanya Reyhan sudah selesai.”“Kenapa ha
POV Author“Kenapa kamu pulang tiba-tiba?”“Aku niatnya mau membuat kejutan untukmu. Tapi ternyata Mama di sini juga.”“Istirahat dulu, kamu pasti capek.”“Apa saja yang Mama katakan padamu?” Reyhan mengulangi pertanyaannya.Tidak langsung menjawab, Laras menyerahkan gelas berisi air pada suaminya.“Tanpa kamu bicara pun aku sudah tahu. Mama pasti punya rencana untuk membuat hubungan kita retak.”Laras menggeleng, mengelus pundak Reyhan, “Sayang, jangan bicara begitu. Tidak baik berburuk sangka Mama.”“Akan susah percaya lagi pada Mama.” Reyhan membuang napas kasar, dia melangkah menuju kamar mandi.Tidak hanya dia, Laras pun sama. Sulit untuk percaya lagi setelah beberapa kali dibohongi. Malam harinya Laras mendapat pesan dari mama mertuanya.[Mama tahu, kamu bukan orang yang suka mengadu. Mama hanya ingin mengetes saja, Mama tahu hari ini Reyhan pulang.]Kaget setelah membaca seluruh isi pesan.“Ternyata memang Mama tahun Reyhan akan pulang dan sengaja datang. Soal Mama yang memper
Hari itu Nilam tidak lanjut untuk melakukan pemeriksaan kandungan karena masih kaget melihat wajah Yuri. Dokter mengatakan jika Yuri mengalami kegagalan pasca operasi plastik yang membuat kondisi wajahnya jauh dari kata baik sampai tidak bisa dikenali.Awalnya Yuri melakukan itu untuk bisa menghilangkan bekas luka bakar di wajahnya namun yang terjadi malah operasi yang gagal sampai membuatnya depresi dan tadi ia hampir tertabrak karena kabur saat kakaknya mengejar, tidak mau sampai Yuri melakukan hal-hal buruk.Nilam merasa merinding kala ingatannya memutar kembali kejadian-kejadian yang yang sudah lewat di sekelilingnya. Berawal dari sebuah kesalahan dan berakhir dengan penderitaan. Itu peringatan juga bagi orang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Karena perbuatan jahat sekecil apapun pasti akan ada balasannya, baik du dunia maupun di akhirat.“Sudah, tidak usah dipikirkan. Yuri juga sudah bersama dengan keluarganya.” Bagas mengelus pundak sang istri.“Aku hanya masih kaget, Ma
“Kamu kenapa, sayang?”Bagas terjaga dari tidurnya karena Nilam bergerak gelisah di dalam tidurnya.“Punggungku sakit, Mas.”Mata Bagas yang awalnya berat untuk terbuka kini langsung melebar, “Kamu mau melahirkan sekarang?” Nilam menggeleng, “Tidak, Mas. Mungkin hanya kontraksi saja sebelum pembukaan, aku malas kalau ke rumah sakit nanti malah disuruh balik lagi. Maunya di rumah saja, di sana bau obat pula.”Meski merasakan sakit, Nilam masih tetap saja cerewet.“Ya sudah, sini biar Mas elus punggungnya.” Bagas mendekat, mengelus punggung sang istri dengan lembur.“Aku ngantuk, Mas.”“Tidur, sayang.”“Tapi sakit, mana bisa aku tidur. Kenapa kamu tidak mengerti sih.”Bagas meringis, apapun yang dikatakannya selalu salah di mata sang istri. Tapi jika ia diam maka lebih salah karena Nilam akan menganggapnya marah. Begitu berat menjadi suami siaga untuk istri yang sedang hamil apalagi mendekati persalinan.Harus siap untuk selalu disalahkan oleh istrinya. Setidaknya itu pengorbanan yang
“Sakit, Mas.”“Iya, tahan ya. Sebentar lagi kita sampai.”Bagas mencoba menenangkan Nilam yang tidak melepaskan tangannya dari rambut Bagas. Itu dilakukan untuk melampiaskan rasa sakit. Bagas pun tidak protes sama sekali, ia tahu sakit yang dirasakannya tidak seberapa dengan sang istri.Untung saja Rida menyetir jadi mereka tidak kesulitan di tengah malah harus ke rumah sakit. Ibunya Bagas ada di rumah bersama dengan anak-anak.“Tidak bisa ditahan,” pekik Nilam, keringat sudah membasahi pelipis wanita itu.Nilam bisa merasakan perbedaannya saat melahirkan Alin dan anak keduanya ini. Proses melahirkan anak kedua ini menurut Nilam lebih terasa sakitnya daripada anak pertama. Setiap wanita melahirkan beda merasakan hal yang berbeda meski tetap saja dinamakan rasa sakit.Sampai di rumah sakit pun tidak langsung melahirkan, menunggu berjam-jam sampai pembukaan lengkap. Bagas hampir meminta dokter untuk melakukan operasi caesar karena tidak sanggup melihat istrinya kesakitan namun Nilam yan