Paula berdiri di depan Darwin dengan wajah memerah. Dia sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat pria itu.Hanya saja, Darwin memaksa dia untuk menjawab. Pria itu mendekatinya selangkah demi selangkah hingga mendesaknya ke sudut dinding. Kini, tidak ada tempat bagi Paula untuk mundur lagi. Dengan satu tangan menopang dinding, Darwin menahannya di sana. Pria itu menunduk dengan dingin dan mengulangi pertanyaan dengan tegas, "Hmm? Kamu menganggapku siapa?"Paula merasa seolah-olah jika dia berani menyebut nama orang lain, dia akan langsung dihabisi. Dia pun menjawab dengan suara pelan, "Tadi aku habis mimpi, jadi nggak sadar."Darwin malah mendengus dingin, lalu bertanya lagi, "Mimpi apa? Coba ceritakan."Wajah Paula makin memerah. Mungkin karena ruangan ini penuh dengan bau Darwin, dia pun bermimpi tentang sesuatu yang memalukan barusan. Pria dalam mimpinya memang tidak terlalu jelas, tetapi dia tahu bahwa itu adalah Darwin.Di dalam mimpi, mereka adalah pasangan suam
Paula mengangguk, "Aku mengerti."Sejak hari itu, keduanya seakan-akan benar-benar membatasi interaksi satu sama lain.Meskipun atas permintaan Terry, Darwin harus pulang setiap hari untuk makan malam bersama keluarga, mereka tidak lagi memiliki interaksi apa pun selain bertemu di meja makan. Bahkan saat makan malam bersama, tidak peduli seberapa kerasnya usaha Terry untuk memediasi, Darwin tidak pernah lagi mengucapkan sepatah kata pun kepada Paula.Secara perlahan, Paula juga meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak lagi memperhatikan Darwin. Hubungan yang tidak begitu dalam itu, kini telah diputuskan oleh keduanya."Nona Paula, penyelidikan menunjukkan bahwa ibu Anda memang mengidap penyakit kanker hati dan saat ini sedang dirawat di ICU." Wilson membawakan hasil laporan penyelidikan yang diperintahkan Paula sebelumnya.Suasana hati Paula sangat rumit. Dua hari belakangan ini dia menerima banyak sekali pesan dari Yuni sekeluarga. Semua orang mendesaknya untuk prig menjenguk Yuni untuk
Kamil dan Avan tampak panik, tapi kemudian langsung menenangkan diri dan menjawab, "Apanya yang mau buat pingsan? Kami nggak mengerti apa maksudmu! Kalau kamu takut kami memaksamu membayar biaya pengobatan, kamu bisa saja nggak usah datang lagi. Nggak usah fitnah kami seperti itu!""Fitnah atau bukan, aku tinggal suruh orang untuk memeriksa kandungan gelas itu saja." Paula menatap pengawal di sampingnya dan pengawal itu langsung memungut pecahan gelas di lantai. Wajah Kamil langsung tampak cemas dan terus melihat ke luar kamar.Apa yang sedang ditunggunya? Jangan-jangan, Aurel masih punya rencana lainnya? Paula merasa sangat tidak tenang, dia langsung berkata pada Kamil, "Aku akan datang lagi setelah hasil pemeriksaan keluar.""Nggak boleh, kamu nggak boleh pergi!" teriak Avan yang ingin menarik tangan Paula, tapi langsung disingkirkan oleh pengawal.Paula benar-benar frustrasi, mereka pasti telah merencanakan sesuatu sebelum memancing Paula datang ke sini."Ayo pergi." Paula membawa s
Sekelompok wanita dari desa itu mendorong Paula keluar hingga Paula tidak bisa bergerak sama sekali. Para pengawal Paula juga tidak bisa melepaskan diri karena menghadapi pemuda dari desa itu. Mereka hanya bisa menyaksikan Paula dibawa keluar dari kamar pasien."Tolong! Tolong aku!" teriak Paula ke luar kamar pasien.Namun, para wanita desa itu berbondong-bondong berseru, "Nak, kami sudah membelikanmu mobil dan rumah. Sekarang ini masih ada dua anak yang sedang menunggumu di rumah. Kamu nggak boleh sekejam itu lari dengan pria lain! Kalau kamu melarikan diri, anak dan cucuku nggak bisa hidup lagi!"Beberapa orang yang lewat awalnya merasa iba terhadap Paula, tetapi mereka langsung berbalik dan pura-pura tidak melihatnya setelah mendengar perkataan ini. Untungnya, ada salah satu pengawal yang berhasil kabur dari perkelahian itu. Dia langsung menyerbu ke arah para wanita desa dan mengadang di depan Paula.Semua wanita Keluarga Wongso langsung melemparkan fitnah pada pengawal ini, seolah-
Alasan Paula datang hari ini adalah untuk melihat apakah Yuni benar-benar telah menyesali perbuatannya. Jika Yuni benar-benar sudah bertobat, dia tidak keberatan untuk memulai kembali hubungan mereka. Selain itu, Paula juga ingin memastikan apakah kedua orang ini memang benar-benar orang tua kandungnya.Selama beberapa waktu ini, Paula terus menatap fotonya dan Yuni sekeluarga. Namun, dia sama sekali tidak bisa melihat persamaan apa pun dari tampang mereka. Lantaran keputusan yang diambilnya kali ini sangat berisiko, Paula telah menghubungi perusahaan pengawal sebelumnya. Dia meminta gajinya lebih awal dan mempekerjakan belasan tentara veteran untuk melindunginya.Kalaupun Darwin tidak datang tadi, Paula akan menyuruh tentara bayarannya ini untuk datang menolongnya. Hanya saja, Paula benar-benar tidak menyangka Keluarga Wongso akan membawa orang sebanyak ini."Pegangan yang kuat!" Darwin mengeratkan pelukan di pinggangnya dan membuat Paula tersadar kembali. Dia melihat Darwin menendang
Paula tersenyum tipis dan berkata, "Aku nggak akan menempatkan diriku dalam bahaya lagi kelak.""Haeh!" Terry menghela napas berat melihat Paula yang tidak mendengar nasihatnya. Setelah kembali ke kamarnya, Paula membuka ponselnya dan melihat Harry telah mengirimkan banyak sekali pesan padanya.[ Apa yang terjadi padamu? Kamu di mana? Aku susul ya? ][ Kenapa nggak balas pesanku? ][ Kamu nggak apa-apa, 'kan? Kalau nggak balas pesanku lagi, aku lapor polisi ya! ]....Paula baru menyadari bahwa Harry adalah orang terakhir yang dihubunginya sebelum berangkat ke rumah sakit tadi. Dalam kondisi panik, Paula menekan nomor teleponnya dengan asal-asalan. Sebelum Paula sempat membalas pesannya, Harry telah meneleponnya terlebih dahulu."Kamu baik-baik saja? Tadinya aku mau mencarimu di rumah sakit, tapi aku ketemu Pak Darwin saat di pintu depan rumah sakit. Dia menyuruh orang untuk mengepung seluruh tempat itu dan tidak membiarkan seorang pun masuk atau keluar dari sana. Sungguh menakutkan. A
"Yuk, Kakek bawa kamu untuk lihat sesuatu yang menarik," ajak Terry sambil menarik tangan Rhea.Rhea berbalik dan berkata sambil tersenyum, "Paula, yuk ikutan!"Paula menggelengkan kepalanya. "Aku istirahat dulu di kamar, kamu pergi saja sama Kakek." Paula bisa melihat bahwa Terry ingin mengatakan sesuatu pada Rhea. Jadi, dia tidak ingin merusak kebersamaan kedua orang itu."Baiklah, kalau begitu kamu tunggu aku kembali. Aku akan tunjukkan foto kakakku." Rhea mengedipkan matanya pada Paula, lalu pergi mengikuti Terry.Paula akhirnya merasa lega. Kepala pelayan yang selalu melayani Terry, hanya berdiri di tempatnya sambil tersenyum lembut kepada Paula, "Kepribadian Nona Rhea memang blak-blakan dan sangat polos. Kalau dia sampai tahu hubunganmu dengan Pak Darwin, kemungkinan besar dia bakal buat keributan. Karena itulah, Tuan Terry selalu merahasiakannya.""Aku mengerti," jawab Paula sambil mengangguk. Dinilai dari sifat Rhea, kemungkinan besar dia akan menyuruh Darwin untuk menikahi Pau
Paula menundukkan kepalanya tanpa merespons. Rhea terus melanjutkan ucapannya, "Mungkin saja Nona Keluarga Fonda, dia sudah dijodohkan dengan Paman sedari kecil. Dia memang ditakdirkan akan menikah ke Keluarga Sasongko ini. Kamu tahu nggak, dia ...."Dada Paula terasa sesak, dia benar-benar tidak ingin mendengar tentang tunangan Darwin. Seketika, Paula langsung berdiri. Rhea yang baru menyadari ekspresi Paula yang buruk, langsung bertanya dengan perhatian, "Kamu kenapa? Kenapa wajahmu sepucat itu?"Paula menggelengkan kepalanya, "Mungkin karena terlalu lelah, nggak apa-apa kok.""Maaf ya, Kakek langsung saja membawamu ke sini tanpa aba-aba sama sekali. Kamu sudah kerja seharian, pasti sudah sangat lelah, 'kan?" Rhea mengeluarkan sebuah gelang giok dan memakaikannya ke pergelangan tangan Paula.Paula terkejut dan buru-buru melepas gelang itu. Untung saja tangannya lebih ramping daripada Rhea, sehingga dia bisa melepas gelang itu dengan mudah."Ini adalah doa dari Kakek untukmu. Nggak bo