Usai bicara, Wilson berusaha membukakan jalan untuk Darwin. Namun, para wartawan itu terlalu ketat mengepung mereka, sehingga Wilson kesulitan untuk menyingkirkan mereka.Melihat adegan ini, Aurel memikirkan sebuah ide. Dia merangkak di antara kaki para wartawan dan langsung berlutut di depan Paula, sambil menangis tersedu-sedu."Kak, waktu Ayah dan Ibu ingin mengusirmu, aku berlutut di depan mereka dan memohon agar mereka tetap membiarkanmu tinggal. Tapi, mereka tetap bersikeras bilang kamu telah memalukan keluarga karena hamil di luar nikah, makanya mereka mengusirmu. Kalau kamu masih membenciku, aku akan minta maaf sekarang!"Selesai berbicara, dia kembali menampar dirinya sendiri.Para wartawan terkejut dengan aksi Aurel, tetapi naluri mereka sebagai penulis berita gosip langsung terpicu. Mereka pun segera menyadari siapa wanita yang dilindungi Darwin ini."Pak Darwin, apakah benar wanita misterius yang menjadi kekasih Anda adalah Bu Paula?""Bagaimana dengan pertunangan Anda denga
Pisau itu menimbulkan seberkas luka di kulitnya yang putih mulus. Para wartawan tercengang melihat kejadian tersebut."Bu Paula, apa kamu benar-benar mau mendesak adikmu sampai mati?""Bagaimanapun, Keluarga Ignasius sudah membesarkanmu 20-an tahun, apa kamu nggak punya sedikit pun rasa terima kasih?""Nggak tahu balas budi. Apa bedanya sama pengkhianat?"Rhea marah besar mendengar komentar dari para wartawan itu. "Kalian tahu apa? Keluarga Ignasius ...."Para wartawan langsung memasang mata berbinar menantikan bocoran informasi. Mereka sedang kekurangan berita!"Nggak usah banyak bicara," ujar Paula sambil menarik lengan baju Rhea. Jelas ada seseorang yang mendatangkan para wartawan ini. Meski masih belum tahu siapa pelakunya, sebaiknya mereka tidak terlalu banyak bicara sekarang.Melihat Aurel masih menatapnya dengan wajah penuh tekad, Paula berkata dengan suara pelan, "Aku cuma wanita hamil biasa, nggak bisa melindungimu. Kalau kamu bersikeras mau ikut denganku, ayo jalan."Paula sa
Melihat Paula dan Rhea yang tidak menolaknya, Aurel berkata dengan gembira, "Kakak tenang saja, aku pasti akan menjagamu dengan baik."Paula sebenarnya ingin menyindirnya. Mana mungkin putri dari keluarga kaya sepertinya bisa merawat orang? Tidak merepotkan orang saja sudah patut disyukuri.Namun, Rhea duluan berkata sambil tersenyum tipis, "Kamu punya kaki sendiri, nggak ada yang bisa menghalangimu."Paula menatap Rhea dengan kebingungan, sedangkan Rhea mengedipkan mata padanya. Dari ekspresinya saja, Paula sudah bisa menebak Rhea pasti sedang menyusun rencana jahat.Aurel tidak menyangka Rhea akan menyetujuinya begitu saja. Dia menatap Rhea dengan curiga, tetapi Rhea langsung berbalik sehingga dia tidak bisa menangkap ekspresi apa pun dari wajah Rhea.Namun, Aurel tidak peduli. Untuk mendapatkan hasil, dia harus mengambil risiko. Dia hanya memiliki satu kesempatan untuk bisa berduaan dengan Darwin. Jika tidak, dia akan berada di bawah bayang-bayang Paula yang menyebalkan ini selamany
Wajah Darwin menunjukkan senyuman tipis yang sama persis dengan Rhea. Dia mengangkat alis sambil bertanya, "Kamu yakin?"Aurel segera mengangguk, "Yakin. Demi Anda, aku rela melakukan apa pun."Kalimat terakhir Aurel diucapkan dengan sangat lembut dan penuh makna. Paula bahkan merasa merinding mendengar ucapannya.Paula tahu bahwa Rhea tidak mungkin berniat baik membantu Aurel. Darwin juga pasti tidak akan melepaskan orang yang telah menimbulkan masalah besar bagi laboratoriumnya. Paula ingat bahwa sebelumnya laboratorium ini sangat dirahasiakan.Oleh karena itu, mereka pasti punya alasan lain untuk menyuruh Aurel membantu di laboratorium. Sepertinya, Aurel akan mengalami kesialan."Kak, kamu nggak marah, 'kan? Pak Darwin benar-benar cuma mau menyuruhku membantu. Bagaimanapun, kamu sedang hamil sekarang dan nggak tahu siapa ayahnya. Jadi, pasti nggak bisa bantu Pak Darwin." Melihat Darwin menunduk menatap Paula, Aurel buru-buru meyakinkannya.Mendengar hal itu, ekspresi Darwin sontak b
Mendapatkan respons dari Paula, Darwin semakin memperdalam ciumannya dan gerakannya semakin berani. Ketika Paula merasakan hawa dingin yang menjalar di dadanya, pikirannya yang semula kacau akhirnya menjadi sedikit lebih sadar. Dia memalingkan wajah dan berkata dengan lembut, "Ada orang."Suara lembutnya itu terdengar bagaikan pemicu di telinga Darwin. Ucapannya membuat darah Darwin semakin bergejolak."Baiklah," gumam Darwin sambil mencium bibirnya dengan lembut berulang kali.Wajah Paula merah padam hingga terasa panas. Dia mencoba untuk mendorong Darwin dengan kedua tangan yang berada di dadanya. "Kalau kamu terus begitu, aku bakal marah, lho."Akhirnya Darwin menghentikan gerakannya. Namun, sorot matanya masih dipenuhi hasrat yang membara. Paula tidak berani menatap mata Darwin yang berkobar. Dia hanya bisa mencengkeram bajunya dengan wajah memelas sambil mengeluh, "Padahal ada kamera, tapi kamu ....""Mereka nggak berani lihat," jawab Darwin sembari menahan dorongan dalam dirinya.
Begitu terdengar suara pintu tertutup, jantung Paula juga ikut berdegup kencang. Kalau tahu begini, lebih baik dia melakukan pemeriksaan di laboratorium."Ayo duduk." Darwin menekan pundak Paula untuk menyuruhnya duduk di ranjang. Sebab, tidak ada tempat duduk lain di dalam ruangan itu.Setelah itu, dia meletakkan jari telunjuk dan tengahnya di pergelangan tangan Paulaa. Namun, pandangannya beralih dari wajah hingga ke perut Paula. Paula merasa sangat gugup, tetapi ekspresi Darwin tampak seperti sedang serius bekerja."Detak jantungmu agak cepat," ujar Darwin sambil mengernyit.Rona di wajah Paula kembali muncul dan detak jantungnya juga semakin cepat."Bagian mana yang kurang nyaman?" Darwin bergerak mendekatinya. Wajahnya yang tampan terpampang di hadapan wajah Paula.Paula segera menarik tangannya kembali. "Nggak ada.""Tapi detak jantungmu nggak normal," balas Darwin yang kembali ingin memeriksa denyut nadinya.Paula menggigit bibirnya dengan panik, hingga akhirnya keceplosan, "Buk
Darwin dan Paula mengobrol sekitar 30 menit. Kalau bukan karena Alif terus meneleponnya, mana mungkin Darwin bersedia pergi."Pergilah, aku menunggumu pulang," ujar Paula saat mendengar suara Alif di ujung telepon yang makin panik dan kencang.Kesan Paula terhadap anggota Keluarga Fonda cukup baik. Dia tidak berharap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Namun, kondisi Alvin seharusnya kurang baik karena kecelakaan itu.Ekspresi Darwin dipenuhi keengganan. Dia menarik tangan Paula, lalu mendekapkannya ke pelukan dan berkata, "Aku akan pulang secepatnya.""Ya, hati-hati di jalan." Paula memeluk Darwin. Setelah bertemu Darwin, semua kegelisahannya pun sirna. Dia hanya berharap Darwin baik-baik saja."Rhea menunggumu di lantai bawah. Kita turun," ucap Darwin sambil menggandeng tangan Paula.Ketika hendak turun, Paula kembali teringat pada kecelakaan yang menimpa Alvin. Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apa Keluarga Fonda baik-baik saja?""Alvin menghilang, sisanya baik-baik s
"Menurutmu?" Darwin meletakkan tangannya di perut Paula dan menatapnya dengan penuh penantian.Paula pun menunduk. Mereka pernah membahas tentang pernikahan, tetapi Paula berkali-kali menolaknya. Dia mengira pria unggul seperti Darwin tidak akan mengungkit tentang pernikahan lagi, tetapi ternyata dugaannya salah.Sementara itu, kali ini Paula bukan hanya tidak menolak, tetapi juga merasa gugup hingga berdebar-debar.Darwin akhirnya menatap Paula dengan serius dan menambahkan dengan tegas, "Paula, aku akan terus menunggumu sampai kamu menyetujui lamaranku."Jantung Paula berdetak kencang. Darwin meraih tangannya dan berkata dengan nada memelas, "Kasihanilah anak-anak kita. Mereka pasti butuh sosok ayah."Paula hendak menyetujuinya, tetapi pintu lift telah terbuka dan merusak suasana romantis mereka. Pikiran Paula menjadi lebih jernih.Darwin pun memelotot dengan kesal, tetapi tidak merasa kecewa. Dia tidak pernah berpikiran untuk melamar Paula di dalam lift. Ini sangat tidak romantis.D