"Sebenarnya apa yang terjadi di antara kamu dan Rein?" Yanuar menghela napas pendek. Sejak Sukma datang tiba-tiba ke rumah tanpa pemberitahuan sama sekali, ia sudah menduga ada yang tak beres. Setidaknya ada pihak yang mengadu dan menyeret namanya agar terlihat buruk. Ya, contohnya seperti ini. Tak heran kabar remeh begini mudah menyebar. Apalagi dari orang-orang yang memiliki banyak koneksi dan uang. "Yanu, kamu dengar Mami?" Mengangkat wajah dari berkas di tangan, Yanuar membalas tatapan Sukma. Ia menarik diri ke belakang, menyandarkan punggung demi bisa tenang dalam menghadapi ibunya kali ini. "Pertemuan kalian lancar aja, 'kan?" Sukma menambahkan seraya duduk di seberang meja Yanuar. "Mami sempat tanya ke Yabes kalau memang ada sedikit masalah, tapi dia nggak jelasin panjang lebar dan minta Mami buat tanya langsung ke kamu. Jadi, sebenarnya ada apa, Nu?" Yanuar membasahi bibir sebelum bicara, "Kalau aku cabut dari pertemuan itu, nggak masalah, kan, Mi?" "Apa?" Kerut
Menjadi istri rupanya tak hanya melayani suami. Terlebih status Chiara bukan menjadi istri dari pria biasa, tapi CEO yang memiliki banyak tugas dan kewajiban besar. Sekarang beban pundaknya kian berat begitu menyadari omongan dari sekitar.Ia bisa mengabaikan ucapan buruk dari rekan KKN-nya beberapa waktu lalu, tapi tidak dengan ibu mertuanya. Sukma memang tidak membencinya dengan segala gaya berpakaiannya selama ini, hanya saja ucapan wanita itu masih terngiang di kepala. Bagaimana Sukma mengharapkannya lebih baik dan mencerminkan seorang istri dari kalangan atas.Di depannya kini sudah ada tumpukan pakaian. Beberapanya menggantung, tapi semua itu sudah cukup menggambarkan bagaimana dirinya. Chiara meringis prihatin. "Ini, sih, jauh dari kata baik. Apalagi layak jadi istri Yanuar Atmajaya," gumamnya pendek. Lalu mengesah kasar sambil menggeleng tak habis pikir. "Pakaian yang aku beli obralan nggak sepadan sama cerminan keluarga suamiku. Mungkin harus pakai yang branded dan serba mah
"Jangan biarkan istrimu banyak pikiran, Mami takut sesuatu yang buruk mempengaruhi kandungannya. Jangan sampai Chiara stress, Nu."Didapatinya pesan Mami sebelum pergi pulang bukanlah perkara sepele. Yanuar menyakini sesuatu telah terjadi selama acara berbelanja seharian ini. Dan sudah dipastikan ada kaitannya dengan Chiara.Belum sempat Yanuar meminta penjelasan lebih pada ibunya, Mami harus cepat-cepat pulang mengingat Papi memerlukannya di rumah. Sekarang, Yanuar hanya memandangi punggung Chiara yang bergerak selagi sibuk memperlihatkan hasil belanjanya. Sesuatu yang jarang Yanuar jumpai pada diri istrinya."Kamu kelihatan senang hari ini," celetuk Yanuar menyingkirkan hening di kamar mereka. "Ya, sebaliknya sama Mas yang uangnya udah aku habiskan puluhan juta," tukas Chiara enteng. Tak sesantai biasanya ketika diminta belanja. "Lihat, aku beli banyak pakaian. Walapun sayang karena sebentar lagi perutku membesar dan buat pakaian-pakaian ini nggak pas di badanku."Yanuar duduk di t
137.Perutnya begah bukan karena kebanyakan makan atau minum. Chiara hanya muak melihat kelakuan teman-teman KKN-nya yang bisa dibilang kelewat memanfaatkan kebaikan Yanuar. Belum lama ini, Yanuar resmi memberikan sebuah transportasi gratis pada kelompok KKN-nya. Ditambah makanan selama perjalanan menuju posko yang jumlahnya cukup banyak.Chiara sudah berusaha mengingatkan, tapi omongannya seperti angin lalu. Ia pun menyerah daripada memberikan pertunjukan debat kecil di hadapan banyak orang.“Semua beres!” terang Yanuar seraya merangkul pundak Chiara. Pria itu sebelumnya sibuk memperlihatkan beberapa fasilitas kendaraan pada teman-teman Chiara di halaman depan rumah mereka. “Teman-teman kamu bisa berangkat besok pagi sesuai rencana awal.”Kening Chiara mengkerut. “Dan aku juga termasuk,” ralatnya sedikit menekan.“Lo bisa datang besok siang atau sorenya, Chia.” Si ketua yang beradu mulut dengannya beberapa waktu lalu kini angkat suara dengan wajah pongah yang sungguh menyebalkan. “Pa
Bisa dibilang Yanuar cukup ngeri begitu melewati kawasan yang akan ditinggali istrinya selama sebulan lebih ke depan. Sepi, seperti hutan rimba. Pemukiman warga pun tampak banyak dijeda oleh pekarangan luas. Hanya jalan utama yang jaraknya cukup jauh itu diaspal, sisanya masih tanah dan rerumputan tipis di tengah.Perlahan Yanuar mengendarai mobil, sesekali ia celingak-celinguk ke kanan-kiri. Meneliti jalanan juga keadaan sekeliling yang cukup membuatnya was-was.“Di sini aman,” timpal Chiara mendadak seakan tahu isi kepalanya sekarang. “Ada lampu jalan, kok. Ya, walaupun jaraknya lumayan. Niatnya proker KKN-ku nanti ada pembuatan tambahan lampu jalan, biar bantu warga tiap kali lewat jalan ini pas malam-malam.”Refleks Yanuar menoleh, meringis kaku. “Kamu adakan pembuatan lampu tambahan?”“Yeap.” Chiara mengangguk santai di atas tempat duduknya. “Kami survei sekalian cari apa-apa yang harus dikembangkan di desa ini, Mas.”“Aku baru tahu tugas KKN ternyata seribet itu.”“Biar ribet, t
“Astaga, HP-ku ketinggalan!”Chiara sibuk menggerayangi bagian saku celana setelah mengaduk isi tasnya yang hanya ada buku catatan serta dompet. Ia melupakan benda pipih yang teramat penting itu.“Kita nggak mungkin balik ke posko sekarang, Chia,” sahut Abas yang kedapatan mengemudikan motor. Pemuda itu sampai harus berhenti sejenak di depan minimarket demi membelikan air minum untuk teman KKN-nya yang sedang mengandung. “Toh urusan kita sama yang lain cuma buat beli bahan makanan. Nggak masalah kalau lo nggak bawa HP.”Chiara menggeleng cepat sambil menatap kesal Abas. “Justru ini masalah besar!” terangnya mati-matian. “Kalau nggak ada HP, gue nggak bisa kasih kabar suami gue! Udah dari pagi gue nggak kasih kabar dia lagi, duh!”Sambil menekuri kecerobohannya, Chiara menepuk jidat beberapa kali. Ia menyalahkan diri sendiri dan membayangkan betapa khawatirnya Yanuar sekarang. Pasti pria itu rela datang dan melakukan apa saja asal mendapat kabar darinya.“Naik dulu, Chia,” tegur Abas s
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb