Aku pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan tubuhku. Aku sengaja meminta dokter membalut luka kecil di kepalaku dengan sangat berlebihan, bahkan sampai memakai jaring medis putih.Saat aku pergi ke kantor polisi untuk memberikan keterangan, polisi sudah lebih dulu menginterogasi Sari.Berkat rekaman CCTV di kantorku sebagai bukti, segalanya menjadi jelas siapa yang salah dan siapa yang benar.Pada akhirnya, polisi menetapkan bahwa tindakan Sari telah melanggar keamanan publik. Dia dijatuhi hukuman sepuluh hari tahanan, denda empat juta dan harus meminta maaf langsung padaku.Saat bertemu lagi dengan Sari, dia sudah tidak segarang tadi. Matanya menatapku dengan penuh kemarahan, bahkan giginya sampai bergemeletuk."Minta maaf lah! Atau mau hukumannya ditambah beberapa hari lagi? tegur polisi saat melihatnya diam saja.Begitu mendengar hukumannya bisa diperpanjang, Sari langsung menciut, "Nggak ... nggak boleh ditambah lagi. Anakku mengidap penyakit serius, kondisinya bisa memburuk kapan
Aku diam-diam berpikir, seganteng apapun pria itu, pasti tidak mungkin lebih ganteng daripada orang yang pernah kutemui.Sambil tersenyum, aku pun membalas dengan pesan suara, "Kamu ada mendekat nggak? Minimal ajak bicara atau tukar nomor dong?"Wenny menjawab, "Sejujurnya, nggak berani! Dia terlihat ramah dan sopan, tapi juga terasa begitu jauh, seperti orang yang nggak bisa sembarangan didekati ... "Aku tertawa kecil. Aku pikir hanya diriku yang jadi gugup saat bertemu Billy. Ternyata, masih ada pria lain di dunia ini yang bisa membuat Wenny, si wanita tangguh dan berani itu grogi.Aku tertawa semakin keras dan bertanya, "Kamu nggak foto?""Ah ... jangan diungkit, pas nunggu lift tadi, aku sempat foto diam-diam. Tapi langsung ketahuan sama orang yang ada di sebelahnya. Mereka dengan sangat sopan memaksaku menghapusnya."Serius?!Aku baru mau membalas, tapi tiba-tiba terdengar ketukan sopan di pintu ruang VIP. Manajer restoran masuk dan berkata dengan ramah, "Bu Nora, tamumu sudah
Membayangkan wajah sahabatku yang pasti sedang frustasi, aku ingin tertawa tapi harus menahannya dengan susah payah.Sebenarnya, setelah berita itu tersebar, Wenny sempat bertanya padaku apa yang sebenarnya terjadi. Saat itu, aku bilang kalau aku hanya meminjam enam triliun untuk menjaga harga diri di depan Steve.Namun sekarang ... sepertinya dia tak akan percaya lagi.Notifikasi Whatsapp masih terus berbunyi, tapi Billy sedang duduk di depanku. Kalau aku terus sibuk membalas pesan, rasanya terlalu tidak sopan.Jadi, aku memutuskan untuk mengabaikan Wenny untuk sementara dan meletakkan ponselku. Aku duduk tegak dengan sikap lebih formal."Pak Billy, menu malam ini aku serahkan ke rekomendasi kepala koki restoran ini. Semua bahannya diimpor dan sangat segar, bagaimana menurutmu?"Billy meletakkan cangkir tehnya dan menjawab, "Boleh saja."Suasana sempat menjadi hening. Aku merasa sedikit canggung dan wajahku mulai memerah. Aku tidak tahu harus berbincang apa.Sebaliknya, Billy tampak l
"Nggak nggak, aku malah lebih takut ini berdampak buruk pada reputasimu.""Aku melakukan hal yang benar, jadi nggak perlu takut."Mendengar jawabannya, akhirnya aku merasa lega."Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Manajer restoran masuk, diikuti oleh kepala koki yang mendorong troli berisi hidangan mewah yang baru saja matang.Billy dengan sopan berkata, "Makan malam ini pasti membuatmu mengeluarkan banyak biaya.""Nggak sama sekali! Bisa mentraktirmu itu sebuah kehormatan bagiku, jadi masalah uang bukan masalah!" ujarku dengan tulus.Setelah semua hidangan tersaji, kepala koki membungkuk sedikit dan berkata, "Pak Billy, Bu Nora silakan dinikmati."Aku terkejut.Setelah kepala koki dan manajer meninggalkan ruangan, aku tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kepala koki di sini mengenalmu?"Padahal Wenny belum pernah bertemu Billy sebelumnya, jadi rasanya agak aneh.Dengan tenang, Billy mengambil alat makan dan merapikan serbetnya. Lalu menjelaskan dengan santai, "Koki di rumahku it
"Kamu dibilang nggak punya pencapaian?" tanyaku terkejut sampai nada suaraku berubah, lalu melanjutkan, "Kamu sudah sehebat ini, sukses dalam karir dan nilai dirimu juga luar biasa. Kalau orang sepertimu masih dibilang belum punya pencapaian, lalu bagaimana dengan orang biasa seperti kami ... ?"Aku terdiam sejenak, lalu bergumam, "Mungkin hanya dianggap semut kecil saja.""Apa?""Eh, nggak ... maksudku standarmu terlalu tinggi untuk diri sendiri!"Billy tersenyum tipis dan berkata dengan tulus, "Apa yang aku capai sekarang hanya karena usaha orang tuaku. Tanpa mereka, aku bukanlah siapa-siapa."Aku kembali kagum.Sudah berasal dari keluarga hebat, sudah mencapai begitu banyak hal, tapi tetap rendah hati dan sadar diri seperti ini.Dia benar-benar sempurna!"Itulah sebabnya, di mata ibuku, aku ini belum mencapai apa-apa."Mendengar dia merendahkan diri seperti itu, aku buru-buru menggeleng. "Kamu terlalu rendah hati! Tapi ... aku setuju dengan ibumu. Gen sebagus ini harus diwariskan. K
"Masuk akal!" Setelah tertawa, aku mengangkat gelasku ke arahnya, "Ayo, bersulang untuk cinta kita yang tak bisa dimiliki."Aku juga sudah berkorban begitu banyak untuk Steve selama bertahun-tahun, tapi tetap saja tak bisa memilikinya, bukan?Akhirnya, aku menemukan kesamaan antara diriku dan pangeran emas ini ... kami sama-sama anak buangan dalam urusan cinta.Billy bersulang denganku. Saat hendak menyesap anggurnya, tiba-tiba dia berhenti dan bertanya, "Kamu masih mencintai mantan suamimu?"Aku menyesap sedikit anggur merah, berpikir sejenak, lalu menjawab, "Nggak, aku sudah nggak mencintainya. Tapi, bagaimanapun, setelah bertahun-tahun bersama, butuh waktu untuk benar-benar menghapusnya dari hatiku.""Iya, bisa dimengerti.""Lagipula, dia belum bisa disebut mantan suami. Kami belum resmi bercerai. Agak merepotkan, mungkin untuk sementara waktu juga masih belum bisa diselesaikan," ujarku yang merasa kesal lagi membahas masalah ini.Besok adalah jadwal pertemuan kedua untuk mengurus p
Apa yang dipikirkan di siang hari, sering terbawa ke dalam mimpi di malam hari. Mungkin karena dorongan sahabatku dan kekagumanku pada Billy, malam itu aku sampai memimpikannya.Dalam mimpi, pernikahanku dengan Steve berjalan sesuai rencana, tanpa ada hambatan.Aku mengenakan gaun pengantin yang kudesain sendiri. Diiringi pujian dan kekaguman dari para tamu, aku melangkah perlahan di atas karpet merah menuju ke arah pangeranku.Namun, saat aku semakin dekat dan pengantin pria mengangkat kain veil di kepalaku, aku terkejut ... yang berdiri di hadapanku bukanlah Steve, melainkan ... Billy Solene!Aku panik, mengira ini hanya halusinasi, lalu berusaha mencari sosok Steve di antara para tamu.Namun, Billy justru menggenggam tanganku erat dan terus membawaku melangkah, seakan ingin menemaniku hingga akhir waktu.Aku begitu larut dalam mimpi indah itu, enggan terbangun. Saat alarm mulai berdering, aku bahkan masih bermimpi sedang berciuman dengan Billy, tubuhku terasa melayang di udara ...
Beberapa tahun lalu, sebenarnya tante sudah berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga setelah dibujuk oleh pamanku.Namun, karena terlalu banyak saudara dari pihak paman yang masuk ke perusahaan, situasinya menjadi kacau. Tante khawatir perusahaan akan hancur di tangan mereka, jadi setelah banyak perjuangan, akhirnya dia berhasil mengambil alih keuangan perusahaan.Sejak tante mengendalikan keuangan, pengeluaran menjadi lebih ketat dan para parasit itu tidak bisa lagi seenaknya mengambil keuntungan. Akibatnya, mereka mulai menjelek-jelekkan tante di depan paman, membuat hubungan mereka semakin renggang.Sepertinya kali ini, demi membantuku, tante sampai nekat mengalihkan dana perusahaan. Saat paman mengetahuinya, dia akhirnya menemukan celah untuk menyerang tante. Meskipun masalah ini sebenarnya tidak sampai menimbulkan kerugian besar, paman pasti akan memanfaatkan kesempatan.Jika mereka sampai bercerai, tragedi yang dulu menimpa ibuku akan terulang pada tante.Paman pasti akan be
Meskipun aku tidak menyukai mereka sekeluarga, bagaimanapun dia adalah orang yang lebih tua, demi kesopanan, aku tetap tersenyum dan menyapa, "Halo, tante.""Nora, jadi kamu benar-benar sudah bersama Pak Billy? Dia nggak tahu kamu itu janda? Statusmu ini jelas ... ""Ibu, bukan janda, dia bahkan belum resmi cerai dengan kakak! Kalau sekarang bersama Pak Billy, itu namanya selingkuh!"Ujar Stefi dengan wajah penuh penghinaan dan kemarahan, lalu menggerutu, "Ada apa sih dengan Pak Billy? Kok bisa tertarik dengannya? Selain cantik, apa lagi yang bisa dibanggakan?"Aku bahkan belum mengucapkan satu kata pun, tapi mereka sudah menempelkan label selingkuh padaku. Benar-benar tidak masuk akal.Aku tertawa sinis, "Stefi, otak itu hal yang bagus, sayangnya kamu nggak punya. Kalau kamu mau tahu siapa yang sebenarnya selingkuh, bagaimana kalau kita tanya orang-orang di sini?"Saat itu, peristiwa pernikahan konyol itu sudah jadi bahan tertawaan di seluruh kota. Semua orang tahu kalau Keluarga Joan
Namun, di hadapan Jeff saat ini, situasinya tidak memungkinkan. Aku hanya bisa mencari kesempatan lain.Melihat aku sangat canggung, Billy segera membantuku keluar dari situasi ini, "Ayo, para tamu hampir semua sudah datang, pesta bakalan segera dimulai."Aku mengikuti Billy memasuki aula pesta dan sekali lagi mendapat pemahaman baru tentang arti sebenarnya dari kekuasaan dan status sosial.Di dalam Vila Solene terdapat sebuah bangunan bergaya barat tiga lantai yang berdiri sendiri. Bangunan ini memiliki aula pesta besar, ruang konferensi multifungsi dan klub rekreasi. Banunan ini terpisah dari bangunan utama rumahnya, Sehingga dapat memberikan tingkat privasi yang sangat baik bagi pemiliknya.Dekorasi seluruh bangunan tampak sederhana, tetapi sangat berkelas. Bahkan hiasan yang terlihat sepele pun merupakan koleksi seni bernilai tinggi.Saat ini, aula pesta sudah penuh dengan tamu. Suasana meriah dengan obrolan santai dan tawa para tamu yang jelas berasal dari kalangan atas.Aku melih
"Bagaimana kamu menjelaskannya?""Bilang saja nggak ada apa-apa di antara kita. Aku nggak tidur denganmu, kamu juga nggak tidur denganku.""Kamu, seorang gadis menjelaskan hal seperti ini? Bukankah itu malah membuatku terlihat lebih tidak berani bertanggung jawab?""Aku ... " Aku hampir putus asa, malu bukan main dan bertanya, "Jadi harus bagaimana?"Saat kami sedang pusing memikirkan solusi, tiba-tiba terdengar suara seseorang, "Billy, kudengar kamu keluar khusus untuk menjemput tamu penting. Putri keluarga mana yang begitu kamu hormati?"Aku menoleh ke arah suara itu. Dari belakang Billy, seorang pria tinggi dan gagah melangkah mendekat. Aura karismatiknya terpancar jelas.Sebelum Billy berbalik, ekspresinya sudah semakin rumit."Datang juga orangnya," gumam Billy pelan.Mataku membelalak.Apa? Jadi dia ... Jeff Yosi?Aku tidak mengenalnya.Bagaimanapun, Keluarga Yosi dan Keluarga Solene berada di tingkat yang sama, sedangkan Keluarga Tira jelas berbeda kelas, kami tidak pernah berhu
"Nggak, nggak! Bukan ... " Aku buru-buru melambaikan tangan, melangkah lebih cepat ke depan, tapi tetap saja tak bisa menahan diri untuk melirik Billy beberapa kali.Dalam hati, aku berdoa semoga saja orang yang mengendarai Bentley malam itu bukan Jeff.Sayangnya, doaku tidak terkabul.Melihat ekspresiku yang aneh dan tampak ragu-ragu, setelah berpikir sejenak, Billy bertanya, "Kamu bertemu Jeff akhir-akhir ini?"Begitu mendengar pertanyaannya, aku langsung paham.Aaaa ... aku ingin lenyap saja dari dunia ini!"Jadi ... apa yang Pak Jeff bilang padamu?" tanyaku pasrah, memutuskan untuk menghadapinya secara langsung.Billy menyipitkan matanya sedikit, lalu menampilkan ekspresi yang sulit dijelaskan, seperti malu tapi juga geli."Maksudmu ... tentang pertengkaranmu dengan Steve? Kamu bilang sudah tidur denganku dan bukan hanya sekali?"Aku langsung tersandung dan hampir saja terjatuh."Hati-hati!" Untung saja Billy sigap menarik lenganku.Wajahku langsung panas membara, sekujur tubuhku t
Aku berputar beberapa kali di depan cermin dan merasa cukup puas dengan penampilanku.Tiba-tiba, ponselku berdering. Aku mengambilnya dan melihat nama Billy Solene di layar."Halo, Pak Billy.""Nora, sekitar sepuluh menit lagi, sopir bakal tiba di depan apartemenmu.""Iya, aku sudah siap juga, bakal turun sebentar lagi," jawabku dengan ringan, lalu menambahkan dengan sedikit sungkan, "Benar-benar merepotkanmu harus mengirim sopir untuk menjemputku.""Nggak masalah, jalanan di pegunungan kurang aman di malam hari. Karena aku yang mengundangmu, tentu aku juga harus memastikan keselamatanmu."Sikapnya selalu begitu penuh perhatian dan detail, seolah tak pernah meninggalkan celah.Setelah menutup telepon, aku memasukkan ponsel ke dalam tas, lalu mengecek kembali apakah aku sudah membawa lipstik dan bedak. Setelah memastikan semuanya beres, aku pun berangkat.Di sepanjang perjalanan, perasaanku melambung, tegang sekaligus penuh ekspektasi,Saat ini, aku sudah melupakan semua keraguan yang s
Aku baru sadar, tidak heran Steve terlihat begitu lesu dan muram, wajahnya pun tampak pucat."Nora, tolong bantu Dewita. Semua kesalahan di masa lalu itu ulah kami, Aku minta maaf padamu, ya? Kumohon, kasihanilah dia, pergi ke rumah sakit dan bantu dia ... "Sari maju dan meraih tanganku dengan erat. Gerakannya yang tiba-tiba itu sampai membuat anjingku terkejut dan melompat mundur ke belakangku.Keningku semakin berkerut, aku menatap Sari sambil tertawa dingin dalam hati."Benar-benar langka, tak kusangka aku bisa mendengar permintaan maaf darimu dalam hidup ini," kataku dengan nada menyindir."Aku minta maaf padamu, Nora. Aku bakal turuti apapun yang kamu mau, asal kamu mau selamatkan Dewita. Bagaimanapun, dia itu adik kandungmu, dia itu manusia yang hidupnya berharga ... " ujar Sari mulai menangis, tampak benar-benar tidak rela kehilangan putrinya.Sebagai seorang ibu, dia memang terlihat sangat menyayangi anaknya. Dewita pun bisa dibilang beruntung dalam hal ini.Namun, pikiranku m
Tak disangka, ternyata Billy juga mengetahuinya.Hal ini membuat suasana jadi agak canggung, terutama karena aku berbohong pada Billy, mengatakan bahwa aku sudah tidur dengan pria di hadapanku ini, bahkan berkali-kali. Memikirkan itu saja sudah membuat lidahku nyaris kelu."Ehm ... dia nggak mau cerai denganku, jadi aku hanya bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Sidangnya akan digelar tanggal 6 bulan depan," ujarku menjelaskan, merasa sedikit bersalah dan tidak berani menatap Billy."Tanggal 6 bulan depan? Masih ada setengah bulan.""Iya, ini sudah sesuai jadwal dari pengadilan, jadi nggak ada pilihan lain.""Iya, nggak perlu terburu-buru," ujarnya menenangkanku, lalu menambahkan, "Tapi dalam kasus gugatan cerai, biasanya sidang pertama itu mediasi, jadi kemungkinan besar nggak akan langsung dikabulkan. Biasanya harus menunggu enam bulan untuk mengajukan gugatan kedua, barulah hakin cenderung mengabulkan perceraian.""Iya, pengacaraku juga sudah mengatakan hal yang sama. Aku harus be
Aku tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan diriku sendiri, hanya benar-benar malu sampai tidak bisa mengangkat kepala di depannya.Billy melihat betapa malunya aku, seolah ingin mencari lubang untuk bersembunyi. Dengan sangat sopan, dia menghiburku, "Sesekali bersenang-senang dengan teman-teman itu hal yang baik. Bisa melepaskan rasa penat dan stres di hati. Lagipula, soal kejadian malam itu, selain aku, nggak ada orang lain yang tahu. Jadi tenang saja, aku akan merahasiakannya."Kalimat terakhir itu diucapkannya dengan nada bercanda dan di matanya seperti ada sedikit ... keakraban yang samar.Aku menatapnya dengan ekspresi canggung dan membeku.Beberapa saat kemudian, rasa canggung itu semakin menjadi-jadi, pipiku terasa panas seperti terbakar.Jantungku kembali berdebar kencang dan pikiranku mulai berkelana ke arah yang tidak seharusnya.Insting wanita membertahuku bahwa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hubungan kami, benar-benar tidak biasa.Tapi, aku tidak bisa
Wajahku terasa semakin panas.Orang mabuk muntah itu menjijikkan, baunya juga tidak enak.Dan dia, seorang pria kaya raya yang terbiasa hidup bersih dan elegan, malah harus mengurus aku yang muntah-muntah?!Tidak heran saat aku bangun keesokan paginya, tempat sampah sudah bersih.Ternyata dia yang membersihkannya malam itu."Aku baru sadar saat sampai di rumah, tapi ... aku nggak berani meneleponmu. Hari ini malah merepotkanmu, kamu sampai repot-repot mengantarnya ke sini," katanya santai, sepertinya tidak sadar betapa malunya aku saat ini.Kata-kata itu seolah menggelitik saraf kecanggunganku. Aku menatapnya dengan bingung dan bertanya polos, "Kamu ... nggak berani meneleponku?"Billy tersenyum, matanya seakan bersinar dan wajahnya terlihat agak malu."Iya, aku takut kalau kamu melihat jam tangan itu, kamu bakal mengira aku sengaja meninggalkannya sebagai alasan untuk menghubungimu lagi. Sebelumnya, sepertinya ada kesalahpahaman antara kita, hubungan kita juga jadi agak renggang, jadi