"Terbaik untuk apa? Kak El? Maksudmu Elzien? Dia masih hidup?" Suara dari balik gorden kamar membuat Keenan berbalik dengan cepat dan seketika terbelalak."P-Paak Ba-Baa-Rron?" desis Keenan mundur sambil gemetaran.Pria yang sekarang di hadapannya itu tanpa kaca mata, memakai penutup kepala dan pakaian serba hitam. Melangkah mendekat dengan tatapan yang menghunus tajam. Suara sepatunya semakin menambah detak jantung Keenan seperti meloncat keluar."Di mana kamu sembunyikan Elzien? KATAKAN!" sentak Baron menghimpit tubuh Keenan di kaca lemari.Jari perempuan dengan kutek merah itu mengepal kuat di belakang tubuhnya hingga menyembulkan urat di pergelangan tangan.Baron menangkup pipi Keenan dengan satu tangannya hingga bibir berlipstik senada gaun peach yang dikenakannya itu mengerucut, membentuk huruf O."Di mana Elzien kamu sembunyikan?!" bisiknya penuh penekanan dengan gigi yang saling gemeletuk."Aaarrrgh!"Keenan mengangkat lututnya, menghantam bagian tengah kaki Baron cukup keras.
'Semoga kamu segera ditemukan El, aku sangat kehilanganmu. Aku hampir gila dan mungkin tak akan bertahan kali ini menunggumu. Aku menyayangimu, El ....'Sejak lama Baron sudah kehilangan sosok ibu, sama seperti Elzien. Ketika kasih sayang orang tua tunggal tak cukup menggantikan sosok lain salah satu keduanya, maka hal yang mungkin adalah merasa kurang disayang sepanjang hidupnya.Itulah yang terjadi pada Baron. Jika Elzien dirawat ibu yang melahirkan Javaz-istri Haribawa, maka Baron diasuh perawat yang selalu berganti setiap saat. Mereka hanya bertugas, tak jarang tanpa ketulusan dan pendidikan dalam mengawasinya. Wajar bagi sebagian orang, tapi menitipkan anak pada pengasuhan orang lain tak bisa dibenarkan sepenuhnya.Sejatinya seorang anak adalah amanah yang dititipkan Tuhan untuk menguji hamba-Nya. Apakah akan membuat tebalnya keimanan ataukah lalai akan kewajiban manusia di dunia."El, benarkah kamu ingin menikahi perempuan itu?" Baron meyakinkan sahabat sekaligus atasannya di de
"Aku nggak boleh melepaskan Keenan, bisa jadi dia adalah penolong El. Atau juga mengincar hartanya juga?" Baron kembali pada mode ingin melindungi semua milik Elzien dengan mata yang berkilat penuh semangat.Saat sedang berada pada kondisi lain dalam dirinya dia menjadi lebih tegas dan kuat. Dan sadar apa yang telah dikerjakan sebelumnya setelah kembali pada diri kesehariannya. Tapi tak bisa mengendalikan kapan muncul dan kapan menghilang. Dia sendiri tak mengerti mengapa bisa mempunyai dua pribadi dalam satu raga."Kenapa Baron menghubungi kamu lagi, Kee?""Sepertinya dia benar-benar mengidap bipolar atau lebih parah lagi. Dari sorot mata dan setiap kalimatnya berbeda saat bertemu pertama Rumah Sakit dan kedua saat mengancam di Apartemen. Dia butuh pertolongan sebelum melakukan tindakan fatal lainnya." jawab Keenan saat baru saja menutup panggilan dari Baron yang didengar juga oleh sang Kakak."Rumit sekali kehidupan orang-orang kelas jetset seperti mereka? Beruntungnya Ayah hanya se
'Hatiku telah terkunci padanya dan lupa meminta kesembuhan Shifra. Allah ... ampuni hamba.' Harapnya dalam hati tak terasa matanya mulai berembun. Dan meloloskan setetes bening saat ia memejamkan matanya.Seorang perempuan membuka matanya yang telah basah. Dia usapkan dua tangan ke wajah dan mengingat apa yang baru saja terjadi dalam mimpinya."Kamu mimpi lagi, Shif?""Perempuan di yang duduk di atas ranjang yang sama dengan Javaz itu menggeleng pelan, "aku merasa nggak bermimpi apa pun tapi tiba-tiba saja sesak dan air mata mengalir begitu saja. Apa kamu yang memimpikanku, Mas?" tanyanya menoleh."Sesak?" Javaz bangkit dari berbaringnya, menyentuh kening Shifra, "nggak demam kok?" lanjutnya mengusap sisa basahbdi pipi istrinya.Tak beda jauh dengan suaminya, keadaan Shifra sendiri berangsur pulih. Terapinya dengan beberapa ahli perlahan mengembalikan kewarasannya secara bertahap. Dia menghasilkan banyak buku yang siap diterbitkan dari curahan hatinya.Perempuan itu juga sudah bisa me
"Mas El???" Kedua mata Shifra menatap tak percaya sosok pria di hadapannya.Kepala tertutup hijab lebar dengan cadar menutup wajahnya itu menggeleng kuat. Tubuhnya bergetar hebat, lidah kelu dan tenggorokan tercekat kala pria yang tampak lebih kurus itu berjalan mendekat.Bagaimana bisa seseorang kembali setelah lebih dari tiga tahun dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan?"Apa dia anak kita, Shif?" tanyanya tersenyum ke arah balita yang digandeng Shifra. "Dia Ezra, putra kami!" Suara pria yang baru saja datang menimpali. Dia berdiri di belakang sosok pria asing yang bertanya pada istrinya. Belum mengetahui siapa sosok itu."El-Ziiiieen???" Langkahnya terhenti dan sedikit terhuyung ke belakang kala benar-benar bertemu tatap dengan dua mata si pria asing."Bagaimana kamu bisa kembali hidup? Di mana selama ini kamu berada?" Antara terkejut dan takut, suara Javaz bergetar dengan napas tersengal sembari memegang dadanya.Shifra mendekat dan langsung memeluk Javaz yang merangkul bahu
Pria asing itu menghentikan langkahnya dan berbalik dengan cepat."Shifra ...." gumamnya.Seorang perempuan bercadar menuruni anak tangga dengan pandangan lurus pada pria asing itu. Terus mengikis jarak hingga anak tangga terakhir, dia menoleh pada suami keduanya-Javaz."Shif ... apa yang akan kamu lakukan? Biar aku saja yang membuktikannya." ucapnya meraih tangan Shifra dan menggandengnya untuk lebih dekat dengan sosok misterius yang juga melangkah ke arah keduanya."Jika memang kamu istriku, kamu akan lebih bisa membedakan dari pada orang lain, Shif ...." ucapnya menatap sendu pada Shifra yang menggeleng.Jemari perempuan yang sebagian tertutup manset itu mengeratkan kaitan di jari-jari Javaz. Menoleh sekilas dengan kaku dan mata mulai berembun."Mas ...," ucapnya lirih dengan bergetar.Tubuhnya lemas dan meluruh ke lantai. Air matanya mengalir deras tanpa isakan. Bayangan kebersamaannya dengan Elzien terlintas bertumpukan dengan tawa candanya bersama Javaz di tiga tahun terakhir.
"JAVAAAAZ!?" teriaknya menggetarkan seluruh bangunan megah bergaya Eropa bernuansa putih dan emas itu.Shifra yang berada di ruang keluarga sontak berlari ke ruang tamu dan menghadang Elzien yang sudah melangkah di anak tangga paling bawah. Zora sedang berusaha menahan lengan kakak laki-lakinya yang sudah penuh amarah."Mas El ...." Panggilan Shifra yang begitu lirih menghentikan langkah Elzien."Apa kamu lupa dengan sebuah hadits yang menceritakan tentang istrinya yang terpergok berzi-na dengan seorang pria. Maka suami halal membunuh yang mezi-nainya?" tanya Elzien sarkas.Perempuan yang sekarang tanpa cadarnya itu menggeleng dengan mata yang kembali berembun."Ak-aku ... dalam keadaan tak sadarkan diri, Mas ... dan Javaz harusnya dipenjara juga karena perbuatan itu. Tapi ....""Kamu menghukumnya dengan mau menikah dengannya? Hukum macam apa yang sedang kamu terapkan pada seorang pezi-na, Shifra!?" sentak Elzien memotong kalimat Shifra. "Jadi rajam aku! Cambuk Javaz! Maka aku akan t
'Mungkinkah itu tanda bahwa dia masih memiliki rasa cemburu padaku?' batin Elzien tersenyum tipis tapi disembunyikan lagi dengan menunduk.Shifra tak berani menatap dua pria yang berstatus suaminya. Sungguh dia tak menyangka akan berada di dalam situasi rumit seperti ini. Memiliki suami seorang Elzien saja dia masih belum percaya saat itu. Maka dia memilih fokus menyelesaikan kuliah dulu. Meski diridhoi suaminya kala itu, tapi tetap saja hati dan keimanannya diliputi rasa bersalah sepanjang waktu.Ditambah lagi hatinya masih tertaut dengan satu nama sejak SMA. Javaz, adik iparnya sendiri yang setiap hari masih dilihatnya. Bertemu tatap dan tak jarang berinteraksi dalam batas wajar. Keadaan yang sering dia abaikan dan buang jauh demi setia pada Elzien yang menjadi suaminya."Andai suatu saat aku harus pergi meninggalkanmu, maka gapailah cita-cita dan cintamu yang mungkin terhenti karena aku menikahimu,"Kalimat Elzien yang sering didengarnya kala malam hari. Seperti sebuah firasat dan