“Maafin aku ya, gara-gara pekerjaan, kita jadi harus tunda dulu bulan madu,” ucap Atira sambil memandangi muka Zafran yang masih terlelap. Sedangkan dirinya, ia sudah cantik dan wangi. Atira pun mendekatkan wajahnya ke wajah suaminya. Ia berniat mencuri morning kiss tanpa sepengetahuan Zafran. Perasaannya dagdigdug tak karuan. Ini seperti pertama kalinya lagi bagi Atira mencium wajah lelaki. Terakhir ia melakukannya kepada Bayu bertahun-tahun lalu, saat Bayu akan berangkat ke Jepang. Cup... Atira berhasil mengecup pipi Zafran. Ia pun berlama-lama sambil berdo’a di dalam hatinya. “Ya Allah, panjangkanlah jodoh kami di dunia dan akhirat dalam keadaan sakinah, mawaddah, rahmah dan berkah. Bukakan hatinya untuk menyayangi Davin dan Daffa, juga beri kami keturunan yang soleh solehah. Amin.”Atira menjauhkan wajahnya dari Zafran. Namun, betapa kagetnya Atira karena ia mendapati Zafran sedang memandangnya sambil tersenyum culas. “Lagi!” pinta Zafran dengan suara manja. “Ih, engga
“Saya tidak akan membela Helen.”Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Betapa kagetnya mereka, suara itu berasal dari seorang lelaki paruh baya yang masih nampak gagah, wajahnya blasteran Indonesia – Turki, janggutnya pun masih berjejer rapi di kiri dan kanan pipinya. “Pak Syahid?” pak Ramon sangat kaget mendengar ucapan itu keluar dari mulut pak Syahid yang merupakan ayah dari Helen. “Selamat malam, pak Ramon!” ucap pak Syahid dengan senyum semanis mungkin. “Apa kabar pak?” tanya pak Syahid sambil menjabat tangan pak Suwardi. “Baik.” Bu Haliza yang berada di samping suaminya pun tersenyum dan menangkupkan tangannya ke arah pak Syahid. Atira menahan semburan tawa yang ingin segera meledak dari mulutnya setelah melihat mimik muka pak Ramon. Namun, ia berusaha tenang agar tak menimbulkan kekacauan. Hanya saja, pengacara yang sering menangani kasus kontroversial itu melihat gelagat Atira. “Kenapa kamu ketawa? Mentang-mentang sudah merasa paling tenar sekarang? Anak kemar
“Siapa anaknya, Om?” tanya Zafran yang tak mampu menahan diri untuk mendengar jawaban dari pak Syamsul. “Kau, datanglah ke rumah sakit kota dengan membawa satu hal yang Om minta. Maaf Zafran Om harus melibatkanmu karena Om pikir kamu bisa membantu Om,” ucap pak Syamsul. “Om akan tulis di chat apa yang harus kau bawa besok, agar tak ada kesalahpahaman. Ingat, jangan dulu beritahu siapapun tentang masalah ini sampai semuanya terang!” titah pak Syamsul dan disanggupi oleh Zafran. “Baiklah, Om akan kirimkan apa yang harus kamu bawa.”“Oke, saya tunggu!” ucap Zafran menutup obrolan mereka. Tak berselang lama, ia pun membuka sebuah pesan dari pak Syamsul yang baru saja masuk. Zafran membulatkan matanya saat melihat apa yang tertulis di sana. Ia merasa tak percaya dengan apa yang ia baca dari chat pak Syamsul. “Enggak mungkin.”*** Atira bangun dari tidur dan tak mendapati Zafran di sampingnya. “Tumben,” ucapnya sambil melirik ke tempat tidur Zafran yang biasanya masih bisa menja
“Atira!” Atira menoleh ke arah sumber suara. Nampak siluet tubuh seseorang yang pernah mengisi hari-harinya sedang berjalan ke arahnya. “Atira!” panggil Bayu lagi saat ia sudah berada tepat di depan Atira. “Ya,” jawab Atira datar. “Emmmhhh, bagaimana kabar...?” Bayu terdiam meragu. “Ibu baik, Mas juga tahu nomor ponselnya bukan? Anak-anak juga baik, jauh lebih baik. Kalau enggak ada hal lain, saya permisi!” ucap Atira sambil berlalu pergi. “Tunggu!” panggil Bayu sambil menarik tangan Atira sampai wanita itu berbalik lagi kepadanya. “Lepas! Enggak perlu pegang-pegang,” bentak Atira yang merasa tak nyaman dengan perilaku Bayu. “Maaf!” lirih Bayu sambil tertunduk, nampak dari matanya ada rasa bersalah. “Bisakah kita bicara sebentar?” tanya Bayu berbicara tergesa. Lelaki itu takut jika Atira segera pergi menjauh. “Ada hal penting apa? Kalau masalah anak-anak, Mas Bayu bisa bicara sama Ibu. Saya enggak akan pernah melarang anak-
“Sella!” teriak Atira. Ia langsung membuka pintu mobil dan loncat keluar. Ia khawatir dengan keadaan Sella yang nampak dihakimi oleh wartawan yang berkerumun. “Jangan kesini!” Tiba-tiba langkah Atira ditahan, bahkan ia ditarik untuk berbalik arah oleh seseorang yang tak sempat ia lihat siapa. “Itu si Atira. Serang!” teriak seseorang. “Jangan!”“Lari!” “Kalian anarkis!”Terdengar teriakan yang beragam dari mulut-mulut mereka yang berada di sana. Bersamaan dengan itu terdengar juga suara derap langkah kaki yang tak terkira banyaknya. Wanita yang menarik lengan Atira itu pun mempercepat langkahnya sehingga membuat Atira ikut terseret cepat karenanya. Atira langsung masuk ke dalam mobil sedangkan wanita yang menyeret langkahnya langsung masuk ke tempat driver. Ia pun langsung menstarter mobil dengan lihai. Untung saja kunci mobil tetap berada di mobil karena pak Agus turun dengan terburu-buru. Broommmm... Atira menarik nafa
Seminggu berlalu, kabar tentang pengkhianatan Atira masih terus menghiasi laman berita online maupun elektronik. Atira yang dianggap sang Dewi, kini tak lebih menjadi seorang pengkhianat cinta yang begitu banyak dihujat netizen. “Aaarrgggghhhh!” Zafran menyapu bersih semua berkas yang ada di atas meja kerjanya. Ia melemparkan semua barang apapun yang ia lihat. “Pak!” Roni masuk ke ruangan Zafran. Ia sudah tak peduli lagi jika dirinya akan menjadi sasaran empuk kemarahan bos-nya. “Pak, ada perkembangan terbaru!” ucap Roni segera. Ia berharap Zafran akan berhenti melampiaskan amarahnya jika mendengar kabar terbaru. “Duduk!” titah Zafran setelah ia sendiri duduk dan melonggarkan ikatan dasinya. “Kita sudah menemukan orang yang diduga kuat waktu itu ikut mengejar mobil bu Atira,” ucap Roni yang membuat Zafran mengerutkan keningnya. “Maksudnya?” tanya Zafran sambil menegakkan duduknya. “Jadi, bu Atira tidak melarikan diri. Dia dikejar,” ucap Roni yang membuat Zafran segera
“Cih, kalian orang kaya sama saja, tak akan pernah memenuhi janji. Dasar ba***at!” hardik Jihan dengan mata melotot, seolah ingin melompat dari tempatnya ke arah Zafran. “Menarik!” Zafran kini duduk di kursi, berhadap-hadapan dengan Johan. “Siapa sebenarnya yang kau maksud sama saja? Apa sebelum ini ada orang kaya lain yang memintamu untuk melakukan sesuatu, kau gagal dan keluargamu terbunuh?” tebak Zafran yang membuat wajah Johan memerah. Ia pun memalingkan wajah dari Zafran, matanya sedikit memerah, menahan air mata yang ingin melukiskan perasaannya. “Benar. Saya tahu. Saya tidak ingin memaksamu untuk percaya, tapi hanya bisa memberimu pilihan. Satu, kamu masuk penjara karena kejahatanmu kemarin, keluarga mu pun ikut menderita. Dua, kau bisa bebas dari jeratan hukum karena mendapatkan pengampunan dari korban, dengan kamu berada di pihak kami dan ikut menjebloskan orang yang telah membunuh ibumu,” ucap Zafran yang membuat Johan langsung mengalihkan atensinya kepada Zafran. “Sem
“Maaf? Hanya itu? Kau bisa bilang maaf kepada kedua anakku?” tanya Zafran dengan berapi-api. Bahkan karena pengejaran ini terlalu rapi, aku sempat mengira kalau dia betul-betul pergi darimu, seperti yang dituduhkan oleh orang-orang. Aku sempat mengira dia menikahiku untuk kembali kepada suami lamanya yang telah menjatuhkan talak tiga. Aku dijadikan sebagai muhallil saja. Bahkan ketika dia menyerahkan dirinya padaku, aku sempat mengira kalau dia menunaikan syarat muhallil saja.” (Muhallil = laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan (tahlil) suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut setelah bercampur, hukumnya haram). Zafran menundukkan wajahnya. Hatinya berdenyut nyeri saat seminggu kemarin ia tak betul-betul mencari Atira karena prasangkanya sendiri, terlebih saat nomor Atira tak dapat dihubungi, Bayu pun tak pernah muncul lagi. Mengapa ia belum begitu mempercayai istrinya? Ada yang salah dengan dirinya. “Pak