Beranda / Pernikahan / Ditalak 3 Lewat Telepon / 55. Saya bukan mentri

Share

55. Saya bukan mentri

Penulis: Haifa Dinantee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-02 09:46:05

“Siapa kalian?” tanya Atira dengan waspada. Wanita itu pun segera mundur, namun langkahnya dihadang oleh lelaki berjas hitam lain dari mobil di belakangnya.

“Astaghfirullah!” ucap Atira saat menyadari jika kondisinya kini terjepit.

“Kami bukan hendak menyakiti, kami hanya ingin anda bertemu dengan bu Haliza,” ucap lelaki berkepala plontos yang sedari awal berbicara dengannya.

“Bu Haliza? Ada apa dia mau ketemu saya? Dengan cara begini?” sinis Atira yang kini mulai mampu melawan rasa takutnya. Setidaknya, dia percaya bahwa wanita yang mau menemuinya tidak memiliki niat untuk membunuh nya. Paling juga seperti dalam novel-novel romansa, si calon ibu mertua kaya raya yang memberikan penawaran sejumlah uang agar wanita pilihan anaknya meninggalkan anak kesayangan.

“Maaf, bukan bermaksud kami mau menyakiti. Tapi, kami hanya menjalankan tugas untuk membawa anda ke hadapan bu Haliza bagaimana pun caranya.”

“Jangan sentuh saya, atau kasus ini akan menjadi konsumsi umum. Saya sedang melakuk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   56. Panik

    Bukkk... Bukkk... Bukkk... Tiba-tiba si kepala plontos berhasil merebut ponsel Atira dan menginjaknya sampai hancur. Sedangkan kedua orang lainnya memberikan pukulannya terhadap Atira. Saat tersadar, bodyguard berkepala plontos itu kaget melihat kedua kawannya babak belur karena perlawanan Atira. Dia terlalu fokus menginjak dan memutar-mutar kakinya di atas ponsel yang ia injak. “Lah, kok?” herannya sambil membulatkan mata. Ia mengira teman-temannya telah melumpuhkan Atira yang hanya seorang wanita. “Maju lu!” tantang Atira memasang kuda-kuda di hadapan lelaki plontos itu. “Oh, berani rupanya ya!” tantang lelaki itu yang ikut memasang kuda-kuda. Dia pun memainkan tangannya selayak ular kobra yang bersiap untuk mematuk ancamannya. “Siapa takut!” jawab Atira sambil mendongakkan kepalanya. Tiba-tiba dua bodyguard lain yang sedari tadi duduk di belakang kemudi turun dan menghampiri Atira. Bahkan, dua lelaki yang telah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   57. Berani juga rupanya!

    “Kamu salah, Sel. Aku nyariin kamu!” ketus Atira setelah Sella menghampiri dan memeriksa tubuh Atira, khawatir ada yang lecet. “Kamu enggak apa-apa kan?” tanya Sella. “Enggak,” jawab Atira singkat. “Atira!” Beberapa kru pun datang menghampiri. Mereka takut bintang iklan mereka terluka. Atira tersenyum mendapati kepedulian dari kru iklan produk kecantikan itu. Hatinya pun terasa menghangat, terlepas apa karena murni peduli atau hanya takut sang brand ambassador terluka yang bisa menyebabkan iklan mereka terhambat. Dia tak peduli. “Pak sutradara telpon terus daritadi, dia benar-benar khawatir terjadi apa-apa sama kamu. Padahal, dia udah jauh,” ucap salah satu kru bernafas lega mendapati Atira selamat. “Iya, untung kamu live, jadi kita tahu keadaan kamu. Katanya pak sutradara udah telpon polisi, tuh mereka!” ucap kru yang lain bertepatan dengan kedatangan mobil polisi. Bodyguard itu pun segera ditangkap dan digelandang ke kantor polisi. Sedangkan Atira diminta untuk segera datang k

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   58. Mencari kebenarannya

    “Enggak apa-apa, Pak!” ucap bu Haliza. “Tinggalkan kami, Pak! Enggak masalah, saya juga mau bicara sama anak saya,” pinta bu Haliza yang dibalas rasa enggak oleh pak Haris. “Ibu yakin? Saya diminta pak Suwardi untuk memastikan keselamatan Ibu,” tolak pak Haris. “Enggak apa-apa, Pak!” ulang bu Haliza. “Kalau begitu, saya akan tetap menunggu Ibu di parkiran. Permisi!” ucap Pak Haris seraya pamit. Bu Haliza menganggukkan kepalanya. Ia sadar bahwa pak Haris hanya menjalankan tugasnya untuk menjaga dirinya. Tiga orang bodyguard pun berlalu mengikuti pak Haris. “Sebaiknya kita cari tempat bicara yang nyaman!” ucap bu Haliza yang juga mengisyaratkan ajakannya kepada Zafran dengan isyarat mata. Atira melihat Zafran seolah meminta persetujuannya. Zafran pun mengangguk seraya melangkah untuk membersamai Atira dan ibunya. “Di samping kantor polisi ada restoran, kelihatannya nyaman,” ucap Zafran yang kemudian diangguki oleh bu Haliza. “Kami pamit, Pak!” ucap Zafran kepada salah satu petug

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   59. Haruskah percaya?

    “Apa kamu pikir saya mau mengorbankan nama baik hanya karena ini? Saya bukan orang bodoh... Atira!” ucap bu Haliza sengit. Atira menyunggingkan senyum smirknya. “Ya, apapun bisa saja terjadi di dunia ini,” ungkapnya seolah mengejek ucapan bu Haliza. “Bukan cuma saya, tapi polisi juga tidak bodoh Atira. Kamu bisa lihat siapa yang akan muncul menjadi tersangka,” ungkap bu Haliza yang kini diiringi dengan hembusan nafas terdalamnya. “Memang niat saya akan memintamu untuk bertemu, Atira. Saya ingin kita berdamai. Saya ingin kebahagiaan untuk anak saya satu-satunya. Meskipun... mamah masih terus mempengaruhi papahmu, Zafran!” ucap bu Haliza sambil mengelus lembut punggung tanganpundak Zafran.“Apa yang belum mamah dan papahmu raih dalam hidup? Semuanya sudah. Tinggal kebahagiaan kamu yang belum kami penuhi,” ucapnya lagi dengan berkaca-kaca.Atira segera menyodorkan tisu yang memang tersedia di hadapan mereka. Hatinya terenyuh saat melihat air mata, meskipun ia masih waspada dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   60. Tertawa bersama

    “Tira!” panggil Zafran dengan wajah memohon. Bukannya Zafran plinplan akan perasaannya, namun ia pun sudah mengenal watak ibunya yang selalu bicara sesuai fakta, baik itu yang enak ataupun menyakitkan. Apalagi melihat keyakinan di mata ibunya, lelaki itu memilih untuk percaya. Lagipula, ibunya tak pernah melakukan kekerasan fisik. Ia hanya ingin ibu dan istrinya kelak akur, bahkan menjadi bestie sebagai sesama perempuan.Lain di otak Zafran, lain pula di otak Atira. Wanita itu melirik tajam Zafran. Ia benar-benar tak percaya jika lelaki yang berkata begitu mencintainya, ketika dihadapkan dengan masalah seperti ini saja langsung berubah haluan. Kalau saja ibunya Zafran itu sebaik bu Asih, tentunya ia akan sangat bahagia. Ah, mengingat bu Asih, Atira jadi teringat dengan keadaan mereka yang di rumah. Ada bu Asih, bu Retno dan kedua jagoannya yaitu Davin dan Daffa. Ia jadi benar-benar rindu pulang. “Terserah kamu Zaf! Aku lelah, mau pulang,” keluh Atira dengan wajah yang memang te

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   61. Penasaran

    “Alhamdulillah, kenyang juga ya!” ucap bu Haliza dengan sendawanya. “upss, maaf!” ucapnya saat suara sendawa itu mempermalukan dirinya. Mereka pun tertawa menanggapinya. “Tira baru pertama kali loh makan nasi beginian. Enak banget ya! Mana duduknya lesehan,” ucap Atira sambil terus mencari sisa-sisa nasi basmati (beras panjang dari India) dari nampan. “Kamu mau lagi, sayang?” tanya Zafran karena enggak tega melihat Atira yang terus mencari sisa nasi. Atira mengangguk dengan senyumnya yang khas. “Aku pesenin lagi ya!” ucap Zafran yang hendak memanggil waitress. “Jangan! Besok-besok lagi aja, aku takut gemuk. Sekarang kan aku harus jaga penampilan,” ucap Atira menahan Zafran agar tak memanggil sang waitress. “Beras basmati itu rendah gula kok. Cocok buat yang diet,” jawab Zafran. “Wah, beneran?” tanya Atira sambil membulatkan matanya. “Iya. Jadi aku pesenin lagi ya!” ucap Zafran lagi. “Enggak usah lah, lain kali aja. Lagian, aku juga udah kenyang,” tolak Atira. “Engg

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   62. Seru

    Zafran menyelesaikan tagihan makan mereka. Dalam hatinya, ia sudah bertekad untuk kembali makan di restoran ini, tapi nanti harus bersama papahnya. “Ya udah, yuk!” ajak Zafran yang setia menunggu di kursi dekat kasir sambil menenteng nasi kabsah yang dibungkus. “Makanya apa?” kesal Atira, tatapannya tajam. “Kok nanya itu lagi sih?” tanya Zafran dengan mata memohon. “Kalau begitu, dilanjut dong kalimatnya!” ucap Atira yang kini memalingkan muka. Para waitress yang baru menyadari bahwa pelanggan mereka adalah seorang artis terkenal, berbondong-bondong pun mengintip dari sela-sela apapun yang bisa mereka pakai buat mengintip. Kalau mereka yang bukan pemalu, pura-pura ngepel dan bolak-balik sambil curi-curi dengar apa yang sedang dibicarakan oleh Ateera, sang idola baru mereka. “Ayo dong!” mohon Zafran dengan suara yang terdengar sangat memelas. “Pokoknya... ““Mbak Ateera, boleh minta foto ya!” akhirnya salah seorang diantara mereka memberanikan diri untuk memulai. “Emmhh.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   63. Penguntit

    “Kok bisa?” tanya Atira sambil melihat ke arah ban yang memang betul-betul kempes. “Bukan nginjek sesuatu gitu?” tanya Atira lagi. Kali ini Zafran sudah menyelesaikan teleponnya. “Lihat Tira, ada paku di sana,” tunjuk Zafran ke arah pojok pagar. Di sana memang ada paku yang cukup besar. “Aku enggak mungkin memundurkan mobil sampai ke pojok seperti ini. Kalaupun kempes alami, dia akan ngempesin bertahap. Enggak kaya begini,” ucap Zafran sambil menendang kesal ban mobil sportnya. Atira hanya manggut-manggut mendengarkan penuturan Zafran. “Kalau benar, berani banget ya mereka berbuat kejahatan di dekat kantor polisi!” ucap Atira sambil menggelengkan kepalanya. “Di kantor polisi juga berani, kalau memang otaknya udah dipepes,” ucap Zafran menanggapi celotehan Atira. “Terus dimakan deh, emmhh... yummy!” sahut Atira sambil tertawa. “Idih, otak sapi iya yummy,” ujar Zafran bergidik. Tawa Atira bertambah kencang saat Zafran mengatakan hal itu. “Nah, itu d

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05

Bab terbaru

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 188

    Atira menutup buku Yasin yang ia baca di depan makam bu Asih. Ia pun memandangi makam yang berada di sebelah kanannya, yang masih tertutup gundukan tanah merah, tanda makam itu masih baru. Sedangkan, sebelah kirinya ada makam kecil yang juga masih bergunduk tanah Merah, makam anak yang belum pernah lahir ke dunia bahkan belum diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja, Zafran dan Atira sepakat menamainya dengan nama Ahmad, sebuah nama yang ia sandarkan kepada sosok agung yang ia kagumi. “Sayang, ayo!” Zafran meletakkan tangan di atas pundak Atira. Dengan penuh kelembutan, lelaki itu mengajak Atira untuk beranjak dari sana. Atira mengangguk tanpa menoleh. Ia pun menghapus sisa air matanya, kemudian ia bangkit dan berbalik, mengikuti langkah Zafran. Mereka pun berjalan ke arah mobil dengan bergandengan tangan. Zafran mempersilakan Atira untuk menaiki mobil jenis high MPV milik mereka terlebih dahulu. “Sayang, bagaimana dengan kasus mas Bayu dan... Emmhh... “ pertan

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 187

    “Jadi, kapan hubungan kalian putus?” tanya pak Hilman saat dokter Fajar baru duduk. “Mohon maaf, Pa! Saya belum sempat datang menghadap Papa!” ucap Fajar masih dengan kepala tertunduk. Sedari dulu, Ia memang begitu segan dengan pak Hilman yang merupakan cendikiawan dalam bidang kesehatan. Sedangkan, keluarga besarnya merupakan pejabat publik yang memiliki pengaruh besar di negri ini, mulai dari orang tua sampai saudara-saudaranya, semua merupakan pejabat pemerintahan. “Heemmmmhhh,” Pak Hilman menghembuskan nafas panjangnya. Ia diliputi perasaan kecewa, tapi ia pun tak bisa menuntut apapun karena ia mengetahui bahwa Yasmin lah yang salah. “Jadi, sesibuk apa kamu? Sampai-sampai tak sekalipun sempat untuk mengembalikan Yasmin padaku!” tanya pak Hilman tanpa menatap dokter Fajar, namun lelaki itu seolah ditelanjangi oleh pertanyaan lelaki paruh baya itu. “Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Fajar. Ia tak membela diri sedikitpun. “Kau juga sibuk mengejar istri orang.” Tiba

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 186

    “Ah, enggak apa-apa,” sangkal bu Retno yang merasa tak perlu banyak berbasa-basi dengan orang yang baru dikenalnya. Bu Retno memang tahu bahwa bu Nurul dan putranya adalah dua orang yang telah menyelamatkan Atira. Ia berbuat baik kepada wanita yang ia sayangi seperti anaknya sendiri, tapi ia belum mau begitu terbuka dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Ia masih harus berhati-hati. Bahkan, dirinya pun sudah pernah menjadi orang yang membahayakan bagi orang-orang yang berada di sekitar Atira. “Bu Asih,” lirihnya pelan. Ia masih merasakan sakit luar biasa saat mengetahui fakta bahwa bu Asih telah tiada. Padahal, ia pernah akan meracuni pak Suwardi dan istrinya, hanya untuk ditukar dengan keselamatan bu Asih. Janji orang jahat memang tak dapat dipercaya. “Kenapa, Bu?” tanya bu Nurul yang masih mendengar ucapannya, meskipun pelan. “Ah, emmhh... itu... “ bu Retno tergagap mendengar pertanyaan dari bu Nurul. “Nenek, ayo masuk!” seru Davin yang tiba-tiba mu

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 185

    “Mama! Mama!” Suara itu terdengar begitu nyata bagi Atira. Ia merasa mendengar panggilan dari kedua anak kesayangannya. “Heemmm.” Hanya ucapan itu yang mampu keluar dari mulutnya. “Mama!” Terdengar lagi panggilan itu, panggilan Davin dan Daffa yang kini terdengar lebih nyaring bagi Atira. “Hemmm.” Kembali, hanya suara itu yang mampu ia katakan untuk menjawab panggilan dari kedua anaknya. “Mama! Mama bangun, Ma! Mama jangan tinggalin kita!”“Iya, jangan tinggalin kita kaya Nenek! Bangun, Ma!” Atira tersentak dari ketakberdayaannya. Ia harus menggaris bawahi kalimat meninggalkan kami seperti Nenek. Apakah suara-suara itu isi hati Davin dan Daffa. Dengan keinginannya yang kuat, Ia meminta pertolongan Tuhan agar segera membawanya kembali. “Davin, Daffa!” lirihnya seraya membuka mata dan langsung mencari sosok orang yang ia cari. “Mama! Papa, Mama sadar,” pekik Davin sambil mengalihkan pandangannya ke belakang. Zafran

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 184

    “Tolong istri saya, Pak!” pinta Zafran seraya menunjuk ke arah Atira yang kini terkulai lemas di pangkuannya. “Dia Bos saya Pak, korban,” ucap Aji yang tiba-tiba muncul dari belakang polisi tersebut. “Kami butuh tenaga medis. Di dalam sudah kondusif,” ucap polisi tersebut berbicara lewat walkie talkie yang dia sampirkan di pinggangnya. Setelah itu, ia menodongkan senjata ke beberapa orang lain yang menjadi pelaku kejahatan. Beberapa polisi itu melumpuhkan mereka, menelungkupkan dan menyimpan tangan mereka di belakang. Suasana di dalam cukup menegangkan. Mirip seperti polisi kriminal yang sedang menangkap teroris. Untung saja Aji membersamai mereka sehingga Roni dan Zafran tak ikut dilumpuhkan. Aji menghampiri Zafran yang masih memeluk Atira, menguatkan wanita itu. Sedangkan Roni, ia membantu melepaskan ikatan Ressa, kemudian membantunya untuk duduk. Ressa melepas sendiri kain yang menyumpal mulutnya, sebelum akhirnya pecah tangisannya. “Yasmin! Yasmin!”

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 183

    Atira langsung meninggalkan pekerjaannya untuk membuka tali yang mengikat kaki Ressa. Ia tak peduli apakah ia akan sempat menyelamatkan Ressa atau tidak, yang pasti ia harus secepatnya mencoba. Buggg... Prang... “Awww... “ Lelaki itu tersungkur tepat di depan wajah Ressa yang masih menangis tanpa bisa mengeluarkan suara, karena mulutnya masih tersumpal. Sedangkan kapak itu jatuh ke lantai, setelah sebelumnya sempat melukai orang ber-hoodie yang berada di sisi lain kepala Ressa. Yang saat terkena parang, ia sedang merapalkan mantra sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Atira cukup kaget karena dia belum melakukan apapun kepada lelaki itu. Orang yang menggagalkan niat lelaki ber-hoodie untuk mencelakai Ressa adalah wanita ber-hoodie yang sudah dilumpuhkan oleh Atira di awal. Wanita ber-hoodie itu kembali terjatuh setelah melakukan aksinya tadi. Atira tak begitu peduli, ia langsung menyerang lelaki ber-hoodie yang saat ini masih tersungkur di depan Ressa. Buggg... A

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   182. Sekte Iblis

    “Mantra?” tanya Zafran meyakinkan. Atira menganggukkan kepalanya, “Sepertinya begitu!” jawab wanita cantik itu. Tanpa sepengetahuan Zafran, kini Atira sudah siap dengan senjata apinya, yang dia sembunyikan tepat di belakang pinggulnya. Untung saja, tadi dia sempat membuka penguncinya. Zafran sudah tiba di mulut lorong tangga. Ia langsung mengintip ke sumber suara, dimana terdengar kalimat-kalimat yang terdengar kuno kini diucapkan. Zafran menahan nafasnya saat netranya melihat pemandangan yang cukup mengerikan. Meskipun dia tidak begitu terpengaruh dengan hal-hal yang diluar nalar, tapi ketika dia melihat seorang wanita yang diikat di atas meja, layaknya sebuah hidangan dan dikelilingi oleh orang-orang yang menggunakan hoodie hitam panjang, perasaannya menjadi tak karuan. Tanpa pikir panjang, Zafran langsung keluar dari persembunyiannya. Ia bermaksud ingin memukul empat orang berhoodie yang kini sedang mengelilingi wanita yang nampak sangat lemah. Tanga

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   181. Mantra

    Atira menyiramkan air dingin dari gayung itu tepat di wajah Zafran. Rasanya tak tega, tapi ia harus melakukannya. “Apaan ini?” teriak Zafran langsung berdiri dan mundur. “Maafin aku, Zafi! Tapi syukurlah, kamu sadar,” cicit Atira seraya mendekati Zafran, memegang pundaknya dengan maksud menenangkan. Sepersekian detik, Zafran langsung menyadari apa yang terjadi padanya. “Sayang, kenapa kamu disini?” tanya Zafran tak terima karena istrinya berada dalam bahaya jika bersamanya di sana. “Aku udah bantu kamu, loh!” protes Atira sambil mencebikkan mulutnya. “Andi juga si...!”Byurrr... Belum selesai Atira mengucapkan kalimatnya, Deni sudah menyiram Andi dengan air dingin yang ia ambil dari kamar mandi. Namun sayang, hal itu tak lantas membuat Andi terbangun seperti Zafran. “Lagi!” titah Roni seraya menepuk-nepuk pipi Andi cukup kencang. Tak ada sahutan sama sekali. Lelaki itu masih lelap dalam ketaksadarannya. “

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   180. Byurrrr...

    Sejurus kemudian, lelaki itu mengangkat kakinya untuk menendang Atira yang jatuh di lantai. Refleks, Atira menangkap kaki lelaki tersebut dan menariknya sampai lelaki itu kini terjatuh tepat di samping Atira, setelah wanita itu sedikit bergeser. Dengan cepat, Atira menekan leher lelaki itu dengan sikunya sekuat yang ia bisa. Menekan semua rasa kaget dan khawatir dengan keadaan sang suami. Lelaki itu menepuk-nepuk lantai tanda menyerah, tapi Atira tak peduli. Ia terus menekannya sampai tak ada pergerakan lagi dari lelaki itu. Atira melepaskannya, kemudian ia memeriksa denyut nadi di lehernya. Bagaimana pun, dia bukanlah seorang pembunuh dan ia tak mau melakukan hal itu walaupun dalam keadaan terdesak. Saat ia masih merasakan ada denyutan di sana, ia pun merasa lega. Ia meninggalkan kedua lelaki itu di sana, kemudian mengunci pintu kamar dengan kunci yang memang tergantung di lubang handlenya. Tanpa banyak kata, Atira segera berbalik melihat keadaan Zafran.

DMCA.com Protection Status