“Enggak apa-apa, Pak!” ucap bu Haliza. “Tinggalkan kami, Pak! Enggak masalah, saya juga mau bicara sama anak saya,” pinta bu Haliza yang dibalas rasa enggak oleh pak Haris. “Ibu yakin? Saya diminta pak Suwardi untuk memastikan keselamatan Ibu,” tolak pak Haris. “Enggak apa-apa, Pak!” ulang bu Haliza. “Kalau begitu, saya akan tetap menunggu Ibu di parkiran. Permisi!” ucap Pak Haris seraya pamit. Bu Haliza menganggukkan kepalanya. Ia sadar bahwa pak Haris hanya menjalankan tugasnya untuk menjaga dirinya. Tiga orang bodyguard pun berlalu mengikuti pak Haris. “Sebaiknya kita cari tempat bicara yang nyaman!” ucap bu Haliza yang juga mengisyaratkan ajakannya kepada Zafran dengan isyarat mata. Atira melihat Zafran seolah meminta persetujuannya. Zafran pun mengangguk seraya melangkah untuk membersamai Atira dan ibunya. “Di samping kantor polisi ada restoran, kelihatannya nyaman,” ucap Zafran yang kemudian diangguki oleh bu Haliza. “Kami pamit, Pak!” ucap Zafran kepada salah satu petug
“Apa kamu pikir saya mau mengorbankan nama baik hanya karena ini? Saya bukan orang bodoh... Atira!” ucap bu Haliza sengit. Atira menyunggingkan senyum smirknya. “Ya, apapun bisa saja terjadi di dunia ini,” ungkapnya seolah mengejek ucapan bu Haliza. “Bukan cuma saya, tapi polisi juga tidak bodoh Atira. Kamu bisa lihat siapa yang akan muncul menjadi tersangka,” ungkap bu Haliza yang kini diiringi dengan hembusan nafas terdalamnya. “Memang niat saya akan memintamu untuk bertemu, Atira. Saya ingin kita berdamai. Saya ingin kebahagiaan untuk anak saya satu-satunya. Meskipun... mamah masih terus mempengaruhi papahmu, Zafran!” ucap bu Haliza sambil mengelus lembut punggung tanganpundak Zafran.“Apa yang belum mamah dan papahmu raih dalam hidup? Semuanya sudah. Tinggal kebahagiaan kamu yang belum kami penuhi,” ucapnya lagi dengan berkaca-kaca.Atira segera menyodorkan tisu yang memang tersedia di hadapan mereka. Hatinya terenyuh saat melihat air mata, meskipun ia masih waspada dengan
“Tira!” panggil Zafran dengan wajah memohon. Bukannya Zafran plinplan akan perasaannya, namun ia pun sudah mengenal watak ibunya yang selalu bicara sesuai fakta, baik itu yang enak ataupun menyakitkan. Apalagi melihat keyakinan di mata ibunya, lelaki itu memilih untuk percaya. Lagipula, ibunya tak pernah melakukan kekerasan fisik. Ia hanya ingin ibu dan istrinya kelak akur, bahkan menjadi bestie sebagai sesama perempuan.Lain di otak Zafran, lain pula di otak Atira. Wanita itu melirik tajam Zafran. Ia benar-benar tak percaya jika lelaki yang berkata begitu mencintainya, ketika dihadapkan dengan masalah seperti ini saja langsung berubah haluan. Kalau saja ibunya Zafran itu sebaik bu Asih, tentunya ia akan sangat bahagia. Ah, mengingat bu Asih, Atira jadi teringat dengan keadaan mereka yang di rumah. Ada bu Asih, bu Retno dan kedua jagoannya yaitu Davin dan Daffa. Ia jadi benar-benar rindu pulang. “Terserah kamu Zaf! Aku lelah, mau pulang,” keluh Atira dengan wajah yang memang te
“Alhamdulillah, kenyang juga ya!” ucap bu Haliza dengan sendawanya. “upss, maaf!” ucapnya saat suara sendawa itu mempermalukan dirinya. Mereka pun tertawa menanggapinya. “Tira baru pertama kali loh makan nasi beginian. Enak banget ya! Mana duduknya lesehan,” ucap Atira sambil terus mencari sisa-sisa nasi basmati (beras panjang dari India) dari nampan. “Kamu mau lagi, sayang?” tanya Zafran karena enggak tega melihat Atira yang terus mencari sisa nasi. Atira mengangguk dengan senyumnya yang khas. “Aku pesenin lagi ya!” ucap Zafran yang hendak memanggil waitress. “Jangan! Besok-besok lagi aja, aku takut gemuk. Sekarang kan aku harus jaga penampilan,” ucap Atira menahan Zafran agar tak memanggil sang waitress. “Beras basmati itu rendah gula kok. Cocok buat yang diet,” jawab Zafran. “Wah, beneran?” tanya Atira sambil membulatkan matanya. “Iya. Jadi aku pesenin lagi ya!” ucap Zafran lagi. “Enggak usah lah, lain kali aja. Lagian, aku juga udah kenyang,” tolak Atira. “Engg
Zafran menyelesaikan tagihan makan mereka. Dalam hatinya, ia sudah bertekad untuk kembali makan di restoran ini, tapi nanti harus bersama papahnya. “Ya udah, yuk!” ajak Zafran yang setia menunggu di kursi dekat kasir sambil menenteng nasi kabsah yang dibungkus. “Makanya apa?” kesal Atira, tatapannya tajam. “Kok nanya itu lagi sih?” tanya Zafran dengan mata memohon. “Kalau begitu, dilanjut dong kalimatnya!” ucap Atira yang kini memalingkan muka. Para waitress yang baru menyadari bahwa pelanggan mereka adalah seorang artis terkenal, berbondong-bondong pun mengintip dari sela-sela apapun yang bisa mereka pakai buat mengintip. Kalau mereka yang bukan pemalu, pura-pura ngepel dan bolak-balik sambil curi-curi dengar apa yang sedang dibicarakan oleh Ateera, sang idola baru mereka. “Ayo dong!” mohon Zafran dengan suara yang terdengar sangat memelas. “Pokoknya... ““Mbak Ateera, boleh minta foto ya!” akhirnya salah seorang diantara mereka memberanikan diri untuk memulai. “Emmhh.
“Kok bisa?” tanya Atira sambil melihat ke arah ban yang memang betul-betul kempes. “Bukan nginjek sesuatu gitu?” tanya Atira lagi. Kali ini Zafran sudah menyelesaikan teleponnya. “Lihat Tira, ada paku di sana,” tunjuk Zafran ke arah pojok pagar. Di sana memang ada paku yang cukup besar. “Aku enggak mungkin memundurkan mobil sampai ke pojok seperti ini. Kalaupun kempes alami, dia akan ngempesin bertahap. Enggak kaya begini,” ucap Zafran sambil menendang kesal ban mobil sportnya. Atira hanya manggut-manggut mendengarkan penuturan Zafran. “Kalau benar, berani banget ya mereka berbuat kejahatan di dekat kantor polisi!” ucap Atira sambil menggelengkan kepalanya. “Di kantor polisi juga berani, kalau memang otaknya udah dipepes,” ucap Zafran menanggapi celotehan Atira. “Terus dimakan deh, emmhh... yummy!” sahut Atira sambil tertawa. “Idih, otak sapi iya yummy,” ujar Zafran bergidik. Tawa Atira bertambah kencang saat Zafran mengatakan hal itu. “Nah, itu d
Agus memarkirkan mobilnya di depan lobby apartemen mewah di ibukota itu. Salah seorang satpam pun segera membukakan pintu mobil yang dinaiki oleh Zafran dan Atira. Zafran berpikir untuk menggendong Atira layaknya ala pengantin baru, namun ia khawatir jika Atira akan marah mendapatinya melakukan hal itu. “Hemmmhh... “ Zafran menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian, ia menepuk pelan lengan Atira. “Sayang!” panggil Zafran. “Eh... ““Eh... “ Atira langsung mengerjapkan matanya. Tak disangka, wanita itu langsung terbangun dengan panggilan pelan sekalipun. Bahkan, tepukan yang dilakukan oleh Zafran pun hanya oleh satu jari telunjuknya. “Udah nyampe ya?” tanya Atira sambil memindai sekelilingnya. Ah, benar saja, ini berada di depan lobby apartemen. Atira pun turun dan berjalan menuju lobby. “Hey, kok ikut masuk lobby? Kamu pulang aja, besok pasti masih banyak pekerjaan,” titah Atira saat mereka hendak melewati pintu lobby. “Selamat malam, Bu-pak!” sapa satpam sambil tersenyum d
Beberapa menit berlalu, Zafran keluar lagi dari unitnya tanpa sepengetahuan Atira. Ia berjalan menuju lift dan menunggu seseorang yang kini sedang menuju lantai 14 menuju lift. “Kalian berdua harus berjaga di lorong, depan unit apartemen istriku. Tak ada siapapun yang boleh masuk ke sana tanpa seizinku. Tapi ingat, jangan sampai istri saya curiga! Mengerti!” tanya Zafran dengan tatapan mengintimidasi. “Siap, Bos!” jawab kedua lelaki tersebut. “Oke, saya percayakan kepada kalian!” seru Zafran sambil berlalu memasuki lift. Malam semakin larut, tapi hati Zafran tak tenang saat mendapatkan kabar dari satpam kepercayaannya. “Ah, mamah. Nampaknya kabarmu memang valid,” lirihnya sambil memainkan kaki kanannya, menyalurkan emosi yang kini terpatri di hatinya. Ting... Zafran segera keluar dari lift saat ia tiba di lantai basement. Ia pun segera melangkahkan kakinya ke ruang keamanan. “Malam Pak Zafran!” ucap kepala satpam yang bernama Asfar.“Malam!” jawab Zafran sambil menjabat