“Benarkah apa yang dikatakannya?” tanya Bayu seraya menatap ke kedalaman mata Atira.
Wanita itu tak bergeming, bahkan ia nampak tak berniat menjawab pertanyaan Bayu. Wajahnya datar, tanpa ekspresi sama sekali.“Tira!” panggil Bayu lagi.“Maaf Mas, aku ke sini cuma mau nanya dimana kamu menyembunyikan Ibu?!” tanya Atira yang kini menatap Bayu dengan tatapan intimidatif.“Demi Tuhan, Tira. Aku tidak menyekap Ibu. Mana bisa aku menyakiti ibuku sendiri! Mereka yang menyekap Ibu, Tira. Nita dan ayahnya adalah pelaku penyekapan itu. Aku bersumpah bahwa aku tak pernah terlibat. Bahkan, aku tak begitu mengingat kalimat talak yang kuucapkan selain dari rekaman ponsel.” Bayu menyangkal semua tuduhan Atira.“Katakan saja, dimana lokasinya? Rumah mereka kosong dan tak bisa digeledah polisi karena... “ Zafran menghentikan ucapannya saat ia ingin mengatakan bahwa ada polisi yang mendekeng mereka. Ia tak mau gegabah, terlebih lagi saat ini mereka sedang ada di dalam s“Silakan, Pak!” Pak Bambang menyerahkan bungkusan yang sudah ia dapatkan dari petugas kepolisian. Lelaki yang bertindak sebagai pengacara keluarga Zafran tersebut menyerahkan beberapa benda dibungkus dengan plastik dan memiliki tanda pengenal. “Oke, makasih banyak Pak!” sahut Zafran seraya mengambilnya dari tangan Pak Bambang. “Ya, Sama-sama Pak!” sahut lelaki itu lagi seraya sedikit membungkukkan badannya. “Kami pamit, Pak!” ucap Zafran setelah mendapatkan apa yang ia mau. “Silakan!” ucap pak Bambang lagi. “Jalan, pak Andi!” titah Zafran. Tanpa jawaban apapun, Andi segera menekan pedal gas. Untungnya, lelaki itu tak bisa bicara sehingga membuat suasana di mobil tak semenegangkan jika Andi bisa protes seperti Agus. Tut... tut... tut... Zafran melihat ke arah ponsel dan mengernyitkan keningnya. Ia heran dengan nomor unik dari sang penelepon tak dikenal. Nomernya +44*******.Zafran mengabaikannya karena menganggap bahwa sang penelepon adalah seorang penipu. Sampai akhirny
Atira tak terlalu peduli dan memilih untuk mengotak-atik ponsel milik Bayu. Melihat hal itu, Zafran merasa jealous dan mulai membuat suasana tak nyaman. “Ceileeee... yang manggil Yayang dengan sebutan Mas. Haduh, serasa dunia milik berdua ya!” ucap Zafran sambil mengibas-ngibas bawah dagu dengan tangannya, bergaya seperti lelaki kemayu yang kegerahan. Atira hanya mendelik tak suka mendengar ucapan Zafran yang menyindir dirinya, mendelik sesaat kemudian fokus lagi dengan ponsel milik Bayu. Ia memang terbiasa memanggil Mas Bayu kepada mantan suaminya dari sebelum mereka menikah. Alasan awalnya karena perbedaan usia yang cukup jauh, sehingga membuat Atira memanggilnya demikian. Sedangkan Zafran, tentunya dia teman kuliah sehingga tak ada embel-embel dari panggilan nama masing-masing. “Boro-boro ngademin lakinya. Yang ada, dia fokus sama ponsel milik sang man... tan!” ketusnya sambil berbalik keluar jendela. “Gotcha...!” teriak Atira seraya tertawa. Wanita itu, bukannya berusaha m
Zafran sudah menghubungi beberapa orang kompeten di bidangnya, juga puluhan anak buahnya ia kerahkan. Pak Syamsul pun sudah ia hubungi, hanya untuk berjaga-jaga saja. Ia sadar bahwa mereka mendatangi lokasi Nita belum tentu mereka menemukan bu Asih di sana. “Memangnya, kenapa enggak langsung digempur aja?” tanya Atira yang merasa pergerakan Zafran terlalu lamban. “Kita enggak tahu Nita ada dimana. Bahkan, lihat saja kalau dia masih bergerak kan? Nanti malah kita yang terkena masalah!” jawab Zafran penuh kesabaran saat menjelaskannya kepada Atira. Ia pun menunjukkan titik Nita yang ada di GPS yang masih saja bergerak. Tut... tut... tut. “Hallo, Ron!” ucap Zafran saat sambungan telepon dari Roni itu ia jawab. “Hallo, Bos. Kita udah nemuin rumah yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan pak Bayu. Kita juga sudah cek bahwa ini memang ada dalam properti milik pak Ray. Tapi... menurut masyarakat terdekat, tak ada kegiatan mencurigakan di sini. Paling juga, beberapa kali pemilik
Atira mengernyitkan keningnya tatkala mereka berhenti di tepi jalan, tepatnya di depan sebuah warung. “Mau beli minum dulu?” tanya Atira seraya menepuk pundak Zafran pelan. Lelaki tampan yang sedang mandangi ke sebrang jalan pun segera menarik kesadaran nya kembali. “Eh, ya. Kenapa?” tanya Zafran kikuk. “Kamu kenapa sih? Dari tadi ditanya, Cuma lihat keluar aja. Lihat apa sih?” tanya Atira seraya meluruskan arah pandangannya persis seperti arah pandangan Zafran tadi. “Cuma klinik. Kamu pengen berobat?” tanya Atira lagi. Zafran kembali menggelengkan kepalanya pertanda ia tak berniat untuk berobat. “Aku mau beli itu aja!” tunjuk Zafran ke arah warung, tepatnya ke arah jajanan yang digantungkan, khas display makanan ringan ala warung pribumi. “Yang mana? Biar aku beliin,” ucap Atira seraya memegang handle pintu mobil, bersiap untuk turun. “Enggak usah. Biar aku aja yang turun. Yuk, Di! Ajak Zafran kepada Andi, agar supirnya itu tak memiliki celah untuk berduaan dengan Atira.
Setelah kasus pembalut mulai mereda dari tawa mereka, Zafran pun kembali memfokuskan dirinya sambil menghubungi seseorang. “Hallo!” Zafran terdiam sesaat karena mendengarkan orang lain yang berada di sebrang telepon berbicara. “Iya, nanti saya kirimkan titik lokasi klinik itu. Kamu cari tahu, Nita habis ngapain dari sana. Apa hanya berobat di klinik kejiwaan itu? Atau ada hal lain yang dilakukan, seperti bertemu pemiliki klinik. Saya tunggu info secepatnya!” titahnya tegas, namun membuat Atira berpikir beberapa kali. Wanita cantik itu berusaha memutar otaknya untuk mengerti arah pembicaraan Zafran. Zafran terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab “Oke, nanti saya kirim foto wanita itu,” ucapnya sebelum akhirnya ia memutuskan sambungan telepon itu. “Zafi, sebenarnya kamu bukan mau ke warung kan? Kamu ngincar klinik yang ada di sebrangnya? Memangnya tadi Nita ke situ?” tanya Atira sambil mengerutkan keningnya. “Iya. Titik lokasinya di situ, aku hanya mau mast
“Eh, enggak apa-apa, Nak.” Jawab bu Nurul terdengar salah tingkah. Atira yang berniat untuk memutuskan sambungan telepon itu, pergerakan jempol tangannya ditahan oleh Zafran. Wanita cantik itu melihat Zafran, mencari jawaban mengapa lelaki itu melarangnya untuk memutus sambungan telepon. Bukankah ia tak suka dengan dokter yang telah menyelamatkan istrinya? Namun, Zafran tak menjawab apapun. Ia hanya meminta ponsel Atira agar berpindah ke tangannya. Atira pun mengerti, ia segera memberikan ponsel itu ke tangan suaminya. Sedangkan di sebrang telepon, bu Nurul sedang duduk di tepi tempat tidurnya sambil menghubungi Atira, mencari kebenaran tentang apa yang baru saja ia lihat, sekaligus ada alasan untuk menghubungi Atira agar ia bisa melepas rindunya, dikagetkan dengan kedatangan Zafran yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu. Juga, ia lupa untuk mengunci pintu kamarnya. “Ibu ngomong sama siapa?” tanya dokter Fajar sambil sambil menghampiri bu Nurul yang sibuk men
“Saya rasa... Atira yang dimaksud adalah Atira kita.”“Kita?” tanya Zafran dengan nada ejekan. “Ya, Atira kita,” jawab dokter Fajar seolah menantang. “Asal kamu tahu, saya sudah tahu dengan detail apa yang sudah kamu lakukan kepada istri saya. Dengan kemampuan hipnotis yang kamu miliki, kamu membuatnya kehilangan arah pulang. Tapi, apapun yang manusia laknat seperti kamu lakukan, Tuhan berada di atas segalanya. Aku punya bukti cukup untuk membuatmu mendekam di penjara,” ucap Zafran membuat dokter kompeten dalam bidangnya itu mendadak bisu. Klik... Tiba-tiba panggilan pun ditutup secara sepihak oleh dokter Fajar, membuat Zafran menggeram kesal, karena lelaki itu merasa belum puas mencacinya. Atira mengusap pundak Zafran, berusaha meredam emosinya saat ini, “Sudah ya, kita ingat kebaikannya aja, biar hati kita lapang untuk memaafkan!” pinta Atira dengan lembut. “Matamu! Karena kamu suka kan sama dia?” bentak Zafran yang membuat Atira tercekat. Wanita itu pernah disakiti yan
Sudah hampir satu jam Roni berada di dalam Restoran. Namun, lelaki itu tak juga memperlihatkan batang hidungnya, ataupun sekedar menghubungi Zafran.Zafran melihat pergerakan GPS dari ponsel Nita yang masih berada di Restoran itu. Sedangkan, ponsel Roni saat ini tak bisa dihubungi.Zafran kembali membuka percakapan antara dirinya dengan Roni yang dilakukan via room chat sebuah aplikasi. 02.06 pm(Bos, saya nggak lihat Nita di bawah. Deni juga nggak lihat. Si Aji juga nggak lihat. Si Rama juga sama. Kita sudah menyebar Bos, tapi nggak ada tanda-tanda kalau Nita ada di restoran ini) 02.06 pm(Mungkin dia ada di ruang manajemen restoran. Cari cara bagaimana agar kamu bisa menyelinap ke sana!) 02.07 pm(Bagaimana ini Bos?) 02.12 pm(Si Rama sudah masuk ke dapur restoran, tapi di sana juga dia nggak nemuin Nita) 02.13 pm(Cari terus sampai dapat!) 02.32 pm(Bos, ada hal yang mencurigakan di ruang ganti. Tadi ada tiga orang masuk ke ruang ganti ini, tapi nggak keluar lag