“Penelitian? Apa maksudmu? Istriku bukan barang!” Zafran meradang mendengar ucapan Ressa yang menurutnya tak bisa ditolerir lagi.
"Slow, Zafi! Aku tidak menganggap istrimu sebagai sebuah barang, big no! Sebentar! " Ressa kemudian berdiri dan membuka lemari yang berada di belakangnya. Ia mengeluarkan sebuah binder, kemudian menyimpannya di atas meja." Lihat ini! " Ressa menyodorkan berbagai macam catatan yang ia tuliskan dengan tulisan tangannya sendiri. Tulisan-tulisan itu tak begitu dipahami oleh Zafran maupun Roni, Ressa pun mengerti. " Jadi begini, aku lagi menggarap disertasi Ph D-ku di Inggris. Udah setahun dan aku juga praktik di rumah sakit ini selama setahun itu, tapi aku belum menemukan pasien yang sesuai dengan disertasi yang aku garap. Kalau saja aku menemukan hal itu pada istrimu, bolehkah aku menjadikannya objek penelitian? Ya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aku mencoba menolong istrimu, dan ketika dia tertolong maka dia pun secara otoma“Kami cinta-cintaan waktu masih SD. Gara-gara apa coba? Gara-gara kita sama-sama embemm... melar kaya gentong. Hahahahaha... “ gelak tawa keluar dari mulut Ressa dan Zafran. “Kamu enggak putusin aku loh, Zaf!” celetuk Ressa yang membuat suasana seketika hening. “Kamu enggak putusin aku. Kita cuma janji bakal sama-sama diet dan bertemu lagi setelah sama-sama berubah lebih menarik. Iya kan?” tanya Ressa yang membuat wajah Roni semakin memerah, sedangkan Zafran hanya diam membisu dan tak menanggapi ucapan Ressa dengan kalimat apapun. Dalam hati, ia membenarkan apa yang diucapkan oleh Ressa barusan. Mengapa ia begitu seteledor ini dengan sebuah janji? “Hahahaha... “ tawa Ressa kembali memecah keheningan. “Serius amat. Kamu tenang aja Zafi, aku bukan tipe pelakor. Aku tahu kamu lagi berusaha menyembuhkan trauma istrimu. Aku tahu kok siapa itu istri, jadi enggak usah khawatir. Aku bukan tipe orang yang enggak masuk akal, buktinya saat kita memiliki hubungan cinta karena merasa senasib, ak
"Sore! " ucap Ressa yang didampingi oleh seorang perawat yang memang bertugas di sana. Di tangan perawat itu ada lembar anamnesa yang berfungsi untuk mengetahui catatan kondisi pasien selama berada di bawah perawatan."Sore!" ucap pak syahid dan Bu Mira Seraya bangun dari duduknya"Wah, Kok ada anak kecil? " tanya dokter Ressa sambil melirik ke arah bed penunggu pasien, kedua anak itu nampak terlelap dan tak terusik dengan kedatangannya."Iya, dok! Kami bawa barangkali saja bisa membantu pemulihan ibunya,” jawab bu Mira. "Oh, sudah memiliki anak sebesar ini ya? " tanya dokter Ressa yang sebenarnya dia lebih berpikir bahwa kedua anak itu adalah anak kandung Zafran, mantan kekasihnya."Iya dok, dua-duanya cucu saya...”"Cucu kami!" ralat Pak syahid tak terima dengan ucapan istrinya yang mengakui Davin dan Daffa sebagai cucunya saja.“Iya deh," ujar bu Mira sambil terkekeh dan menepuk manja pundak suaminya."Wah, romantisme bapak sama ibu membuat saya iri! " ucap dokter Ressa se
“Of course, tentu saja!” sahut dokter Ressa sambil tertawa. Sebenarnya ia tertawa penuh kemenangan, karena rencananya betul-betul berhasil membuat Atira penasaran untuk berbicara dengannya. “Tapi Tira, nanti dokter... “ sanggah pak Syahid yang ingin mengingatkan Atira tentang larangan dokter Fajar, namun ucapannya segera dipotong oleh Zafran. “Oke, enggak apa-apa. Kita semua bisa keluar. Ayo!” seru Zafran dengan tegas. Ia tak ingin dibantah untuk saat ini karena telah memberikan kepercayaan kepada Ressa. “Enggak, saya akan tetap di sini. Kalian keluarlah!” pinta bu Mira seraya mendekati brankar Atira. “Mama di sini enggak apa-apa kan, Sayang? Mama enggak akan menginterupsi apapun!” mohon bu Mira dengan tatapan permohonan yang sangat. Atira terdiam sesaat, seolah ia keberatan dengan permintaan bu Mira. Ia betul-betul ingin berbicara berdua dengan dokter yang ada di hadapannya saat ini.“Ma...!” panggil Zafran agar wanita paruh baya itu mengerti dan tidak kukuh untuk tetap bera
"Atira!" Bu Mira langsung menghampiri Atira saat ia sudah memasuki ruang rawat anak kandungnya itu. Hatinya betul-betul khawatir jika keadaan Atira malah akan memburuk. Bertahun-tahun ia belum memberikan kasih sayangnya kepada Atira, ia malah memberikan kasih sayang itu kepada orang yang salah. Jadi, ia akan sangat menderita jika sampai akhir Atira tidak bisa menerima keberadaannya.Tanpa disangka, Atira menoleh kepada bu Mira saat wanita paruh baya itu memanggilnya."Ya, " sahut Athira seraya memberikan senyuman lebarnya.Semua tertegun melihat senyuman Atira begitu merekah dan nampak tulus. Terlebih lagi, di samping kiri dan kanannya duduk Davin dan Daffa yang ternyata sudah bangun dari tidurnya. Ya, Atira saat ini memang duduk di atas brankarnya, dengan duduk tegak." Papa, Kakek, Nenek... Mama lagi senang banget!" seru Daffa antusias. Bocah itu nampak sangat riang di samping Atira, dengan menyenderkan badannya lebih condong ke Atira. "Memangnya Mama-mu senang kenapa?" tanya Za
“Iya, Nak!” jawab pak Syahid dengan mata berkaca-kaca."Papa lihat deh!" Minta Anindita Seraya Melambaikan tangannya, meminta agar Pak syahid ikut melihat ke layar ponsel miliknya.Pak Syahid pun segera menghampiri Anindita di brankarnya. Ia melewati Zafran yang sebenarnya sudah berharap lebih agar Ia yang dipanggil."Eh iya tanda Mama juga sini!" Pita Anindita yang kembali Melambaikan tangannya, namun sekarang ke arah bu Mira.Bu Mira yang awalnya merasa sedikit sedih, sekarang senyumnya terkembang saat ia dipanggil oleh Atira. Ia pun sama dengan Pak Syahid, segera menghampiri Atira di brankarnya."Emang lagi nonton apa sih?" Tanya bu Mira bergaya seolah sangat penasaran." Emang Papa sama Mama belum nonton filmnya? " tanya Atira melihat betapa hebohnya bu Mira. Mereka berdua pun kompak menggelengkan kepala yang membuat Davin dan Daffa tertawa lepas. Benar saja, Pak Syahid dan bu Mira memang belum menonton film perdana Athira. Waktu itu, mereka belum mengetahui pasti bahwa At
Atira mematut dirinya di cermin, ia melihat apakah dirinya sudah cantik dengan penampilan yang sempurna layaknya artis ibukota. Hari ini dia sudah membuat janji dengan Ressa, mereka akan makan bersama, tentunya dengan Zafran dan Roni.Ya, setelah percakapannya dengan Ressa sewaktu di Rumah Sakit kemarin, Athira mulai membuka diri untuk menerima siapa keluarganya. Selain karena efek hypnotherapy yang dilakukan oleh Reza, termasuk juga efek saat ia menonton tayangan tayangan infotainment tentang kehidupan pribadinya. Dia mulai menerima bahwa dia adalah seorang artis, dengan anggota keluarga yang sudah dituliskan.Ia juga diberi pengertian bahwa Pak Syahid dan bu Mira adalah orang tua kandung yang baru bertemu dengannya, saat ia terbangun setelah mengalami kecelakaan. Untungnya, dia tidak menolak kehadiran kedua orang tua itu, meskipun ia belum sepenuhnya mengingat siapa dirinya."Sudah siap?" Tanya Zafran yang kini berdiri gagah diambang pintu kamar Athira. Ia menggunakan baju kaos l
"Siapa maksudmu?" Tanya Zafran seraya menoleh ke arah Atira yang berjalan di sampingnya, namun ia berkata lirih seperti itu mengira jika ucapannya tak didengar oleh Zafran."Ah, nggak! " elak Atira seraya menundukkan pandangannya. Namun tangannya tak dapat berbohong, nampak sekali jika ia memilin ujung baju yang ia kenakan sebagai tanda kalau ia sedang resah. Dan Zafran paham jika istrinya sedang menutupi keadaan dirinya sendiri."Tentu saja, Atira. Tentu saja mereka mengenal kamu, karena mereka tahu bahwa seorang artis terkenal, Ateera memang penghuni apartemen di sini.”Zafran sudah siap di samping pintu dan membukakannya untuk Athira, sedang setelah itu ia pun memutari mobil dan masuk di kursi pengemudiDi dalam mobil, Atira masih terdiam memikirkan kalimat Zafran barusan. Ia pun melihat ke arah pintu lobi dan memandangi kedua satpam yang masih berjaga di sana sambil menganggukan kepala tanda hormat kepada Zafran yang kini baru saja memasuki mobil."Kamu siap?" tanya Zafran me
“Apa maksudmu, Tira? Kamu juga enggak ingat kalau kamu pernah...?” Zafran menggantungkan ucapannya, memilih apa ia harus mengatakannya dengan jelas atau tidak. “Maksud kamu, aku pernah enggak bisa lihat? Aku pernah buta?” tanya Atira seolah meminta penjelasan yang lebih. “Tira, kamu itu amnesia setelah mengalami kecelakaan. Tapi, kenapa kondisi pasca kecelakaan pun kamu lupa?” tanya Zafran dengan menaikkan nada bicaranya satu oktaf. “Sebenarnya apa yang terjadi? Damn...!” teriak Zafran sambil memukul keras setir. Atira tak sedikitpun merasa takut saat melihat amarah Zafran meletup-letup. Ia hanya mengalihkan atensi matanya ke arah lain, masih berpikir dengan apa yang sedang menimpanya. Tok... tok... tok. Seseorang mengetuk kaca mobil, membuat perhatian Zafran teralihkan. Zafran pun segera menurunkan kaca mobilnya saat melihat juru parkir berbicara, namun ia segera menjauh dengan maksud memberi panduan parkir. Setelah mobilnya terparkir rapi, Zafran pun segera melepaskan sa