Share

138. Kesepakatan

Penulis: Haifa Dinantee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-25 23:00:42

“Penelitian? Apa maksudmu? Istriku bukan barang!” Zafran meradang mendengar ucapan Ressa yang menurutnya tak bisa ditolerir lagi.

"Slow, Zafi! Aku tidak menganggap istrimu sebagai sebuah barang, big no! Sebentar! " Ressa kemudian berdiri dan membuka lemari yang berada di belakangnya. Ia mengeluarkan sebuah binder, kemudian menyimpannya di atas meja.

" Lihat ini! " Ressa menyodorkan berbagai macam catatan yang ia tuliskan dengan tulisan tangannya sendiri. Tulisan-tulisan itu tak begitu dipahami oleh Zafran maupun Roni, Ressa pun mengerti. " Jadi begini, aku lagi menggarap disertasi Ph D-ku di Inggris. Udah setahun dan aku juga praktik di rumah sakit ini selama setahun itu, tapi aku belum menemukan pasien yang sesuai dengan disertasi yang aku garap. Kalau saja aku menemukan hal itu pada istrimu, bolehkah aku menjadikannya objek penelitian? Ya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aku mencoba menolong istrimu, dan ketika dia tertolong maka dia pun secara otoma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Haifa Dinantee
baca bab 137 dulu ya, biar nyambung. maaf banget, kesalahan di aku karena salah ngetik waktu d update otomatisnya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   137. Berbesar Dada

    “Kami cinta-cintaan waktu masih SD. Gara-gara apa coba? Gara-gara kita sama-sama embemm... melar kaya gentong. Hahahahaha... “ gelak tawa keluar dari mulut Ressa dan Zafran. “Kamu enggak putusin aku loh, Zaf!” celetuk Ressa yang membuat suasana seketika hening. “Kamu enggak putusin aku. Kita cuma janji bakal sama-sama diet dan bertemu lagi setelah sama-sama berubah lebih menarik. Iya kan?” tanya Ressa yang membuat wajah Roni semakin memerah, sedangkan Zafran hanya diam membisu dan tak menanggapi ucapan Ressa dengan kalimat apapun. Dalam hati, ia membenarkan apa yang diucapkan oleh Ressa barusan. Mengapa ia begitu seteledor ini dengan sebuah janji? “Hahahaha... “ tawa Ressa kembali memecah keheningan. “Serius amat. Kamu tenang aja Zafi, aku bukan tipe pelakor. Aku tahu kamu lagi berusaha menyembuhkan trauma istrimu. Aku tahu kok siapa itu istri, jadi enggak usah khawatir. Aku bukan tipe orang yang enggak masuk akal, buktinya saat kita memiliki hubungan cinta karena merasa senasib, ak

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   139. Penasaran

    "Sore! " ucap Ressa yang didampingi oleh seorang perawat yang memang bertugas di sana. Di tangan perawat itu ada lembar anamnesa yang berfungsi untuk mengetahui catatan kondisi pasien selama berada di bawah perawatan."Sore!" ucap pak syahid dan Bu Mira Seraya bangun dari duduknya"Wah, Kok ada anak kecil? " tanya dokter Ressa sambil melirik ke arah bed penunggu pasien, kedua anak itu nampak terlelap dan tak terusik dengan kedatangannya."Iya, dok! Kami bawa barangkali saja bisa membantu pemulihan ibunya,” jawab bu Mira. "Oh, sudah memiliki anak sebesar ini ya? " tanya dokter Ressa yang sebenarnya dia lebih berpikir bahwa kedua anak itu adalah anak kandung Zafran, mantan kekasihnya."Iya dok, dua-duanya cucu saya...”"Cucu kami!" ralat Pak syahid tak terima dengan ucapan istrinya yang mengakui Davin dan Daffa sebagai cucunya saja.“Iya deh," ujar bu Mira sambil terkekeh dan menepuk manja pundak suaminya."Wah, romantisme bapak sama ibu membuat saya iri! " ucap dokter Ressa se

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-26
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   140. Menunggu

    “Of course, tentu saja!” sahut dokter Ressa sambil tertawa. Sebenarnya ia tertawa penuh kemenangan, karena rencananya betul-betul berhasil membuat Atira penasaran untuk berbicara dengannya. “Tapi Tira, nanti dokter... “ sanggah pak Syahid yang ingin mengingatkan Atira tentang larangan dokter Fajar, namun ucapannya segera dipotong oleh Zafran. “Oke, enggak apa-apa. Kita semua bisa keluar. Ayo!” seru Zafran dengan tegas. Ia tak ingin dibantah untuk saat ini karena telah memberikan kepercayaan kepada Ressa. “Enggak, saya akan tetap di sini. Kalian keluarlah!” pinta bu Mira seraya mendekati brankar Atira. “Mama di sini enggak apa-apa kan, Sayang? Mama enggak akan menginterupsi apapun!” mohon bu Mira dengan tatapan permohonan yang sangat. Atira terdiam sesaat, seolah ia keberatan dengan permintaan bu Mira. Ia betul-betul ingin berbicara berdua dengan dokter yang ada di hadapannya saat ini.“Ma...!” panggil Zafran agar wanita paruh baya itu mengerti dan tidak kukuh untuk tetap bera

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-28
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   141. Memanggil

    "Atira!" Bu Mira langsung menghampiri Atira saat ia sudah memasuki ruang rawat anak kandungnya itu. Hatinya betul-betul khawatir jika keadaan Atira malah akan memburuk. Bertahun-tahun ia belum memberikan kasih sayangnya kepada Atira, ia malah memberikan kasih sayang itu kepada orang yang salah. Jadi, ia akan sangat menderita jika sampai akhir Atira tidak bisa menerima keberadaannya.Tanpa disangka, Atira menoleh kepada bu Mira saat wanita paruh baya itu memanggilnya."Ya, " sahut Athira seraya memberikan senyuman lebarnya.Semua tertegun melihat senyuman Atira begitu merekah dan nampak tulus. Terlebih lagi, di samping kiri dan kanannya duduk Davin dan Daffa yang ternyata sudah bangun dari tidurnya. Ya, Atira saat ini memang duduk di atas brankarnya, dengan duduk tegak." Papa, Kakek, Nenek... Mama lagi senang banget!" seru Daffa antusias. Bocah itu nampak sangat riang di samping Atira, dengan menyenderkan badannya lebih condong ke Atira. "Memangnya Mama-mu senang kenapa?" tanya Za

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-29
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   142

    “Iya, Nak!” jawab pak Syahid dengan mata berkaca-kaca."Papa lihat deh!" Minta Anindita Seraya Melambaikan tangannya, meminta agar Pak syahid ikut melihat ke layar ponsel miliknya.Pak Syahid pun segera menghampiri Anindita di brankarnya. Ia melewati Zafran yang sebenarnya sudah berharap lebih agar Ia yang dipanggil."Eh iya tanda Mama juga sini!" Pita Anindita yang kembali Melambaikan tangannya, namun sekarang ke arah bu Mira.Bu Mira yang awalnya merasa sedikit sedih, sekarang senyumnya terkembang saat ia dipanggil oleh Atira. Ia pun sama dengan Pak Syahid, segera menghampiri Atira di brankarnya."Emang lagi nonton apa sih?" Tanya bu Mira bergaya seolah sangat penasaran." Emang Papa sama Mama belum nonton filmnya? " tanya Atira melihat betapa hebohnya bu Mira. Mereka berdua pun kompak menggelengkan kepala yang membuat Davin dan Daffa tertawa lepas. Benar saja, Pak Syahid dan bu Mira memang belum menonton film perdana Athira. Waktu itu, mereka belum mengetahui pasti bahwa At

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-30
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   143. Apa Mereka Mengenaliku?

    Atira mematut dirinya di cermin, ia melihat apakah dirinya sudah cantik dengan penampilan yang sempurna layaknya artis ibukota. Hari ini dia sudah membuat janji dengan Ressa, mereka akan makan bersama, tentunya dengan Zafran dan Roni.Ya, setelah percakapannya dengan Ressa sewaktu di Rumah Sakit kemarin, Athira mulai membuka diri untuk menerima siapa keluarganya. Selain karena efek hypnotherapy yang dilakukan oleh Reza, termasuk juga efek saat ia menonton tayangan tayangan infotainment tentang kehidupan pribadinya. Dia mulai menerima bahwa dia adalah seorang artis, dengan anggota keluarga yang sudah dituliskan.Ia juga diberi pengertian bahwa Pak Syahid dan bu Mira adalah orang tua kandung yang baru bertemu dengannya, saat ia terbangun setelah mengalami kecelakaan. Untungnya, dia tidak menolak kehadiran kedua orang tua itu, meskipun ia belum sepenuhnya mengingat siapa dirinya."Sudah siap?" Tanya Zafran yang kini berdiri gagah diambang pintu kamar Athira. Ia menggunakan baju kaos l

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-31
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   144. Semakin Rumit

    "Siapa maksudmu?" Tanya Zafran seraya menoleh ke arah Atira yang berjalan di sampingnya, namun ia berkata lirih seperti itu mengira jika ucapannya tak didengar oleh Zafran."Ah, nggak! " elak Atira seraya menundukkan pandangannya. Namun tangannya tak dapat berbohong, nampak sekali jika ia memilin ujung baju yang ia kenakan sebagai tanda kalau ia sedang resah. Dan Zafran paham jika istrinya sedang menutupi keadaan dirinya sendiri."Tentu saja, Atira. Tentu saja mereka mengenal kamu, karena mereka tahu bahwa seorang artis terkenal, Ateera memang penghuni apartemen di sini.”Zafran sudah siap di samping pintu dan membukakannya untuk Athira, sedang setelah itu ia pun memutari mobil dan masuk di kursi pengemudiDi dalam mobil, Atira masih terdiam memikirkan kalimat Zafran barusan. Ia pun melihat ke arah pintu lobi dan memandangi kedua satpam yang masih berjaga di sana sambil menganggukan kepala tanda hormat kepada Zafran yang kini baru saja memasuki mobil."Kamu siap?" tanya Zafran me

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Ditalak 3 Lewat Telepon   145. Mengenali Atira

    “Apa maksudmu, Tira? Kamu juga enggak ingat kalau kamu pernah...?” Zafran menggantungkan ucapannya, memilih apa ia harus mengatakannya dengan jelas atau tidak. “Maksud kamu, aku pernah enggak bisa lihat? Aku pernah buta?” tanya Atira seolah meminta penjelasan yang lebih. “Tira, kamu itu amnesia setelah mengalami kecelakaan. Tapi, kenapa kondisi pasca kecelakaan pun kamu lupa?” tanya Zafran dengan menaikkan nada bicaranya satu oktaf. “Sebenarnya apa yang terjadi? Damn...!” teriak Zafran sambil memukul keras setir. Atira tak sedikitpun merasa takut saat melihat amarah Zafran meletup-letup. Ia hanya mengalihkan atensi matanya ke arah lain, masih berpikir dengan apa yang sedang menimpanya. Tok... tok... tok. Seseorang mengetuk kaca mobil, membuat perhatian Zafran teralihkan. Zafran pun segera menurunkan kaca mobilnya saat melihat juru parkir berbicara, namun ia segera menjauh dengan maksud memberi panduan parkir. Setelah mobilnya terparkir rapi, Zafran pun segera melepaskan sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01

Bab terbaru

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 188

    Atira menutup buku Yasin yang ia baca di depan makam bu Asih. Ia pun memandangi makam yang berada di sebelah kanannya, yang masih tertutup gundukan tanah merah, tanda makam itu masih baru. Sedangkan, sebelah kirinya ada makam kecil yang juga masih bergunduk tanah Merah, makam anak yang belum pernah lahir ke dunia bahkan belum diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja, Zafran dan Atira sepakat menamainya dengan nama Ahmad, sebuah nama yang ia sandarkan kepada sosok agung yang ia kagumi. “Sayang, ayo!” Zafran meletakkan tangan di atas pundak Atira. Dengan penuh kelembutan, lelaki itu mengajak Atira untuk beranjak dari sana. Atira mengangguk tanpa menoleh. Ia pun menghapus sisa air matanya, kemudian ia bangkit dan berbalik, mengikuti langkah Zafran. Mereka pun berjalan ke arah mobil dengan bergandengan tangan. Zafran mempersilakan Atira untuk menaiki mobil jenis high MPV milik mereka terlebih dahulu. “Sayang, bagaimana dengan kasus mas Bayu dan... Emmhh... “ pertan

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 187

    “Jadi, kapan hubungan kalian putus?” tanya pak Hilman saat dokter Fajar baru duduk. “Mohon maaf, Pa! Saya belum sempat datang menghadap Papa!” ucap Fajar masih dengan kepala tertunduk. Sedari dulu, Ia memang begitu segan dengan pak Hilman yang merupakan cendikiawan dalam bidang kesehatan. Sedangkan, keluarga besarnya merupakan pejabat publik yang memiliki pengaruh besar di negri ini, mulai dari orang tua sampai saudara-saudaranya, semua merupakan pejabat pemerintahan. “Heemmmmhhh,” Pak Hilman menghembuskan nafas panjangnya. Ia diliputi perasaan kecewa, tapi ia pun tak bisa menuntut apapun karena ia mengetahui bahwa Yasmin lah yang salah. “Jadi, sesibuk apa kamu? Sampai-sampai tak sekalipun sempat untuk mengembalikan Yasmin padaku!” tanya pak Hilman tanpa menatap dokter Fajar, namun lelaki itu seolah ditelanjangi oleh pertanyaan lelaki paruh baya itu. “Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Fajar. Ia tak membela diri sedikitpun. “Kau juga sibuk mengejar istri orang.” Tiba

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 186

    “Ah, enggak apa-apa,” sangkal bu Retno yang merasa tak perlu banyak berbasa-basi dengan orang yang baru dikenalnya. Bu Retno memang tahu bahwa bu Nurul dan putranya adalah dua orang yang telah menyelamatkan Atira. Ia berbuat baik kepada wanita yang ia sayangi seperti anaknya sendiri, tapi ia belum mau begitu terbuka dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Ia masih harus berhati-hati. Bahkan, dirinya pun sudah pernah menjadi orang yang membahayakan bagi orang-orang yang berada di sekitar Atira. “Bu Asih,” lirihnya pelan. Ia masih merasakan sakit luar biasa saat mengetahui fakta bahwa bu Asih telah tiada. Padahal, ia pernah akan meracuni pak Suwardi dan istrinya, hanya untuk ditukar dengan keselamatan bu Asih. Janji orang jahat memang tak dapat dipercaya. “Kenapa, Bu?” tanya bu Nurul yang masih mendengar ucapannya, meskipun pelan. “Ah, emmhh... itu... “ bu Retno tergagap mendengar pertanyaan dari bu Nurul. “Nenek, ayo masuk!” seru Davin yang tiba-tiba mu

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 185

    “Mama! Mama!” Suara itu terdengar begitu nyata bagi Atira. Ia merasa mendengar panggilan dari kedua anak kesayangannya. “Heemmm.” Hanya ucapan itu yang mampu keluar dari mulutnya. “Mama!” Terdengar lagi panggilan itu, panggilan Davin dan Daffa yang kini terdengar lebih nyaring bagi Atira. “Hemmm.” Kembali, hanya suara itu yang mampu ia katakan untuk menjawab panggilan dari kedua anaknya. “Mama! Mama bangun, Ma! Mama jangan tinggalin kita!”“Iya, jangan tinggalin kita kaya Nenek! Bangun, Ma!” Atira tersentak dari ketakberdayaannya. Ia harus menggaris bawahi kalimat meninggalkan kami seperti Nenek. Apakah suara-suara itu isi hati Davin dan Daffa. Dengan keinginannya yang kuat, Ia meminta pertolongan Tuhan agar segera membawanya kembali. “Davin, Daffa!” lirihnya seraya membuka mata dan langsung mencari sosok orang yang ia cari. “Mama! Papa, Mama sadar,” pekik Davin sambil mengalihkan pandangannya ke belakang. Zafran

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 184

    “Tolong istri saya, Pak!” pinta Zafran seraya menunjuk ke arah Atira yang kini terkulai lemas di pangkuannya. “Dia Bos saya Pak, korban,” ucap Aji yang tiba-tiba muncul dari belakang polisi tersebut. “Kami butuh tenaga medis. Di dalam sudah kondusif,” ucap polisi tersebut berbicara lewat walkie talkie yang dia sampirkan di pinggangnya. Setelah itu, ia menodongkan senjata ke beberapa orang lain yang menjadi pelaku kejahatan. Beberapa polisi itu melumpuhkan mereka, menelungkupkan dan menyimpan tangan mereka di belakang. Suasana di dalam cukup menegangkan. Mirip seperti polisi kriminal yang sedang menangkap teroris. Untung saja Aji membersamai mereka sehingga Roni dan Zafran tak ikut dilumpuhkan. Aji menghampiri Zafran yang masih memeluk Atira, menguatkan wanita itu. Sedangkan Roni, ia membantu melepaskan ikatan Ressa, kemudian membantunya untuk duduk. Ressa melepas sendiri kain yang menyumpal mulutnya, sebelum akhirnya pecah tangisannya. “Yasmin! Yasmin!”

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 183

    Atira langsung meninggalkan pekerjaannya untuk membuka tali yang mengikat kaki Ressa. Ia tak peduli apakah ia akan sempat menyelamatkan Ressa atau tidak, yang pasti ia harus secepatnya mencoba. Buggg... Prang... “Awww... “ Lelaki itu tersungkur tepat di depan wajah Ressa yang masih menangis tanpa bisa mengeluarkan suara, karena mulutnya masih tersumpal. Sedangkan kapak itu jatuh ke lantai, setelah sebelumnya sempat melukai orang ber-hoodie yang berada di sisi lain kepala Ressa. Yang saat terkena parang, ia sedang merapalkan mantra sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Atira cukup kaget karena dia belum melakukan apapun kepada lelaki itu. Orang yang menggagalkan niat lelaki ber-hoodie untuk mencelakai Ressa adalah wanita ber-hoodie yang sudah dilumpuhkan oleh Atira di awal. Wanita ber-hoodie itu kembali terjatuh setelah melakukan aksinya tadi. Atira tak begitu peduli, ia langsung menyerang lelaki ber-hoodie yang saat ini masih tersungkur di depan Ressa. Buggg... A

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   182. Sekte Iblis

    “Mantra?” tanya Zafran meyakinkan. Atira menganggukkan kepalanya, “Sepertinya begitu!” jawab wanita cantik itu. Tanpa sepengetahuan Zafran, kini Atira sudah siap dengan senjata apinya, yang dia sembunyikan tepat di belakang pinggulnya. Untung saja, tadi dia sempat membuka penguncinya. Zafran sudah tiba di mulut lorong tangga. Ia langsung mengintip ke sumber suara, dimana terdengar kalimat-kalimat yang terdengar kuno kini diucapkan. Zafran menahan nafasnya saat netranya melihat pemandangan yang cukup mengerikan. Meskipun dia tidak begitu terpengaruh dengan hal-hal yang diluar nalar, tapi ketika dia melihat seorang wanita yang diikat di atas meja, layaknya sebuah hidangan dan dikelilingi oleh orang-orang yang menggunakan hoodie hitam panjang, perasaannya menjadi tak karuan. Tanpa pikir panjang, Zafran langsung keluar dari persembunyiannya. Ia bermaksud ingin memukul empat orang berhoodie yang kini sedang mengelilingi wanita yang nampak sangat lemah. Tanga

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   181. Mantra

    Atira menyiramkan air dingin dari gayung itu tepat di wajah Zafran. Rasanya tak tega, tapi ia harus melakukannya. “Apaan ini?” teriak Zafran langsung berdiri dan mundur. “Maafin aku, Zafi! Tapi syukurlah, kamu sadar,” cicit Atira seraya mendekati Zafran, memegang pundaknya dengan maksud menenangkan. Sepersekian detik, Zafran langsung menyadari apa yang terjadi padanya. “Sayang, kenapa kamu disini?” tanya Zafran tak terima karena istrinya berada dalam bahaya jika bersamanya di sana. “Aku udah bantu kamu, loh!” protes Atira sambil mencebikkan mulutnya. “Andi juga si...!”Byurrr... Belum selesai Atira mengucapkan kalimatnya, Deni sudah menyiram Andi dengan air dingin yang ia ambil dari kamar mandi. Namun sayang, hal itu tak lantas membuat Andi terbangun seperti Zafran. “Lagi!” titah Roni seraya menepuk-nepuk pipi Andi cukup kencang. Tak ada sahutan sama sekali. Lelaki itu masih lelap dalam ketaksadarannya. “

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   180. Byurrrr...

    Sejurus kemudian, lelaki itu mengangkat kakinya untuk menendang Atira yang jatuh di lantai. Refleks, Atira menangkap kaki lelaki tersebut dan menariknya sampai lelaki itu kini terjatuh tepat di samping Atira, setelah wanita itu sedikit bergeser. Dengan cepat, Atira menekan leher lelaki itu dengan sikunya sekuat yang ia bisa. Menekan semua rasa kaget dan khawatir dengan keadaan sang suami. Lelaki itu menepuk-nepuk lantai tanda menyerah, tapi Atira tak peduli. Ia terus menekannya sampai tak ada pergerakan lagi dari lelaki itu. Atira melepaskannya, kemudian ia memeriksa denyut nadi di lehernya. Bagaimana pun, dia bukanlah seorang pembunuh dan ia tak mau melakukan hal itu walaupun dalam keadaan terdesak. Saat ia masih merasakan ada denyutan di sana, ia pun merasa lega. Ia meninggalkan kedua lelaki itu di sana, kemudian mengunci pintu kamar dengan kunci yang memang tergantung di lubang handlenya. Tanpa banyak kata, Atira segera berbalik melihat keadaan Zafran.

DMCA.com Protection Status