Zafran menunggui Atira yang saat ini nampak tertidur pulas, setelah mendapatkan penanganan di rumah sakit. Ia sengaja memesan ruang rawat VIP agar leluasa dan nyaman bagi Atira."Sayang, kembalilah pada kami! Kita bahagia bersama seperti kemarin, " ucap Zafran sambil memegangi tangan Atira penuh harapan.Beberapa lama Ia hanya mengobrol sendiri dengan Athira, sampai akhirnya ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Roni. Tak perlu menunggu lama, asisten yang selalu setia di sampingnya itu pun segera mengangkat sambungan telepon darinya."Halo, Ron!" sapa Zafran saat sambungan telepon itu diangkat oleh Roni."Ya, Bos. Ada apa? " jawab Roni dari sebrang telepon. " Kamu sudah menemukan darah yang dibutuhkan Bu Retno? " tanya Zafran to the point." Sudah Bos. Ada banyak stok di PMI. Sekarang saya sudah di rumah sakit lagi. Katanya lagi proses matching darah, operasinya sudah hampir selesai, " lapor Roni. " Kenapa nggak bilang dari tadi kalau sudah ada di rumah sakit lagi? " tanya Z
“Emmhh... maaf ,apa kita pernah saling mengenal sebelumnya? " tanya dokter Ressa yang kini berdiri menyambut kedatangan Roni dan Zafran. "Ah, mungkin saya salah orang." Zafran mengelak pertanyaan dari Ressa.Ada aura cukup gelap yang menyelimuti Roni saat ini. Dia mengira bahwa bos-nya menyukai Ressa, sehingga ia khawatir bahwa dirinya akan ditikung oleh bosnya sendiri. Tanpa Zafran menyukai Ressa pun, wanita itu tidak menganggap Roni lebih dari apa yang diinginkan oleh Roni. Apalagi, jika Zafran menyukai Ressa. "Itu nggak boleh terjadi! Aku akan membantu Bu Atira, bagaimanapun caranya.” Roni terus berkata di dalam hatinya."Ah iya, mungkin. Mari silakan duduk! Mau minum apa, Ron? " tanya dokter Ressa yang kini mengalihkan perhatiannya ke Roni." Apa saja, yang kamu suguhkan pasti selalu segar di tenggorokanku, " ucap Roni sambil tersenyum-senyum tak jelas."Nggak usah, biar nggak menyita waktu dokter Ressa semakin banyak! " tolak Zafran yang membuat Roni menelan salivanya sendi
"Zafi?" Dokter Ressa mengerutkan keningnya seraya memperjelas pandangannya kepada Zafran. Ia tak mau Jika dia salah mengenali orang.Zafran tersenyum ketika Ressa bertanya tentang namanya. Ia tak menjawab iya, namun juga tak menyangkalnya." Benar kan, kamu Zafi kan? " tanya dokter Ressa sekali lagi, seolah-olah dia ingin meyakinkan akan apa yang dia lihat. Yang merasa heran justru Roni, karena ia hanya mengetahui bahwa panggilan Zafi hanya diucapkan oleh pak Suwardi dan bu Haliza. “Iya Res. Tadi aku udah ngenalin kamu!” jawab Zafran masih tersenyum. “Ya ampun, maaf banget Zaf, maafin ya! Habisnya kamu ganteng banget, beda banget sama dulu. Kamu sukses ya sama janji kita dulu!” ucap dokter Ressa seraya tertawa renyah. “Kamu juga!” balas Zafran yang ikut tertawa. “Iya ya, aku ingat banget sama janji kita dulu. Kita sama-sama berhasil sih!” ucap Ressa sambil memainkan pulpen yang ada di depannya, yang biasa ia pakai untuk menuliskan resep pasien. “Eh, minum dulu ya! Mau yang d
“Penelitian? Apa maksudmu? Istriku bukan barang!” Zafran meradang mendengar ucapan Ressa yang menurutnya tak bisa ditolerir lagi. "Slow, Zafi! Aku tidak menganggap istrimu sebagai sebuah barang, big no! Sebentar! " Ressa kemudian berdiri dan membuka lemari yang berada di belakangnya. Ia mengeluarkan sebuah binder, kemudian menyimpannya di atas meja." Lihat ini! " Ressa menyodorkan berbagai macam catatan yang ia tuliskan dengan tulisan tangannya sendiri. Tulisan-tulisan itu tak begitu dipahami oleh Zafran maupun Roni, Ressa pun mengerti. " Jadi begini, aku lagi menggarap disertasi Ph D-ku di Inggris. Udah setahun dan aku juga praktik di rumah sakit ini selama setahun itu, tapi aku belum menemukan pasien yang sesuai dengan disertasi yang aku garap. Kalau saja aku menemukan hal itu pada istrimu, bolehkah aku menjadikannya objek penelitian? Ya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aku mencoba menolong istrimu, dan ketika dia tertolong maka dia pun secara otoma
“Kami cinta-cintaan waktu masih SD. Gara-gara apa coba? Gara-gara kita sama-sama embemm... melar kaya gentong. Hahahahaha... “ gelak tawa keluar dari mulut Ressa dan Zafran. “Kamu enggak putusin aku loh, Zaf!” celetuk Ressa yang membuat suasana seketika hening. “Kamu enggak putusin aku. Kita cuma janji bakal sama-sama diet dan bertemu lagi setelah sama-sama berubah lebih menarik. Iya kan?” tanya Ressa yang membuat wajah Roni semakin memerah, sedangkan Zafran hanya diam membisu dan tak menanggapi ucapan Ressa dengan kalimat apapun. Dalam hati, ia membenarkan apa yang diucapkan oleh Ressa barusan. Mengapa ia begitu seteledor ini dengan sebuah janji? “Hahahaha... “ tawa Ressa kembali memecah keheningan. “Serius amat. Kamu tenang aja Zafi, aku bukan tipe pelakor. Aku tahu kamu lagi berusaha menyembuhkan trauma istrimu. Aku tahu kok siapa itu istri, jadi enggak usah khawatir. Aku bukan tipe orang yang enggak masuk akal, buktinya saat kita memiliki hubungan cinta karena merasa senasib, ak
"Sore! " ucap Ressa yang didampingi oleh seorang perawat yang memang bertugas di sana. Di tangan perawat itu ada lembar anamnesa yang berfungsi untuk mengetahui catatan kondisi pasien selama berada di bawah perawatan."Sore!" ucap pak syahid dan Bu Mira Seraya bangun dari duduknya"Wah, Kok ada anak kecil? " tanya dokter Ressa sambil melirik ke arah bed penunggu pasien, kedua anak itu nampak terlelap dan tak terusik dengan kedatangannya."Iya, dok! Kami bawa barangkali saja bisa membantu pemulihan ibunya,” jawab bu Mira. "Oh, sudah memiliki anak sebesar ini ya? " tanya dokter Ressa yang sebenarnya dia lebih berpikir bahwa kedua anak itu adalah anak kandung Zafran, mantan kekasihnya."Iya dok, dua-duanya cucu saya...”"Cucu kami!" ralat Pak syahid tak terima dengan ucapan istrinya yang mengakui Davin dan Daffa sebagai cucunya saja.“Iya deh," ujar bu Mira sambil terkekeh dan menepuk manja pundak suaminya."Wah, romantisme bapak sama ibu membuat saya iri! " ucap dokter Ressa se
“Of course, tentu saja!” sahut dokter Ressa sambil tertawa. Sebenarnya ia tertawa penuh kemenangan, karena rencananya betul-betul berhasil membuat Atira penasaran untuk berbicara dengannya. “Tapi Tira, nanti dokter... “ sanggah pak Syahid yang ingin mengingatkan Atira tentang larangan dokter Fajar, namun ucapannya segera dipotong oleh Zafran. “Oke, enggak apa-apa. Kita semua bisa keluar. Ayo!” seru Zafran dengan tegas. Ia tak ingin dibantah untuk saat ini karena telah memberikan kepercayaan kepada Ressa. “Enggak, saya akan tetap di sini. Kalian keluarlah!” pinta bu Mira seraya mendekati brankar Atira. “Mama di sini enggak apa-apa kan, Sayang? Mama enggak akan menginterupsi apapun!” mohon bu Mira dengan tatapan permohonan yang sangat. Atira terdiam sesaat, seolah ia keberatan dengan permintaan bu Mira. Ia betul-betul ingin berbicara berdua dengan dokter yang ada di hadapannya saat ini.“Ma...!” panggil Zafran agar wanita paruh baya itu mengerti dan tidak kukuh untuk tetap bera
"Atira!" Bu Mira langsung menghampiri Atira saat ia sudah memasuki ruang rawat anak kandungnya itu. Hatinya betul-betul khawatir jika keadaan Atira malah akan memburuk. Bertahun-tahun ia belum memberikan kasih sayangnya kepada Atira, ia malah memberikan kasih sayang itu kepada orang yang salah. Jadi, ia akan sangat menderita jika sampai akhir Atira tidak bisa menerima keberadaannya.Tanpa disangka, Atira menoleh kepada bu Mira saat wanita paruh baya itu memanggilnya."Ya, " sahut Athira seraya memberikan senyuman lebarnya.Semua tertegun melihat senyuman Atira begitu merekah dan nampak tulus. Terlebih lagi, di samping kiri dan kanannya duduk Davin dan Daffa yang ternyata sudah bangun dari tidurnya. Ya, Atira saat ini memang duduk di atas brankarnya, dengan duduk tegak." Papa, Kakek, Nenek... Mama lagi senang banget!" seru Daffa antusias. Bocah itu nampak sangat riang di samping Atira, dengan menyenderkan badannya lebih condong ke Atira. "Memangnya Mama-mu senang kenapa?" tanya Za