“Tira!” Suara Zafran terdengar bergetar saat memanggil nama Atira dengan cukup lantang. Di dalamnya terdengar luka yang menyayat. “Zafran. Ya Tuhan, apa ini?” seru bu Mira frustasi. Ia benar-benar berada di persimpangan antara kasih sayangnya kepada Atira yang baru ia temui, atau nasib rumah tangganya Atira. “Aku tunggu kamu di ruang tengah. Kita bicarakan ini baik-baik,” tegas Zafran sambil berbalik badan. Namun, belum genap dua langkah ia berjalan, ia pun berbalik menoleh lagi. “Termasuk anda... dokter!” tunjuk Zafran tegas, setenang mungkin. Zafran pun kembali melangkahkan kakinya terlebih dulu. Dokter Fajar nampak begitu frustasi. Ia berada di sisi persimpangan yang rumit. Bagaimana tidak? Rasa cintanya yang perlahan tumbuh untuk Atira, terlebih Atira selalu ada saat ia merasa terkhianati, menimbulkan keikhlasan yang mendalam saat membantu Atira terutama saat Atira terapi, sehingga pemulihan penglihatannya sangat cepat. Satu langkah lagi, pemulihan ingatan yang belum berha
"Tapi, bagaimana bisa? Anak-anak butuh ibunya, " ucap pak Syahid meskipun dia agak memelankan suaranya sambil melirik ke arah Davin dan Daffa." Anda tidak bisa seperti itu! Bagaimanapun Mereka berdua adalah anaknya Athira. Mereka bisa membantu Athira untuk memulihkan ingatannya, " ucap dokter Fajar dengan tegas."Ibunya tak sedikitpun mengharapkan kehadiran mereka!" ucap Zafran memelankan suaranya, sama seperti Pak Syahid yang memelankan suaranya karena khawatir dengan kondisi psikologis Davin dan Daffa jika mendengarkan ucapannya. Atira tidak bereaksi apapun dengan ucapan Zafran, sehingga membuat Zafran lebih yakin untuk dia membawa kedua anaknya."Kedua anak itu adalah anak kandung Athira, sedangkan anda hanyalah ayah sambungnya. Saya kira..." Bu Nurul ikut memberikan pendapatnya, namun segera dipotong oleh Zafran. "Tapi sayangnya saya lebih mencintai mereka daripada ibu kandungnya sendiri!" ucap Zafran sambil melirik ke arah bu Nurul dengan tajam."Zafran, biarkan kedua cu
"Zafran!" Panggil Athira seraya berdiri di ambang pintu kamar."Ya, " jawab Zafran tanpa menoleh sedikitpun ke arah sumber suara. Tangannya lihai merapikan baju-baju dan memasukkannya ke dalam koper.Athira menutup pintu kamar, kemudian dia berjalan dan duduk di tepi ranjang. "Kamu yakin akan membawa Davin dan Daffa?" Tanya Athira seraya memainkan kakinya dan meletakkan kedua tangannya di atas ranjang. Hatinya seolah tak rela jika kedua anak itu berjauhan dengan dirinya. " Apakah mereka memang benar-benar keluargaku? " tanya Atira di dalam hatinya sendiri.Zafran menoleh ke arah Athira dan menatapnya sekilas. " Tentu saja aku yakin. Meskipun mereka berdua bukan darah dagingku, tetapi saat aku telah berikrar untuk menjadi suamimu, maka mereka menjadi anak-anakku. "Zafran kembali disibukkan dengan kegiatannya memasukkan baju-baju ke dalam koper. Ia tak ingin menambah rasa sakit di hatinya dengan terus menatap Athira yang masih sangat ia cintai. Jika saja istrinya bersedia membuka h
Saat Zafran melangkahkan kakinya keluar dari kamar diiringi dengan dua jagoan kecil, ia mendapati bahwa semua orang sudah rapi dengan menenteng kopernya masing-masing. Zafran mengerutkan keningnya, apakah ini artinya mereka semua juga akan pulang ke Jakarta?"Ayo! " ajak Pak syahid seraya berjalan terlebih dahulu." kakek juga ikut pulang?" Davin meraih tangan Pak syahid seraya bergelayut manja kepadanya."Yoi! " jawab Pak syahid sambil mengayun-ayunkan tangannya yang bertaut dengan tangan Davin. Berbeda dengan Davin yang bergelayut manja kepada Pak syahid, Daffa lebih memilih menautkan tangannya kepada Zafran. Anak kecil yang dipaksa dewasa sebelum waktunya itu pun sudah mengerti dengan keadaan orang tuanya. Ia begitu menyayangi Zafran dan takut akan kehilangan sosok Papahnya itu, jika sikap Mamah-nya terus seperti itu. Akhirnya mereka pun pulang menggunakan jet pribadi milik Pak syahid, yang merupakan pengusaha besar dan namanya diperhitungkan sampai di tingkat Asia.*** "
"Ibu sama Bu Retno ke mana, Ron?" tanya Zafran mengalihkan pertanyaan Davin dan Daffa kepada Roni yang memang sudah lebih dulu berada di sana.“Emmhhh... " Roni nampak berpikir Apakah dia harus menjawabnya sekarang di hadapan anak-anak, ataukah ia harus memberitahukannya kepada Zafran ketika menjauh dari Davin dan Daffa."Om juga tidak tahu, sayang!" Jawab Roni setelah berpikir beberapa saat.Zafran melihat gelagat Roni yang berbeda, ia menatap tajam ke arah Roni sambil mengerutkan keningnya. Lelaki tampan itu meminta penjelasan yang lebih banyak.Roni mengerti apa yang diminta oleh Zafran. Ia pun segera memberi kode kepada Zafran untuk pergi ke twmpat dimana jauh dari anak-anak. "Ya sudah, Papa ada urusan kantor dulu, papa akan kerja di rumah depan. Kalian istirahat dulu ya! Nanti sore kita jalan-jalan, " ucap Zafran yang kemudian disambut antusias oleh kedua anaknya."Oke... " sahut Davin dan Daffa bersamaan. Mereka pun segera berlari menuju kamarnya. Tanpa sepengetahuan Zafr
"Selamat. Tapi Bu Retno mencoba untuk bunuh diri. Dia sempat dirawat di rumah sakit, sebelum akhirnya dia di bawa ke tahanan sama nyonya, " jawab Roni dengan penuh hati-hati. Ia khawatir jika kondisi psikologis bosnya menurun drastis setelah mendengar kenyataan ini." Antar saya ke sana sekarang juga! " ucapan Zafran sambil berdiri dari duduknya."Tapi Bos, ada beberapa dokumen yang harus segera ditandatangani! " ucap Roni sambil menunjuk ke arah dokumen yang kini bertumpuk di atas meja Zafran."Harus hari ini? " tanya Zafran."Kemarin. Tapi saya mencoba mengundurnya sampai hari ini, " ucapaucap Roni sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Kalau begitu mundurkan lagi sampai dua hari ke depan!" titah Zafran tanpa mau mendengar alasan lain lagi dari Roni. Ia pun segera melenggang menuju apartemen Atira. Bagaimanapun keadaannya, ia tidak akan meninggalkan Davin dan Daffa berdua saja di rumah. Ia harus membawa kedua bocah itu.Zafran membuka pintu apartemen Atira dengan mengg
"Ada yang ingin kusampaikan kepadamu, Zafran! " ucap bu Mira sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.Zafran melirik kepada Davin dan Daffa yang masih menikmati makaroninya. Ia pun tak ingin melibatkan kedua anak itu dalam masalah pelik rumah tangga kedua orang tuanya. “Davin, Daffa, makannya di kamar ya!" titah Zafran dengan suara yang lebih lembut.Di luar bayangannya, Davin dan Daffa serentak menggelengkan kepala."Kalau urusan Mama, kita harus ikut campur! " ucap Davin dengan hanya melirik sekilas ke arah Zafran.Zafran menganga mendengar ucapan Davin tersebut. Ucapan itu lebih pantas keluar dari mulut orang dewasa, daripada keluar dari mulut bocah berusia 8 tahun."Sungguh malang nasibmu ,Nak! Akibat masalah yang dialami kedua orang tuamu, kamu harus matang sebelum waktunya, "ucap Zafran di dalam hatinya. Ia hanya melihat iba ke arah Davin dan Daffa sambil mengelus pucuk kepala keduanya secara bergantian." Ini masalah orang dewasa. Papa cuma mau kalian bahagia, tanpa h
Mendengar pertanyaan dari Athira, Zafran langsung menegakkan duduknya. Tangannya meremas sendok yang sedang ia pegang sampai melengkung. Ia tak mengira apa yang dipikirkan oleh Atira akan sejauh itu."Maksud kamu?" Tanya Zafran dengan mata seperti panah yang tajam dan menembus ke ulu hati Atira. " Siapa yang kau sebut sebagai calon suamimu, hah?! " Zafran berdiri dari duduknya sambil melihat ke arah Athira. Tangannya sudah mengepal, inginnya menarik kerah baju Athira dan bertanya dengan intimidasi. Namun, akal Sehatnya masih mampu ia kuasai sehingga ia hanya meremas tangannya yang kosong."Papa!" Panggil Davin dan Daffa secara bersamaan, bahkan mereka bersama-sama memegangi ujung baju Zafran. Kedua bocah itu sungguh takut jika Zafran tak mampu menahan emosinya dan nekat menyakiti Atira.Mendengar suara kedua bocah itu, Zafran segera menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berusaha menetralkan segala emosi yang berkecamuk di dalam dadanya." Athira, duduk dulu, Nak!" titah bu Mira sambil