"Ada yang ingin kusampaikan kepadamu, Zafran! " ucap bu Mira sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.Zafran melirik kepada Davin dan Daffa yang masih menikmati makaroninya. Ia pun tak ingin melibatkan kedua anak itu dalam masalah pelik rumah tangga kedua orang tuanya. “Davin, Daffa, makannya di kamar ya!" titah Zafran dengan suara yang lebih lembut.Di luar bayangannya, Davin dan Daffa serentak menggelengkan kepala."Kalau urusan Mama, kita harus ikut campur! " ucap Davin dengan hanya melirik sekilas ke arah Zafran.Zafran menganga mendengar ucapan Davin tersebut. Ucapan itu lebih pantas keluar dari mulut orang dewasa, daripada keluar dari mulut bocah berusia 8 tahun."Sungguh malang nasibmu ,Nak! Akibat masalah yang dialami kedua orang tuamu, kamu harus matang sebelum waktunya, "ucap Zafran di dalam hatinya. Ia hanya melihat iba ke arah Davin dan Daffa sambil mengelus pucuk kepala keduanya secara bergantian." Ini masalah orang dewasa. Papa cuma mau kalian bahagia, tanpa h
Mendengar pertanyaan dari Athira, Zafran langsung menegakkan duduknya. Tangannya meremas sendok yang sedang ia pegang sampai melengkung. Ia tak mengira apa yang dipikirkan oleh Atira akan sejauh itu."Maksud kamu?" Tanya Zafran dengan mata seperti panah yang tajam dan menembus ke ulu hati Atira. " Siapa yang kau sebut sebagai calon suamimu, hah?! " Zafran berdiri dari duduknya sambil melihat ke arah Athira. Tangannya sudah mengepal, inginnya menarik kerah baju Athira dan bertanya dengan intimidasi. Namun, akal Sehatnya masih mampu ia kuasai sehingga ia hanya meremas tangannya yang kosong."Papa!" Panggil Davin dan Daffa secara bersamaan, bahkan mereka bersama-sama memegangi ujung baju Zafran. Kedua bocah itu sungguh takut jika Zafran tak mampu menahan emosinya dan nekat menyakiti Atira.Mendengar suara kedua bocah itu, Zafran segera menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berusaha menetralkan segala emosi yang berkecamuk di dalam dadanya." Athira, duduk dulu, Nak!" titah bu Mira sambil
"Dokter, di mana pasien yang dilarikan ke rumah sakit? dari tahanan? " tanya Zafran dengan panik kepada petugas medis yang kebetulan ada di ruang IGD. "Anda siapanya?” tanya petugas tersebut. " Saya keluarganya, “ jawab Zafran dengan yakin. " Ada di ruang operasi. Tapi anda harus meminta izin dulu kepada petugas kepolisian, karena pasien di bawah pengawasan Kepolisian. " petugas itu menjawab semua pertanyaan Zafran, tetapi dengan tatapan mata yang seolah menguliti. Zafran tidak datang sendiri, ia bersama dengan Athira dan Roni. Sedangkan Davin dan Daffa, mereka menunggu di mobil bersama bu Mira. Bahkan kedua bocah itu tak berhenti menangis karena memikirkan nasib Bu Retno. Kabar Bu Retno yang berada di dalam tahanan membuat Davin dan Daffa terpukul. Bagaimana Tidak, selama ini mereka tahu bahwa Bu Retno sedang pulang ke rumahnya. Tak ada sedikitpun kecurigaan Davin bahwa Bu Retno sedang bermasalah. Ditambah lagi, kabar yang menyebutkan bahwa Bu Retno mendapatkan penganiayaan di ta
Zafran menunggui Atira yang saat ini nampak tertidur pulas, setelah mendapatkan penanganan di rumah sakit. Ia sengaja memesan ruang rawat VIP agar leluasa dan nyaman bagi Atira."Sayang, kembalilah pada kami! Kita bahagia bersama seperti kemarin, " ucap Zafran sambil memegangi tangan Atira penuh harapan.Beberapa lama Ia hanya mengobrol sendiri dengan Athira, sampai akhirnya ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Roni. Tak perlu menunggu lama, asisten yang selalu setia di sampingnya itu pun segera mengangkat sambungan telepon darinya."Halo, Ron!" sapa Zafran saat sambungan telepon itu diangkat oleh Roni."Ya, Bos. Ada apa? " jawab Roni dari sebrang telepon. " Kamu sudah menemukan darah yang dibutuhkan Bu Retno? " tanya Zafran to the point." Sudah Bos. Ada banyak stok di PMI. Sekarang saya sudah di rumah sakit lagi. Katanya lagi proses matching darah, operasinya sudah hampir selesai, " lapor Roni. " Kenapa nggak bilang dari tadi kalau sudah ada di rumah sakit lagi? " tanya Z
“Emmhh... maaf ,apa kita pernah saling mengenal sebelumnya? " tanya dokter Ressa yang kini berdiri menyambut kedatangan Roni dan Zafran. "Ah, mungkin saya salah orang." Zafran mengelak pertanyaan dari Ressa.Ada aura cukup gelap yang menyelimuti Roni saat ini. Dia mengira bahwa bos-nya menyukai Ressa, sehingga ia khawatir bahwa dirinya akan ditikung oleh bosnya sendiri. Tanpa Zafran menyukai Ressa pun, wanita itu tidak menganggap Roni lebih dari apa yang diinginkan oleh Roni. Apalagi, jika Zafran menyukai Ressa. "Itu nggak boleh terjadi! Aku akan membantu Bu Atira, bagaimanapun caranya.” Roni terus berkata di dalam hatinya."Ah iya, mungkin. Mari silakan duduk! Mau minum apa, Ron? " tanya dokter Ressa yang kini mengalihkan perhatiannya ke Roni." Apa saja, yang kamu suguhkan pasti selalu segar di tenggorokanku, " ucap Roni sambil tersenyum-senyum tak jelas."Nggak usah, biar nggak menyita waktu dokter Ressa semakin banyak! " tolak Zafran yang membuat Roni menelan salivanya sendi
"Zafi?" Dokter Ressa mengerutkan keningnya seraya memperjelas pandangannya kepada Zafran. Ia tak mau Jika dia salah mengenali orang.Zafran tersenyum ketika Ressa bertanya tentang namanya. Ia tak menjawab iya, namun juga tak menyangkalnya." Benar kan, kamu Zafi kan? " tanya dokter Ressa sekali lagi, seolah-olah dia ingin meyakinkan akan apa yang dia lihat. Yang merasa heran justru Roni, karena ia hanya mengetahui bahwa panggilan Zafi hanya diucapkan oleh pak Suwardi dan bu Haliza. “Iya Res. Tadi aku udah ngenalin kamu!” jawab Zafran masih tersenyum. “Ya ampun, maaf banget Zaf, maafin ya! Habisnya kamu ganteng banget, beda banget sama dulu. Kamu sukses ya sama janji kita dulu!” ucap dokter Ressa seraya tertawa renyah. “Kamu juga!” balas Zafran yang ikut tertawa. “Iya ya, aku ingat banget sama janji kita dulu. Kita sama-sama berhasil sih!” ucap Ressa sambil memainkan pulpen yang ada di depannya, yang biasa ia pakai untuk menuliskan resep pasien. “Eh, minum dulu ya! Mau yang d
“Penelitian? Apa maksudmu? Istriku bukan barang!” Zafran meradang mendengar ucapan Ressa yang menurutnya tak bisa ditolerir lagi. "Slow, Zafi! Aku tidak menganggap istrimu sebagai sebuah barang, big no! Sebentar! " Ressa kemudian berdiri dan membuka lemari yang berada di belakangnya. Ia mengeluarkan sebuah binder, kemudian menyimpannya di atas meja." Lihat ini! " Ressa menyodorkan berbagai macam catatan yang ia tuliskan dengan tulisan tangannya sendiri. Tulisan-tulisan itu tak begitu dipahami oleh Zafran maupun Roni, Ressa pun mengerti. " Jadi begini, aku lagi menggarap disertasi Ph D-ku di Inggris. Udah setahun dan aku juga praktik di rumah sakit ini selama setahun itu, tapi aku belum menemukan pasien yang sesuai dengan disertasi yang aku garap. Kalau saja aku menemukan hal itu pada istrimu, bolehkah aku menjadikannya objek penelitian? Ya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aku mencoba menolong istrimu, dan ketika dia tertolong maka dia pun secara otoma
“Kami cinta-cintaan waktu masih SD. Gara-gara apa coba? Gara-gara kita sama-sama embemm... melar kaya gentong. Hahahahaha... “ gelak tawa keluar dari mulut Ressa dan Zafran. “Kamu enggak putusin aku loh, Zaf!” celetuk Ressa yang membuat suasana seketika hening. “Kamu enggak putusin aku. Kita cuma janji bakal sama-sama diet dan bertemu lagi setelah sama-sama berubah lebih menarik. Iya kan?” tanya Ressa yang membuat wajah Roni semakin memerah, sedangkan Zafran hanya diam membisu dan tak menanggapi ucapan Ressa dengan kalimat apapun. Dalam hati, ia membenarkan apa yang diucapkan oleh Ressa barusan. Mengapa ia begitu seteledor ini dengan sebuah janji? “Hahahaha... “ tawa Ressa kembali memecah keheningan. “Serius amat. Kamu tenang aja Zafi, aku bukan tipe pelakor. Aku tahu kamu lagi berusaha menyembuhkan trauma istrimu. Aku tahu kok siapa itu istri, jadi enggak usah khawatir. Aku bukan tipe orang yang enggak masuk akal, buktinya saat kita memiliki hubungan cinta karena merasa senasib, ak