Aldi berjalan keluar dari mobilnya dan memasuki kantor dengan perasaan tidak menentu. Kemarin, Luna memintanya untuk berada di kamarnya sebentar tanpa melakukan apapun. Luna hanya meminta Aldi untuk duduk di sampingnya selama beberapa menit sementara wanita itu menangis dan berkeluh kesah tentang kehidupan pernikahannya yang sangat buruk.Luna juga sempat menunjukkan gambar yang dikirim Reno. Pria sombong itu ternyata sangat kalut dengan berita simpang siur yang muncul tentang rumah tangga keduanya, karena itulah Reno sampai menyuruh Lucas untuk meneror Luna.“Aku benar-benar harus membantunya,” gumam Aldi dengan percaya diri. Pria berambut ikal itu kini sudah berganti pakaian dengan kemeja lengan pendek berwarna abu-abu dan celana panjang berwarna hitam setelah sebelumnya menyempatkan pulang sebentar ke rumahnya.“Wah, lihat siapa yang ada di sini.” Suara seseorang yang tidak asing segera membuat Aldi menoleh dan meringis kecil begitu mendapati Reno berada di belakangnya. Aktor tampa
Aldi menatap pantulan wajahnya dari cermin di dalam mobil sembari meringis pelan. Reno berhasil memberikan dua luka lebam yang terlihat cukup jelas di wajahnya. Aldi terpaksa memakai masker sepanjang hari karena itu, sementara yang dia dengar, Reno segera diantar pulang oleh Angga dan mendapatkan perawatan karena lukanya. Manager Reno itu juga berulang kali meminta maaf pada Aldi atas apa yang sudah dilakukan oleh artisnya. Pria berambut ikal itu tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika nama Luna berada dalam panggilan masuk di ponselnya. Dalam hitungan detik, Aldi segera mengangkat telepon itu. “Halo, selamat sore,” sapa Aldi dengan suara ceria. Setelah melalui hari yang panjang dan melelahkan, mendengar suara Luna yang lembut membuat Aldi gagal menahan rasa senangnya. [“Mas, sudah pulang dari kantor? Tadi Mas Reno kirim pesan dan bilang baru saja bertemu dengan Mas Aldi. Apa mas tidak apa-apa?”] Suara Luna terdengar sangat khawatir. “Iya, saya tidak apa-apa. Kamu sudah makan?
Luna membuka matanya perlahan ketika mendengar suara bel rumah yang cukup nyaring. Manik hitamnya masih berusaha mempelajari ruangan bernuansa abu-abu yang kini dia tempati. Ruangan itu cukup besar, dengan sebuah lemari dua pintu di pojok ruangan, nakas kecil di sisi tempat tidur, sebuah meja panjang dan televisi yang tergantung berada tepat di depan tempat tidur, sementara di pojok ruangan terdapat kamar mandi yang juga cukup luas.Wanita yang kini mengenakan piyama berwarna biru muda itu mengurut kepalanya perlahan. Setelah membahas soal rencana kepindahannya kemarin, Luna akhirnya menyetujui ajakan Aldi untuk sementara waktu tinggal di rumahnya. Menurut Aldi, saat ini itulah tempat satu-satunya yang tidak mungkin terlacak oleh Aldi. Pasalnya, tidak ada yang mengetahui lokasi rumah Aldi selain pamannya seorang yang dia panggil Om Bayu.“Aku tahu Mas Aldi memang pernah hidup kesulitan setelah ibunya meninggal, tetapi ternyata sekarang sudah bisa punya rumah sebesar ini ya,” gumam Lun
“Kamu yakin, Luna?” tanya Aldi begitu mendengar ucapan Luna yang terlalu mendadak. Wanita yang mengenakan blouse maroon di depannya mengangguk yakin. “Iya, mas. Saya benar-benar harus pulang,” ucapnya mantap. Aldi mengernyitkan dahinya dan mengajak Luna untuk kembali duduk dan menenangkan pikirannya. “Apa yang sebenarnya terjadi, Luna? Apa Reno meneleponmu dan meneror lagi?” tanya Aldi pelan. Seingatnya, sampai kemarin malam ketika mereka hendak meninggalkan hotel, Luna masih bersikukuh untuk terus menjauh dari Reno dan keluarganya selama mungkin. Namun, pagi ini Luna sudah berubah pikiran dan malah ingin segera pulang. Hal ini jelas menimbulkan tanda tanya besar bagi Aldi. “Ayah yang menelepon, mas, bukan Mas Reno,” jawab Luna dengan suara lemah. Luna juga menunjukkan layar ponselnya dan membuat Aldi terdiam sejenak ketika menyadari siapa yang berada di foto itu. “Ibumu sakit?” Pertanyaan Aldi hanya dijawab anggukan pelan oleh Luna. “Ayah bilang tidak yakin apa ibu bisa menungg
Aldi menoleh ke kursi penumpang dan mendapati Luna yang hanya menatap kosong pada jalanan yang mereka lewati. Setelah melihat Luna yang berlari sangat cepat menuju pintu utama rumahnya, Aldi segera menyusul Luna dan mengeluarkan mobil hitamnya. Sejak memasuki mobil, Luna sama sekali tidak mengatakan apapun. Wanita dengan rambut yang sudah dibiarkan tergerai itu hanya sesekali berdecak pelan ketika mobil Aldi berhenti sejenak di lampu merah.“Luna,” ucap Aldi perlahan, mencoba menyadarkan Luna dari lamunan panjangnya.“Hem.” Luna hanya menjawabnya dengan asal tanpa menoleh balik pada Aldi. Pikirannya sedang dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada ibunya.“Mas, bisa minta tolong lebih cepat sedikit?” tanya Luna dengan wajah tegang. Setelah memberitahu Aldi di mana rumah sakit tempat ibunya berada, ini merupakan kalimat terpanjang yang dikatakan Luna selama perjalanan tiga puluh menit yang sudah mereka lalui.“Iya, Luna. Saya usahakan sebisa saya. Kamu doakan
Luna menatap lurus pada mata Reno dan melepaskan cengkraman tangan suaminya itu dengan cukup kencang. “Selama ini aku memang terlihat lemah, mas, tapi bukan berarti aku bisa terus kamu injak-injak seperti ini,” ucap Luna tajam.“Aku bisa membuka kedokmu selama ini di depan media. Biar semua orang tahu siapa sebenarnya kamu mas! Kamu itu adalah suami yang sangat kasar dan kejam! Atau aku teriakkan saat ini juga? Di rumah sakit ini?” Luna sudah membalikkan tubuhnya dan hendak berlari keluar area VIP ketika tangan Reno menariknya mendekat.Keduanya saling bertatapan dengan tekad yang sama-sama kuat. Reno dengan tekadnya untuk membawa Luna kembali, sementara Luna dengan tekadnya untuk memberi pelajaran pada Reno. “Jangan terlalu banyak bicara! Aku yakin kamu akan memilihku segera setelah melihat ibumu, jadi sebaiknya bersikap baiklah denganku, ya.” Reno mengelus rambut Luna dengan lembut. Tatapan pria itu juga mendadak berubah menjadi penuh cinta dan seolah ingin melindungi Luna.“Satu
Bab 27 Luna menatap kosong pada tubuh ibu yang tengah tertidur. Wanita itu sesekali membenarkan letak selimut atau sekadar menyingkirkan rambut dari dahi ibunya. Kunjungan dokter beberapa waktu lalu mengatakan kalau ibu sudah mulai pulih, tetapi masih dalam pengawasan ketat. Sebuah rangkulan membuat Luna kembali menahan napasnya. Entah mengapa, sentuhan Reno yang mendadak seringkali membuatnya merasa tidak nyaman, seolah-olah sentuhan lembut itu membawa tanda lain yang berupa penekanan dan ancaman baginya. “Luna, kamu tidak lapar? Lagipula kamu sudah menjaga ibu sejak dua jam lalu, bagaimana kalau kita istirahat dulu?” tanya Reno dengan nada lembut. “Reno benar, Luna. Lebih baik kamu makan dulu, biar ayah yang menjaga ibu,” sambung ayah yang segera berdiri dari sofa panjang di pojok ruangan. Luna menoleh pada ayahnya dan mengangguk pelan. Wanita itu berjalan menuju pintu diikuti oleh Reno yang hanya tersenyum kecil. Meskipun sudah menentukan pilihannya, Luna masih merasa kesal p
Luna menatap punggung Aldi dengan mata berkaca-kaca. Dia bahkan tidak bisa mengejar pria berambut ikal itu untuk sekadar mengucapkan terima kasih dan menjelaskan alasannya memilih untuk tetap berada di sisi Reno.Suara tawa licik yang berasal dari sisinya membuat Luna menoleh dan mendapati seringai Reno yang kini menatapnya lurus. “Kamu menangis? Ada apa, Luna? Apa kalian sudah benar-benar jatuh cinta satu sama lain dalam waktu sesingkat itu?” tanya Reno dengan nada mengejek.Luna segera membuang muka dan beranjak mendahului Reno. Tatapan matanya kini beralih pada langit-langit rumah sakit yang didominasi warna putih. Luna berusaha keras menahan air mata yang hendak terjatuh dari manik indah miliknya.“Kalian berdua memang benar-benar naif. Terutama kamu, Luna. Bagaimana bisa kamu langsung mempercayai pria asing yang berlagak menjadi pahlawan kesiangan dan memilih kabur bersamanya seperti itu? Apa yang kamu harapkan dari pria tidak jelas seperti Aldi?” gumam Reno sembari terkekeh pela