"Kak, minta uang dong."
Aisyah mendongak, menatap Sinta, sang adik iparnya yang mengadahkan tangan kepadanya. Walaupun lebih muda beberapa tahun dari Aisyah, tapi perempuan itu sama sekali tidak ada sopan santunnya.
"Uang Kakak udah habis, Abang kamu belum gajian," ujar Aisyah.
"Ih, Kakak kok pelit banget sih padahal 'kan itu uang Abang aku!" bentaknya kesal."Bukannya Kakak pelit, Sin, uangnya udah habis untuk beli kebutuhan rumah." Aisyah mengelus dadanya, ini bukan kali pertama ia dibentak oleh adik ipar.Memang kerjaan suaminya sangat mapan dan gajinya juga lumayan besar, namun ia harus membayar tagihan listrik, tagihan air, cicilan mobil, kuliah adik iparnya, belanja dapur, belum lagi uang untuk mertua serta adik iparnya yang selalu pergi shopping.Sinta melemparkan gelas yang berada didekatnya dengan sekuat tenaga, ia sangat kesal dengan Aisyah karena tidak memberikannya uang."Ada apa ini?" Davit yang mendengar pecahan gelas, langsung keluar dari kamarnya dan mendekati dua perempuan yang sedang beradu mulut di dapur."Kak Aisyah enggak mau kasih uang," adu Sinta kepada abangnya."Bukannya enggak mau tapi uangnya sudah habis untuk beli kebutuhan dapur," ujar Aisyah meluruskan, ia tidak ingin suaminya salah paham dengan dirinya."Ya udah kamu sabar dulu, nanti kalau abang sudah gajian, Abang akan lebihkan untuk kamu," ujar Davit lembut, ia tidak ingin melihat istri dan adiknya selalu bertengkar."Tapi enggak mungkin uangnya habis, pasti istri kamu enggak becus urus keuangan atau enggak ia pakai untuk berfoya-foya dengan lelaki lain," ujar Bu Wiwik--ibu mertua Aisyah."Iya benar, masa gaji kamu sepuluh juta bisa habis dalam sekejap? Emangnya kamu enggak curiga dia pakai uangnya untuk apa aja?" tambah Bayu--bapak mertua Aisyah.Aisyah memejamkan matanya berusaha untuk bersabar, keluarga suaminya memang sangat menguji kesabarannya, mereka pikir bayar semua cicilan bisa pake daun? Mereka pikir uang yang selama ini dipakai untuk berfoya-foya turun dari langit?"Udah, aku mau berangkat ke kantor dulu," ujar Davit."Mas enggak mau sarapan dulu?" tanya Aisyah. Enggak biasanya lelaki itu pergi tanpa makan makanan istrinya."Mas makan di kantin kantor aja, pagi ini Mas ada meeting." Aisyah mengangguk, ia mengantarkan suaminya sampai kedepan pintu."Hati-hati ya, Mas, semangat kerjanya." Tidak lupa perempuan itu mencium tangan suaminya."Iya, kamu juga harus akur dengan keluarga Mas." Setelah berpamitan dan mengecup singkat kening istrinya, Davit menjalankan mobilnya menuju Angkasa Group--perusahaan tempatnya bekerja.Setelah mobil suaminya sudah tidak terlihat, perempuan berlesung pipi itu kembali masuk ke dalam rumah, ia menghembuskan napas kasar melihat mertua serta adik iparnya menghabiskan semua makanannya."Kenapa semua makanannya dihabiskan?" tanyanya lemah."Ups, maaf ya, kita lupa kalau Kakak belum makan," ujar Sinta dengan nada mengejek."Tinggal masak lagi apa susahnya sih? Lagian kamu masaknya sedikit makanya habis," ujar Ibu mertua tanpa rasa bersalah.Mau tidak mau, perempuan berkulit putih itu menggoreng telur untuk mengisi perutnya yang lapar, kalau bukan karena suaminya yang selalu memintanya bertahan, ia tidak akan sanggup bertahan sampai selama ini."Ya Allah tolong perbesar lagi kesabaran aku untuk menghadapi sikap mereka yang semakin lama semakin keterlaluan kepada aku," batinnya.Setelah selesai makan, ia membersihkan meja makan, ia membawa piring bekas makan mereka ke wastafell, lihatlah tidak ada yang membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, ia selalu dijadikan layaknya pembantu oleh keluarga suaminya.Matahari sudah terbenam dan digantikan oleh langit malam yang disinari oleh cahaya bulan, perempuan berhidung mancung tersebut sudah berkutat di dapur menyiapkan makan malam untuk suami serta mertuanya."Masak yang enak, malam ini akan kedatangan orang yang sangat spesial," ujar Bu Wiwik."Siapa Bu?" tanya Aisyah penasaran."Nanti kamu juga akan tahu!"Aisyah kembali fokus untuk memasak, entah kenapa hatinya gelisah, seperti ada hal buruk yang akan menimpanya, perempuan itu teringat dengan suaminya, ia berdoa agar Tuhan selalu melindungi lelaki pujaan hatinya.Setelah selesai memasak beberapa menu, Aisyah lalu menyajikannya di meja makan, mertua serta adik iparnya duduk di ruang keluarga menonton film tanpa berniat membantunya.Beberapa menit berlalu, terdengar suara mobil yang berhenti di halaman rumah, bibir perempuan tersebut mengembang karena suaminya sudah pulang, segera ia membuka pintu untuk menyambut kedatangan suaminya, namun setelah pintu terbuka senyumannya luntur melihat ada perempuan lain yang menggandeng tangan suaminya."Di-dia siapa, Mas?" tanyanya terbata-bata."Sebaiknya kita masuk dulu." Lelaki itu masuk tanpa melirik kearah istrinya, ia berjalan sambil menggandeng perempuan lain."Kalian sudah datang, eh sini duduk dulu," ujar Bu Wiwik kepada perempuan tersebut.Mereka sangat antusias melihat kedatangan perempuan itu tanpa memikirkan perasaan menantunya yang sangat sakit."Aisyah ikut gabung sini, ada sesuatu yang ingin Mas sampaikan." Aisya hendak duduk disamping Davit, namun dicegah oleh perempuan yang berpenampilan modis sangat berbanding terbalik dengannya yang hanya menggunakan daster.Aisyah mengalah, ia duduk disofa tunggal, perasaannya sangat gelisah, pikiran-pikiran buruk sudah berputar dikepalanya.Siapakah perempuan itu? Kenapa ia bisa bersama dengan suaminya? Apa hubungan mereka berdua? Apa hanya sekedar rekan bisnis atau ada hubungan lain di antara mereka?"Siapa perempuan ini, Mas?" tanya Aisyah.Suasana kembali hening, tidak ada yang mengeluarkan suara membuat Aisyah semakin dilanda kegelisahan."Mas, jawab aku! Siapa perempuan ini?" Tidak terhitung sudah berapa kali pertanyaan itu keluar dari mulut perempuan yang tengah di landa pikiran-pikiran buruk.Sebelum menjawab, Davit menghela napas, ia tahu jawabannya akan menyakiti hati dan perasaan istrinya, namun ia tidak ada pilihan lain, ia tidak bisa menyembunyikan hal ini lebih lama lagi."Elsa, perempuan yang didalam rahimnya terdapat darah daging aku." Jawaban Davit membuat Aisyah sangat syok."I-ini enggak benar kan, Mas? Kamu enggak mungkin selingkuhin aku, kan?" Aisyah berusaha berpikir positif, ia masih tidak bisa menerima kenyataan ini.Davit berlutut dihadapan Aisyah lalu memegang kedua tangan perempuan yang bersamanya selama dua tahun."Maafkan, Mas, Syah, ini semua benar dan terima Elsa menjadi madu kamu ya," bujuk Davit lembut.Bulir air mata mengalir deras keluar dari kelop
"Aisyah!" Teriakan Bu Wiwik terdengar di penjuru rumah."Ada apa sih Bu, Pagi-pagi udah teriak?" tanya Pak Bayu sambil mengucek matanya, lelaki paruh baya itu terbangun karena mendengar teriakan istrinya."Lihat Pak, belum ada satupun masakan diatas meja," adu Ibu kesal.Davit, Elsa dan juga Santi juga ikut keluar dari kamar."Ada apa Bu?" tanya Aisyah menghampiri mereka yang sudah berkumpul dimeja makan."Cepat masak, kita udah lapar!" suruh Bu Wiwik."Suruh aja menantu baru kalian yang masak!" balas Aisyah tajam. Kemarin Davit dan Elsa baru saja melangsung pernikahan walaupun tanpa restu istri pertamanya, namun mereka tetap nekad untuk menikah.Hati Aisyah sangat sakit, rumah tangga yang sudah berjalan dua tahun harus hancur karena kedatangan orang ketiga yang ternyata masa lalu dari suaminya apalagi kenyataan bahwa keluarga lelaki itu sudah tahu dari lama bahwa anaknya menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain, hati Aisyah benar-benar hancur."Mbak kan tahu aku itu anak seorang
"Mohon maaf Pak, saya permisi." Aska bergegas keluar dari ruangan Davit. "Saya cuma mau mengingatkan sebentar lagi kita akan meeting dengan klien besar, semua berkas yang saya suruh kerjakan sudah selesai 'kan?" tanya Alexander Wilian--CEO Angkasa Group. "Semuanya sudah selesai Pak tapi sepertinya berkasnya ketinggalan," ujar Davit menunduk, ia merutuki diri sendiri karena telah melupakan berkas yang sangat penting. Alex menghembuskan napas kasar. "Kenapa bisa ketinggalan? Sekarang juga kita pergi ke rumah kamu setelah itu baru ke tempat klien." Davit kembali teringat dengan mantan istrinya, biasanya semua keperluannya selalu disiapkan oleh Aisyah, namun sekarang perempuan berlesung pipi itu sudah pergi dari hidupnya. "Ayo berangkat!" Teriakan dari sang atasan membuyarkan lamunan Davit, lelaki itu bergegas menghampiri Alex yang sudah keluar dari ruangan. Sesampainya di rumah berlantai dua dengan cat berwarna putih, Davit keluar dan bergegas masuk kedalam rumah. "Astagfirullah k
"Aku dimana?" Aisyah melihat kesekeliling ruangan, ia mengernyit bingung ketika tidak mengenali ruangan tersebut."Non udah sadar?" Seorang perempuan paruh baya mendekati Aisyah dengan membawa nampan berisi bubur dan segelas air putih."Aku dimana, Bi?" tanya Aisyah kepada perempuan tersebut,"Non lagi dirumah Tuan Alex," jawab Bi Asih--maid di rumah tersebut.Aisyah bingung kenapa ia bisa berada di rumah ini dan siapa Tuan Alex? Sepertinya ia tidak mengenali lelaki itu."Non istirahat saja disini, bibi sudah membuatkan bubur untuk Non, sebentar lagi Tuan Alex akan pulang," ujar Bi Asih lembut."Makasih Bi." Aisyah tersenyum, ia sangat berterima kasih dengan lelaki itu karena telah menolong dirinya."Bibi keluar dulu, jangan lupa buburnya dihabiskan, kalau butuh sesuatu panggil aja Bibi," ujar perempuan tersebut sebelum meninggalkan Aisyah.Aisyah memakan bubur dengan lahap kebetulan perutnya memang belum diisi dari pagi.Selesai makan, Aisyah ingin berjalan keluar kamar, namun tiba-t
"Kamu suka dengan kontrakannya?" tanya Alex kepada Aisyah yang sedang melihat-lihat kontrakan."Suka sih tapi kayanya kontrakan ini mahal, aku takut engga bisa bayar apalagi aku belum punya kerjaan," ujar Aisyah."Aku sebenarnya sedang cari asisten pribadi, kalau kamu berkenan kamu boleh kerja dengan aku," tawar Alex.Aisyah menimbang-nimbang tawaran Alex, sebenarnya ia tertarik, namun melihat keadaannya yang baru bercerai dengan Davit membuatnya terpaksa menolak tawaran lelaki tersebut karena tidak enak jika dilihat oleh orang, ia juga tidak ingin membuat orang sekitarnya semakin membenci dirinya."Maaf, bukannya aku engga mau tapi kamu tahu sendiri kan aku tuh baru saja pisah dengan suamiku, nanti malah menimbulkan masalah baru," tolak Aisyah sehalus mungkin.Alex menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, jujur, ia sangat berharap Aisyah akan menerima tawaran darinya, namun harapannya sirna."Maaf banget ya dan makasih untuk semua kebaikan yang telah kamu berikan." Sebenarnya perem
Tibalah hari dimana Aisyah akan resmi bercerai dengan Davit."Kamu udah siap?" tanya Nenek menghampiri Aisyah ke kamarnya."Insyaallah Aisyah sudah siap Nek, Aisyah akan berusaha tegar untuk menerima semua cobaan ini, mungkin Aisyah dan Mas Davit tidak berjodoh."Jujur didalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan nama suaminya, namun mengingat perlakuan mertua serta iparnya, ia menjadi lebih mantap untuk bercerai."Sabar ya Neng, Nenek tahu ini berat tapi kamu harus bisa jalani ini semua, Nenek yakin kamu perempuan kuat dan tegar pasti bisa melewati ujian ini.""Iya makasih ya Nek, maaf dulu Aisyah engga mau mendengarkan perkataan Nenek, seandainya dulu Aisyah menuruti perkataan Nenek pasti ini semua engga akan terjadi," ujar Aisyah penuh penyesalan."Jangan pernah menyesali semua yang sudah terjadi, sekarang kita keluar yuk, di depan ada seseorang yang sedang menunggu kamu.""Siapa Nek?" tanya Aisyah mengerutkan keningnya, sepertinya ia tidak ada janji dengan siapapun.
"Makan dulu Neng." Nenek mengetuk pintu kamar Aisyah, berharap perempuan itu akan keluar karena sedari pagi cucunya belum menampakkan batang hidungnya.Sudah tiga kali sang Nenek mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari Aisyah, Nenek mulai khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan perempuan tersebut."Buka pintunya Neng, jangan bikin Nenek khawatir!" Perempuan lanjut usia itu sangat panik, ia menggelengkan kepala ketika pikiran-pikiran buruk terlintas dikepalanya.Nenek menelpon Alex, hanya lelaki itu yang bisa membantunya."Hallo Nak Alex, maaf Nenek mengganggu waktunya, Nenek sangat minta tolong agar Nak Alex bisa segera datang kesini, Aisyah ....""Baik Nek, sekarang juga Alex akan kesana!" Alex mematikan sambungan telepon lalu segera berangkat ke rumah perempuan yang sangat ia cintai.40 menit kemudian, Alex datang dengan napas tidak beraturan, kekhawatiran terlihat dari wajahnya."Apa yang terjadi Nek?" tanya Alex menghampiri Nenek yang sedang berdiri di depan pintu kamar Ais
Semakin hari kedekatan mereka semakin dekat, Alex dengan telaten merawat Aisyah yang sedang sakit dan itu semua tidak lepas dari pengawasan sang Nenek."Aku udah gapapa, lebih baik kamu pergi saja ke kantor, ga enak izin terus, jangan karena kamu bos kamu malah seenaknya, seharusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik untuk para pekerja agar mereka juga nyaman kerja dengan kamu." Bukannya Aisyah tidak menghargai perhatian dari Alex, namun ia rasa perhatian dari lelaki itu terlalu berlebihan.Alex rersenyum, ingin rasanya lebih lama lagi berada disisi perempuan itu, namun ia tidak ingin Aisyah berpikiran buruk tentangnya."Baiklah, aku permisi dulu, kalau butuh sesuatu telpon saja aku.""Makasih ya, hati-hati bawa mobilnya, maaf bukan maksud aku ngusir kamu tapi aku cuma engga mau kamu melupakan pekerjaan karena aku," ujar Aisyah merasa tidak enak hati."Iya santai aja." Setelah berpamitan dan mencium tangan sang Nenek, Alex berlalu pergi meninggalkan kontrakan yang sederhana tersebu
"Kenapa pada natap aku seperti itu? Aku ada salah?" tanya Rani sedikit tidak nyaman dengan tatapan dari mereka."Kita cuma kaget aja tiba-tiba kamu langsung ngajakin Gus Zizan nikah," jawab Bagas mewakili yang lain."Emangnya ada yang salah? Bukannya setelah lamaran harus segera menikah?" tanya Rani lagi."Tidak ada yang salah tetapi perkataan kamu itu sangat sulit untuk dicerna," jawab Ivan, sedangkan Zizan dan kedua orang tuanya hanya bisa bungkam."Aku benar-benar ingin segera menikah dengan Gus Zizan, tenang saja aku akan tetap menyelesaikan sekolah aku," ujar Rani berusaha meyakinkan."Menurut kamu definisi menikah itu seperti apa?" tanya Zizan. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut. Orang tua serta sahabatnya sengaja keluar agar memberikan waktu untuk mereka berbicara empat mata."Menyatukan laki-laki dan perempuan di ikatan janji suci sehingga mereka hidup bersama serta diberikan keturunan yang soleh dan soleha."Zizan tersenyum, lalu berkata, "Menikah bukan hany
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
"Rani bangun, kita solat subuh dulu yuk," ujar Nada membangunkan perempuan yang baru saja menjadi sahabatnya itu."Bentar lagi Nad," ujar Rani dengan mata yang masih terpejam, ia baru saja bisa tidur tetapi malah dibangunkan oleh Nada."Ini udah masuk waktu subuh Ran, ayo kita ke musholla, nanti telat loh," ujarnya memaksa perempuan itu untuk bangun.Rani duduk, ia bersusah payah membuka matanya. "Emangnya harus banget ya kita solat Subuh berjamaah? Apa ga bisa nanti aja? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.Nada menghela napas, ia harus memperluas kesabarannya menghadapi perempuan dihadapannya ini."Kita sebagai umat muslim harus segera melaksanakan solat lima waktu terutama solat Subuh karena banyak keistimewaan dan manfaatnya.Dalam sebuah Hadis riwayat Ibnu Majah dan Thabrani mengatakan barang siapa salat subuh berjamaah, maka dia dalam perlindungan Allah. Selain itu kita juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, pahala tersebut tidak hanya di
"Kamu ngapain di sini? Kenapa ga istirahat aja di kamar? Kamu pasti masih capek kan?" Zizan menghampiri Rani yang tengah duduk melamun di taman."Gapapa, aku cuma pengen lihat pemandangan di sini," ujar Rani, sebenarnya badannya sangat pegal apalagi setelah ia memaksa berbaring di tempat tidur, namun ia tidak mungkin jujur dengan Zizan, takut lelaki itu tersinggung."Kamu pasti tidak nyaman kan tinggal di asrama?" "Aku tahu asrama di sini sangat jauh berbeda dengan kamar kamu dan aku juga tahu kalau kamu tidak bisa tidur tanpa AC dan tidak bisa tidur di keramaian sedangkan di asrama kamu harus tidur bersama para santri," jelas Zizan.Rani menghela napas. "Mau bagaimana lagi, ini juga sudah menjadi keputusan aku, nyaman ga nyaman, betah ga betah harus aku jalani juga, ga mungkin aku pulang, bisa di coret nama aku dari kartu keluarga.""Kamu bisa tinggal di rumah, keberulan masih ada kamar kosong dan juga sudah ada AC, kamarnya juga lumayan besar walaupun tidak sebesar kamar kamu.""Ga
Zizan memasangkan cincin di jari manis Rani, begitu juga dengan Rani, perempuan itu memasangkan cincin di jari manis Zizan.Kedua orang tua mereka serta sahabat Zizan bersorak gembira, sekarang Rani dan Zizan sudah terikat dan tinggal selangkah lagi menuju jenjang pernikahan."Selamat ya, sekarang kalian sudah resmi bertunangan, semoga kalian bisa melewati semua cobaan dan ujian yang terjadi menjelang pernikahan, apapun yang terjadi jangan pernah leapaskan cincin itu dari jari manis kalian, jangan pernah sesekali ingin membatalkan pertunangan ini dan semoga saja kalian berjodoh dan dimudahkan segara urusan pernikahan kalian," ujar Abi memberikan nasihat.Rani terdiam, ia tidak menyangka akan secepat ini terikt dengan seorang lelaki, walaupun hanya pertunangan tapi secepatnya ia juga akan menikah, apa keputusannya ini sudah tepat? Apa ia sanggup menjalani pertunangan ini dengan lelaki yang baru ia kenal? Bagaimana hubungannya dengan Fero? Bagaimana jika pacarnya mengetahui semua ini?E
Rani berjalan menuju kelas dengan tidak semangat, hari ini adalah hari terakhir ia menginjakkan kaki di sekolah ini dan hari ini juga ia akan melangsungkan taaruf dengan Zizan, ia sangat dilema, ia tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya ke depan."Lah tumben nih sekolah masih sepi?" tanya Rani heran ia mengambil gawainya untuk memastikan bahwa jam tangannya tidak salah."Sudah jam 07:15 tapi kok masih sepi? Kemana warga sekolah ini? Nala dan Fero juga ga kelihatan batang hidungnya," ujar Rani berdecak.Ia membuka aplikasi berlogo hijau tersebut untuk melihat info grup kelas maupun sekolah tetapi semuanya sepi, tidak ada satupun chat yang masuk."Pada kemana sih orangnya? Padahal parkiran sudah penuh loh," ujarnya sangat penasaran, baru kali ini sekolahnya menjadi semenyeramkan ini, semua orang seperti menghilang ditelan bumi."Heh ada apa?" tanya Rani ketika melihat seorang adik kelas berlari menuju lapangan."Anu kak, Kak Nala dan Kak Angel bertengkar di lapangan, katanya keadaa