"Makan dulu Neng." Nenek mengetuk pintu kamar Aisyah, berharap perempuan itu akan keluar karena sedari pagi cucunya belum menampakkan batang hidungnya.
Sudah tiga kali sang Nenek mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan dari Aisyah, Nenek mulai khawatir, ia takut terjadi sesuatu dengan perempuan tersebut."Buka pintunya Neng, jangan bikin Nenek khawatir!" Perempuan lanjut usia itu sangat panik, ia menggelengkan kepala ketika pikiran-pikiran buruk terlintas dikepalanya.Nenek menelpon Alex, hanya lelaki itu yang bisa membantunya."Hallo Nak Alex, maaf Nenek mengganggu waktunya, Nenek sangat minta tolong agar Nak Alex bisa segera datang kesini, Aisyah ....""Baik Nek, sekarang juga Alex akan kesana!" Alex mematikan sambungan telepon lalu segera berangkat ke rumah perempuan yang sangat ia cintai.40 menit kemudian, Alex datang dengan napas tidak beraturan, kekhawatiran terlihat dari wajahnya."Apa yang terjadi Nek?" tanya Alex menghampiri Nenek yang sedang berdiri di depan pintu kamar Aisyah."Dari pagi Aisyah belum keluar, Nenek takut terjadi sesuatu dengannya karena tidak biasanya ia mengurung diri dikamar," adu Nenek dengan sendu.Alex mengambil ancang-ancang untuk menobrak pintu kamar karena hanya itu jalan satu-satunya untuk membuka pintu tersebut.Tidak butuh waktu lama, pintu terbuka dan terlihat seorang perempuan yang sedang tertidur lelap dengan wajah pucat."Aisyah!" Nenek berlari menghampiri cucu kesayangannya, keadaan sang cucu sangat memprihatinkan, badannya terasa begitu panas dan bibirnya sedikit membiru.Alex mengangkat tubuh Aisyah, membawa perempuan itu ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan pertama.Mereka sangat khawatir dengan keadaan Aisyah, mereka selalu berdoa agar perempuan itu diberikan kekuatan dan tidak ada hal yang fatal mengenai kesehatannya.Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung dibawa ke UGD untuk melakukan pertolongan pertama.Nenek maupun Alex mondar mandir di depan ruangan sambil berdoa untuk kesembuhan Aisyah."Maafkan Nenek ga bisa jaga kamu," ujar sang Nenek merasa sangat bersalah, ia berpikiran bahwa cucunya menjadi seperti ini karena kelalaian dirinya."Nenek ga boleh salahin diri sendiri, ini bukan salah Nenek, yang harus kita lakukan sekarang adalah berdoa untuk kesembuhan Aisyah, Alex yakin Aisyah perempuan kuat, ia akan baik-baik saja." Alex memegang tangan sang Nenek lalu membawa perempuan lanjut usia tersebut untuk duduk di kursi tunggu.Satu jam lebih, akhirnya Dokter yang bernametag Riska keluar dari ruangan, Nenek langsung bertanya tentang kondisi Aisyah."Bagaimana keadaan cucu saya, Dok?" tanya Nenek dengan bibir gemetar."Cucu Nenek tidak apa-apa, ia hanya kecapean dan kurang istirahat serta ada sesuatu yang sedang menganggu pikirannya sehingga membuatnya drop.Saya sudah memberikan obat penenang, sebentar lagi pasien akan sadar, namun saya minta kepada kalian jangan terlalu banyak tanya dan mengungkit masalah yang akhir-akhir ini terjadi padanya," jelas Dokter Riska.Setelah Dokter pergi, Nenek dan Alex segera masuk ke ruangan dimana terlihat seorang perempuan sedang terbaring lemah dengan mata terpejam."Apa ga sebaiknya kita jujur aja dengan Aisyah, Nek?" Lelaki itu merasa kasihan melihat keadaan Aisyah yang sangat lemah."Sekarang bukan waktu yang tepat, Nenek takut mantan suaminya akan kembali ketika tahu rahasia yang selama ini kita sembunyikan, Nenek tidak mau Aisyah kembali masuk ke jurang yang sama," jawab Nenek tanpa mengalihkan pandangannya kepada cucu kesayangannya."Alhamdulillah kamu udah sadar Neng." Bibir Nenek tertarik keatas melihat sang cucu membuka matanya."Aku dimana Nek?" tanya Aisyah lemah."Kamu lagi di rumah sakit, tadi kamu pingsan untung aja Alex segera membawa kamu ke rumah sakit."Aisyah menatap lelaki di sampingnya, lagi dan lagi lelaki itu telah menyelamatkan dirinya. "Makasih untuk semua kebaikan kamu selama ini, aku engga tahu harus bagaimana untuk membalas semuanya.""Iya, santay aja, aku sama sekali tidak merasa direpotkan, yang ada aku sangat bahagia bisa selalu ada disaat kamu butuh."Alex berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, ia akan selalu berada disamping perempuan itu dalam suka maupun duka, apalagi lelaki itu mengetahui bahwa selama ini wanitanya telah menghadapi masalah yang begitu berat."Kamu kenapa Neng? Apa masih memikirkan mantan suami kamu itu?" tanya Nenek.Aisyah menggeleng. "Aku menyesali semua keputusan yang pernah aku buat, aku tega meninggalkan Nenek demi lelaki bren**** seperti Dimas, aku sudah mengambil keputusan yang sangat bodoh di dalam hidupku.Coba aja waktu itu aku nurut dan mendengarkan semua nasihat Nenek pasti sekarang kita akan bahagia, aku tidak akan pernah terjebak di keluarga toxic seperti mereka.""Udah yang berlalu biarlah berlalu, jadikan masa lalu sebagai pelajaran di masa yang akan datang agar tidak terulang kesalahan yang sama." Nenek menggenggam tangan Aisyah memberikan kekuatan kepada perempuan itu."Sekarang aku sadar ternyata semua lelaki itu sama dan aku sudah meyakinkan diri sendiri bahwa aku tidak akan pernah percaya lagi dengan perkataan maupun janji manis lelaki!" putus Aisyah membuat Nenek maupun Alex terkejut."Engga boleh ngomong seperti itu Neng, Nenek tahu kamu trauma tapi jangan karena satu lelaki kamu malah menganggap semua lelaki sama, Nenek yakin suatu saat kamu akan menemukan pendamping hidup yang bisa membahagiakan kamu.""Lelaki seperti apa yang harus aku percaya Nek? Sedari dulu aku cuma diberikan harapan oleh lelaki, Nenek ingat Willi teman masa kecilku dulu, ia juga berjanji tidak akan pernah meninggalkan aku tapi nyatanya apa? Sekarang ia tidak pernah kembali bahkan aku tidak tahu keberadaannya sekarang."Nenek dan Alex saling pandang, mereka menghela napas, apa yang dikatakan Aisyah benar adanya, perempuan itu pasti sangat trauma karena telah sering ditinggalkan oleh orang-orang yang ia sayang.Semakin hari kedekatan mereka semakin dekat, Alex dengan telaten merawat Aisyah yang sedang sakit dan itu semua tidak lepas dari pengawasan sang Nenek."Aku udah gapapa, lebih baik kamu pergi saja ke kantor, ga enak izin terus, jangan karena kamu bos kamu malah seenaknya, seharusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik untuk para pekerja agar mereka juga nyaman kerja dengan kamu." Bukannya Aisyah tidak menghargai perhatian dari Alex, namun ia rasa perhatian dari lelaki itu terlalu berlebihan.Alex rersenyum, ingin rasanya lebih lama lagi berada disisi perempuan itu, namun ia tidak ingin Aisyah berpikiran buruk tentangnya."Baiklah, aku permisi dulu, kalau butuh sesuatu telpon saja aku.""Makasih ya, hati-hati bawa mobilnya, maaf bukan maksud aku ngusir kamu tapi aku cuma engga mau kamu melupakan pekerjaan karena aku," ujar Aisyah merasa tidak enak hati."Iya santai aja." Setelah berpamitan dan mencium tangan sang Nenek, Alex berlalu pergi meninggalkan kontrakan yang sederhana tersebu
"Eh ada mantan menantu," ujar Bu Wiwik ketika ia berpapasan dengan Aisyah di sebuah warung sembako.Perempuan itu berpenampilan sosialita, ia pergi ke komplek itu karena mengadakan arisan di rumah salah satu temannya, namun betapa terkejutnya ia ketika kembali bertemu dengan perempuan yang pernah menjadi istri dari anaknya."Hati-hati dengan perempuan itu, kelihatannya saja alim tapi aslinya dia itu suka goda suami orang," bisik Bu Wiwik kepada para ibu-ibu yang sedang berbelanja disebuah warung sembako.Aisyah yang juga berada disekitaran mereka memejamkan matanya untuk meredakan amarahnya, ia tahu siapa yang sedang disindir oleh mantan mertuanya itu."Bu kalau ngomong dipikir dulu, jangan sampai merusak nama baik orang, nanti bisa di bawa ke jalur hukum loh," ujar Bu Inem--pemilik warung memperingati perempuan paruh baya tersebut."Saya berbicara sesuai fakta, kalian tahu dia itu mantan menantu saya, beruntung mata anak saya cepat terbuka dan mentalak perempuan murahan ini!" sarkas
"Jawab Nek, apa yang kalian sembunyikan dari aku?" desak Aisyah. Perempuan itu tidak sengaja mendengar perkataan mereka ketika ia keluar dari kamar hendak menghampiri sang Nenek dan Alex."Ga ada apa-apa Neng, kamu cuma salah dengar, kita ga ada menyembunyikan apapun dari kamu," elak Nenek, perempuan lanjut usia itu belum siap mengatakan semuanya, ia belum siap melihat cucunya kecewa untuk kesekian kalinya."Aku ga mungkin salah dengar Nek, jelas-jelas tadi kalian sedang membicarakan sesuatu yang tidak boleh aku ketahui. Segitu tidak bergunakah aku sampai Nenek main rahasiaan sama aku?"Hati Nenek tersentuh, ia tidak tega dan tidak ingin menyakiti hati dan perasaan Aisyah, Nenek menatap Alex lalu mengangguk, mungkin memang ini waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya."Sebenarnya Alex ini adalah teman masa kecil kamu, kamu ingat kan lelaki yang dulu selalu menjaga dan melindungi kamu? Ya, lelaki itu adalah Alex," jelas sang Nenek."Jadi Alex itu Willi?" tanya Aisyah memastika
"Aisyah ayo, Nak Alex udah nunggu di depan!" teriak Nenek di depan pintu kamar Aisyah. "Iya bentar lagi Nek," balas Aisyah dari dalam kamar. Malam ini Aisyah dan Nenek akan makan malam di rumah keluarga Alex, mereka sepakat untuk mengungkapkan sesuatu yang puluhan tahun ditutupi dari Aisyah. Jarak antara kontrakan Aisyah dan Rumah Alex tidak terlalu jauh sehingga tidak sampai satu jam perjalanan mereka telah sampai di rumah berlantai dua dengan desain modern yang terlihat mewah dan elegant. Pintu utama terbuka, terlihat seorang perempuan paruh baya, namun tampilannya sangat modis sehingga tidak ada terlihat satu kerutanpun diwajahnya. "Ayo silahkan masuk," ujarnya ramah, mempersilahkan para tamu istimewanya masuk ke dalam istana Widjaya. Di meja makan terlihat seorang lelaki paruh baya tersenyum kepada mereka, kedatangan Aisyah dan Nenek disambut hangat oleh keluarga Widjaya. "Silahkan dinikmati makanannya," ujar Bu Laura--mama Alex ramah. Aisyah terdiam melihat hidangan yang t
Flashback Off ...."Dimas tolong bantu aku, perusahaan aku diambang kebangkrutan karena ikut investasi bodong." Pak Gani sangat memohon kepada sahabat karibnya itu, ia belum siap hidup miskin."Kamu ga usah khawatir aku akan bantu dan aku coba juga cari donatur dari perusahaan yang lebih besar," jawab Pak Dimas menenangkan sahabatnya itu."Aku rasa dari perusahaanmu sendiri sudah cukup jadi tidak perlu susah payah cari perusahaan lain.""Dengan kamu bagi hasil perusahaan ini dengan aku, itu sudah sangat cukup," lanjut Pak Gani.Dahi Pak Dimas mengernyit bingung. "Maksudnya bagaimana? Kamu mau aku membagikan hasil perusahaan ini kepada kamu?" tanyanya memastikan.Pak Gani mengangguk tanpa ada rasa bersalah. "Ayo lah kita kan sudah lama kenal, beberapa tahun lagi kita akan jadi besan, masa kamu ga mau menyerahkn sebagian penghasilan perusahaan ini kepada aku? Kamu tega lihat aku dan keluarga tidur di kolong jembatan?"Pak Dimas bersusah payah menahan amarahnya, ia tidak menyangka lelaki
Sesampainya di kontrakan Aisyah langsung masuk ke dalam kamar tidak lupa ia mengunci pintu kamarnya.Seperti ditusuk oleh beribu pisau, hatinya sangat sakit menerima fakta yang baru saja ia dengar.Ya, ia sangat bahagia ternyata ia pewaris tunggal dari Angkasa Group, ternyata selama ini kedua orang tuanya pengusaha sukses, namun ia sangat sedih mendengar penuturan yang keluar dari mulut Papa Alex dan ternyata Nenek juga sudah mengetahui semuanya."Arrgghh kenapa malah jadi rumit gini!" Aisyah menarik rambutnya frustasi."Mama .... Papa .... maaf karena Aisyah belum bisa jadi anak yang bisa kalian banggakan," ujarnya lirih, ia memegang dadanya yang terasa sesak, sekian tahun lamanya kenapa baru sekarang semuanya terbongkar? Kenapa orang-orang yang ia sayang tega menyakiti dirinya?"Buka pintunya Neng, Nenek bisa jelasin semuanya, tolong keluar Neng!" "Aisyah ingin sendiri dulu Nek!" balas Aisyah dari dalam. Saat ini ia tidak ingin bertemu dengan siapapun, ia tidak ingin menyakiti mer
Setelah beberapa hari Aisyah selalu menghindar dari mereka, akhirnya hari ini ia keluar kamar, meminta izin kepada Nenek untuk keluar sebentar."Nek Aisyah izin keluar dulu." Walaupun ia masih sangat kecewa, akan tetapi ia harus berpamitan agar sang Nenek tidak semakin khawatir dengannya."Mau kemana Neng?" tanya Nenek khawatir melihat mata cucunya yang masih bengkak karena terlalu lama menangis."Keluar, sebentar aja kok Nek," ujar Aisyah berusaha tersenyum meyakinkan.Alex beserta kedua orang tuanya masih tinggal di rumah Aisyah, mereka akan tetap disana sampai mendapatkan maaf dari Aisyah."Boleh tapi perginya sama Alex ya," pinta Nenek memohon, ia tidak ingin melepaskan Aisyah keluar seorang diri, ia takut terjadi sesuatu hal buruk."Tapi Nek ....""Sama Alex atau tetap di rumah!" sanggah Nenek tidak terbantahkan.Aisyah menarik napas, bagaimana ia bisa menenangkan diri kalau ditemani oleh Alex?"Iya Nek tapi itu pun kalau Alex ga keberatan," putus Aisyah akhirnya.Alex tersenyum,
"Terima kasih untuk hari ini, makasih karena kamu selalu ada untuk aku," ujar Aisyah kepada Alex saat mereka baru saja keluar dari sebuah restoran."Ga perlu bilang makasih, aku melakukan ini ikhlas dari hati dan aku berharap setelah ini kita bisa sama-sama lagi seperti dulu," ujar Alex penuh harap."Bolehkan aku panggil kamu Willi? Sama seperti dulu, aku cuma ingin kita bisa seperti dulu lagi, menghabiskan waktu bersama tanpa ada sedikitpun masalah yang terjadi.""Boleh Ica." Refleks Alex mencubit pipi Aisyah gemas."Eh maaf aku khilaf," lanjut Alex memperlihatkan deretan giginya ketika menyadari perlakuan yang baru saja ia lakukan.Hanna tersenyum manis, senyuman yang beberapa hari ini tidak terlihat."Nah gitu dong senyum lagi, aura kecantikannya semakin keluar," goda Alex membuat pipi Aisyah memerah."Ihh jangan gitu, nanti kalau aku baper kamu harus tanggung jawab!" Aisyah memukul pelan punggung Alex."Sekarang kita mau kemana lagi?" tanya Alex setelah menghidupkan mesin mobil."
"Kenapa pada natap aku seperti itu? Aku ada salah?" tanya Rani sedikit tidak nyaman dengan tatapan dari mereka."Kita cuma kaget aja tiba-tiba kamu langsung ngajakin Gus Zizan nikah," jawab Bagas mewakili yang lain."Emangnya ada yang salah? Bukannya setelah lamaran harus segera menikah?" tanya Rani lagi."Tidak ada yang salah tetapi perkataan kamu itu sangat sulit untuk dicerna," jawab Ivan, sedangkan Zizan dan kedua orang tuanya hanya bisa bungkam."Aku benar-benar ingin segera menikah dengan Gus Zizan, tenang saja aku akan tetap menyelesaikan sekolah aku," ujar Rani berusaha meyakinkan."Menurut kamu definisi menikah itu seperti apa?" tanya Zizan. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan tersebut. Orang tua serta sahabatnya sengaja keluar agar memberikan waktu untuk mereka berbicara empat mata."Menyatukan laki-laki dan perempuan di ikatan janji suci sehingga mereka hidup bersama serta diberikan keturunan yang soleh dan soleha."Zizan tersenyum, lalu berkata, "Menikah bukan hany
"Kenapa kalian diam? Tadi Abi dengar kalian sedang adu mulut bahkan terdengar hingga luar," tanya Abi.Diperjalanan ingin ke UKS melihat keadaan calon menantu, Abi dan Umi tidak sengaja mendengar suara seseorang yang terdengar seperti sedang adu mulut dan suara itu sangatlah mereka kenali, beruntung disekitaran sedang sepi jadi tidak ada santri yang mendengar, mereka mempercepat langkahnya agar segera sampai ke UKS.Sesampinya di dekat pintu UKS, mereka berhenti sejenak memastikan bahwa suara tersebut benar berasal dari dalam ruangan tersebut, mereka menghela napas dan perlahan masuk."Gapapa Abi, cuma sedikit kesalahpahaman saja," jawab Zizan akhirnya."Nak, di dalam suatu hubungan pasti selalu ada ujiannya apalagi sekarang kalian sedang berada di masa pertunangan yang sangat rawan akan cobaan, tetapi Abi selalu berharap agar kalian bisa melewati semua ujiannya bersama-sama dan menyelesaikannya dengan kepala dingin, jangan sampai ego kalian menghancurkan hubungan yang telah kalian ja
Rani terbangun lalu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.50, ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, ia harus segera ke Masjid sebelum teman asramanya datang biar mereka tidak curiga karena tidak melihat Rani di tempat tidur."Abi, Umi," sapa Rani ketika tidak segaja berpapasan dengan calon mertuanya tersebut."Bagaimana tidurnya nyenyak?" tanya Umi mengusap rambut Rani yang tertutup ketudung mocca tersebut."Nyenyak banget Umi," jawab Rani tersenyum mengembang."Kamu mau ke Masjid ya? Ayo kita bareng saja," ajak Abi, ia bahagia karena perlahan perempuan tersebut sudah bisa membiasakan dirinya di Pesantren dan terlihat Rani juga sudah rajin solat lima waktu, ia juga tidak pernah mendengar calon menantunya itu berbuat keributan."Maaf Abi tapi kayanya ga usah deh, Umi sama Abi duluan saja, Rani sungkan jika nanti ada santri yang lihat, bisa berpikiran macam-macam mereka karena aku dekat dengan kalian padahal notabenya aku santri baru di sini," jelas R
Jam sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB Rani bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Zizan, ia berjalan sepelan mungkin agar tidak mengganggu para temannya yang sudah memejamkan mata."Kamu mau kemana?" tanya Najwa yang terlihat sudah berdiri dari tempat tidur.Rani membalikkan badannya, ia tersenyum gugup. "Eh kamu mau ngapain?" tanya Rani balik bertanya."Seharusnya aku yang tanya kamu mau kemana? Kok kaya mencurigakan gitu?" tanya Najwa dengan mata memicing. "Ayo jujur kamu mau kemana? Apa mau kabur?""Ihh kamu ini suudzon mulu, aku mau ke dapur ambil minum," jawab Rani gugup."Kamu mau kemana?" tanya Rani masih penasaran kenapa perempuan itu terbangun."Aku mau ke toilet," jawab Najwa."Oh ya udah aku pergi dulu ya, kebetulan stok minum aku udah habis," ujar Rani beralasan, ia yakin kali ini alasannya sedikit meyakinkan."Jangan lama-lama biasanya nanti ustadzah datang untuk melihat para santri, bisa bahaya kalau kamu ga ada di asrama," ujar Najwa, benar saja terkadang ustadzah
"Tidak baik marahan terlalu lama," ujar Umi membuyarkan lamunan Rani."Eh Umi," ujarnya tidak lupa mencium tangan yang hampir keriput tersebut."Kenapa? Sini cerita sama Umi, apa Zizan menyakiti perasaanmu sehingga kalian marahan seperti ini?""Engga kok Umi, Gus Zizan ga pernah menyakiti aku tapi hanya saja aku butuh waktu untuk mencerna semua yang terjadi, jujur aku sedikit merasa tersindir dengan kajian Zizan tadi Subuh, aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar tapi aku belum bisa untuk melupakannya begitu saja.""Umi paham bagaimana perasaanmu dan Umi percaya perlahan kamu akan bisa terbiasa dengan Zizan, kalian hanya kurang komunikasi saja makanya masih terlihat canggung dan untuk masalah pacar kamu yang di kota, sekarang kamu masih berkabar tidak dengannya?"Rani menggeleng, ia tidak tahu bagaimana kabar lelaki tersebut, bahkan Fero sepertinya tidak punya niatan untuk mencari keberadaan dirinya."Sebaiknya kamu solat istikharah minta petunjuk kepada Allah karena tempat yang
"Rani bangun, kita solat subuh dulu yuk," ujar Nada membangunkan perempuan yang baru saja menjadi sahabatnya itu."Bentar lagi Nad," ujar Rani dengan mata yang masih terpejam, ia baru saja bisa tidur tetapi malah dibangunkan oleh Nada."Ini udah masuk waktu subuh Ran, ayo kita ke musholla, nanti telat loh," ujarnya memaksa perempuan itu untuk bangun.Rani duduk, ia bersusah payah membuka matanya. "Emangnya harus banget ya kita solat Subuh berjamaah? Apa ga bisa nanti aja? Aku masih ngantuk," tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.Nada menghela napas, ia harus memperluas kesabarannya menghadapi perempuan dihadapannya ini."Kita sebagai umat muslim harus segera melaksanakan solat lima waktu terutama solat Subuh karena banyak keistimewaan dan manfaatnya.Dalam sebuah Hadis riwayat Ibnu Majah dan Thabrani mengatakan barang siapa salat subuh berjamaah, maka dia dalam perlindungan Allah. Selain itu kita juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, pahala tersebut tidak hanya di
"Kamu ngapain di sini? Kenapa ga istirahat aja di kamar? Kamu pasti masih capek kan?" Zizan menghampiri Rani yang tengah duduk melamun di taman."Gapapa, aku cuma pengen lihat pemandangan di sini," ujar Rani, sebenarnya badannya sangat pegal apalagi setelah ia memaksa berbaring di tempat tidur, namun ia tidak mungkin jujur dengan Zizan, takut lelaki itu tersinggung."Kamu pasti tidak nyaman kan tinggal di asrama?" "Aku tahu asrama di sini sangat jauh berbeda dengan kamar kamu dan aku juga tahu kalau kamu tidak bisa tidur tanpa AC dan tidak bisa tidur di keramaian sedangkan di asrama kamu harus tidur bersama para santri," jelas Zizan.Rani menghela napas. "Mau bagaimana lagi, ini juga sudah menjadi keputusan aku, nyaman ga nyaman, betah ga betah harus aku jalani juga, ga mungkin aku pulang, bisa di coret nama aku dari kartu keluarga.""Kamu bisa tinggal di rumah, keberulan masih ada kamar kosong dan juga sudah ada AC, kamarnya juga lumayan besar walaupun tidak sebesar kamar kamu.""Ga
Zizan memasangkan cincin di jari manis Rani, begitu juga dengan Rani, perempuan itu memasangkan cincin di jari manis Zizan.Kedua orang tua mereka serta sahabat Zizan bersorak gembira, sekarang Rani dan Zizan sudah terikat dan tinggal selangkah lagi menuju jenjang pernikahan."Selamat ya, sekarang kalian sudah resmi bertunangan, semoga kalian bisa melewati semua cobaan dan ujian yang terjadi menjelang pernikahan, apapun yang terjadi jangan pernah leapaskan cincin itu dari jari manis kalian, jangan pernah sesekali ingin membatalkan pertunangan ini dan semoga saja kalian berjodoh dan dimudahkan segara urusan pernikahan kalian," ujar Abi memberikan nasihat.Rani terdiam, ia tidak menyangka akan secepat ini terikt dengan seorang lelaki, walaupun hanya pertunangan tapi secepatnya ia juga akan menikah, apa keputusannya ini sudah tepat? Apa ia sanggup menjalani pertunangan ini dengan lelaki yang baru ia kenal? Bagaimana hubungannya dengan Fero? Bagaimana jika pacarnya mengetahui semua ini?E
Rani berjalan menuju kelas dengan tidak semangat, hari ini adalah hari terakhir ia menginjakkan kaki di sekolah ini dan hari ini juga ia akan melangsungkan taaruf dengan Zizan, ia sangat dilema, ia tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya ke depan."Lah tumben nih sekolah masih sepi?" tanya Rani heran ia mengambil gawainya untuk memastikan bahwa jam tangannya tidak salah."Sudah jam 07:15 tapi kok masih sepi? Kemana warga sekolah ini? Nala dan Fero juga ga kelihatan batang hidungnya," ujar Rani berdecak.Ia membuka aplikasi berlogo hijau tersebut untuk melihat info grup kelas maupun sekolah tetapi semuanya sepi, tidak ada satupun chat yang masuk."Pada kemana sih orangnya? Padahal parkiran sudah penuh loh," ujarnya sangat penasaran, baru kali ini sekolahnya menjadi semenyeramkan ini, semua orang seperti menghilang ditelan bumi."Heh ada apa?" tanya Rani ketika melihat seorang adik kelas berlari menuju lapangan."Anu kak, Kak Nala dan Kak Angel bertengkar di lapangan, katanya keadaa