Pamela tersenyum geli sambil mengaduk smoothies stoberi miliknya. “Rupanya aku memang ada dipikiran Bapak. Seneng deh berasa di anggap penting!” Pamela terbatuk-batuk kemudian. Dengan sengaja. Sementara itu Berlian yang melihat ayahnya keki dan membuang muka terkekeh. “Papa kenapa sih sama Tante Pamela ribut terus. Sama mama enggak marah-marah, sama bibi Asih enggak. Papa kenapa?” tanyanya dengan suara yang menyerupai bisikan. “Papa takut jatuh cinta lagi?” Ace nyaris menyemburkan kopi yang baru ia seruput.“Kamu tidak tahu persoalan apa yang terjadi saat jatuh cinta, Berlian. Jadi makanlah! Tidak perlu menanyakan hal itu pada papa.” Berlian menatapnya dengan senyum menyelidik. “Kata om Ar, jatuh cinta bikin papa awet muda dan aku mau papa awet muda terus!”Pamela mulai mengeluarkan suara tawa tertahan yang berubah menjadi tawa lepas saat Ace terlihat kelabakan menjawab permintaan putrinya.“Kepalaku pusing,” ledek Pamela di sela tawanya. “Nggak bisa ini, nggak bisa terus egois beg
Pamela memastikan Berlian sudah jatuh dalam mimpi sebelum menyingkirkan lengan Berlian yang memeluk perutnya dengan hati-hati. Dengan kondisi setengah mengangkat tubuhnya dari ranjang, dia melirik Ace yang menutup wajahnya dengan lengan.‘Bagus sekali malam ini. Tidur bersama duda dan putri seperti aku ini seorang istri sesungguhnya. Pantas saja bibi Asih suka ngaku jadi istri bayangan. Begini ceritanya? Ngeri...’Pamela berdiri dengan susah payah seraya menaruh guling sebagai pembatas tempat tidur agar Berlian tak terjatuh.‘Jam bebas. Akhirnya.’ Pamela ingin berseru dengan lepas sambil berjingkrak-jingkrak kalau perlu. Namun dia terlampau cemas dengan apa yang tiba-tiba menghangat di dalam celana dalamnya. ‘Apa jangan-jangan aku datang bulan?’ Pamela memastikan Ace dan Berlian sudah lelap sebelum pergi ke kamarnya dengan langkah seringan mungkin.Pamela menutup setengah pintu kamarnya seraya menyusupkan tangannya ke dalam gaun merah muda yang terasa lengket. Ia menarik turun celana
Pamela ragu. Sang benak memintanya untuk berbalik arah dan menyudahi pertengkaran mereka dengan beristirahat di kamar masing-masing dan bertemu di pagi yang lebih akur daripada harus menyusuri tepi pantai semalam itu.Pamela ngeri dengan kedatangan begal atau yang lebih parah orang suruhan Damian yang mendeteksi keberadaannya. Namun, seolah tersihir oleh energi yang terpancar dari tubuh Ace. Pamela tidak bisa memerintahkan mulutnya berkata atau memerintahkan kakinya untuk segera melakukan apa yang diperintahkan sang benak. Pamela menghentikan langkahnya ketika Ace berhenti di antara kapal jukung yang berlabuh di bibir pantai.Ace berbalik, menyorot Pamela dengan matanya yang rapuh. “Aku terlalu sering mengalami kehilangan tanpa persiapan. Itu menyakitkan dan membingungkan, Mel.”Pamela kebingungan dalam menjawab curahan hatinya. Namun, selagi Ace tidak peduli ia merespon atau tidak. Pamela menyimpulkan Ace hanya ingin membagi risau yang mendasari kemarahannya sekaligus memberi infor
Pamela mengurai tangannya yang melingkari leher Ace setelah ia menurunkannya di depan penginapan. Dangan kondisi kelelahan yang luar biasa dan napas pendek-pendek, Ace buru-buru membuka pintu resor sebelum terseok-seok ke sofa dan menjatuhkan diri di sana.Pamela menyunggingkan senyum dengan lepas sembari menutup pintu dan menguncinya. “Bapak nggak papa?” godanya. Nyengir. Ace tidak tahu harus memaki atau semringah setelah mengalami hal yang begitu konyol saat di kejar-kejar anjing di pagi buta dengan Pamela yang berada digendongnya.Ace menyeka peluh yang mengalir di pelipisnya. Suhu tubuhnya memanas dan basah oleh keringat.Ace menatap Pamela dengan tatapan tidak suka. “Kamu pikir berat badanmu seperti Berlian?” tuturnya dengan kondisi tenggorokannya kering. “Kalo kamu ingin berterima kasih. Harusnya kamu sudah mengambil segelas air untukku. Baju gantiku, handuk dan minimal memijat kakiku!”Sesudah Ace meluapkan imbal balik yang perlu Pamela lakukan, dia memejamkan mata sambil m
Segalanya teramat berarti ketika yang berarti telah pergi. Dan di luar kepedihan yang begitu mendalam, menjalani hari-hari tanpa adanya yang berarti adalah yang terberat.Ace sudah menghabiskan waktu terberatnya di rumah sakit jiwa. Mendatangi psikolog, menjalani terapi dan mengulangi lagi. Walau kesekian kalinya hidup dalam penyangkalan memberinya rasa aman termasuk menanggapi kehadiran Pamela. Karenanya mengacaukan irama kehidupannya yang sudah lama berjalan dengan tenang.-“Papa... Tante... Papa... Tante...” Berlian menggoyangkan bahu Ace dan Pamela bergantian ketika matahari pagi merekah dari balik awan.“Ya ampun, kukuruyukkk... kukuruyukkk... Ayam sudah bangun. Papa, Tante... Bangun dong!” Berlian berkokok berulangkali sampai dia kesal sendiri melihat kedua manusia dewasa tidak kunjung bangkit dari mimpi.Berlian mendekati wajah Ace. Dia menarik hidung mancung ayahnya sampai Ace gelagapan. Tangannya menggapai-gapai udara sebelum mendelik menatap Berlian yang terkekeh kecil. Ac
Jakarta. Setelah Karmen mencuri hp, dompet, paspor dan flashdisk dari tas Pamela. Meninggalkan Damian dalam ikatan shibari di tembok apartemennya.-Damian tidak bisa menggerakkan tangannya dan kakinya. Pengelihatannya berkunang-kunang. Kepalanya terasa pening. Mulutnya terlihat kering. Perutnya perih.Damian berusaha membuka matanya yang sukar terbuka sambil menarik-narik tangannya dari sesuatu yang memancing keingintahuannya. Tapi perlahan-lahan dia ingat sesuatu. Terasa masih segar di benaknya walau mabuk kepayang dan mabuk beneran.Muncul kesenangan dan harapan-harapan manis dan panas bersama si seksi, Karmen Fernandes. Damian tersenyum bergairah, kontrol di tubuhnya aus. Dia mencoba memberontak dari ikatan tangan dan kakinya. Meski ia tahu kemungkinan untuk terlepas dari borgol shibari tidak mungkin begitu saja. Damian berteriak. Gerakannya terlalu intensif dan kuat hingga menyakiti pergelangan tangan dan kakinya sendiri. “Karmen...” “Karmen...” Damian memanggilnya dengan ti
Clary yang perasa memang tidak salah. Firasatnya tidak kaleng-kaleng seperti kaleng rombeng. Kecurigaannya pada lembar cuti yang disahkan oleh Damian tidak serta merta menghapuskan segala monolog panjang dalam pergulatan pemikiran yang keluar masuk di hari-hari paska pernikahan Miranti selesai. Kembalinya tamu undangan ke Jakarta dan nyemplung di perusahaan yang sama membuatnya heran terheran-heran mengapa Pamela mengajukan cuti secepat itu. Wong, jika di telaah lebih baik, Pamela itu sudah mendatangi formulir lembur selama dua Minggu untuk menambah ragat menikah bersamanya.Dan kini keingintahuannya akan menemukan jawabannya saat Damian meminta secangkir kopi untuk lembur dari pantry sore itu. Clary mencegat mbak-mbak office girls di samping ruang kerja Damian dengan cara ganjil. Ia mengedipkan sebelah matanya.“Aku saja, Mbak. Mbak bisa istirahat!” Jelas saja mbak-mbak office girls senang bukan main, secuil tugas mengantar kopi pada orang menyebalkan seperti Damian tersingkirkan.
Jakarta yang sejuk. Mungkin habis hujan menerjang bumi dengan kapasitas tinggi seakan-akan mewakili tangis kegelisahan tiga manusia yang terjebak dalam kemacetan panjang arus lalu lintas yang diubah untuk menghindari beberapa wilayah yang terdampak langganan banjir dari arah Jakarta selatan ke Jakarta barat.Antoni memukul setir meski wajahnya tenang. Dan Clary blingsatan. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, duduknya terlihat gelisah, wajahnya was-was, dan jika tidak ada sabuk pengaman dan mobil terkunci yang membelenggunya mungkin gadis itu memilih keluar dan berlari...Memburu Damian agaknya seperti berlomba-lomba mencari waktu yang tepat untuk menyergap mangsa. Ketepatan waktu harus diperhatikan baik-baik. Meleng sedikit, mangsa minggat. Kesibukan pria itu melebihipegawai kantoran pada umumnya karena baginya kerja adalah kompetisi yang ketat demi kedudukan yang mentereng di perusahaan. “Om coba deh telepon Damian. Iseng-iseng tanya gitu dia di mana sekarang.” Anang Brotoseno m