Home / Romansa / Disayang Duda Kaya / 4 - PERHATIAN BANYU

Share

4 - PERHATIAN BANYU

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Banyu sudah siap dengan baju santainya untuk mengecek kondisi bengkel. Hari Sabtu seperti ini bengkel pasti lebih sibuk dari biasanya. Kebanyakan dari orang-orang pasti memanfaatkan hari Sabtu sebagai alternatif untuk memperbaiki kendaraan atau hanya sekedar melakukan servis bulanan.

Banyu mengerti bahwa Dimas begitu mencemaskan hari Sabtu, apalagi kedatangan konsumen yang mungkin sangat penting. Tapi, meninggalkan hal itu dan mempercayakannya saja pada montir-montir handal yang dimiliki oleh bengkel juga tak akan masalah. Lagipula sepengelamannya dulu, mengantri dokter tak akan lama. Apalagi jika sudah mendaftar sebelumnya dan datang di waktu yang disarankan oleh bagian pendaftaran.

Baru beberapa langkah menuruni anak tangga, matanya sudah tertuju pada Lila dan Mbok Saimah yang duduk di kursi makan. Pikirannya yang tak henti memikirkan nasib Lila disambut dengan penampakan Mbok Saimah yang dengan sabar mengusap pelan bahu Lila. Perempuan kecil bagi Banyu itu terlihat masih menangis tergugu.

“Sudahlah, Nduk. Ora po-po. Mbok anter yo?” ucap Mbok Saimah yang sesekali mengusap pipi Lila. Lila hanya menggeleng.

Perempuan itu pasti masih sangat terkejut karena tindakan Dimas. Begitu pikir Banyu. langkahnya yang semula ingin pergi begitu saja, berbalik arah menuju tempat Lila duduk.

“Mas Dimas pasti gak akan pernah anter Lila, Mbok. Kenapa Mas Dimas jahat? Apa dia gak sayang Lila? Gak sayang anak Lila?” ucap Lila sambil sesekali terisak dan nampak kesusahan bernafas..

Husstt.. Lila. Ndak pareng nduk ngomong ngono. kalau malaikat lewat terus diamini, piye? Wes, toh. Mbok temani ya,” ucap Mbok Saimah dengan ekspresif sambil terus mengusap lembut punggung Lila.

Percakapan itu sedikit banyak dimengerti Banyu. Membuat Pria yang menginjak usia hampir tiga puluh tahun itu tersenyum tipis karena logat Mbok Saimah yang begitu kental dan juga penyampaiannya yang ekspresif.

“La?” panggil Banyu yang kini sudah berada tepat di belakang Mbok Saimah dan Lila.

Mbok Saimah segera berdiri dari tempatnya duduk. Begitu juga Lila yang akan berdiri sambil mengusap kedua matanya yang begitu merah.

“Duduk aja,” ucap Banyu sambil membantu Lila untuk duduk kembali. “Mbok, saya mau teh hangat. Boleh minta tolong dibikinkan?” pinta Banyu yang sengaja agar Mbok Saimah memberikan ruang untuk dirinya dan Lila berbicara.

“Boleh, Mas. Saya permisi,” ucap Mbok Saimah berlalu pergi dengan sopan.

“Maaf ya, Mas. Aku bikin keributan, bahkan sampai ngerusak barang Ibu. nanti aku ganti, Mas. Aku tahu tempat belinya,” ucap Lila sambil menunduk dalam hingga Banyu tidak bisa melihat wajah gadis kecil yang ia rindukan setelah bertahun-tahun hidup di luar negeri.

“Barang itu gak masalah, La. Yang penting kamu. Kamu gak apa-apa kan?”

Lila hanya mengangguk saja. Ia kembali terisak mengingat kejadian tadi pagi. Perasaan kecewa dan malu mendominasi dalam dirinya. Lila masih tak habis pikir kenapa suaminya begitu tega melakukan hal seperti tadi pagi. Ada atau tidak ada orang lain, harusnya suaminya tak perlu sekasar itu.

“Jadi hari ini jadwalmu kontrol kandungan?”

Lila mengangguk samar. Ia tak yakin harus menjawab apa, karena masalah itu terlalu pribadi, tapi seolah seisi dunia tahu permasalahan rumah tangganya. Lila malu.

“Aku anter ya? Hari ini Dimas sepertinya ada pekerjaan mendadak yang memang gak bisa ditinggal. Makanya dia gak bisa anter. Kalau ini jadwal kontrol, berarti harusnya gak boleh dilewatin kan? Ayo, aku temani.”

Lila lagi-lagi menggeleng, ia merasa tak nyaman dengan penawaran Banyu. Bukan tawaran Banyu yang ia harapkan, tapi kehadiran suaminya. Perasaannya sudah enggan, bahkan memikirkan bayi di dalam kandungannya saja Lila sudah tidak mau lagi.

Suaminya yang tiba-tiba berubah kasar saat hormon kehamilan begitu mempengaruhi Lila. Membuat Lila menanggung banyak beban pikiran. Apa sebenarnya yang terjadi hingga pria yang begitu dicintai dan keluarga satu-satunya yang ia miliki bisa berubah dalam sekejap mata. Mana sikap suaminya yang begitu peduli dan menyayanginya?

“Usia kandunganmu sudah berapa minggu?”

“Memang Mas Banyu ngerti? Memang kenapa tanya-tanya itu,” celetuk Lila dengan berani.

Banyu tertawa kecil melihat Lila yang ternyata tak berubah jika sudah berhadapan dengan dirinya. Ia kira Lilanya sudah berubah.

“Tadi aku gak sengaja denger La, kamu belum pernah USG. Sudah berapa minggu sampai kamu belum pernah USG? Kamu gak mau lihat bagaimana bayimu? Mirip Kamu atau Dimas?”

“Mas gak ngerti!” hanya itu yang diucapkan Lila yang kemudian kembali menangis. Air matanya deras mengalir.

Banyu tahu itu menyakitkan untuk Lila. Tapi melihat bagaimana Lila merespon dirinya, mengingatkannya pada masa lalunya. Bagaimana mantan istrinya yang sangat mudah menangis dan sensitif jika diberi pertanyaan yang sudah jelas jawabannya.

Banyu tersenyum tipis. Tanpa sadar tangannya sudah mengusap pelan air mata di pipi Lila. Banyu baru tersadar apa yang dilakukannya saat kulitnya menyentuh pipi Lila yang halus. Banyu cepat-cepat menarik tangannya sebelum Lila sadar dan menganggap dirinya kurang ajar.

‘Sadar Banyu! Dia sudah punya suami! Jangan jadi pebinor, gak elit!’ pikir Banyu.

Pria di akhir dua puluh itu menghela nafas berat sebelum akhirnya membuka kembali bibirnya.

“Usia kandunganmu sudah terlalu besar Lila. Kamu harus USG, gak cuma buat tahu apa dia laki-laki atau perempuan. Kamu harus tahu juga kalau dia sehat di dalam sana. Aku bikinin janji sama temenku. Ibunya punya rumah sakit bersalin di kota. Jadi kita bisa cek lengkap,” ucap Banyu yang kemudian beranjak sambil mengotak-atik ponsel di tangannya.

“Mas–” Lila mencekal tangan Banyu yang akan pergi dari hadapannya.

Banyu berhenti sambil memandang Lila dengan lembut.

“Gak perlu. Aku mau ke puskesmas aja, senin. Mas Banyu pasti juga sibuk kan? Mas juga mau ke bengkel kan?”

Banyu berlutut karena ingin menyamakan tingginya dengan Lila. Pria menggenggam tangan Lila sambil terus memandangi perempuan itu dengan lembut.

“Iya, aku perlu ke bengkel. Tapi gak harus sekarang. Nanti juga bisa.”

‘Tuhan, kenapa gak suamiku yang seperti ini? Kenapa harus majikanku yang peduli sama aku?’ ucap Lila dalam hati sambil menatap dalam Banyu. Matanya kembali berkaca-kaca. Lila tahu bahwa apa yang dikatakan suaminya benar, ia terlalu cengeng sekarang. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia tidak bisa mengontrol hormon kehamilannya.

Lila menarik tangannya yang semenjak tadi terasa nyaman di genggam Banyu. Banyu memang terlihat datar, tapi hatinya sedikit kecewa ketika Lila tak lagi berada di genggamannya.

“Aku nanti minta tolong Pak Marno buat antar saja, Mas.”

“Gak perlu, nanti kita berangkat rame-rame. Mbok Saimah ikut juga. Nanti Setelah antar kamu ke dokter, aku turun di bengkel. Nanti kamu, Mbok Saimah, Pak Marno boleh jalan-jalan dulu di kota. Gimana?”

“Gak perlu Mas–”

Ojo kaku-kaku toh, Nduk. Jalan-jalan sekali-sekali kan yo ora opo-opo. Iya kan, Mas? Represing! Iyo toh, Mas?” ucap Mbok Saimah dengan jenaka sambil menaruh baki berisi teh ke hadapan Banyu.

“Iya, Mbok. Lila ini memang kaku,” seru Banyu sambil terkekeh.

“Iyo, memang Mas. Susah dikasih taunya. Lemesin toh, Nduk!” ucap Mbok Saimah yang semakin membuat Banyu tertawa lebar.

“Udah, Mbok sama Lila siap-siap dulu. Nanti biar saya yang bilang sama Pak Marno,” ucap Banyu yang kemudian meneguk teh hangat yang dibuat Mbok Saimah.

Seneng ngene iki si Marno. Jalan-jalan. Duh, nganggo klambi opo yo? Ayo La, ganti dulu!” ucap Mbok Saimah sambil berlalu begitu saja. Membuat Banyu kembali tersenyum mendengar celoteh Mbok Saimah. Beliau begitu ramah dan tidak canggung membuat Banyu banyak bersyukur karena Lila di temani oleh orang yang seumuran ibunya dan terlihat mendukung Lila.

***

Related chapters

  • Disayang Duda Kaya   5 - MATA YANG TERNODAI

    Banyu memandang Lila yang terus saja menatap kertas dengan latar hitam dan seorang bayi kecil dengan lekuk tubuh yang jelas. Melihat muka bayi itu, Banyu yakin anak Lila memiliki paras yang sama dengan Lila. Ia jadi tak sabar melihat Lila versi mini.Setelah berkendara kurang lebih lima menit, Banyu sudah sampai di bengkel cabang miliknya. Lila yang semula memandangi foto USG anaknya, kini beralih melihat sebuah bangunan luas dengan banyak kendaraan terparkir di sana.Ada beberapa drum juga alat-alat yang tak Lila ketahui namanya. Bengkel itu nampak ramai. Jadi wajar saja jika suaminya tak mau menemaninya hari ini. Lila jadi berpikir, apakah keterlaluan jika menginginkan suaminya memberi waktu untuk dirinya dan bayinya bersama. Rasanya sudah cukup lama Dimas tak mengajaknya berjalan-jalan. Apalagi beberapa bulan terakhir semenjak Lila dinyatakan hamil.Melihat keadaan bengkel yang cukup ramai membuat Lila bisa memaklumi bahwa suaminya tak bisa menemaninya. Mungkin juga suaminya berbua

  • Disayang Duda Kaya   6 - TELINGA BANYU

    Banyu masuk ke dalam rumah dengan memijat tengkuknya. Rasanya pegal menghampiri sekujur tubuhnya. Seharian ini, banyak sekali yang ia temukan di bengkel cabang yang baru berdiri kurang lebih satu tahun.Selain menemukan benda terlarang di luar nalar saat membuka laci, Banyu juga menemukan banyak kejanggalan antara data gudang dan data yang dilaporkan padanya setiap bulannya. Banyu harus mengecek satu persatu data yang ada dan itu memakan banyak waktu. Terlalu sibuk membuatnya melupakan makan siang dan kini ia begitu lapar.Baru saja Banyu akan melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai dua, namun langkahnya terhenti saat mendapati Lila sedang memasak sesuatu di dapur. Aroma masakan yang menggugah selera membuat perut banyu semakin keroncongan. Bagai pucuk dicinta, ulam pun tiba, Banyu merasa kerja kerasnya hari ini berbuah manis hanya dengan aroma masakan Lila yang menggugah selera.Ia segera melangkah menghampiri Lila. Senyuman tersungging di wajahnya saat melihat Lil

  • Disayang Duda Kaya   7 - GULAT

    Bagai mendapat oase di padang pasir, Banyu merasa lega melihat Saimah dan Marno kini tengah memakan singkong goreng di pos jaga. Pria itu merasa terselamatkan karena ada orang lain yang bisa membuatnya mengalihkan perhatian dari suara desahan yang sudah mengkontaminasi otaknya. Mereka terlihat bercengkrama hangat sambil tertawa-tawa kecil. Entah obrolan apa yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka, tapi renyah tawa Saimah dan Marno membuat Banyu ingin ikut mengobrol dengan para pekerja vilanya yang diketahui Banyu baru bekerja tiga tahun di vila miliknya. “Mbok, Pak,” sapa Banyu yang selanjutnya duduk di samping Saimah tanpa ragu. “Lho, Mas banyu. Ada apa? Butuh Apa?” tanya Mbok Saimah sigap. “Butuh temen ngobrol, Mbok. Di dalem panas,” ucap Banyu dengan tangan yang sudah mencomot sepotong singkong goreng di tangannya. “Panas? Kenapa Mas? Ooh.. do berantem yo, Mas?” tanya Mbok Saimah dengan mengerlingkan mata malas. “Gulat, Mbok.” “Lho! Kok gak dipisah toh? Piye sih, Mas Ba

  • Disayang Duda Kaya   8 - DILEMA

    Dokter keluar dari ruangan dengan senyum tipis di wajahnya. Setidaknya Banyu bisa menghirup nafas lega. Melihat darah yang mengalir di kaki Lila cukup membuatnya syok. Dulu saat mantan istrinya hamil dan berhubungan, Banyu tidak pernah mendapati istrinya mengalami kejadian seperti Lila. Mungkin kondisi khusus membuat Lila menjadi pendarahan. ‘Sebenarnya mereka ngelakuinnya gimana sih, mana tadi kedengeran semangat banget!’ rutuk Banyu yang terngiang suara saat ia berada di dapur sebelum akhirnya ia kabur. “Tenang saja, Pak. Kondisi Ibu dan Bayinya baik-baik saja. Saran saya mainnya pelan saja, jangan terlalu bersemangat. Besok pagi saya jadwalkan langsung ke dokter kandungan di sini agar bisa di cek lengkap. Untuk Sementara biar istri bapak istirahat terlebih dahulu,” ucap Dokter sambil menepuk pundak Banyu. Mendengar pernyataan itu, Banyu merasa malu. Bukan dia yang berulah, kenapa dia yang harus menanggung perasaan malu karena sudah melakukan hubungan intim dengan semangat. “Te

  • Disayang Duda Kaya   9 - PERCAYA?

    Banyu yang semenjak tadi hanya memandangi Laptop di meja kerjanya dengan kosong. Dia bahkan tak sadar bahwa laptop itu sudah kehabisan daya. Suara telepon membuat Banyu akhirnya bisa kembali ke dalam kesadarannya. Nama Ibu terpampang jelas dalam benda pipih di genggaman Banyu. Sebuah panggilan video yang tak bisa Banyu tolak. Baru saja ia memencet tombol hijau, wajah ibunya sudah memenuhi seluruh layarnya dengan wajah kesal. “Ibu! Pasti telepon sambil tiduran,” ucap Banyu dengan kesal karena terkejut dengan wajah Ibunya yang terpampang dalam satu layar penuh. “Suka-suka Ibu! Kamu ya Banyu, dari hari jum’at sampai hari ini gak bisa apa kirimin ibu pesan singkat kalau sudah sampai,” Omel Diani kepada anak sulungnya. “Kan jelas, Bu. Banyu sudah sampai kalau gak ngabari Ibu. Kalau ngabarin Ibu berarti Banyu ada apa-apa,” jawab Banyu acuh. “Omongan kamu, bisa tolong dijaga ya Banyu Ocean anaknya Bapak Samudera! Enak aja kalau ngomong. Ingat ya, gimana kalau ada malaikat lewat terus m

  • Disayang Duda Kaya   10 - GHOSTING

    Banyu sudah berganti setelan rumahan saat ia turun untuk makan malam. Ia tidak melihat Lila tapi melihat Saimah tengah mempersiapkan piring di atas meja makan. “Mbok, temenin saya makan ya?” pertanyaan Banyu membuat Saimah terdiam sejenak. “Nanti aja, Mas. saya biasanya makan terakhir. Kalau malam,” jawab Saimah. Wanita paruh baya itu tak berbohong. Bahkan saat tak ada Banyu, ia selalu makan setelah semua orang di dalam rumah sudah makan. Saimah terbiasa melakukan itu. Hatinya tidak akan tenang jika yang lain belum makan terlebih dahulu. “Udah Mbok duduk aja!” pinta Banyu yang kemudian berlarian menuju dapur dan mengambil satu piring dan sendok juga garpu. Banyu meletakkan itu di depan Saimah dengan lebar. Selanjutnya pria itu mengambil nasi dan juga mempersilahkan Mbok Saimah untuk mengambil nasi dan juga lauk pauk. “Saya gak enak lho, Mas. Masa makan begini sama majikan,” ucap Mbok Saimah dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tak menyangka bahwa tuan mudanya begitu baik. Tidak me

  • Disayang Duda Kaya   11 - MEREBUT LILA

    Bengkel memang tidak ada hari libur, para pekerjanya mengambil hari libur bergantian dan. Begitu juga bos pemilik bengkel yang memilih hari Rabu sebagai hari istirahatnya. Pria itu memilih untuk duduk di halaman depan rumahnya dengan pemandangan Lila yang sedang menyiram berbagai tanaman buah yang tumbuh subur di halaman depan vila megah miliknya..Sama halnya dengan Banyu yang hanya menatap Lila dari kejauhan, Lila juga mengabaikan keberadaan Banyu. Wanita itu asyik mengamati bunga yang mekar, juga sesekali mengambil daun yang telah layu. Seolah tak terganggu dengan keberadaan Banyu, wanita itu terus saja beraktifitas.Sambil menyesap kopinya, Banyu terus menatap Lila. Ia bisa menatap Lila sesukanya karena suami Lila yang sangat hobi menghilang sedang bekerja. Banyu tahu apa yang dilakukannya sangat tidak boleh dilakukan. Tapi, matanya tidak bisa beralih menat

  • Disayang Duda Kaya   12 - SEBATAS SUKA

    Lila memandangi ponselnya. Ponsel bekas yang dibelikan oleh suaminya beberapa tahun lalu. Lila yang memiliki uang untuk mengganti ponselnya, tidak berniat membeli lagi ponsel yang baru dengan fitur canggih. Bagi Lila, ponsel pemberian dari suaminya ini sangat berharga. Lagi pula ia juga menggunakan ponsel seperlunya saja. Jadi untuk apa menggantinya?Setelah merapikan beberapa bagian rumah, wanita itu duduk bersandar untuk mengistirahatkan punggungnya yang terasa nyeri. Tangannya dengan cantik menekan-nekan layar ponselnya.Tangannya berhenti setelah layar ponselnya menunjukkan situs jual beli online dengan pakaian bayi yang berjajar apik di layar ponsel miliknya. Lila yang baru saja tahu tentang situs jual beli online dari Saimah, kini memandangi baju bayi yang bermacam-macam rupa dengan variasi harga yang tentunya berbeda-beda. Ia tertarik dengan set baju bay

Latest chapter

  • Disayang Duda Kaya   FINAL CHAPTER - SHEENA - SHANA SPECIAL CHAPTER 3

    Sepuluh Tahun KemudianPerempuan berusia tiga puluh dua tahun itu tampak cantik dengan balutan gaun pesta berwarna merah yang menawan. Rambutnya yang panjang tergerai indah. Penampilannya jelas membuat mata pria manapun menatapnya dengan penuh minat. Muda dan Tua, semuanya menatap wanita bernama Shana Rose Adnan itu dengan tatapan kagum.“Nah ini, anak kami paling bungsu. nantinya Shana yang akan ikut mengembangkan bisnis di bidang ini. Dia lulusan Universitas Teknologi Rhein-Westfalen Aachen,” ucap Banyu bangga pada kolega bisnisnya.“Luar biasa, Jerman! Ich freue mich auf die Zusammenarbeit mit Ihnen,” ucap salah seorang kolega Banyu sambil mengulurkan tangannya.Shana pun tersenyum dan membalas jabat tangan itu. “Ja, ich bin auch gespannt darauf. Lasst uns zusammenarbeiten und Großartiges erreichen!”“Anakmu Luar biasa, Banyu,” puji pria yang lain.Dipuji terus menerus membuat Banyu selalu tersenyum. Ia sangat senang, meskipun seorang wanita, anak perempuannya bisa menunjukkan pad

  • Disayang Duda Kaya   SHEENA - SHANA SPECIAL CHAPTER 2

    Sheena lebih banyak diam setelah kedatangan Rain waktu itu. Ia bahkan lebih banyak mengurung dirinya di kamar. Seperti saat ini, ia lebih memilih untuk duduk dan menatap foto bersama kembarannya ketika kecil. Tak lama, ia memilih untuk menutup foto itu dan membenamkan wajahnya di lututnya yang sudah merapat.“Shen, Lo ngapain?” tanya Shana yang baru saja membuka pintu kamar Sheena tanpa permisi.Sheena tak menjawab. Wanita itu hanya diam, sama sekali tak bersuara.“Shen, Gue mau jalan sama Rain, ayo jalan bertiga. Lo udah lama pengen jalan-jalan ke Kota Tua kan?” ucap Shana yang berjalan mendekat dan kemudian memegang pundak saudara kembarnya. Tak lama gadis itu terkejut karena pundak itu seolah bergetar.“Shen, Lo nangis? Kenapa?” tanya Shana sambil mengguncangkan bahu kembarannya.Sheena dengan kasar menepis tangan Shana. “Lo sengaja kan?”“Sengaja?” tanya Shana bingung. “Sengaja ap–”“Lo– Lo kan saudara Gue Shan. Lo tega sama Gue? Lo tau Gue suka sama Rain. Gue masih berbaik hati s

  • Disayang Duda Kaya   SHEENA - SHANA SPECIAL CHAPTER 1

    Tujuh Tahun KemudianShana masuk ke dalam rumah dengan senyum ceria. Ia juga banyak berceloteh. Entah apa saja yang dia ceritakan, kepada teman lelaki yang mengekor di belakangnya. Lelaki nyatanya tidak memprotes apapun. Ia mendengar dengan seksama, sesekali ikut tertawa dengan cerita Shana.“Shan, sama Rain?” tanya Lila yang baru saja keluar dari kamarnya karena mendengar celoteh ceria salah satu anak gadisnya yang kini sudah masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri bergengsi di kota metropolitan itu. Jurusannya juga tak main-main, anak gadisnya itu memilih untuk mengambil Teknik Mesin.“Iya, Ma.” Shana segera memeluk Mamanya dan mencium punggung tangannya.“Hai, Tante. Rain kesini lagi. Semoga Tante gak bosen ya,” ucap Rain yang kemudian mencium punggung tangan Lila dengan takzim.“Gak akan pernah bosen. Tante malah seneng. Kalian udah makan?” tanya Lila bersemangat.“Belum, Tante. Rain laper,” ucap Rain tapa berbasa-basi. Pria muda itu tampaknya sudah tak sungkan dengan Lila.“G

  • Disayang Duda Kaya   NOAH SPECIAL CHAPTER 3 (END)

    Sudah jatuh, tertimpa tangga. Ungkapan itu sangat cocok untuk Mirea yang terjerembab karena ternyata masih terlalu sakit untuk digunakan berjalan.Rasa sakitnya mungkin bisa dia tahan, tapi rasa malunya terlalu besar saat ini. Ia bahkan hanya bisa menunduk ketika tangan yang sedikit kekar itu kembali mengangkatnya.“Non Mirea,” ucap Satpam yang tergopoh membuka gerbang. Saat pria itu hendak mengambil Mirea, Noah tampak bergeming.“Biar saya yang antar ke dalam rumah. Tolong antar saya,” ucap Noah yang terlihat tenang menggendong Mirea.Satpam itupun mengangguk dan berjalan di depan Noah. Sementara itu Mirea masih setia menutup mukanya karena sangat malu. Kulitnya yang memang tidak terlalu putih itu, tetap saja memerah seperti kepiting rebus jika ia malu.Baru saja melewati pintu rumah, para pekerja di rumah itu sudah histeris melihat luka-luka di tubuh Mirea. Mereka bahkan melupakan siapa yang menggendong Mirea.“Non Mirea, ya ampun Non. Non Mirea kenapa?! Aduh Non–”Mirea sudah tak m

  • Disayang Duda Kaya   NOAH SPECIAL CHAPTER 2

    Semua orang termangu saat Noah dengan cepat membuka baju seragamnya secara paksa, hingga menyisakan undershirt berwarna putih untuk menutupi tubuhnya yang sudah sedikit membentuk.Noah dengan cepat menutup baju putih Mirea yang tersiram sehingga tidak terlihat orang lain. Juga supaya kuah bakso itu ikut menyerap ke bajunya dan sedikit mengurangi rasa terbakar di tubuh Mirea.“Rea, gak apa-apa? Panas ya?”ucap Noah panik.“Aargh, panas..” desis Mirea sambil menahan rasa terbakar di setengah tubuhnya.“Maaf, ya. Gue gak tau. Jalannya nikung,” ucap perempuan yang tadi membawa satu nampan berisi dua mangkok bakso dengan kuah yang masih sangat panas. Meski begitu wajahnya lebih tampak kesal daripada meminta maaf dengan tulus.Tanpa banyak kata, Noah segera mengangkat Mirea saat itu juga. Membuat semua orang yang ada di sana semakin terkejut. Bahkan Clarine yang disamping Mirea memekik tak percaya dengan kejadian itu.Sementara orang yang membawa nampan bakso yang ternyata bernama Reaza itu

  • Disayang Duda Kaya   NOAH SPECIAL CHAPTER 1

    Tiga Tahun KemudianNoah, remaja berumur enam belas tahun itu, adalah atlit basket yang sangat berbakat di sekolahnya. Dengan tinggi badan yang mencolok dan keahlian bermain basket yang luar biasa, Noah telah menjadi pusat perhatian di antara teman-teman sekelasnya. Hari itu, lapangan basket sekolah dipenuhi dengan suara tawa dan semangat.Noah sedang berlatih intensif bersama tim basketnya. Pukulan bola dan derap langkah kaki menggema di udara. Teman-temannya berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik dalam sesi latihan tersebut. Di antara kerumunan pemain basket yang bersemangat, Noah memimpin dengan keterampilan dan ketangkasannya yang luar biasa.Namun, ada sesuatu yang membuat suasana semakin hidup. Para wanita di antara penonton, terutama kelompok teman sekelas Noah, tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Mereka berdiri di pinggir lapangan, sorak sorai, dan berteriak memberikan semangat kepada Noah. Seiring dengan setiap tembakan dan aksi spektakuler yang diperlih

  • Disayang Duda Kaya   RAGA SPECIAL CHAPTER 3 (END)

    Lila berjalan bersama dengan suaminya. Dalam hidupnya, ia tak pernah sangat berambisi seperti ini. Mukanya sudah ia buat arogan semenjak turun dari mobil paling mewah yang mereka miliki.“Selamat datang, Bapak dan Ibu. Kepala Sekolah sudah menunggu di ruangannya,” sambut salah satu orang dari sekolah tersebut.Tak ada yang menjawab, mereka hanya mengikuti saja langkah guru tersebut.Sesampainya di ruangan kepala sekolah di sana. Lila disambut hangat oleh kepala sekolah, tapi keduanya bergeming. Tentu saja Ibu Lais memandang remeh Banyu dan Lila melihat sikap mereka yang dingin.“Pantas saja anaknya gak tau sopan santun, ternyata didikannya,” ucap Ibu Lais yang membuat Lila menahan amarahnya dengan tetap duduk tenang, tapi ia mengepalkan tangannya erat-erat.“Saya sebagai–”Banyu segera memutar video yang ada di dalam tabletnya untuk memotong ucapan kepala sekolah itu. Ia menunjukkan pada Ibu Lais dan kepala sekolah. Video itu memperlihatkan bagaimana Lais bersikap. Bukan hanya saat me

  • Disayang Duda Kaya   RAGA SPECIAL CHAPTER 2

    Raga menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk berwarna abu-abu. Remaja lelaki itu memandang langit-langit kamarnya sambil menghela nafas panjang.“Apa aku ikut Papa Dimas ya? Tapi di sana ada Mama Feby.”Raga mengalihkan perhatiannya pada sebingkai foto dimana ada fotonya dan ayah kandungnya yang sangat jarang ia temui. Foto yang diambil beberapa tahun lalu itu memperlihatkan kedekatan batin antara keduanya.Meski banyak cerita yang mulai Raga tahu tentang ayah dan ibunya di masa dulu yang kurang menyenangkan, nyatanya keduanya sudah berdamai dengan keadaan. Raga pun memahami kondisi keduanya.Banyu juga ayah yang baik. Dia penyemangat nomor satu bahkan sebelum ibunya. Raga tidak pernah menyesal berada di keluarga ini. Tapi lingkungannya selalu berusaha membuat Raga membenci dirinya.“Aku liburan di sana kali ya. Daripada aku cuma diem-diem aja selama di skors ini. Kayaknya udah lama juga gak pernah ketemu Papa Dimas,” gumam Raga yang kemudian mengambil ponsel di sakunya. Ia hendak men

  • Disayang Duda Kaya   RAGA SPECIAL CHAPTER 1

    Enam Tahun KemudianRaga Dewandra Adnan, itu lah nama seorang remaja yang kini duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas.Anak lelaki itu menunggu jemputan seperti biasanya di taman sekolah sambil memainkan ponselnya sekedar untuk melihat-lihat komik yang episodenya baru saja terbit.Saat tangannya tengah lincah menggulir dan matanya menatap fokus ke arah ponsel keluaran terbaru dari salah satu merek ternama di seluruh dunia, tiba-tiba saja seseorang melemparkan kaleng soda yang sudah kosong dan tepat mengenai dahi Raga.Raga tak bereaksi banyak selain membuang kaleng itu asal. Ia enggan menanggapi remaja laki-laki seumurannya yang terlihat seperti preman.“Anak pungut, Show off! Mamerin apa sih? Oh, hpnya baru. Najis! Norak!” ucap pria bernama Lais itu.Dua orang anak laki-laki yang lain mengekor dan memandang remeh juga pada Raga.Namun, Raga juga tak ambil pusing. Ia lebih memilih untuk kembali menatap ponselnya. Sekedar untuk mengunduh beberapa komik yang ingin ia baca.“Rag

DMCA.com Protection Status