Share

Bab 27

Author: Syamwiek
last update Huling Na-update: 2024-10-09 20:00:01

Akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di pulau yang terkenal dengan pesona alamnya yang indah, Bali. Semalam aku berangkat dari Jakarta pukul 10 malam diantar oleh Papa dan Mama.

Aku hanya liburan selama satu minggu tapi kedua orang tuaku bertingkah sangat berlebihan seperti aku akan pergi selama bertahun-tahun.

Oh, iya, aku mendapatkan perpanjangan cuti yang awalnya hanya tiga hari menjadi satu minggu. Ini berkat kebaikan dari teman dokterku, dia berkata jika aku jarang mengambil cuti panjang dan dia bersedia mengambil alih sementara para pasienku.

Saat aku berpamitan pada suster-susterku, mereka mengatakan jika liburan kali ini aku harus me-refresh hati dan men-charge tenaga agar cepat move on dari mantan tunanganku. Sepertinya masih banyak yang mengira aku belum bisa melupakan pria brengsek bernama Daffa. Padahal aku sudah melupakannya semenjak pertunangan kami batal!

“Wow, mewah sekali, Rum.”

“Jangan berisik Gis! Nanti Zain bangun.”
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nurhayati
kaget ya rum, kalau ternyata hotel itu punya calon suami? hahaha....
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
kebayang rumi mendadak ngelag ngedenger omongan papa zain.
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
cie calon istri pemilik hotel. nama barra aja udah juhar kan hotelnya aja juhar hotel.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 28

    Aku kesal sekali dengan Barra. Sejak kapan aku menjadi istrinya? Aku bersedia mengasuh Zain bukan berarti langsung berubah status menjadi istri. Apalagi, setelah mengatakan itu Barra langsung mematikan panggilan video. Padahal aku belum sempat protes dan mengomel padanya. “Manyun terus dari tadi, kenapa?”“Gapapa,” jawabku singkat. “Habis sarapan harusnya bahagia. Lagipula, Barra habis telpon ‘kan?”“Hmmm.”“Aneh banget kamu, Rum. Gak kayak biasanya,” ujar Gista lagi.“Kesel banget aku sama Barra. Pokoknya kalau ketemu pengen aku tarik tuh telinganya. Kalau bicara suka seenaknya sendiri!”“Memangnya bicara apa dia?”Aku melambaikan tangan, meminta Gista mendekatkan badannya ke arahku. Wajahnya terlihat sangat antusias saat aku ingin memberitahu rahasia. “Cepat katakan!”“RAHASIAAAAA …”“Issshhh, kebiasaan!!!” serunya sambil mencebikkan bibir dan kembali ke tempat duduknya.

    Huling Na-update : 2024-10-10
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 29

    “Zain sudah tidur?” tanya Barra, sejak tadi dia terus mengekor di belakangku. Rasanya risih sekaligus malu menjadi pusat perhatian para karyawan hotel.“Iya,” jawabku, aku tengah makan siang menggunakan satu tangan karena ada anak bayi tengan tidur di pangkuanku.“Biar aku suapi,” ujar Barra mengambil piringku tanpa ijin.“Eh, gak usah! Aku bisa makan sendiri.”Bukan Barra jika tidak keras kepala dan bertindak semaunya sendiri. Terpaksa aku membuka mulut saat dia mengarahkan sendok bersisi nasi dan lauk ke arahku.Setelah itu, aku menundukkan kepala. Malu dilihat banyak orang meskipun aku tidak mengenal mereka.Kak Ravi dan Gista pergi keluar, katanya mau makan siang sekaligus membicarakan hal penting. Entah hal apa yang dimaksud? Mereka tidak mau memberitahuku.“Nanti malam pindah kamar ya.” aku rasa Barra tidak sedang bertanya namun memberi perintah. Soal kamar saja dia ikut campur seperti kakakku, sungguh merepotkan!

    Huling Na-update : 2024-10-11
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 30

    Sikap Barra berubah setelah menyatakan cinta padaku. Dia semakin posesif dan lebih berani menunjukkan perhatiannya secara terang-terangan.Aku belum memberi jawaban karena butuh waktu untuk berpikir. Hubungan kami selama beberapa bulan ini hanya sebatas teman dan belum benar-benar saling mengenal.Masih banyak rahasia yang disimpan oleh Barra. Salah satunya tentang kehidupan asmaranya. Dia pandai sekali menutupinya hingga tak ada kabar berita sedikitpun mengenai tunangannya.“Suka sekali melamun,” ujar Barra sambil menempelkan botol air mineral pada pipiku.Aku sedikit terperanjat karena kaget. “Dingin banget,” keluhku.Barra duduk disebelahku. Membantu membuka tutup botol lalu memberikannya padaku. “Minum yang banyak biar tidak kebanyakan melamun,” katanya dengan senyum jahil.“Terima kasih.”Kami sedang berada di balkon. Sebenarnya, Barra yang mengajak melihat bintang setelah Zain tidur padahal aku sudah memiliki agend

    Huling Na-update : 2024-10-12
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 31

    “Kamu sakit, Rum?” tanya Kak Ravi setelah aku menyusulnya.Tanganku menepuk kembali kedua pipi yang masih terasa panas akibat ulah jahil Barra. Jika tak kunjung menghilang rona merahnya bisa ketahuan Kakak jika aku sedang salting brutal.Jangan sampai hal itu terjadi!Untungnya aku berhasil melarikan diri dari Barra. Telat satu menit mungkin aku akan pingsan di pinggir pantai akibat digoda terus-menerus.“Lama tidak tersengat matahari jadi memerah gini kulitku.”“Lupa pakai sunblock?” tanya Kak Ravi tanpa curiga dengan jawabanku.“Bukan lupa tapi sengaja gak pakai. Tadi aku hanya ingin jalan-jalan sebentar. Eh, keterusan sampai siang.”Kak Ravi memberikan tubuh kecil Zain yang terlilit handuk. Matanya sembab setelah menangis. Saking senangnya bermain air sampai tidak mau udahan.Setelah itu, Kak Ravi kembali masuk ke dalam kolam renang. Menyusul Gista yang sedang sibuk selfie.“Lucu banget sih! Makin ga

    Huling Na-update : 2024-10-13
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 32

    Aku tidak menyangka jika Barra bisa berbuat seperti ini. Pulang dalam keadaan mabuk dan wajah babak belur. Hingga meracau tak jelas dengan mengatakan jika semua orang tidak menyukainya.Selama aku mengenalnya banyak yang membicarakan kebaikannya. Dibalik sikap dingin dan tak tersentuh, Barra adalah seorang yang dermawan. Keluarganya memiliki yayasan amal yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi. Setelah kepergian Papanya Barra lah yang meneruskannya.Lalu siapa orang yang dia maksud?Aku rasa Barra bukan tipe orang yang suka mencari musuh. Kalau pun pesaing bisnis tentu pasti ada dan tidak perlu dipikirkan sampai mabuk-mabukan.“Kamu yakin membiarkan dia berada di sini?” Tanya Kak Ravi.“Iya, Kak. Sudah tidur gak bakal bangun sampai besok pagi.”“Kalau begitu Kakak balik ke kamar ya. Ngantuk, lagipula kamu juga harus tidur.”“Hm, terima kasih, Kak.”“Jangan lupa kunci pintu kamar!” uj

    Huling Na-update : 2024-10-14
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 33

    “Kalian tidak makan siang?” tanya Kak Ravi setelah mendaratkan bokongnya di sebelah Gista. “Tentunya makan tapi tidak sekarang,” jawabku cuek. Barra sibuk dengan ponselnya setelah duduk disampingku. Wajahnya terlihat segar meski di sudut mata sebelah kiri dan pipi kiri mulai membiru. “Kenapa?” tanya Kak Ravi lagi. Gista memutar bola mata dan mendengkus kesal. “Ngapain Kak Ravi nyusul ke sini? Bukankah aku sudah mengatakan jika ingin menghabiskan waktu dengan Rumi dan Zain.” “Aku dan Barra berada di Bali untuk menjaga kalian. Kalau tidak menyusul lalu kami harus apa?” “Pertama, tidak ada yang meminta pengawalan. Kedua, aku dan Rumi bisa menjaga diri dengan baik dan yang ketiga, kami tidak suka diganggu saat sedang menikmati liburan. Sebaiknya Kak Ravi balik ke Jakarta lagi. Biarkan kami menikmati liburan singkat yang sebentar lagi berakhir.” Ya, Gista baru saja mengatakan semua un

    Huling Na-update : 2024-10-15
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 34

    Barra menjelaskan jika mantan tunangannya menyusulnya ke Bali. Wanita itu mengajaknya bertemu dengan alasan ingin mengembalikan semua uang pemberian Barra.Jelas saja Barra menolak karena tidak membutuhkan semua uang yang telah dikeluarkan olehnya. Namun, wanita itu memaksanya. Hingga mengancam akan membuat keributan di hotelnya.Terpaksa Barra mengiyakan ajakan mantannya untuk bertemu di bar yang tak jauh dari hotel. Pertemuan pertama setelah putus penuh dengan drama. Wanita itu sengaja memasukkan obat per4ngsang pada minuman Barra.Untungnya ada Kak Ravi dan Gista yang melihatnya. Dan, minuman itu ditenggak habis oleh sahabatku. Hal itu lah yang membuat Gista berani mencium Kakakku dan hampir melakukan kesalahan fatal.“Kamu yakin Kak Ravi dan Gista tidak melakukannya semalam?” tanya lagi untuk memastikan jika sahabatku tidak dirusak oleh Kakakku.Barra mengangguk. “Aku ikut mengantar Gista kembali ke hotel.”“Kamu tidak minum

    Huling Na-update : 2024-10-16
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 35

    “Kenapa Kak Ravi sampai memukulmu? Kalian ini kalau punya masalah selalu diselesaikan dengan cara kekerasan. Memangnya tidak bisa dibicarakan baik-baik.”Barra justru senyam-senyum tak jelas sembari menatap ke arahku. Barusan aku sedang mengomel bukan mengajaknya bercanda. Aneh sekali!Lagipula sebenarnya ada masalah apa lagi diantara dia dan kakakku?Perasaan tadi siang baik-baik saja. Keduanya terlihat akur tak seperti sedang memiliki masalah. Semakin kupikirkan semakin membuatku pusing.“Duduk didepanku sini biar aku obati dulu lukamu. Sudah berubah jadi biru pasti terasa nyeri,” pintaku pada Barra agar pindah ke sofa panjang yang saat ini aku tempati.Dia pun langsung menurut. Mendaratkan bokong tepat didepanku setelah itu mencondongkan badannya ke depan. “Aku sudah menunggunya sejak tadi pagi tapi kamu terkesan tak peduli dengan luka di wajahku,” ujarnya kemudian.“Bukan tidak peduli aku hanya takut bertanya. Kamu adalah ora

    Huling Na-update : 2024-10-17

Pinakabagong kabanata

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 48

    Pagi ini aku terbangun karena mendengar suara teriakan Mas Barra. Ternyata dia masih berada di sini. Ku pikir sudah pulang karena tak ada yang membukakan pintu gerbang untuknya.Semalam, aku tidur telat karena harus menyiapkan keperluanku dan Zain. Nanti siang kami akan ikut ke Malang. Rencananya kami akan berada di sana selama satu minggu. Kata Kak Ravi bisa juga lebih jika pekerjaan belum selesai.Kali ini aku benar-benar marah dengan Mas Barra. Rasa kecewa yang hinggap dihatiku tak kunjung mereda meskipun aku sudah berusaha berpikir positif. Menanamkan pada otak dan hatiku jika perubahan sikap suamiku karena jiwanya sedang terguncang.Rencana pernikahan pertamaku batal dan membawaku pada takdir yang tak pernah ku sangka. Takdir yang mempertemukanku dengan keluarga Mas Barra dan si kecil Zain.Kini kami telah menjelaskan pasangan suami istri. Seharusnya saling menguatkan saat sedang mengalami musibah. Namun, kenyataannya hubungan kami justru merenggang.Entah karena Mas Barra yang s

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 47

    Malam ini aku menyerahkan diriku sepenuhnya pada Mas Barra. Godaan ku tadi berhasil merobohkan benteng pertahanannya. Dan, akhirnya dia mau kembali ke kamar juga meninggalkan setumpuk pekerjaannya. Dengan lembut Mas Barra memberikan sentuhan-sentuhan pada tubuhku— hingga bulu kudukku berdiri dan desahan demi desahan lolos dari bibirku. Aku memang tidak berniat menahan diri. Aku mencoba menikmati dan membalas semua yang dilakukan oleh Mas Barra. Meski ini pengalaman pertamaku— aku tidak mau mengecewakan suamiku.“Mas— Ahhh, pelan-pelan,” desahku saat Mas Barra semakin aktif bermain di kedua bukit kembarku.Dia tidak menjawab maupun menghentikan aktivitasnya. Justru semakin bersemangat ketika aku mulai bergerak dengan gelisah. Ini sungguh menyiksaku tapi aku tak bisa menghentikannya.Aku juga menyukai rasa aneh yang kini menguasai diriku. Rasa yang baru kali ini aku rasakan. Rasa yang membuatku semakin gila dibuatnya.“Mas—” Aku menjambak rambut Mas Barra saat dia menggigit ujung gun

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 46

    Suasana rumah duka mulai sepi kala jenazah Mama Sarah diberangkatkan ke Masjid— sebelum dibawa ke tempat pemakaman umum. Para tamu yang melayat berpamitan padaku dan juga Mama. Mereka menanyakan keberadaan Zain.Aku menjelaskan jika Zain sedang demam. Setiap mendengar suara gaduh dia akan menangis histeris. Untuk itu dia tetap di kamar bersama dengan baby sitternya. Banyak yang mengucapkan terima kasih padaku. Aku sempat kaget— karena kami tidak saling mengenal. Ternyata mereka teman-teman Mama Sarah. Dan, mertuaku sering menceritakan bantuan yang diberikan oleh keluargaku untuk keluarga Juhar.“Rum— Zain bangun. Kamu buruan ke atas,” panggil Gista.“Dia nangis?” Tanyaku.Gista mengangguk. “Biar aku yang temani Mama Chan,” ungkapnya.Aku bergegas menuju ke arah kamar tamu. Disana Zain berada— tidurnya cukup lama setelah makan dan minum obat. Aku berharap panasnya cepat menghilang agar bisa aktif bermain seperti sedia kala. Ngomong-ngomong soal Mas Barra— dia tidak menangis lagi. Na

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 45

    Aku tidak pernah menyangka jika akan melangsungkan akad nikah di dalam ruang ICU. Ini bukan kemauanku namun aku juga tidak mampu menolaknya. Mas Barra telah menyiapkan semuanya dalam waktu yang sangat singkat. Seolah jika tak menikah hari ini Mama Sarah tidak akan pernah bangun lagi.Entah ini firasat atau memang sebuah keajaiban?Mama Sarah tiba-tiba membuka mata. Pandangannya kosong— seperti tak mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya. Beliau sempat menangis kala mendengar suara Zain, cucu kesayangannya. Meski akad nikah berlangsung singkat, suasana tetap terasa sakral, dan semua orang pun terlihat bahagia atas pernikahanku dengan Mas Barra. “Selamat ya, Sayang— semoga ini awal dari kebahagian mu,” ujar Mama sembari memelukku dengan erat.“Terima kasih, Ma. Maafkan Rumi jika selama ini ada salah-salah ya, Ma,” Jawabku, tiba-tiba aku ingin menangis kala melihat wajah malaikat tak bersayapku.“Sama-sama, Sayang. Mama juga banyak salah. Tiap hari menanyakan kapan kamu akan menik

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 44

    Aku dan Barra tengah menjalani pingitan. Acara itu telah berlangsung 10 hari tinggal empat hari lagi kami akan melangsungkan akad nikah sekaligus resepsi. Aktivitas kami sangatlah berbeda. Aku menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai macam perawatan badan dan wajah. Sementara Barra masih sibuk dengan segunung pekerjaan. Seperti siang ini, Aku baru saja selesai memotong rambut. Tak banyak, hanya merapikan bagian ujung yang bercabang. Setelahnya, Aku akan bersantai sambil bermain dengan Zain. Karena sahabatku masih berada di luar kota.“Rum— sudah dapat kabar?” Kak Ravi berdiri di depan pintu, hanya setengah badannya yang terlihat, sepertinya tak berniat masuk kamarku.“Kabar dari siapa, Kak?” tanyaku balik. “Soal Kanaya— dia menghembuskan nafas terakhir pukul 8 pagi,” jawab Kak Ravi. “Innalillahi Wainnailaihi Rojiun.” Aku melihat jam yang tertempel pada dinding. Sudah pukul tiga sore. Kemungkinan jenazah Kanaya sudah dikebumikan. Kenapa tidak ada yang memberitahuku?Ah— Barr

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 43

    Sehari setelah melakukan foto prewedding, aku mendapatkan kabar yang kurang baik, yaitu kabar meninggalnya janin yang ada di dalam kandungan Kanaya. Sementara Kanaya masih berada di ruang ICU akibat pendarahan yang dialaminya. Dari cerita Kak Ravi, tak ada satupun keluarga Kanaya yang datang menjenguk. Padahal pihak rumah sakit telah menghubungi beberapa kali untuk meminta persetujuan tindakan. Barra seolah tak peduli dengan nasib malang yang dialami mantan tunangannya, malah berkata jika kematian janin Kanaya adalah karma atas perbuatan jahatnya. Meski wanita itu sering menggangguku dengan mengirim berbagai macam teror tapi aku sama sekali tidak menyimpan dendam. Aku turut prihatin atas musibah yang sedang dialami oleh Kanaya. Bahkan aku sempat meminta Kak Ravi agar membantu membayar biaya rumah sakit wanita itu meski ditolak mentah-mentah oleh kakakku. "Mikir apa sih?" Kak Ravi menarik hidungku saat aku melamun. "Pikirkan saja persiapan pernikahan mu. Jangan memikirkan hal yang

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 42

    Menurut Mama waktu dua bulan terlalu sebentar untuk mempersiapkan pernikahan. Beliau sendiri yang harus mengurus segala persiapannya. Itu dikarenakan Mama Sarah tiba-tiba drop dan harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Foto prewedding bertema indoor. Bandung adalah tempat yang aku pilih. Selain sejuk pemandangannya sangat indah. Sekalian bisa ajak Zain jalan-jalan. Aku dan si ganteng telah sampai di Bandung lebih dulu. Sementara Barra akan menyusul setelah rapat. Tepatnya sore nanti dia baru berangkat ke kota kembang. “Cantik banget semua dress rancanganmu,” ujarku ketika Gista datang membawa empat model dress yang akan aku kenakan besok. “Ya gimana nggak bagus, bikinnya saja sepenuh hati, sudah aku anggap anak sendiri para kain-kain ku,” jawabnya asal. “Oh, iya, Gis— kata Kak Ravi kemarin kamu ketemuan sama klien yang bawel itu. Mau apa lagi mereka menghubungimu?” Gista mendesah kesal, lalu mengerucutkan bibirnya sembari beranjak dari tempatnya berada, berjalan mend

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 41

    Aku mendapatkan kabar dari Mama jika Zain tiba-tiba demam. Saat ini aku masih berada di rumah sakit, baru selesai praktek, rencananya sebelum pulang ingin makan malam sebentar dengan Gista.Namun, Gista menyuruhku cepat pulang ke rumah. Dia juga meminta maaf tidak bisa menjenguk Zain karena sudah ada janji dengan kedua orang tuanya.Sesampainya di rumah, aku kebingungan mencari keberadaan Mama dan Zain. Semua kamar telah aku periksa namun hasilnya tetap nihil."Eh, Non Rumi. Cari Ibu dan Den Zain?""Iya, Bik. Kata Mama tiba-tiba Zain demam. Aku pulang cepat karena khawatir eh sampai rumah gak ada orang.""Bibik dapat pesan dari Ibu. Katanya Non Rumi di suruh nyusul ke alamat ini—"Bibik memberikan selembar kertas yang bertuliskan alamat sebuah restoran. Keningku mengernyit, bingung untuk apa aku harus menyusul ke sana, padahal Zain tengah sakit.Saat aku tak kunjung bicara, Bibik berkata lagi, "Ibu telah menyiapkan pakai

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 40

    Daffa telah diusir tetap memaksa ingin masuk untuk bertemu denganku dan Zain. Saat satpam menghalangi langsung membuat keributan di depan rumah hingga para tetangga merasa terganggu. Lalu mengatakan jika ingin bertemu dengan putranya. Mantan tunanganku, Daffa sungguh tak tahu malu. Dengan santai datang ke rumah ku seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa diantara kami. Hingga akhirnya, Kak Ravi yang turun tangan sendiri. Perdebatan pun tak terelakkan padahal aku meminta kakakku agar tidak memperpanjang masalah. “Aku hanya ingin bertemu dengan putraku!” teriak Daffa di depan pagar. “Putra?” tanya Kak Ravi sembari tersenyum mengejek. “Zain adalah anak kandungku. Aku berhak bertemu dengannya.” “Hm, berhak katamu?” “Minggir! Jangan menghalangiku untuk bertemu dengan putraku!” Kak Ravi mendorong tubuh Daffa saat memaksa masuk ke dalam halaman rumah. Tubuh kurusnya terhuyu

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status