Share

Bab 30

Penulis: Syamwiek
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-12 20:00:07

Sikap Barra berubah setelah menyatakan cinta padaku. Dia semakin posesif dan lebih berani menunjukkan perhatiannya secara terang-terangan.

Aku belum memberi jawaban karena butuh waktu untuk berpikir. Hubungan kami selama beberapa bulan ini hanya sebatas teman dan belum benar-benar saling mengenal.

Masih banyak rahasia yang disimpan oleh Barra. Salah satunya tentang kehidupan asmaranya. Dia pandai sekali menutupinya hingga tak ada kabar berita sedikitpun mengenai tunangannya.

“Suka sekali melamun,” ujar Barra sambil menempelkan botol air mineral pada pipiku.

Aku sedikit terperanjat karena kaget. “Dingin banget,” keluhku.

Barra duduk disebelahku. Membantu membuka tutup botol lalu memberikannya padaku. “Minum yang banyak biar tidak kebanyakan melamun,” katanya dengan senyum jahil.

“Terima kasih.”

Kami sedang berada di balkon. Sebenarnya, Barra yang mengajak melihat bintang setelah Zain tidur padahal aku sudah memiliki agend
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
main nemplok aja, ngga napas rumi dibikinnya
goodnovel comment avatar
Nurhayati
gara gara kamu bar rumi sulit bernafas....
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
cogan-cogan anaknya mak syamwiek bikin penuh rumah sakit jantung .......meresahkan semua.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 31

    “Kamu sakit, Rum?” tanya Kak Ravi setelah aku menyusulnya.Tanganku menepuk kembali kedua pipi yang masih terasa panas akibat ulah jahil Barra. Jika tak kunjung menghilang rona merahnya bisa ketahuan Kakak jika aku sedang salting brutal.Jangan sampai hal itu terjadi!Untungnya aku berhasil melarikan diri dari Barra. Telat satu menit mungkin aku akan pingsan di pinggir pantai akibat digoda terus-menerus.“Lama tidak tersengat matahari jadi memerah gini kulitku.”“Lupa pakai sunblock?” tanya Kak Ravi tanpa curiga dengan jawabanku.“Bukan lupa tapi sengaja gak pakai. Tadi aku hanya ingin jalan-jalan sebentar. Eh, keterusan sampai siang.”Kak Ravi memberikan tubuh kecil Zain yang terlilit handuk. Matanya sembab setelah menangis. Saking senangnya bermain air sampai tidak mau udahan.Setelah itu, Kak Ravi kembali masuk ke dalam kolam renang. Menyusul Gista yang sedang sibuk selfie.“Lucu banget sih! Makin ga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 32

    Aku tidak menyangka jika Barra bisa berbuat seperti ini. Pulang dalam keadaan mabuk dan wajah babak belur. Hingga meracau tak jelas dengan mengatakan jika semua orang tidak menyukainya.Selama aku mengenalnya banyak yang membicarakan kebaikannya. Dibalik sikap dingin dan tak tersentuh, Barra adalah seorang yang dermawan. Keluarganya memiliki yayasan amal yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi. Setelah kepergian Papanya Barra lah yang meneruskannya.Lalu siapa orang yang dia maksud?Aku rasa Barra bukan tipe orang yang suka mencari musuh. Kalau pun pesaing bisnis tentu pasti ada dan tidak perlu dipikirkan sampai mabuk-mabukan.“Kamu yakin membiarkan dia berada di sini?” Tanya Kak Ravi.“Iya, Kak. Sudah tidur gak bakal bangun sampai besok pagi.”“Kalau begitu Kakak balik ke kamar ya. Ngantuk, lagipula kamu juga harus tidur.”“Hm, terima kasih, Kak.”“Jangan lupa kunci pintu kamar!” uj

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 33

    “Kalian tidak makan siang?” tanya Kak Ravi setelah mendaratkan bokongnya di sebelah Gista. “Tentunya makan tapi tidak sekarang,” jawabku cuek. Barra sibuk dengan ponselnya setelah duduk disampingku. Wajahnya terlihat segar meski di sudut mata sebelah kiri dan pipi kiri mulai membiru. “Kenapa?” tanya Kak Ravi lagi. Gista memutar bola mata dan mendengkus kesal. “Ngapain Kak Ravi nyusul ke sini? Bukankah aku sudah mengatakan jika ingin menghabiskan waktu dengan Rumi dan Zain.” “Aku dan Barra berada di Bali untuk menjaga kalian. Kalau tidak menyusul lalu kami harus apa?” “Pertama, tidak ada yang meminta pengawalan. Kedua, aku dan Rumi bisa menjaga diri dengan baik dan yang ketiga, kami tidak suka diganggu saat sedang menikmati liburan. Sebaiknya Kak Ravi balik ke Jakarta lagi. Biarkan kami menikmati liburan singkat yang sebentar lagi berakhir.” Ya, Gista baru saja mengatakan semua un

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 34

    Barra menjelaskan jika mantan tunangannya menyusulnya ke Bali. Wanita itu mengajaknya bertemu dengan alasan ingin mengembalikan semua uang pemberian Barra.Jelas saja Barra menolak karena tidak membutuhkan semua uang yang telah dikeluarkan olehnya. Namun, wanita itu memaksanya. Hingga mengancam akan membuat keributan di hotelnya.Terpaksa Barra mengiyakan ajakan mantannya untuk bertemu di bar yang tak jauh dari hotel. Pertemuan pertama setelah putus penuh dengan drama. Wanita itu sengaja memasukkan obat per4ngsang pada minuman Barra.Untungnya ada Kak Ravi dan Gista yang melihatnya. Dan, minuman itu ditenggak habis oleh sahabatku. Hal itu lah yang membuat Gista berani mencium Kakakku dan hampir melakukan kesalahan fatal.“Kamu yakin Kak Ravi dan Gista tidak melakukannya semalam?” tanya lagi untuk memastikan jika sahabatku tidak dirusak oleh Kakakku.Barra mengangguk. “Aku ikut mengantar Gista kembali ke hotel.”“Kamu tidak minum

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 35

    “Kenapa Kak Ravi sampai memukulmu? Kalian ini kalau punya masalah selalu diselesaikan dengan cara kekerasan. Memangnya tidak bisa dibicarakan baik-baik.”Barra justru senyam-senyum tak jelas sembari menatap ke arahku. Barusan aku sedang mengomel bukan mengajaknya bercanda. Aneh sekali!Lagipula sebenarnya ada masalah apa lagi diantara dia dan kakakku?Perasaan tadi siang baik-baik saja. Keduanya terlihat akur tak seperti sedang memiliki masalah. Semakin kupikirkan semakin membuatku pusing.“Duduk didepanku sini biar aku obati dulu lukamu. Sudah berubah jadi biru pasti terasa nyeri,” pintaku pada Barra agar pindah ke sofa panjang yang saat ini aku tempati.Dia pun langsung menurut. Mendaratkan bokong tepat didepanku setelah itu mencondongkan badannya ke depan. “Aku sudah menunggunya sejak tadi pagi tapi kamu terkesan tak peduli dengan luka di wajahku,” ujarnya kemudian.“Bukan tidak peduli aku hanya takut bertanya. Kamu adalah ora

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 36

    Liburan telah usai, kini aku telah kembali ke rutinitas biasa. Bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, mengurus Zain lalu berangkat ke rumah sakit.Sekarang ada kegiatan tambahan setiap jam makan siang. Kegiatan yang membuat aku jadi bahan perbincangan seantero rumah sakit.Barra selalu datang ke tempat kerjaku sebelum jam istirahat. Jika tidak mengajakku ke luar pasti dia membawakan makan siang untuk dimakan bersama.Seperti siang ini, sudah aku bilang jika ada rapat dengan petinggi rumah sakit tapi dia tetap ngeyel. Datang membawa begitu banyak makanan untuk dibagikan pada teman-temanku.“Terima kasih, Dok. Makan siang nya selain mewah juga enak sekali rasanya,” ujar salah satu Dokter senior di rumah sakit ini.“Sama-sama, Dok. Maaf rapat hari ini sedikit terganggu.”“Kami justru senang jika hubungan Dokter Rumi dengan Pak Barra mengalami peningkatan,” jawab beliau sebelum berlalu meninggalkan ruang rapat.Barra memang paling pandai membuatku kesal. Tak cukup merecoki hari-hariku seka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 37

    Cittt ... Brak!!! Tubuh terhuyung ke depan dan kepalaku membentur dashboard ketika Barra mengerem mendadak. “Akhhh, sakit –” Aku meringis kesakitan sambil memegang kepala. “Sayang, kamu tidak apa-apa ‘kan?” Barra melepaskan seat belt yang masih melilit tubuhku. Lalu memeriksa luka akibat benturan dashboard yang terasa nyeri. Tiba-tiba saja ada mobil warna putih berhenti di depan mobil yang dikendarai oleh Barra. Alhasil dia mengerem mendadak agar tak menabrak mobil itu. Tangan Barra membelai lembut pelipis ku dan meniupnya pelan. “Maaf, aku tidak sengaja membuatmu terluka,” ujarnya. “Hm, lebih baik kita lanjutkan lagi perjalanan. Aku merasa ada yang sengaja –” Kalimatku terpotong saat kaca mobil diketuk keras dari luar. Aku dan Barra pun terlonjak kaget. “Siapa mereka, Bar?” tanyaku kaget ketika melihat empat orang berbadan besar. “Kamu tetap di dalam dan kunci mobil setelah aku keluar,” titah Barra. Aku menarik lengan Barra ketika dia akan meninggalkanku. Dia p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 38

    Teror yang aku dapatkan tiap minggu menjadi setiap hari. Ada-ada saja yang dikirim oleh si tukang teror ke tempat kerjaku. Mulai dari makanan busuk, binatang mati, boneka berdarah hingga boneka santet.Apa aku takut? Awalnya iya namun lama-kelamaan menjadi terbiasa. Aku menganggap teror itu adalah surat cinta dari mantan yang susah move on.Ah, iya, satu lagi si pengganggu yang mulai merusuh dalam kehidupanku. Mantan tunangan yang baru saja keluar dari penjara, Daffa.Kemarin dia datang ke rumah untuk bertemu denganku juga putranya. Mungkin dia tahu tentang Zain yang diasuh oleh Mama dari orang tuanya.Hanya bertanya dan tidak ada niatan ingin mengambil bayi mungil itu. Daffa menganggap jika Zain adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Kesalahan yang membuat masa depannya hancur hingga kehilangan cinta.“Rumi—” panggil Gista. “Ada paket,” ucapnya lagi.“Teror apalagi yang aku dapatkan?” tanyaku tanpa melihat ke arah sahabatku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20

Bab terbaru

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Ekstra Part 1

    Ulang tahun Zain yang ke empat dirayakan sangat meriah karena dia sudah mulai sekolah. Dia tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan penyayang. Postur tubuhnya lebih tinggi dan besar dari anak seusianya— hingga banyak yang mengira dia sudah berusia 6 tahun.Di sekolah banyak sekali teman perempuan yang sengaja mendekatinya. Ada yang membawakannya bekal, bunga segar dan mainan. Namun, Zain tak mau menerimanya. Menolak dengan nada halus dan alasannya Maminya melarangnya menerima hadiah jika bukan hari ulang tahunnya.Zain itu ibarat calon pria soft spoken. Tak hanya teman kelasnya— anak perempuan yang tinggal di komplek perumahan saja sering datang untuk mengungkapkan cinta. Padahal mereka sudah duduk dibangku SD.Sungguh pesona Mas Barra menurun pada putranya. Tidak hanya wajah yang mirip tapi sifat dan kelakuan pun sama persis. “Sayang, kok kelihatan makin pucat ya,” ujar Mas Barra setelah selesai memakai pakaian. Kami sedang bersiap untuk menyambut para tamu undangan. “Kayaknya b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 55

    Zain senang sekali bermain bersama anak-anak seusianya. Meski keringat telah membasahi sekujur tubuhnya— dia tidak mau berhenti barang sejenak.Untungnya aku sudah menyuapinya lebih dulu. Jadi aku bisa tenang saat dia aktif bermain di Playground.Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Selama aku di sini cuaca memang kurang bersahabat. Pagi cerah, siang panas, pas sore hari hujan turun beserta angin.Mas Barra mencari cafe yang sangat nyaman. Meski guntur terdengar bersahutan tak membuat Zain ketakutan. Dia tetap asik bermain dengan teman-teman barunya."Kalau hujannya tidak reda Pak supir akan menjemput kita," ujar Mas Barra ketika aku sedang memperhatikan Zain."Kayaknya sih gak bakal reda sampai malam. Langitnya tambah gelap. Entah ini karena sudah petang atau memang mendung," balasku. "Keduanya benar. Sudah petang dan langit sedang mendung. Nanti malam bakal tidur nyenyak. Karena cuaca sangat dingin," lanjut Mas Barra.Ngomong-ngomong soal cuaca dingin mengingatkanku pada kelakuan Si

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 54

    Seperti yang aku katakan pada Kevin saat sarapan tadi— seharian ini aku menghabiskan waktu dengan suami dan anakku di dalam kamar hotel. Aku dan Mas Barra ingin quality time dengan anak ganteng karena sering meninggalkannya bekerja. Meski hanya bermain di dalam ruangan— Zain terlihat sangat bahagia sekali. Dia bahkan tak mau tidur siang karena takut ditinggal Papinya. Kebiasaan Mas Barra jika anaknya sedang mode manja. Padahal aku sudah menjelaskan pada Zain jika Papi dan Maminya tidak akan pergi. Kami akan ikut tidur dan memeluknya sepanjang waktu.Sayangnya Zain sudah tidak percaya. Karena aku dan Mas Barra sering membohonginya. Berkata jika akan menemaninya tidur nyatanya meninggalkannya untuk bekerja.Akhirnya, Mas Barra menggendongnya. Menimang-nimang sambil membacakan sebuah dongeng. Pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Rasanya aku ingin memperpanjang liburan supaya memiliki waktu berkualitas dengan keluarga kecilku. “Aku tinggal berkemas gapapa ‘kan, Mas?”“Buat apa b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 53

    Aku terbangun dengan tubuh yang terasa remuk redam dan keadaan tempat tidur berantakan seperti kapal pecah. Jika mengingat kejadian semalam rasanya aku tak kuasa menampakkan wajahku di depan Mas Barra. Pasalnya setelah sesi percintaan kami yang pertama— tanpa sungkan aku memintanya lagi dan lagi. Semua itu aku lakukan sebagai bentuk permintaan maafku karena telah membuatnya kesal. Sebenarnya Mas Barra yang meminta lebih dulu dan aku langsung mengiyakan. Dan, selanjutnya aku lah yang menggodanya hingga malam panas selesai pukul 3 dini hari.“Sayang, sudah bangun?”Aku menoleh ke arah Mas Barra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai handuk sebatas pinggang dan ada handuk kecil pada lehernya. Melihat dada bidangnya dan perutnya yang kotak-kotak membuat otakku traveling— teringat kejadian panas semalam. Aku pun langsung membuang wajah ke arah samping. Mencoba menetralkan degup jantung yang menggila— sambil menepuk-nepuk pipiku yang terasa panas. “Sayang, kenapa?”

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 52

    Setelah ulah Kak Ravi yang membuat suamiku cemburu hingga mendiamkanku— kini hubunganku dengan Mas Barra tak kunjung membaik. Dia enggan dihubungi dan semua pesan yang aku kirim hanya dibaca tanpa berniat membalas. Seminggu sudah aku berada di Malang. Liburanku sangat membosankan karena aku tidak diperkenankan keluar dari kamar. Hanya Zain yang diajak jalan-jalan ketika mulai merengek karena bosan. Sementara aku? Aku tetap terkurung di kamar yang fasilitasnya sangat lengkap. Sebenarnya tak mengapa aku terkurung di dalam kamar. Asalkan Mas Barra tidak mendiamkanku dan mengabaikanku seperti ini. Sayangnya— dia sudah terlanjur ngambek dan menolak dihubungi. Malam ini, Kak Ravi datang dengan pakaian santai. Dia memberiku kotak yang ukurannya cukup besar. Saat aku membukanya isinya dress, sepatu, tas dan perhiasan. Aku tebak barang ini pasti kiriman dari Mas Barra. “Aku harus pulang malam ini juga ya, Kak?” Sepertinya tebakanku benar. Kak Ravi memintaku kembali ke Jakart

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 51

    Tiga hari sudah aku berada di Malang— semuanya berjalan dengan lancar. Mulai dari komunikasiku dengan Mas Barra, Zain sangat antusias setiap aku ajak mengunjungi tempat wisata dan yang paling penting pekerjaan Kak Ravi selesai lebih cepat dari perkiraan.Ada satu hal yang tak aku duga— yaitu pertemuanku dengan teman sewaktu kuliah. Dia adalah Kevin. Selain teman kuliah, Kevin anak dari sahabat Papa. Hubungan keluarga kami sangat dekat. Karena Perusahaan Papa pernah menjalin kerjasama dengan Perusahaan keluarga Kevin.Kak Ravi pun sudah mengenalnya lama. Maka dari itu, dia mengizinkan Kevin mengajakku jalan-jalan keliling Malang. Namun, aku belum menceritakan pertemuanku dengan Kevin pada Mas Barra. Selain belum ada waktu— aku takut dia marah. Ya, pasti kalian tahu sendiri betapa posesifnya suamiku. Alhamdulillah, Mas Barra sudah sembuh. Seperti yang dikatakan olehnya tempo hari— jika dalam dua hari demamnya akan menghilang. Kini dia sibuk di kantor tapi selalu pulang tepat waktu.

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 50

    Mas Barra tetap memaksa mengantarku dan Zain ke Bandara— padahal dia masih demam dan sempat mengeluh sakit kepala.Aku sudah menolak saat dia akan mengantar, memintanya istirahat di rumah Mama sebelum kembali ke kediaman keluarganya untuk menggelar acara tahlilan. Bukan Mas Barra jika tak keras kepala— dengan wajah pucat dan tubuh yang mulai menggigil dia tetap setia menemaniku menunggu pesawat.Sementara Kak Ravi sedang melakukan zoom dengan klien-nya— agar tak terganggu oleh suara Zain, aku sengaja menjauh darinya. “Mas— lebih baik kamu pulang sekarang. Wajah kamu semakin pucat dan tubuh mu tambah panas.”“Gapapa, sebentar lagi pesawat yang akan kamu tumpangi berangkat. Aku akan menunggu—”“Tapi kamu mulai kedinginan. Padahal udah pakai jaket tapi masih menggigil. Ayolah, Mas. Kali ini tolong dengarkan aku. Pulang saja ya.”“Sayang, aku beneran gapapa. Hanya demam sudah biasa terjadi ketika aku kelelahan bekerja. Dalam dua hari pasti sembuh.”Mas Barra bebal sekali!Jujur aku kesa

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 49

    Meskipun aku masih sakit hati dengan ucapan Mas Barra— namun, aku tidak tega membiarkannya duduk memelas di depan teras rumah. Akhirnya, aku menemuinya dan memintanya masuk. Wajahnya terlihat pucat dan saat aku menyentuh keningnya suhu tubuhnya sangat tinggi. Mungkin karena semalaman dia berada di luar rumah. Hanya memakai kaos dan celana pendek. Padahal di dalam mobilnya selalu ada selimut tapi dia tak mau memakainya. Alhasil— aku mengurus Mas Barra lebih dulu sebelum bersiap ke Bandara. Suamiku sama sekali tidak. Dia hanya memandangku dengan intens dan memeluk lenganku seperti anak kecil yang takut ditinggal pergi Ibunya. “Minum obat dulu, Mas. Setelah itu istirahat. Hari ini gak usah ke kantor.”“Kamu mau pergi kemana, Sayang?”“Malang— aku akan membawa Zain berlibur selama satu minggu.”Keputusanku pergi liburan saat mertua baru saja meninggal mungkin akan menjadi pro dan kontra. Tapi, aku tidak peduli. Lebih baik dibicarakan oleh kerabat dekat ketimbang aku dan suami terlibat

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 48

    Pagi ini aku terbangun karena mendengar suara teriakan Mas Barra. Ternyata dia masih berada di sini. Ku pikir sudah pulang karena tak ada yang membukakan pintu gerbang untuknya.Semalam, aku tidur telat karena harus menyiapkan keperluanku dan Zain. Nanti siang kami akan ikut ke Malang. Rencananya kami akan berada di sana selama satu minggu. Kata Kak Ravi bisa juga lebih jika pekerjaan belum selesai.Kali ini aku benar-benar marah dengan Mas Barra. Rasa kecewa yang hinggap dihatiku tak kunjung mereda meskipun aku sudah berusaha berpikir positif. Menanamkan pada otak dan hatiku jika perubahan sikap suamiku karena jiwanya sedang terguncang.Rencana pernikahan pertamaku batal dan membawaku pada takdir yang tak pernah ku sangka. Takdir yang mempertemukanku dengan keluarga Mas Barra dan si kecil Zain.Kini kami telah menjelaskan pasangan suami istri. Seharusnya saling menguatkan saat sedang mengalami musibah. Namun, kenyataannya hubungan kami justru merenggang.Entah karena Mas Barra yang s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status