Share

Bab 23

Penulis: Syamwiek
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-05 20:00:24

Wajahku terasa semakin memanas saat Barra menatapku dengan lekat. Barra mengatakan tak suka melihatku sedih hingga berujung sakit dengan wajah seriusnya. Ketika aku melihat ke dalam matanya aku dapat merasakan ketulusan dari ucapannya.

“Ehem …” Aku berdehem agar kecanggungan cepat mencair. Rasanya semakin tak nyaman saat tubuh kami semakin mendekat bahkan nyaris menempel. “Biar aku makan sendiri,” ujarku.

Barra menjauhkan mangkuk saat aku ingin mengambilnya. “Biar aku suapi saja.” Dengan telaten dia menyuapiku hingga makanan habis tak tersisa.

Padahal, biasanya aku tidak menyukai bubur. Entah kenapa kali ini aku bisa menghabiskan satu mangkuk besar bubur ayam?

“Sudah habis, waktunya minum obat.”

“Biar aku sendiri yang minum.”

“Kamu diam saja dan jangan bergerak! Biar aku yang membantumu kali ini,” titah Barra tak mau dibantah.

Aku mencebikkan bibir, menatap kesal ke arah Barra. Aku ini hanya demam dan pusing bukan terke
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
bara, teman boleh nyuri ciuman ya bukan teman biasa kan bar?
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
enak loh rum di pocecipin gitu, jadi brrharga bgt, aku suka... awalnya sih emang kek terkekang gitu tapi lama2 brasa nyaman kok
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
aah jangan percaya sama review bintang 5 digoggle deh hehe udah bener kan para laki2 protektif
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 24

    “Hai, sist. Pagi-pagi udah manyun aja, kenapa?”“Lagi sebel sama Kak Ravi!”“Kenapa lagi dengan Kakak gantengmu itu?”“Kamu tau kalau liburan kita terancam gagal gara-gara dia?”“Kok bisa? Kita ‘kan sudah sepakat buat rahasiakan ini dari Kak Ravi.”“Gara-gara Mama yang bocorin ke Eyang. Semalam Eyang tanya sama aku eh waktu kita bahas liburan ke Bali tiba-tiba Kak Ravi dan Papa datang. Ketahuan deh kalau kita mau berlibur.” “Hadeh, Mama Chandra memang selalu begitu ngak biasa diajak main rahasia.” Gista mendesah pelan lalu memeluk lenganku.“Padahal aku sudah bilang kalau Kak Ravi gak boleh tau. Bukannya tutup mulut Mama malah curhat sama Eyang. Kayak gak ada faedahnya kemarin aku rayu-rayu Mama.”“Terus Kak Ravi, gimana?”“Dia maunya kita ikut dengan aturannya. Seperti biasa semua kebutuhan kita selama di Bali Kak Ravi yang atur.”“Yah, mana asik kalau begitu? Trus apalah guna aku membeli ban

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 25

    Aku mendapatkan kabar duka dari Kak Ravi. Katanya tadi pagi Papa Barra meninggal. Saking terkejutnya aku sampai menjatuhkan ponsel ke lantai. Air mataku mengalir deras membanjiri kedua pipiku. Membayangkan kehilangan orang tua membuat hatiku nyeri. Semoga Barra tabah dan bisa mengikhlaskan kepergian Papanya. Pesan dikirim Kak Ravi pukul 10 pagi dan aku baru membaca pukul 2 siang setelah selesai melakukan operasi dan rapat dengan divisiku. Aku menelepon Kak Ravi ingin bertanya keberadaannya saat ini.“Halo, Kak. Kakak lagi di mana?”“Dirumah Barra, Kakak sama Papa bantu urus pemakaman Papa Barra.”“Mama di mana?”“Mama juga di sini, bagian urus catering buat acara tahlilan nanti malam.”“Papa Barra sudah sampai di rumah, Kak?”“Sudah baru sampai, ini baru dibacakan yasin dan tahlil. Bentar lagi mau disholatkan di masjid langsung dibawa ke pemakaman.”“Rumi gimana?”“Sudah selesai operasinya?”“

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 26

    Mama sejak pagi sudah sibuk membuat kue bersama Bibik. Sementara aku bertugas memandikan Zain dan menjaganya. Nanti malam akan diadakan acara tujuh harian Papa Barra. Mama menawarkan diri pada Tante Sarah untuk membuatkan snack sebagai jamuan para tetangga yang ikut acara tahlilan.Setelah pulang dari Singapura Zain kembli manja kepadaku. Dia tidak mau lepas sedetikpun dariku dan terpaksa aku membawanya pergi bekerja. Zain sangat anteng jika ikut ke rumah sakit. Dia akan jadi anak baik dan ramah.Jika sedang di rumah, Zain selalu menangis jika aku meninggalkannya. Mandi pun, sekarang aku selalu mengajaknya. Apalagi saat aku akan buang air besar dia juga akan ikut. Intinya aku ini harus tetap terlihat di kedua mata bulatnya.“Pulang jam berapa nanti, Sayang?”“Agak malam, Ma. Soalnya besok Rumi udah mulai cuti jadi harus beresin sisa pekerjaan sebelum pergi liburan.”“Bisa datang ke acara tujuh harian Kakek Zain?”“Insyaallah bisa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 27

    Akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di pulau yang terkenal dengan pesona alamnya yang indah, Bali. Semalam aku berangkat dari Jakarta pukul 10 malam diantar oleh Papa dan Mama. Aku hanya liburan selama satu minggu tapi kedua orang tuaku bertingkah sangat berlebihan seperti aku akan pergi selama bertahun-tahun.Oh, iya, aku mendapatkan perpanjangan cuti yang awalnya hanya tiga hari menjadi satu minggu. Ini berkat kebaikan dari teman dokterku, dia berkata jika aku jarang mengambil cuti panjang dan dia bersedia mengambil alih sementara para pasienku. Saat aku berpamitan pada suster-susterku, mereka mengatakan jika liburan kali ini aku harus me-refresh hati dan men-charge tenaga agar cepat move on dari mantan tunanganku. Sepertinya masih banyak yang mengira aku belum bisa melupakan pria brengsek bernama Daffa. Padahal aku sudah melupakannya semenjak pertunangan kami batal!“Wow, mewah sekali, Rum.”“Jangan berisik Gis! Nanti Zain bangun.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 28

    Aku kesal sekali dengan Barra. Sejak kapan aku menjadi istrinya? Aku bersedia mengasuh Zain bukan berarti langsung berubah status menjadi istri. Apalagi, setelah mengatakan itu Barra langsung mematikan panggilan video. Padahal aku belum sempat protes dan mengomel padanya. “Manyun terus dari tadi, kenapa?”“Gapapa,” jawabku singkat. “Habis sarapan harusnya bahagia. Lagipula, Barra habis telpon ‘kan?”“Hmmm.”“Aneh banget kamu, Rum. Gak kayak biasanya,” ujar Gista lagi.“Kesel banget aku sama Barra. Pokoknya kalau ketemu pengen aku tarik tuh telinganya. Kalau bicara suka seenaknya sendiri!”“Memangnya bicara apa dia?”Aku melambaikan tangan, meminta Gista mendekatkan badannya ke arahku. Wajahnya terlihat sangat antusias saat aku ingin memberitahu rahasia. “Cepat katakan!”“RAHASIAAAAA …”“Issshhh, kebiasaan!!!” serunya sambil mencebikkan bibir dan kembali ke tempat duduknya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 29

    “Zain sudah tidur?” tanya Barra, sejak tadi dia terus mengekor di belakangku. Rasanya risih sekaligus malu menjadi pusat perhatian para karyawan hotel.“Iya,” jawabku, aku tengah makan siang menggunakan satu tangan karena ada anak bayi tengan tidur di pangkuanku.“Biar aku suapi,” ujar Barra mengambil piringku tanpa ijin.“Eh, gak usah! Aku bisa makan sendiri.”Bukan Barra jika tidak keras kepala dan bertindak semaunya sendiri. Terpaksa aku membuka mulut saat dia mengarahkan sendok bersisi nasi dan lauk ke arahku.Setelah itu, aku menundukkan kepala. Malu dilihat banyak orang meskipun aku tidak mengenal mereka.Kak Ravi dan Gista pergi keluar, katanya mau makan siang sekaligus membicarakan hal penting. Entah hal apa yang dimaksud? Mereka tidak mau memberitahuku.“Nanti malam pindah kamar ya.” aku rasa Barra tidak sedang bertanya namun memberi perintah. Soal kamar saja dia ikut campur seperti kakakku, sungguh merepotkan!

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 30

    Sikap Barra berubah setelah menyatakan cinta padaku. Dia semakin posesif dan lebih berani menunjukkan perhatiannya secara terang-terangan.Aku belum memberi jawaban karena butuh waktu untuk berpikir. Hubungan kami selama beberapa bulan ini hanya sebatas teman dan belum benar-benar saling mengenal.Masih banyak rahasia yang disimpan oleh Barra. Salah satunya tentang kehidupan asmaranya. Dia pandai sekali menutupinya hingga tak ada kabar berita sedikitpun mengenai tunangannya.“Suka sekali melamun,” ujar Barra sambil menempelkan botol air mineral pada pipiku.Aku sedikit terperanjat karena kaget. “Dingin banget,” keluhku.Barra duduk disebelahku. Membantu membuka tutup botol lalu memberikannya padaku. “Minum yang banyak biar tidak kebanyakan melamun,” katanya dengan senyum jahil.“Terima kasih.”Kami sedang berada di balkon. Sebenarnya, Barra yang mengajak melihat bintang setelah Zain tidur padahal aku sudah memiliki agend

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 31

    “Kamu sakit, Rum?” tanya Kak Ravi setelah aku menyusulnya.Tanganku menepuk kembali kedua pipi yang masih terasa panas akibat ulah jahil Barra. Jika tak kunjung menghilang rona merahnya bisa ketahuan Kakak jika aku sedang salting brutal.Jangan sampai hal itu terjadi!Untungnya aku berhasil melarikan diri dari Barra. Telat satu menit mungkin aku akan pingsan di pinggir pantai akibat digoda terus-menerus.“Lama tidak tersengat matahari jadi memerah gini kulitku.”“Lupa pakai sunblock?” tanya Kak Ravi tanpa curiga dengan jawabanku.“Bukan lupa tapi sengaja gak pakai. Tadi aku hanya ingin jalan-jalan sebentar. Eh, keterusan sampai siang.”Kak Ravi memberikan tubuh kecil Zain yang terlilit handuk. Matanya sembab setelah menangis. Saking senangnya bermain air sampai tidak mau udahan.Setelah itu, Kak Ravi kembali masuk ke dalam kolam renang. Menyusul Gista yang sedang sibuk selfie.“Lucu banget sih! Makin ga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13

Bab terbaru

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Ekstra Part 1

    Ulang tahun Zain yang ke empat dirayakan sangat meriah karena dia sudah mulai sekolah. Dia tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan penyayang. Postur tubuhnya lebih tinggi dan besar dari anak seusianya— hingga banyak yang mengira dia sudah berusia 6 tahun.Di sekolah banyak sekali teman perempuan yang sengaja mendekatinya. Ada yang membawakannya bekal, bunga segar dan mainan. Namun, Zain tak mau menerimanya. Menolak dengan nada halus dan alasannya Maminya melarangnya menerima hadiah jika bukan hari ulang tahunnya.Zain itu ibarat calon pria soft spoken. Tak hanya teman kelasnya— anak perempuan yang tinggal di komplek perumahan saja sering datang untuk mengungkapkan cinta. Padahal mereka sudah duduk dibangku SD.Sungguh pesona Mas Barra menurun pada putranya. Tidak hanya wajah yang mirip tapi sifat dan kelakuan pun sama persis. “Sayang, kok kelihatan makin pucat ya,” ujar Mas Barra setelah selesai memakai pakaian. Kami sedang bersiap untuk menyambut para tamu undangan. “Kayaknya b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 55

    Zain senang sekali bermain bersama anak-anak seusianya. Meski keringat telah membasahi sekujur tubuhnya— dia tidak mau berhenti barang sejenak.Untungnya aku sudah menyuapinya lebih dulu. Jadi aku bisa tenang saat dia aktif bermain di Playground.Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Selama aku di sini cuaca memang kurang bersahabat. Pagi cerah, siang panas, pas sore hari hujan turun beserta angin.Mas Barra mencari cafe yang sangat nyaman. Meski guntur terdengar bersahutan tak membuat Zain ketakutan. Dia tetap asik bermain dengan teman-teman barunya."Kalau hujannya tidak reda Pak supir akan menjemput kita," ujar Mas Barra ketika aku sedang memperhatikan Zain."Kayaknya sih gak bakal reda sampai malam. Langitnya tambah gelap. Entah ini karena sudah petang atau memang mendung," balasku. "Keduanya benar. Sudah petang dan langit sedang mendung. Nanti malam bakal tidur nyenyak. Karena cuaca sangat dingin," lanjut Mas Barra.Ngomong-ngomong soal cuaca dingin mengingatkanku pada kelakuan Si

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 54

    Seperti yang aku katakan pada Kevin saat sarapan tadi— seharian ini aku menghabiskan waktu dengan suami dan anakku di dalam kamar hotel. Aku dan Mas Barra ingin quality time dengan anak ganteng karena sering meninggalkannya bekerja. Meski hanya bermain di dalam ruangan— Zain terlihat sangat bahagia sekali. Dia bahkan tak mau tidur siang karena takut ditinggal Papinya. Kebiasaan Mas Barra jika anaknya sedang mode manja. Padahal aku sudah menjelaskan pada Zain jika Papi dan Maminya tidak akan pergi. Kami akan ikut tidur dan memeluknya sepanjang waktu.Sayangnya Zain sudah tidak percaya. Karena aku dan Mas Barra sering membohonginya. Berkata jika akan menemaninya tidur nyatanya meninggalkannya untuk bekerja.Akhirnya, Mas Barra menggendongnya. Menimang-nimang sambil membacakan sebuah dongeng. Pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Rasanya aku ingin memperpanjang liburan supaya memiliki waktu berkualitas dengan keluarga kecilku. “Aku tinggal berkemas gapapa ‘kan, Mas?”“Buat apa b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 53

    Aku terbangun dengan tubuh yang terasa remuk redam dan keadaan tempat tidur berantakan seperti kapal pecah. Jika mengingat kejadian semalam rasanya aku tak kuasa menampakkan wajahku di depan Mas Barra. Pasalnya setelah sesi percintaan kami yang pertama— tanpa sungkan aku memintanya lagi dan lagi. Semua itu aku lakukan sebagai bentuk permintaan maafku karena telah membuatnya kesal. Sebenarnya Mas Barra yang meminta lebih dulu dan aku langsung mengiyakan. Dan, selanjutnya aku lah yang menggodanya hingga malam panas selesai pukul 3 dini hari.“Sayang, sudah bangun?”Aku menoleh ke arah Mas Barra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai handuk sebatas pinggang dan ada handuk kecil pada lehernya. Melihat dada bidangnya dan perutnya yang kotak-kotak membuat otakku traveling— teringat kejadian panas semalam. Aku pun langsung membuang wajah ke arah samping. Mencoba menetralkan degup jantung yang menggila— sambil menepuk-nepuk pipiku yang terasa panas. “Sayang, kenapa?”

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 52

    Setelah ulah Kak Ravi yang membuat suamiku cemburu hingga mendiamkanku— kini hubunganku dengan Mas Barra tak kunjung membaik. Dia enggan dihubungi dan semua pesan yang aku kirim hanya dibaca tanpa berniat membalas. Seminggu sudah aku berada di Malang. Liburanku sangat membosankan karena aku tidak diperkenankan keluar dari kamar. Hanya Zain yang diajak jalan-jalan ketika mulai merengek karena bosan. Sementara aku? Aku tetap terkurung di kamar yang fasilitasnya sangat lengkap. Sebenarnya tak mengapa aku terkurung di dalam kamar. Asalkan Mas Barra tidak mendiamkanku dan mengabaikanku seperti ini. Sayangnya— dia sudah terlanjur ngambek dan menolak dihubungi. Malam ini, Kak Ravi datang dengan pakaian santai. Dia memberiku kotak yang ukurannya cukup besar. Saat aku membukanya isinya dress, sepatu, tas dan perhiasan. Aku tebak barang ini pasti kiriman dari Mas Barra. “Aku harus pulang malam ini juga ya, Kak?” Sepertinya tebakanku benar. Kak Ravi memintaku kembali ke Jakart

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 51

    Tiga hari sudah aku berada di Malang— semuanya berjalan dengan lancar. Mulai dari komunikasiku dengan Mas Barra, Zain sangat antusias setiap aku ajak mengunjungi tempat wisata dan yang paling penting pekerjaan Kak Ravi selesai lebih cepat dari perkiraan.Ada satu hal yang tak aku duga— yaitu pertemuanku dengan teman sewaktu kuliah. Dia adalah Kevin. Selain teman kuliah, Kevin anak dari sahabat Papa. Hubungan keluarga kami sangat dekat. Karena Perusahaan Papa pernah menjalin kerjasama dengan Perusahaan keluarga Kevin.Kak Ravi pun sudah mengenalnya lama. Maka dari itu, dia mengizinkan Kevin mengajakku jalan-jalan keliling Malang. Namun, aku belum menceritakan pertemuanku dengan Kevin pada Mas Barra. Selain belum ada waktu— aku takut dia marah. Ya, pasti kalian tahu sendiri betapa posesifnya suamiku. Alhamdulillah, Mas Barra sudah sembuh. Seperti yang dikatakan olehnya tempo hari— jika dalam dua hari demamnya akan menghilang. Kini dia sibuk di kantor tapi selalu pulang tepat waktu.

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 50

    Mas Barra tetap memaksa mengantarku dan Zain ke Bandara— padahal dia masih demam dan sempat mengeluh sakit kepala.Aku sudah menolak saat dia akan mengantar, memintanya istirahat di rumah Mama sebelum kembali ke kediaman keluarganya untuk menggelar acara tahlilan. Bukan Mas Barra jika tak keras kepala— dengan wajah pucat dan tubuh yang mulai menggigil dia tetap setia menemaniku menunggu pesawat.Sementara Kak Ravi sedang melakukan zoom dengan klien-nya— agar tak terganggu oleh suara Zain, aku sengaja menjauh darinya. “Mas— lebih baik kamu pulang sekarang. Wajah kamu semakin pucat dan tubuh mu tambah panas.”“Gapapa, sebentar lagi pesawat yang akan kamu tumpangi berangkat. Aku akan menunggu—”“Tapi kamu mulai kedinginan. Padahal udah pakai jaket tapi masih menggigil. Ayolah, Mas. Kali ini tolong dengarkan aku. Pulang saja ya.”“Sayang, aku beneran gapapa. Hanya demam sudah biasa terjadi ketika aku kelelahan bekerja. Dalam dua hari pasti sembuh.”Mas Barra bebal sekali!Jujur aku kesa

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 49

    Meskipun aku masih sakit hati dengan ucapan Mas Barra— namun, aku tidak tega membiarkannya duduk memelas di depan teras rumah. Akhirnya, aku menemuinya dan memintanya masuk. Wajahnya terlihat pucat dan saat aku menyentuh keningnya suhu tubuhnya sangat tinggi. Mungkin karena semalaman dia berada di luar rumah. Hanya memakai kaos dan celana pendek. Padahal di dalam mobilnya selalu ada selimut tapi dia tak mau memakainya. Alhasil— aku mengurus Mas Barra lebih dulu sebelum bersiap ke Bandara. Suamiku sama sekali tidak. Dia hanya memandangku dengan intens dan memeluk lenganku seperti anak kecil yang takut ditinggal pergi Ibunya. “Minum obat dulu, Mas. Setelah itu istirahat. Hari ini gak usah ke kantor.”“Kamu mau pergi kemana, Sayang?”“Malang— aku akan membawa Zain berlibur selama satu minggu.”Keputusanku pergi liburan saat mertua baru saja meninggal mungkin akan menjadi pro dan kontra. Tapi, aku tidak peduli. Lebih baik dibicarakan oleh kerabat dekat ketimbang aku dan suami terlibat

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 48

    Pagi ini aku terbangun karena mendengar suara teriakan Mas Barra. Ternyata dia masih berada di sini. Ku pikir sudah pulang karena tak ada yang membukakan pintu gerbang untuknya.Semalam, aku tidur telat karena harus menyiapkan keperluanku dan Zain. Nanti siang kami akan ikut ke Malang. Rencananya kami akan berada di sana selama satu minggu. Kata Kak Ravi bisa juga lebih jika pekerjaan belum selesai.Kali ini aku benar-benar marah dengan Mas Barra. Rasa kecewa yang hinggap dihatiku tak kunjung mereda meskipun aku sudah berusaha berpikir positif. Menanamkan pada otak dan hatiku jika perubahan sikap suamiku karena jiwanya sedang terguncang.Rencana pernikahan pertamaku batal dan membawaku pada takdir yang tak pernah ku sangka. Takdir yang mempertemukanku dengan keluarga Mas Barra dan si kecil Zain.Kini kami telah menjelaskan pasangan suami istri. Seharusnya saling menguatkan saat sedang mengalami musibah. Namun, kenyataannya hubungan kami justru merenggang.Entah karena Mas Barra yang s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status