Share

Datang ke hotel

Author: Kom Komala
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bukan tak sakit harus bersandiwara seperti ini. Cintaku pada Mas Andri bukan sekedar cinta monyet kaum remaja. Tapi, cinta ini murni dari dalam hati dengan itikad  menjalankan rumah tangga yang harmonis. Karena Allah.

Dia yang sedari dulu kulabuhkan cinta, kini telah berkhianat. Amat sangat menusuk sanubari. Bukan sekedar mainan atau kebohongan belaka. Cinta suci ini telah ia nodai. Bahkan ingin ia nodai sampai ingin memusnahkan aku dari dunia ini. Setelah mendapatkan semua hartaku.

Tidak.

Kamu tak bisa lakukan itu, Mas. Kalian berdua amat menyakiti pikiran ini. Apalagi kudengar kalau aku akan segera kalian musnahkan. Pedih. Perih. Tubuh ini mengguncang hebat kala mendengar pembicaraan kejimu itu. Aku seperti benalu yang ingin kalian singkirkan sejak lama, mungkin. Tapi alasan harta dan tahta, itulah yang memperlambat laju kalian. Kalau itu cara kalian, aku juga punya cara lain.

"Aurel? Kok kamu udah rapi aja?" Mas Andri heran perihal aku yang sudah siap dengan pakaian formal untuk berangkat ke kantor. Sudah duduk rapi di depan meja rias tinggal meraih sebuah tas kecil yang selama beberapa hari ini tak pernah kupakai.

"Mas, aku ini hilang ingatan. Aku mau coba pulihkan lagi ingatanku. Aku akan ikut kamu ke kantor. Aku sudah siap. Yuk kita sarapan dulu!" ajakku padanya. Dia dengan wajah gugup kini menelan liur. Aku melihatnya. Seakan ketakutan kalau rahasianya diketahui.

"Jangan, kamu lebih baik di rumah saja. Kamu harus banyak istirahat, supaya kamu cepat pulih." Mas Andri mencegahku untuk datang ke kantorku sendiri.

"Kamu gak dengar apa kata dokter? Aku akan cepat pulih bila aku ini mau mencoba mengingat. Aku harus rileks dan bahagia. Jadi, hari ini aku akan ikut ke kantor. Kulihat di lemari banyak pakaian formal, itu artinya, aku memang biasa pergi ke kantor. Bantu-bantu kamu kali, ya? Atau aku ini kerja di kantor kamu juga? Seperti, aku jadi sekretaris kamu gitu?" cerocosku. Kami belum keluar dari kamar. Karena Mas Andri pasti ingin memastikan kalau aku tak akan ikut dengannya.

"Oke, tapi gak sekarang. Ingatan kamu baru pulih kemarin. Dan kamu masih harus banyak istirahat." Ia kembali meminta.

"Yah, jadi aku gak boleh ke kantor?" tanyaku kecut. Ia nampak sumringah. Pasti ini yang kamu mau kan, Mas?

Ia raih kedua pundakku. "Sayang, aku akan bawa kamu ke kantor aku. Tapi enggak hari ini. Kamu harus istirahat dulu yang full. Supaya kamu cepat pulih. Jangan lupa obatnya kamu minum lagi. Kan tiga kali sehari," pintanya. Agak memaksa. Padahal aku tak pernah minum obat itu. Baru akan hari ini aku datang ke apotek untuk pastikan, obat apa yang diberikan oleh si Maya.

"Hem, baiklah. Jadi kamu larang aku ke kantor dengan alasan kesehatanku? Bukan karena hal lain?" Aku coba menyelidik..

Ia kecup pucuk kening ini. Perasaan yang dulu terkagum-kagum diperlakukan bak putri olehnya, kini sirna. Rasa itu tak ada lagi. Pintar sekali kamu bersandiwara, Mas. Dan kamu telah mengajarkanku pula untuk menjadi pemeran sandiwara terbaik sejagat raya. Kamu pun tak pernah curiga kalau aku hanya memalsukan gerak-gerik ini.

Kami keluar kamar. Menuruni tangga bersama. Persis seperti sepasang mahligai yang baru saja terikat oleh pernikahan yang sakral. Namun ini berbeda. Tak lagi sama seperti dulu.

Foto-foto aku dan keluarga juga sudah di pasang kembali. Kilat sekali mereka bekerja. Kemarin-kemarin aku tak lihat foto apapun, kini sudah kembali tertata rapi di tempatnya.

Kulihat di meja makan sudah tersedia rupa-rupa sarapan pagi. Roti dan selai. Ada pula nasi goreng telur mata sapi. Kami berdua duduk di kursi meja makan.

"Silahkan, Non," tawar Simbok.

"Makasih ya, Bi," jawabku.

"Non, panggilnya Simbok, bukan Bibi. Simbok agak canggung. Biasanya Non kan panggil Simbok." Simbok memberi usulan perihal nama panggilan yang biasa aku panggil dulu.

"Em, maaf ya, Mbok. Aku masih lupa. Jadi aku panggil Simbok saja?" ujarku. Simbok mengangguk. Lalu ia pergi. Sedangkan kulihat Mas Andri seperti menyimpan senyuman dibalik wajahnya. Ia seperti bahagia melihatku lupa. Dan hanya dialah yang kuingat.

"Mas, ini, aku ambilkan. Kamu mau apa?" tanyaku pada Mas Andri basa-basi. Lalu dia menjawab kalau apapun ia akan makan. Asalkan aku yang mengambilkannya. Lebay.

Kuberi ia senyuman manis sambil menempatkan secentong kecil nasi goreng dengan tambahan satu buah telur mata sapi. Kusiapkan di hadapannya.

"Makasih, Sayang. Beberapa hari ini aku terpuruk atas hilangnya ingatan kamu. Dan sekarang, Alhamdulillah perlahan kamu sudah pulih. Sayangnya, kamu hanya ingat aku saja." Ia membualkan rayuan gombal. Supaya aku jatuh di buaiannya.

"Makasih ya, Mas. Semoga ingatan aku cepat pulih lagi. Meskipun kata dokter akan membutuhkan waktu yang lama." Aku menjawab dengan senyuman yang dibuat-buat amat ikhlas.

"Iya. Yuk makan!" pintanya dengan elusan tangan. Manis sekali kamu, Mas. Tapi Sayang, hanya pemanis buatan. Ada tanggal kadaluwarsanya.

***

"Mbok, aku mau pergi dulu." Aku pamit pada Simbok yang sudah mengetahui semua sandiwaraku. Bahkan ia juga sedang bersandiwara supaya aku terlihat seperti tak mengingatnya sedikitpun.

Aku bicara pada Simbok di area yang tak terlihat oleh CCTV. Dan kami sudah tahu dimana kami harus bicara.

"Non mau kemana?" tanya Simbok.

"Ada saja. Sekalian aku mau ke apotek. Aku akan cek obat yang diberikan Maya kemarin."

"Hati-hati, Non. Non sama supir saja," usul Simbok. Kugelengkan kepala ini. "Enggak. Biar aku sendiri saja." Aku menjawab. Lalu aku pergi. Simbok memesan supaya aku hati-hati saat berkendara. Apalagi ia trauma dengan kecelakaanku waktu itu. Yang membuat ingatan ini beberapa hari hilang.

Segera kuraih kunci roda empat dari mobil keluaran terbaru. Sudah beberapa hari aku tak mengendarai mobil kesayanganku. Bahkan hampir lebih dari satu minggu. Karena aku belum bisa keluar rumah. Dengan alasan tidak diperbolehkan oleh majikan, dulu. Haha.

Mobil yang kukenakan pas kecelakaan belum dibawa pulang 'kah? Atau masih dibetulkan? Yang jelas mobil yang kupakai kala itu tak kulihat di garasi, hanya sebuah Lamborghini Urus berwarna hijau yang baru kubeli beberapa bulan yang lalu. Kuapaki itu saja jadinya. Memang sudah berniat sejak awal.

Kubuka pintu mobil yang masih mengkilap. Aku tak tahu apakah Mas Andri pernah pakai mobil ini bersama Maya atau tidak, yang jelas untung saja Mas Andri tak ada niat untuk berikan mobil ini padanya.

Pas masuk, tak ada apapun yang aneh. Semua bagian dalam mobil masih mulus. Tak ada lecet atau bekas dipakai jarak jauh. Kilometernya pun hanya bertambah beberapa. Berarti Mas Andri pernah kendarai ini. Namun tak sampai keluar kota.

Penasaran. Kubuka dashboard. Siapa tahu aku temukan sesuatu. Dan ya, bola mata ini terbelalak kala melihat sebuah brosur hunian berupa apartemen mewah. Jelas bukan aku yang simpan ini di laci. Dan disana nampak pula nama dan nomor kontak marketing dengan rinci. Langsung saja kubawa brosur itu. Lalu kusimpan di tas. Nanti akan kuhubungi.

Mulai menancap gas. Benak ini sudah mulai bekerja dan berfikir kalau Mas Andri berniat membelikan hunian untuk dirinya atau untuk Maya. Pakai uangku.

Sebelum ke apotek, lebih baik kuluncurkan roda empat ini ke arah hotel. Tempat kerja yang selama beberapa tahun belakangan ini kujadikan tempat memperbaiki ekonomi. Di hotelku sendiri.

Pas sampai langsung memarkir mobil di halaman kantor. Aku tak melihat mobil Mas Andri di parkiran. Baguslah kalau tak ada. Biar aku leluasa masuk.

"Silahkan masuk, Bu Aurel!" salam sapa security hotel. Masih tetap sama. Tidak di rubah. Aku fikir Mas Andri memecat karyawan dan mengganti yang baru.

"Pak Andri dimana?" tanyaku padanya seusai menjawab sapaan.

"Pak Andri tadi sudah kelur lagi, Bu. Bersama sekretarisnya." Mendengar jawaban Pak Asep security hotel, aku lumayan kaget.

"Sekretaris? Bersama Irlan?" selidikku. Pak Asep sudah kerja lama. Jadi dia tahu semua pegawai kantor di staff struktural.

"Bukan, Bu. Bersama bu Maya. Pak Irlan sudah tak kerja lagi. Dia sudah dipecat, empat hari yang lalu." Jawaban Pak Asep makin membuatku terkejut. Di pecat?

"Oh, oke." Aku langsung lanjut masuk. Urusan Irlan biar nanti. Jadi Mas Andri naikan jabatan Maya jadi sekretaris? Punya keahlian apa dia? Bisa-bisa kantor jadi berantakan.

Resepsionis hotel masih sama. "Bu Aurel? Selamat datang, Bu. Ibu sudah sembuh?" tanya Amira dan satu orang rekannya. Dengan penuh santun mereka menyapa.

"Iya, sudah. Oh ya, pak Andri kemana?" Penasaran kutanya lagi pada mereka. Amira dan Sofie nampak menunduk. Sesekali saling senggol. Seperti ada rahasia.

"Jawab! Kalau kalian tidak jawab jujur, hari ini adalah hari terakhir kalian kerja. Kalau kalian ketahuan bohong, kalian akan ditendang tanpa pesangon," ancamku. Mereka nampak meringis ketakutan.

"Tap-tapi, jangan bilang sama pak Andri saya bilang sama Ibu ya, Bu." Sofie menjawab. "Kenapa?" Aku sudah tak asing. Pasti mereka mau bilang suamiku keluar bersama selingkuhannya.

"Ayok!" gertakku.

"Pak Andri keluar. Memang seperti biasa, dengan bu Maya. Jangan pecat saya ya, Bu. Saya gak bohong!" pinta Sofie. Dan Amira hanya diam.

"Lalu Amira, kamu mau saya pecat?" ancamku pada Amira yang hanya diam saja. Apa mereka satu kubu? Amira dengan Maya.

"Enggak, Bu, enggak. Jangan pecat saya. Saya juga tahu. Tapi pak Andri bilang jangan kasih tahu sama Ibu kalau kelak Ibu sembuh dan datang bersamanya." Sofie akhirnya angkat bicara.

"Bagus! Yang gaji kalian saya. Bukan pak Andri. Kalian hanya harus bersikap baik dan turut pada aturan hotel ini. Bukan pada pak Andri. Ngerti!" perintahku. Mereka segera manggut-manggut.

Dengan cepat aku berjalan ke arah lift. Berniat menemui bagian accounting. Akan kuselidiki seluruh laporan keuangan selama beberapa minggu ke belakang. Kalau ada penyelewengan dana diluar hotel, Mas Andri yang akan kuciduk.

Beberapa menit kemudian.

"B-Bu A-Aurel?" sapa Rudi bagian accounting. Dia seakan tahu sesuatu tentangku. Raut wajahnya memperlihatkan kekagetan amat sangat.

"Kasih saya laporan beberapa hari ke belakang saat saya tak masuk kerja." Aku meminta.

Rudi gugup. "Lho, bukannya nanti di akhir bulan saya kasih laporan, Bu," jawabnya. Aneh. Rudi kok jadi ngeyel?

"Lho, ini kantor saya. Yang punya saya. Terserah saya mau minta laporan tiap jam 'kek, tiap hari 'kek. Tugas kamu hanya berikan yang saya minta. Cepat. Atau saya akan cari sendiri. Awas!" Aku berniat menyingkirkan Rudi.

"Mau saya pecat? Tanpa pesangon?" ancamku lagi.

"Ja-jangan, Bu, anak istri saya mau makan apa?" jawabnya ketakutan.

"Ya sudah. Kamu kerja buat kantor saya. Bukan buat perorangan yang berani suruh-suruh kamu." Aku kesal. Akhirnya Rudi mengangguk. Ia mulai mencari dan mencetak apa yang aku minta. Beberapa menit menunggu.

"I-ini, Bu." Cepat sekali dia.

Langsung kuambil. Kubawa ke meja ruangan, dimana kursi putar yang selama ini di duduki Mas Andri, kini kududuki lagi.

Penasaran langsung kubuka. Lembaran setiap lembaran kubaca dan kukaji dengan teliti. Tak ada yang aneh. Semuanya baik-baik saja. Aku tak percaya.

Dengan demikian aku balik lagi ke ruangan Rudi. Disana kudengar ia sedang bicara dengan seseorang. Seperti menyebut-nyebut namaku. Dan langsung saja kuhampiri dia.

"Rudi?" Seketika posisi tubuh Rudi membalik seratus delapan puluh derajat. Ia kaget dengan kedatanganku lagi yang tiba-tiba. Dengan cepat Rudi tutup panggilan. Aku sudah yakin, pasti dia telepon Mas Andri.

"B-Bu?" Dia gugup.

"Oke, hari ini kamu saya pecat." Aku langsung ambil keputusan. Wajahnya langsung pucat. Kaget dan panik.

"Lho, salah sa-saya apa, Bu?" tanyanya.

"Kamu gak salah. Yang salah itu saya, kenapa saya pekerjakan kamu. Kamu berikan laporan palsu pada saya. Tidak sesuai yang saya inginkan. Jadi silahkan sekarang kamu pergi. Beresi semua barang-barang kamu."

Apa yang terjadi? Rudi malah bersimpuh.

"Maaf, Bu, maaf. Iya, saya bohong. Tapi itu atas permintaan pak Andri."

"Lalu yang gaji kamu Andri?" Akhirnya aku tahu kalau ia bohong. Padahal aku hanya mengertaknya saja.

"Bu, jangan pecat saya, Bu. Saya mohon. Oke, saya kan berikan laporan keuangan yang benar, Bu. Ini, ini, saya akan cetak." Dia segera bangkit. Bola matanya mulai berkaca-kaca.

Setiap diancam, baru ngaku.

***

Related chapters

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Muslihat

    DisangkaMasih Hilang IngatanDeg!"Kemana dana ini di luncurkan? Hah?" Rudi kutatapi dengan nanar. Wajahnya amat pucat. Bahkan makin pucat."Em, a-anu, Bu, pak Andri. Pak Andri yang pakai uang itu. Saya tak tahu untuk apa. Yang pasti saya hanya di perintah saja," jawabnya gagap. Amat ketakutan.Aku geram. Geram sekali padanya. Pada Rudi dan juga pada Mas Andri."Kamu masih ingin bekerja?" tanyaku. Biar kuberi dia harapan."Mau, Bu, saya masih sangat mau bekerja disini. Tolong Ibu jangan pecat saya." Dia meringis. Bahkan memohon-mohon.Mulai kuatur nafas ini, meskipun sulit, tapi aku berusaha. Heurkh. "Oke, siapa yang barusan kamu telepon?" tanyaku.Dia diam. Perlahan dengan penuh tekanan mulai angkat bicara. "Ta-tadi, pak Andri, Bu," jawabnya ketakutan. Dasar tukang adu.

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Jadi milikku

    "Nah, Sayang, ini adalah hunian yang aku belikan buat kamu. Untuk istriku tercinta. Taraaa!" Mas Andri membawaku ke sebuah apartemen yang mewah dan megah. Dengan desain baru yang pengerjaannya baru selesai beberapa bulan yang lalu.Aku amat terkejut. Bukan karena bahagia, tapi karena dia akan berikan apartemen mewah ini tadinya untuk wanita yang kini ikut bersama kami. Jangan harap."Ya ampun, Mas. Ini bagus banget. Kamu memang pria yang paaaaling sempurna. Kamu mapan, kamu juga sayang istri." Aku memujinya habis-habisan di depan Maya pula. Karena Maya ikut. Mas Andri yang mengusulkan."Gimana? Kamu suka?" tanya Mas Andri sembari melayangkan kedua lengan tanda aku harus mengagumi pemberiannya.Maya seperti ikut bahagia. Tapi tetap saja, aku melihat tatapan kesal di netranya. Amat lekat. Dia sedang bersandiwara. Pastinya, karena Mas

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Drama Sang Mertua

    ___________"Jadi Ibu, Ibu mertua saya?" Mertuaku langsung kaget setengah mati kala kalimat itu muncul dari indra pengecap ini.Kulihat wajahnya syok tapi ada raut gembira. Pastinya, selama ini mereka hidup pas-pasan, sudah kuduga, ada niat menggelitik dibalik kedatangannya.Ia meraih kedua bahuku. "A-Aurel, ini Ibu. Bu Lasmi, Ibu mertua kamu. Kamu beneran gak inget? Ibu dapat kabar dari Andri, dan dia yang suruh Ibu buat datang kesini, dan juga suruh urus kamu," kata ibu mertuaku dengan kebahagaiaan histeris dibalik batinnya. Aku merasakan itu. Walaupun tatapanku polos, tapi ini adalah sebuah tatapan penyelidikan.Kening mengernyit dengan cepat."Aurel, kamu itu menantu Ibu. Kamu di persunting oleh anak Ibu yang tampan dan mapan. Kamu itu harus bangga." Seratus delapan puluh derajat ekspresi ibu mertua berubah. Raut bahagia mulai terpancar.

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Tentang Sabotase Hotel

    ______"Ja-jadi? Mas Andri sendiri yang sabotase hotel?" Aku terkejut kala melihat semua bukti dan rekaman pembicaraan antara Irlan dengan pengunjung hotel. Mereka menjelaskan ciri-ciri beberapa pria yang sengaja membuat citra hotel menjadi buruk. Bahkan sampai sekarang pun keadaan itu belum pulih. Hotel masih tak seramai awal."Iya, Bu. Ada oknum lain yang sengaja perburuk citra hotel. Dan setelah di selidiki, ternyata pak Andri sendiri yang menyuruh oknum-oknum itu. Saya gak ngerti, Bu, kenapa pak Andri lakukan ini? Bukankah kemajuan hotel juga kemajuan baginya?" kata Irlan menjelaskan. Aku masih syok dan tak percaya, suamiku sendiri malah memperburuk citra perusahaanku sendiri. Padahal selama ini uang yang ia dapat dari hotel kami."Oh ya, Bu. Ini juga ada data hotel yang sepi namun kian mulai ramai. Dan sepertinya perhatian mereka di alihkan kesana. Seperti di sengaja." Irlan kembali memperlihat

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Sabotase Hotel 2

    "Kami tidak bohong, Bu. Pak Andri yang suruh kami sabotase hotel milik Ibu. Tolong lepaskan kami, Bu." Ringis salah seorang anak buah yang mengaku di suruh Mas Andri. Mereka bertiga. Dua orang dari mereka hanya diam sambil tertunduk."Kalian jawab jujur atau hari ini hari terakhir kalian bernafas. Saya juga sudah tahu keluarga kalian. Jadi sekarang kalian jujur." Mendengar gertakkanku ketiganya makin ketakutan."Sumpah, Bu, sumpah. Kami di suruh pak Andri. Dan, pak Andri sepertinya akan jual aset Ibu ke pemilik hotel dekat hotel Ibu itu."Teg! Jadi benar? Mas Andri yang lakukan itu?"Kalian jangan bohong. Mana mungkin suami saya ingin memperburuk citra hotel saya. Toh itu akan buat dia rugi 'kan?" Aku papas habis semua pertanyaan yang masih di rasa mengganjal. Dan Irlan pun hanya diam menyaksikan."Sumpah, Bu, sumpah. Pak Andri dapat bayaran besar dari pemilik hotel itu. Dan pak Andri juga

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Milikku kembali

    ****Semalaman Mas Andri terlihat sekali wajahnya kusut. Tak kuberi ia kesempatan untuk kelur rumah bahkan untuk sekedar chatingan bersama si Maya. Pas aku tanya tentang si Maya, dia mengelak kalau Maya bukanlah siapa-siapa. Oke, kuanggukkan saja kepala ini tanda percaya padanya. Tapi kalaupun dia bercakap-cakap dengan Maya, aku sudah pasang alat penyadap suara di setiap sudut."Mas? Mana perhiasan yang kamu pinjamkan ke ibu?" tanyaku segera di pagi-pagi buta setelah aku beres bersolek."Iya, aku ambil dulu." Dia dengan wajah lesu mulai menginjakkan kaki menuju ke arah kamar ibu."Maaf ya, Mas, tapi itu semua perhiasan peninggalan almarhumah mama. Nanti ibu kamu aku beliin lagi yang baru." Aku beri Mas Andri harapan, supaya ia juga bilang pada ibu.Di kamar aku masih melamun menghadap ke depan cermin. Rumah tangga yang selama ini kudo'akan baik-baik

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Harapan manis

    Beberapa ratus meter lagi kami sampai di kantor. Disana aku sudah siapkan semua kejutan untuk Mas Andri dan ibu. Aku harap mereka bahagia. Atau sebaliknya?"Aurel, kamu memang menantu Ibu yang saaaangat baik. Kamu wanita hebat. Dan Ibu bangga atas keputusan kamu ini?" Ibu sedari tadi di jalan tak henti memujiku. Aku tahu bagaimana kegiranganmu, Bu, kala ibu akan dapatkan semua yang kumiliki tanpa susah payah."Iya, Bu. Keputusan Aurel ini sudah bulat. Semua ini demi kebaikan hidup Aurel, Bu. Ibu setuju, kan?""Uh, setuju sekali, Rel. Ibu saaaangat dukung keputusan kamu ini. Ibu akan sangat bangga." Ibu tak henti bersemangat. Bola matanya lagi ibarat menyemburkan lembaran-lembaran uang dolar. Sumringah sekali."Sayang, makasih, kamu memang istri yang terbaik," puji Mas Andri sambil mengelus punggung tanganku dengan lembut. Ia pancarkan pula tatapan kebahagaiaan juga tatapan kemenanga

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Kejutan

    Hallo, Kakak dari Sabang sampai Merauke. Semoga kalian sehat selalu dan di lancarkan rezekinya selalu. ***"Pak Yudi?" Pengacaraku datang, dan itu sekejap menghilangkan rasa curiga Mas Andri. Karena ia pikir, aku memang akan limpahkan semua kekuasaanku. Dan itu memang lewat Om Yudi."Masuk, Om," ujarku langsung mempersilahkan Om Yudi untuk masuk ke lingkup kami. Ibu dan Mas Andri mulai tenang kembali. Namun pastinya mereka belum mengerti kenapa ada Irlan.Tiba-tiba, setelah Om Yudi, beberapa orang masuk membawa dan menyiapkan peralatan sesuai yang kuminta."Sayang? Ada proyektor segala. Ini, ini kok kayak ada tontonan?" Mas Andri mulai heran kala bagian peralatan mulai bekerja.Kuraba lengan suamiku. "Mas, ini sebuah kejutan dari aku. Sebelum aku umumkan tentang jabatan kamu yang baru, kita semua tonton ini dulu. Em, semacam, e ... du ...

Latest chapter

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   97 The End

    "Aurel? Feri?"Maya terkejut dengan kedatangan kami ke rutan bermaksud mengunjunginya. "Kalian jenguk aku lagi?" tanyanya. Kini Maya sudah duduk di kursi berhadapan dengan aku dan Feri. Wajahnya lumayan lusuh. Ya, namanya jiga di dalam sel tahanan. Tak seindah di rumah sendiri walaupun rumah itu amatlah kecil dan sederhana."Iya. Apa kabar kamu, May?" tanyaku sambil getar-getar kaki di bawah meja. Sontak bola mata Maya gelagapan mendengar tanya kabar dariku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu. Tapi, mungkin dia masih belum terbiasa saja bertemu denganku."Baik, Rel. Makasih kamu udah kali ke duanya mengunjungi aku ke sini." Kata-kata Maya mulai memperlihatkan kalau dia sudah berubah menjadi lebih baik. Syukurlah. Memang seperti apa yang pernah aku ceritakan. Sebelumnya pernah mengunjungi Maya."Rel? Perut kamu?" Maya terkejut dengan kondisi perut

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   Part 96

    PoV Aurel***"Sayang, hari ini aku kepengen makan ketoprak, tapi yang di ujung jalan sana itu loh!" Suamiku Feri merangkulku dari belakang. Saat ini aku sedang minum air mineral sambil berdiri. Hari ini dia dan aku libur ngantor karena hari Minggu. Seperti biasa ia simpan dagunya di bahuku. Dan itu membuatku geli. Momen manja-manja kami tak pernah henti."Ih, geli!""Gimana? Mau gak? Ayok dong!" Ia kekeh ingin ketoprak. Sejak aku hamil, sama sekali aku tak pernah ngidam apapun. Alhamdulillah mual pun hanya di awal-awal saja. Dan ngidam, full dia yang tangani. Kok bisa? Aku pun tak tahu. Tapi biarlah."Iya, sebentar." Aku kembali minum. Dia masih memelukku dari belakang sambil elus-elus perut."Kamu apaan sih? Nanti ada simbok atau bibi, malu," ucapku terkekeh geli. Kadanga Simbok dan Bibi suk

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   95

    PoV Putri***Namaku Annata Putri Salsabila. Anak satu-satunya dari Papa dan Mamaku. Mereka sudah almarhum. Kecelakaan pesawat beberapa tahun yang lalu telah merenggut nyawa mereka. Singkat sekali perjumpaan kami. Semoga kelak di surga aku dan mereka bisa kembali berkumpul.Aku tinggal bersama Tante Sandra, ia adalah Kakak dari almarhum Papa. Jadi, aku dan Mas Feri sepupuan. Ah, tak kusangka, ia kini sudah menikah dan akan segera mempunyai momongan dari wanita yang di cintainya, Mbak Aurel.Aku mengambil sekolah menengah atas jurusan keperawatan, hingga aku kuliah dan lulus menjadi seorang perawat. Aku lebih memilih menjadi perawat para korban bencana. Termasuk korban kecelakaan pesawat. Ah, itu semua aku lakukan karena kekecewaanku yang tak bisa merawat Papa dan Mama. Hingga aku bertekad ingin menjadi seorang perawat dan memb

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   94 Sedang bahagia

    PoV Aurel***Hari ini aku sangat bahagia. Tepat di hari ulang tahun pengacara keceku, yaitu suamiku sendiri, Feri, ternyata perutku sudah berisi janin yang kata dokter usianya baru enam minggu. Ah, aku bahagia sekali. Sejak dulu menikah dengan Mas Andri, aku menunda dulu soal momongan, tapi sekarang, setelah menikah dengan Feri, aku tak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Itu mauku, juga mau Feri. Kami sudah tak sabar ingin menjadi orang tua. Dan Alhamdulillah, akan segera kesampaian."Sayang? Malam ini kita diner, yuk!" pintanya sambil memeluk tubuhku dari belakang. Dia selalu bertingkah manja."Memang boleh keluar malam?" tanyaku."Boleh, asalkan udah shalat isya. Aku udah siapkan tempat yang spesial untuk kita." Dia bicara lalu mengecup pipiku."Ish! Curi-curi kecupan. Gimana kalau ada simbok?" Aku mencub

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   93

    PoV Feri***Hari ini, setelah Aurel terbangun dari koma, akad nikah akan kami langsungkan saja. Aku tak mau menunggu lagi hari esok atau lusa. Aku tak mau sampai acara ini di tunda lagi.Hari ini dia sudah membuat jantungku terasa copot. Pas bangun dari koma, dia malah tidak mengenalku. Eh, ternyata dia hanya sandiwara. Dasar Aurel. Di suasana sedih pun dia masih bisa bercanda. Entah apa yang terjadi bila ya, dia hilang ingatan lagi. Ah, aku mungkin sudah tak bisa lagi bicara. Tadi saja, aku sudah merasa tak punya harapan apapun lagi. Dia benar-benar berhasil membuatku kaget setengah mati. Tak hanya aku, tapi semuanya. Bahkan Simbok sampai mau pingsan.Akad nikah akan segera berlangsung. Sebelum mengucap qobul, kutatap wajahnya dengan penuh cinta. Aurel cantik sekali. Benarkah hari ini kami akan menikah? Akad

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   92

    PoV Feri***"Gimana kabar Aurel, Fer?" Arjuna bertanya mengenai kabar Aurel. Dia sudah makin membaik, kini untuk berjalan pun tidak memakai bantuan kruk."Masih sama." Kuhempas tubuh ini ke sofa. Lalu melonggarkan dasi dan simpan tas di atas meja. Arjuna ikut duduk. Putri datang membawakan kami minuman. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Selesai meeting tadi aku langsung pulang. Nanti akan ke rumah sakit lagi. Sekarang katanya ada Bi Atun di sana. Menunggu Aurel sebelum aku datang."Kasihan ya, Mbak Aurel, Mas. Aku masih gak ngerti kenapa ini harus terjadi. Apalagi ... pernikahan kalian 'kan tinggal beberapa hari lagi." Putri berkomentar dengan lesu."Iya." Aku mendenguskan nafas kembali dorong punggung ke sofa. Netra ini hanya menatap langit-langit rumah yang terasa suram."Sabar, Fer, gue yakin Aurel akan s

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   91

    Disangka Masih Hilang IngatanPart 91❤️❤️❤️PoV 3***Jadi sebenarnya siapa yang tertembak di keributan halaman hotel?Sebelumnya flashback dulu. Maya adalah anak dari Pak Nadimin dan Bu Samsiah. Ia pergi meninggalkan orang tuanya bermaksud mengadu nasib. Maya tak bicara pada orang tuanya perihal dirinya yang ternyata berangkat keluar negeri sepuluh tahun yang lalu.Maya lewat penyalur tenaga kerja Indonesia sepuluh tahun yang lalu telah di berangkatkan ke negeri gajah putih atau itu adalah sebutan untuk negara Thailand. Ia bekerja hingga akhirn

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   90

    Siang ini aku dan Feri memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Ingin temui wanita yang bernama Maya itu, takutnya ia masih istirahat. Jadi setelah makan siang aku putuskan untuk menemuinya."Sayang, besok kita fitting baju pengantin. Besok aku jemput kamu, ya? Hari ini, em maksudnya siang ini aku ada meeting. Tapi nanti jam satu. Setelah zuhur," kata kekasihku Feri. Ah, ini masih seperti mimpi."Oke. Em, Fer, kamu jangan panggil aku sayang dong. Agak gimana gitu! Aurel aja ya?" Aku masih malu-malu."Loh? Kenapa? Ya sudah, aku panggil kamu Aurel. Aurel Sayang." Dia malah tersenyum.Aku merasa malu. "Ah, terserah lah. Asal sayangnya jangan cuma di bibir," ucapku."Lalu harus dimana lagi?" tanyanya."Ya ... hati sama ucapan kamu harus selaras. Jangan bohong.""Lalu, bagaimana ka

  • Disangka Masih Hilang Ingatan   89 Kedatangan

    "Siapa itu, Pak?" Aku bertanya pada Pak Satpam. Ada dua buah mobil ternyata. Bukan cuma satu saja yang datang.Feri masih ada di dalam mobil. Hati ini masih agak senyam-senyum karena Feri ternyata telah mengungkapkan perasaannya padaku. Dan ternyata aku baru sadar, perasaanku selama ini adalah rasa nyaman yang berakhir mencintainya pula.Mobil itu berhenti di sampingku. Pintu mobil mulai membuka.Benar-benar kaget."Hah? Tante Sandra? Putri? Itu, siapa lagi?" ucapku heran.Lalu, Feri keluar. Ia malah senyam-senyum seperti tahu dengan apa yang terjadi. Bola mata ini malirik kesana kemari. Ke arah dua mobil itu, juga ke arah Feri."Silahkan masuk, silahkan!"Teg!Tiba-tiba Simbok dan Bi Atun menyuruh mereka masuk. Aku nyatanya masih heran. "Fer?" Aku menegur Feri.

DMCA.com Protection Status