Belum sempat Rangga memberitahu sang istri, Febby lebih dulu melihat berita penangkapan Rossa di TV.“Apa ini?” gumam Febby sambil membaca berita di layar ponselnya. Berita tentang penangkapan Rossa, kakak tirinya, muncul di berbagai media. "Rossa tertangkap karena kasus narkoba," lanjutnya, suaranya terdengar lirih namun sarat dengan keterkejutan.Rangga yang berada di sampingnya segera menoleh, melihat raut wajah Febby yang berubah. “Ada apa, Sayang?” tanyanya lembut pura-pura tak tahu tentang kejadian itu.“Rossa… dia tertangkap. Dia bukan hanya pengguna, tapi juga pengedar,” jawab Febby dengan suara gemetar. Berita itu terlalu mengejutkan, meskipun Febby tahu betul bahwa gaya hidup Rossa selalu bermasalah. Tapi kali ini, situasinya jauh lebih serius.Rangga menghela napas panjang. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat, sesuatu seperti ini akan terjadi. “Jangan terlalu dipikirin sayang. Kamu hanya perlu fokus tentang kita. Mau?” tanyanya, meletakkan tangan di bahu Febby, mencoba
Setelah beberapa hari menunggu, mereka dipanggil kembali untuk mendengar hasil tes. Saat memasuki ruang praktik Dr. Neo, Febby merasakan jantungnya berdebar kencang.“Bagaimana hasilnya dok?” tanya Rangga.“Sebentar.”Lalu seorang suster membawa amplop hasil lab milik Febby dan Rangga. Dokter segera membuka untuk mencari tahu isinya. Dokter melihat mereka dengan senyum hangat. "Saya ingin menyampaikan kabar baik, bahwa kalian berdua dalam keadaan sehat dan subur," ucap Dr. Neo, dan suasana di ruangan itu seketika menjadi penuh haru.Febby tidak bisa menahan senyum bahagianya. "Jadi, kami bisa memulai program kehamilan?" tanyanya penuh harap."Benar. Kalian akan mulai dengan siklus pemantauan kesuburan," jawab Dr. Neo. "Kalian perlu mengikuti beberapa petunjuk mengenai waktu berhubungan intim agar peluang untuk hamil semakin besar."Rangga dan Febby saling menatap, rasa percaya diri dan semangat menggelora di dalam hati mereka. "Kami siap, Dok!" seru Rangga, membuat Febby tertawa gemb
Keesokan harinya, mereka kembali ke klinik untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dr. Neo menyambut mereka dengan senyuman lebar. “Saya sudah tidak sabar untuk mendengar kabar baik dari kalian,” ucapnya, dan Febby tidak bisa menahan senyum bahagianya.“Kemarin, kami sudah melakukan tes dan hasilnya positif, dok,” jawab Febby dengan penuh semangat. Dr. Neo tersenyum, mengucapkan selamat. “Wah selamat buat kalian, akhirnya hanya butuh waktu satu bulan kalian berhasil mendapatkan yang kalian inginkan. Saya ikut bahagia mendengarnya. Kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan semuanya berjalan lancar,” ujarnya.Febby dibantu oleh suster naik ke ranjang pasien, lalu suster mengoleskan gel di atas perut Febby. Tak lama dokter Neo mengambil alat dan menempelkan di perut pasiennya.Rangga berdiri di samping sang istri, meski tak paham apa maksud dari layar itu, namun jantungnya berdetak semakin kencang.“Nah ini dia. Ada si kembar nih.”Dokter Neo mengarahkan alat ter
“Aku sudah mendapatkan perawat sayang, besok dia akan datang,” kata Rangga pada istrinya.Febby hanya mengangguk. Dia pasrah pada suaminya karena kalau Rangga sudah memutuskan makan tak akan ada yang bisa menghalanginya.Tiga bulan berlaluKehamilan adalah anugerah yang sangat dinantikan oleh Febby dan Rangga. Sejak menikah, mereka selalu berharap diberikan momongan, dan ketika akhirnya Febby dinyatakan hamil, kebahagiaan mereka terasa sempurna. Namun, kebahagiaan itu sedikit terganggu oleh pengalaman ngidam yang nggak biasa. Febby mengalami hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya—ia tak sanggup menatap sinar matahari. Setiap kali terkena sinar matahari atau cahaya terang, perutnya seketika terasa mual, dan sering kali disertai muntah hebat.Pada awalnya, Febby mengira mual tersebut adalah bagian dari morning sickness biasa yang dialami oleh sebagian besar wanita hamil. Namun, seiring waktu, ia mulai menyadari bahwa reaksinya lebih dari sekadar morning sickness. Jika dia hanya m
“Suter, silahkan masuk,” kata Rangga.“Terima kasih pak Rangga,” jawabnya.Rangga kembali menutup pintu apartemennya, lalu masuk ke dalam kamar untuk berpamitan pergi ke kator. “Sayang, aku kerja dulu ya. Suster Lusiana sudah datang,” katanya memberitahu sang istri.“Iya sayang, hati-hati di jalan.”Rangga mengecup kening dan bibir sang istri, lalu mengecup perut sang istri yang sudah berusia tiga bulan. “Papa berangkat kerja dulu ya sayang,” pamitnya pada kedua calon anaknya.Setelah itu Rangga menitipkan Febby pada suster Lusiana.Sementara itu di sudut Kota Sun CityMayang duduk di sebuah coffee shop kecil di pinggir kota, matanya memandang ke luar jendela dengan pikiran penuh kekhawatiran. Sudah berbulan-bulan sejak Rossa, ditangkap oleh polisi karena kasus narkoba dia merasa sangat kesepian, para tetangga pun menjauhinya sejak kasusnya menyeruak ke publik. Dia yang dulu paling berkuasa kini nyaris tak punya teman.Dia seperti orang yang berpenyakitan dan harus dihindari oleh y
“Saya akan segera menghubungi anda lagi, sekarang pulanglah,” kata Pak Brata dingin.“Baik, saya permisi dulu,” pamit Mayang.Mayang pulang ke rumah dengan hati yang berat. Ia Tidak bisa tidur, bayangan warga desa yang akan kehilangan tanah mereka terus menghantuinya. Namun, ketika ia berpikir tentang Rossa, hatinya berdebar kencang. Rossa adalah segalanya bagi Mayang, dan dia harus melakukan apa pun untuk memastikan anak tirinya itu bisa bebas.Esok harinya, Mayang mulai menjalankan tugasnya. Ia pergi ke desa yang telah ditunjukkan oleh Pak Brata dan mulai berbicara dengan beberapa warga. Dengan menggunakan tipu daya dan bahasa manis, ia berusaha meyakinkan mereka bahwa menjual tanah mereka adalah pilihan terbaik.Semakin banyak warga yang mulai menyerahkan tanah mereka dengan harga yang sangat murah. Mayang merasakan beban berat setiap kali ia menandatangani kesepakatan, namun ia mencoba mengabaikan perasaan bersalah yang terus menggerogoti hatinya.Sampai akhirnya, setelah semua ta
“Terima kasih Tuhan, sudah mempermudah kebahagiaan kami. Ma, Pa. Rangga akan segera memberi kalian dua cucu kembar sekaligus, Rangga juga akan menuntut keadilan pada siapapun yang terlibat dalam kasus besar itu. Rangga ingin segera menyelesaikannya, karena Rangga merasa sangat berdosa membohongi Febby,” gumamnya sambil memejamkan mata.Sementara sang istri sudah terlelap di sebelahnya. Rangga merengkuh tubuh istrinya, membawa masuk ke dalam kamar, Febby pasti sangat kelelahan, pikirnya.Lalu ia ikut masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang anak.Esok harinya matahari baru saja menyinari langit, namun Febby masih nyaman dalam dekapan hangat selimutnya. Ia merasa tubuhnya lebih berat dari biasanya, tapi bukan karena lelah. Ada perasaan manja yang menggelayut di dalam dirinya. Semenjak menjadi istri calon ibu, Febby memang sering merasakan dorongan untuk selalu berada dekat dengan suaminya. Rangga, pria yang penuh pengertian, selalu siap memberikan perhatian yang Febby butuhkan, ter
Di tempat berbeda, Mayang terasa lebih lengang dari biasanya. Udara dingin yang menyelinap dari celah jendela kaca besar di ruang tamu, seolah mencerminkan suasana hati Mayang yang sedang tak menentu. Di sofa, Mayang duduk dengan tatapan kosong, masih memikirkan kejadian yang baru saja berlalu. Rossa, putri sulungnya, akhirnya bisa keluar dari kantor polisi berkat segala upaya yang ia lakukan. Namun, bukannya bersyukur, Rossa justru memperlihatkan kemarahan yang tak pernah Mayang duga sebelumnya."Kenapa lama sekali, Ma? Kenapa aku harus menunggu begitu lama di sana?!" bentak Rossa beberapa jam yang lalu saat baru sampai di rumah.Mayang yang awalnya merasa lega begitu melihat putrinya keluar dari jeruji besi, tak menyangka bahwa tanggapan yang diterimanya justru penuh amarah. Segala jerih payah, usaha mencari pinjaman uang, bahkan pertemuannya dengan rentenir bernama Pak Brata—semuanya tampak sia-sia di mata Rossa.Mayang menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu