"Kau berani mengancamku?" tanya wanita tua itu sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Rangga. Sementara itu, Rangga tersenyum tipis, menatap mamanya Bayu."Aku tidak mengancam. Tapi kalau kau terus membuat keributan di sini tanpa mau mencari tahu seperti apa sebenarnya anakmu, aku pastikan semuanya akan diketahui oleh orang banyak. Aku yakin kau tahu apa yang kumaksud. Atau kalau kau mau, aku ceritakan saja dulu kepada orang-orang yang ada di sini, mumpung sedang ramai," kata Rangga lagi, jelas mengancam."Brengsek kau, laki-laki miskin! Urusan kita belum selesai. Ingat, seluruh hutang itu harus kalian lunasi. Kalian pikir anakku itu mesin atm? Main minta uang seenaknya saja. Dan kau, kalau benar-benar mau membela keluarga istrimu ini, silakan tanggung jawabkan total hutang itu!" katanya lagi sambil menunjuk catatan yang ada di hadapan Maya.Rangga tersenyum miring. "Aku yang tidak tahu apa-apa harus ikut bertanggung jawab? Aku bisa saja melaporkan balik kalian karena dengan ua
“Sepertinya ada yang membuntuti kita,” ucap Febby saat melihat mobil jeep di belakang mobil mereka.Rangga dengan cepat mengecoh mobil itu, hingga membuat mereka kehilngan jejak.“Siapa sih mereka? Apa begal?” tebak Febby.Rangga menggeleng, “mungkin hanya orang iseng saja,” jawabnya tak ingin membuat sang istri khawatir, sebab wajahnya yang babak belur belum sembuh.Dalam keheningan, Febby hanya duduk membisu di samping suaminya yang mengemudi. Diamnya Febby menggerakkan kekhawatiran Rangga yang merasakan ada sesuatu yang mengganggu hati istrinya. Dengan lembut, Rangga menaruh tangan kirinya di atas tangan Febby, sambil tangan kanannya tetap terjaga pada setir. "Ada apa, Sayang? Kenapa kau tampak ada yang dipikirkan? Apakah karena kita meninggalkan mama dan Rossa?" Rangga mencoba memecahkan keheningan dengan suara yang penuh kelembutan. Namun, Febby hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan, menyatakan bukan itu alasan kerisauannya. Tatapan Febby menerawang jauh. Dengan suara ya
“Tuan, ini barang-barang anda. Barusan pak Arka-”“Oke,” jawab Rangga kesal karena saat bercumbu dengan sang istri malah di ganggu. Rangga sengaja pindah apartemen agar tak membuat sang istri curiga.Nanti bila waktunya tiba dia akan ungkap jati dirinya yang sesungguhnya.“Makasih Pak,” kata Febby. Sementara sang suami masih ngedumel masuk ke dalam apartemen sambil mendorong bok itu.“Sama-sama Bu,” katanya.Febby menutup pintu, dan memarahi suaminya, tapi pria itu tetap membela diri karena tak ada lelaki yang tak kesal kalau diganggu.Mereka pun melanjutkan untuk bercinta. Dan Rangga memasak untuk sang istri setelah kegiatan panas mereka berakhir.******Febby merasa bahagia dan lega saat akhirnya tinggal di apartemen yang disewa Rangga di West Country. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang penuh dengan tekanan dan kesibukan, kini ia merasakan ketenangan yang begitu dalam. Lingkungan baru ini memberikan suasana yang damai, jauh dari segala drama yang biasanya mengelilingin
Setelah puas bercinta, Rangga memilih untuk membersihkan diri, setelah kembali rapi Rangga menuju ke dapur."Wow, ini masakan ala restoran, sayang! Kamu masak makanan favorit aku?" tanya Rangga dengan mata berbinar.“Iya dong, bukankah tugas istri itu salah satunya adalah menyenangkan suami, salah satunya dengan menyajikan makanan kesukaan suaminya?” Mendengar ucapan Febby membuat Rangga tersenyum puas. Dia merasa bahagia hidup berdua di apartemen ini tanpa gangguan siapapun.“Rangga,” panggil Febby.“Iya sayang?” jawab Rangga.“Aku tak sengaja tadi melihat map di dekat TV, dan kamu ternyata profesor muda.”Uhuk UhukRangga seketika tersedak makanan yang sedang dia nikmati.“Pelan dong,” tegur Febby menyerahkan satu gelas air putih pada Rangga. Otak cerdas Rangga mulai berpikir mencari jawaban tepat dalam hitungan detik.Dia meletakan gelasnya, lalu berkata, “ya aku memang profesor muda, tapi itu pendidikan aku tempuh tanpa tatap muka. Rencananya suatu saat aku ingin punya usaha prop
Belum sempat Rangga memberitahu sang istri, Febby lebih dulu melihat berita penangkapan Rossa di TV.“Apa ini?” gumam Febby sambil membaca berita di layar ponselnya. Berita tentang penangkapan Rossa, kakak tirinya, muncul di berbagai media. "Rossa tertangkap karena kasus narkoba," lanjutnya, suaranya terdengar lirih namun sarat dengan keterkejutan.Rangga yang berada di sampingnya segera menoleh, melihat raut wajah Febby yang berubah. “Ada apa, Sayang?” tanyanya lembut pura-pura tak tahu tentang kejadian itu.“Rossa… dia tertangkap. Dia bukan hanya pengguna, tapi juga pengedar,” jawab Febby dengan suara gemetar. Berita itu terlalu mengejutkan, meskipun Febby tahu betul bahwa gaya hidup Rossa selalu bermasalah. Tapi kali ini, situasinya jauh lebih serius.Rangga menghela napas panjang. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat, sesuatu seperti ini akan terjadi. “Jangan terlalu dipikirin sayang. Kamu hanya perlu fokus tentang kita. Mau?” tanyanya, meletakkan tangan di bahu Febby, mencoba
Setelah beberapa hari menunggu, mereka dipanggil kembali untuk mendengar hasil tes. Saat memasuki ruang praktik Dr. Neo, Febby merasakan jantungnya berdebar kencang.“Bagaimana hasilnya dok?” tanya Rangga.“Sebentar.”Lalu seorang suster membawa amplop hasil lab milik Febby dan Rangga. Dokter segera membuka untuk mencari tahu isinya. Dokter melihat mereka dengan senyum hangat. "Saya ingin menyampaikan kabar baik, bahwa kalian berdua dalam keadaan sehat dan subur," ucap Dr. Neo, dan suasana di ruangan itu seketika menjadi penuh haru.Febby tidak bisa menahan senyum bahagianya. "Jadi, kami bisa memulai program kehamilan?" tanyanya penuh harap."Benar. Kalian akan mulai dengan siklus pemantauan kesuburan," jawab Dr. Neo. "Kalian perlu mengikuti beberapa petunjuk mengenai waktu berhubungan intim agar peluang untuk hamil semakin besar."Rangga dan Febby saling menatap, rasa percaya diri dan semangat menggelora di dalam hati mereka. "Kami siap, Dok!" seru Rangga, membuat Febby tertawa gemb
Keesokan harinya, mereka kembali ke klinik untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dr. Neo menyambut mereka dengan senyuman lebar. “Saya sudah tidak sabar untuk mendengar kabar baik dari kalian,” ucapnya, dan Febby tidak bisa menahan senyum bahagianya.“Kemarin, kami sudah melakukan tes dan hasilnya positif, dok,” jawab Febby dengan penuh semangat. Dr. Neo tersenyum, mengucapkan selamat. “Wah selamat buat kalian, akhirnya hanya butuh waktu satu bulan kalian berhasil mendapatkan yang kalian inginkan. Saya ikut bahagia mendengarnya. Kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan semuanya berjalan lancar,” ujarnya.Febby dibantu oleh suster naik ke ranjang pasien, lalu suster mengoleskan gel di atas perut Febby. Tak lama dokter Neo mengambil alat dan menempelkan di perut pasiennya.Rangga berdiri di samping sang istri, meski tak paham apa maksud dari layar itu, namun jantungnya berdetak semakin kencang.“Nah ini dia. Ada si kembar nih.”Dokter Neo mengarahkan alat ter
“Aku sudah mendapatkan perawat sayang, besok dia akan datang,” kata Rangga pada istrinya.Febby hanya mengangguk. Dia pasrah pada suaminya karena kalau Rangga sudah memutuskan makan tak akan ada yang bisa menghalanginya.Tiga bulan berlaluKehamilan adalah anugerah yang sangat dinantikan oleh Febby dan Rangga. Sejak menikah, mereka selalu berharap diberikan momongan, dan ketika akhirnya Febby dinyatakan hamil, kebahagiaan mereka terasa sempurna. Namun, kebahagiaan itu sedikit terganggu oleh pengalaman ngidam yang nggak biasa. Febby mengalami hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya—ia tak sanggup menatap sinar matahari. Setiap kali terkena sinar matahari atau cahaya terang, perutnya seketika terasa mual, dan sering kali disertai muntah hebat.Pada awalnya, Febby mengira mual tersebut adalah bagian dari morning sickness biasa yang dialami oleh sebagian besar wanita hamil. Namun, seiring waktu, ia mulai menyadari bahwa reaksinya lebih dari sekadar morning sickness. Jika dia hanya m
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca