Rangga memutuskan untuk mengajak Febby makan malam romantis di restoran seafood ternama di pusat kota. Mereka berdua sengaja memilih taksi online sebagai alat transportasi untuk menghindari amarah mama tiri Febby yang pasti membara jika mengetahui Rangga menyentuh mobil Febby. Tiba di restoran, tanpa reservasi terlebih dahulu, mereka disambut hangat oleh pelayan yang ramah, namun tanpa perlakuan istimewa. Rangga dan Febby memilih meja di sudut ruangan, tepat di samping kolam ikan koi yang menenangkan. Keduanya saling bertatapan, mata Rangga memancarkan kegundahan. Sambil menggenggam tangan Febby, Rangga mencoba merangkai kata demi kata dengan penuh kelembutan, berusaha menciptakan momen malam yang sempurna. Dia sadar, malam ini adalah malam terakhir mereka bersama sebelum rencana pemisahan sementara mereka dimulai esok hari. "Mudah-mudahan perpisahan ini benar, Feb. Semoga kita bisa belajar lebih banyak tentang diri kita sendiri," gumam Rangga dalam hati, penuh dengan harapan da
"Febby, sebaiknya kamu pikirkan lagi hubunganmu dengan pria miskin itu. Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik daripada dia," kata tetangga yang masih berdiri di depan rumah Febby. Ucapannya seolah melayang tajam menembus hening pagi. Dengan suara penuh tegas, Febby membalas, "Sudah, Ibu. Tolong jangan terlalu keras mencampuri urusan rumah tangga kami." Wajahnya merah padam, matanya berkaca-kaca menahan amarah yang hampir meluap. Kejadian itu hampir memuncak ketika ibu tirinya hampir menampar dia, tapi Rangga dengan sigap menghalangi. "Coba kalian pikir, suami mana yang bisa tenang melihat istrinya terus dicaci maki oleh Mama tirinya sendiri!" teriak Febby. Suaranya menggelegar, mengundang tatapan terperanjat dari orang-orang di sekitarnya. Tanpa menunggu jawaban atau respon lebih lanjut, Febby berlalu cepat masuk ke dalam rumah. Langkahnya gegas, perasaan bergejolak dan kerumunan orang-orang di luar berangsur menghilang. Febby harus segera pergi ke kantor, mencoba meredam gemur
Dengan sabar Mayang menunggu, tiba-tiba Bayu mengirim pesan ada meeting dadakan dan dia tak jadi menemui Mayang. “Siaaaal. Aku harus pulang tangan kosong. Uangku benar-benar habis. Belum lagi kalau Febby tahu uangnya hilang, aku pasti ribut dengannya.”Mayang memilih duduk di sebuah coffee shop menenangkan hatinya sejenak. Sebelum pulang ke rumah.****Febby pulang dari kantor dengan perasaan lelah, tetapi juga senang karena hari ini semuanya berjalan sesuai rencana. Pekerjaan yang menumpuk berhasil ia selesaikan, dan kini yang ada di pikirannya hanyalah istirahat. Setelah membuka pintu depan rumah, dia langsung berjalan menuju kamarnya. Namun, sebelum beristirahat, Febby ingat bahwa dia perlu mengambil sejumlah uang tunai dari dalam lemari untuk membayar beberapa tagihan keesokan harinya.Dia membuka pintu lemari dengan santai, merogoh ke dalam laci tempat dia biasa menyimpan uang. Namun, sesuatu yang aneh membuat alisnya berkerut. Tangannya tidak menemukan apa-apa. Perlahan, Fe
"Kunci mobil mana? Mama mau keluar. Bosan di rumah sama anak pelit dan tak tahu terima kasih sepertimu," kata Mayang dengan mata nyalang.Febby menghentikan pembicaraannya dengan Rangga. Ia menghampiri sang mama tiri di depan kamarnya. Jantungnya berdebar saat mengingat bagaimana sang mama tiri terus menekannya."Ini bukan soal pelit, Ma. Kadang Febby nggak ngerti sama Mama. Padahal Mama tahu tagihan di rumah ini banyak, tapi Mama tetap ambil ATM Febby, juga sering pakai M-banking Febby. Sekarang uang tunai pun Mama habiskan. Coba Mama jadi Febby sebentar saja, Ma. Berapa lama sudah Febby bekerja hanya untuk Mama? Mama selalu bilang kalau Mama berhak atas hidup Febby karena Mama yang besarin Febby. Kenapa nggak Mama taruh aja dulu Febby di panti asuhan, Ma?"Febby tak kuasa membendung amarahnya. Dia merasakan dadanya seperti terhimpit batu besar."Tutup mulutmu, Febby! Sini kunci mobilnya!" teriak Mayang, mulai tersulut emosi.Febby mengambilnya di atasa meja, lalu menyerahkan kunci m
“Masuklah, bukankah kalian sama-sama butuh uang? Tak ada salahnya kan kalau kalian menyenangkan aku bersamaan?”Bayu tersenyum penuh kemenangan.“Dan kamu sudah tahu kan, kalau anak kesayanganmu ini sebenarnya wanita penghibur?” Bayu kembali memberi ketegasan pada kedua wanita di hadapannya ini.Sebetulnya tadi Bayu memesan wanita malam dari salah satu tempat hiburan malam untuk menemaninya di hotel, lalu dia terkejut saat melihat Rossa yang datang. Penyakit hiperseks yang dideritanya membuat Bayu harus menyalurkan hasrat setiap hari.Dia tak puas bila hanya bermain solo, dia lebih suka dilayani.Jujur saja, Bayu sebenarnya tidak masalah kalau dia bergumul di atas ranjang dengan wanita yang lebih dewasa, Asal wanita itu bisa melayaninya dengan baik, sementara Mayang baginya cukup nikmat dan pandai memuaskannya. Brak Bayu melempar dua buah amplop di atas meja, lalu pria itu pun berucap, “ambil uang ini. Lalu puaskan aku. Jangan munafik lah kalian, aku hanya dipuaskan, karena hatiku s
Bayu menoleh, orang itu adalah wanita yang sama yang melabrak Febby di kantor.“Ngapain kamu di sini? Dengan nenek-nenek pula,” cibirnya lagi.Mayang hendak memukul wanita itu, Bayu berhasil menghalangi.“Nenek-nenek tapi di atas ranjang dia sangat hebat, gak seperti kamu!” hina Bayu.“Kauuu!” geramnya.“Ayo kita pulang, abaikan saja dia. Gak penting,” kata Bayu.Mereka berjalan beriringan menuju ke parkiran hotel, Mayang dan Rossa masuk ke dalam mobil yang sama.Hari ini keduanya bisa full senyum seakan menemukan pohon uang. Mayang tahu harta kekayaan keluarga Bayu tak akan habis hingga tujuh turunan. Itu sebabnya dia sangat ingin Febby menikah dengan Bayu. Karena Mamanya Bayu sangat menyukai Febby. Dan Mayang juga berharap bisa kecipratan uang dari Bayu.“Besok-besok, jangan datang lagi bila Bayu menghubungimu," ucap Mayang dengan tegas pada anaknya. Rossa, yang mendengar permintaan sang mama, merasa kesal. "Mama, aku juga butuh uang, jadi kapan pun dia minta, aku pasti mau. Seharu
"Ya Tuhan!" jerit Febby.Wanita itu segera turun dari dalam mobilnya untuk melihat keadaan di luar, dan ternyata kecelakaan itu berhasil mereka hindari. Febby mengusap dadanya, merasa lega karena terhindar dari masalah di jalan raya.Hampir saja kecelakaan di jalan menimpa Febby, beruntung dia bisa mengendalikan dirinya."Anda tidak apa-apa?" tanya pengemudi lain.Febby menggeleng."Syukurlah," kata pengemudi itu. Untung keduanya cepat menghindar hingga kecelakaan akhirnya terhindarkan.Setelah memastikan tidak ada masalah di sana, lalu lintas pun kembali lancar, dan Febby melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kantor milik Bayu.Sepanjang perjalanan, Febby tak bisa melupakan rasa sakitnya atas ucapan sang mama yang seakan menghinanya."Aku gak mau hidupku terus seperti ini, aku harus pergi dari rumah," kata Febby sambil terus menangis di dalam mobil.Dia merasa sikap mama tirinya tidak adil terhadapnya. Selalu saja diungkit perkara membesarkan Febby, padahal Bibi yang memb
"Dari mana kamu dapatkan video ini?" tanya Febby dengan suara gemetar kepada suaminya, Rangga. Dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya sekaligus keterkejutannya saat melihat rekaman CCTV saat dia menemani atasan ke kota lain. Febby masih ingat di hari terakhir, saat mereka menghadiri sebuah undangan, namun dalam rekaman ini justru tampak juga hadir sang mama tiri dan kakak tirinya, sosok yang seharusnya tak ada di sana, padahal mereka pamit sama Febby untuk berlibur."Seseorang memberitahuku bahwa malam itu sebenarnya kamu yang hendak dijebak, Febby. Makanya Mayang dan Rossa sengaja ada di sana, untuk memuluskan rencana jahat Bayu. Dia sudah terobsesi padamu, lihatlah videonya dengan seksama," Rangga berbicara cepat, nada suaranya mendesak. "Ada lima video yang perlu kamu tonton, agar kamu bisa lebih berhati-hati saat berhadapan dengan Bayu." Jantung Febby berdegup kencang, rasanya ia hampir tercekat. Rasa percaya yang selama ini ia berikan penuh kepada Bayu kini terasa seperti p
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca