"Ada apa?" Dengan cepat, Kayla datang ke sekolah setelah Jason menghubunginya dan memberitahu kalau dia ada di sekolah. "Aku tadi lagi beli makan dulu di sana. Makanya nggak keliatan sama kamu," ucapnya beralasan. Jason tidak bisa berkomentar banyak karena Kayla tengah membawa makanan yang sengaja dia beli di resto depan sekolah Taruna Atmaja. "Tadi Laura berantem sama temennya. Giginya copot satu." "Haah? Siapanya yang giginya copot, Daddy?" teriak Kayla karena terkejut mendengar penuturan Jason. "Yaa lawannya si Laura. Orang tuanya minta ganti rugi. Sudah aku bayar tadi, dibawa ke rumah sakit Harapan biar nggak perlu bayar biaya rumah sakitnya." Mendengar itu, Kayla lantas tertawa sembari bertepuk tangan. "Malah ketawa. Kamu ini, sama anak sendiri malah ditertawakan." Jason menatap datar istrinya itu. "Yang penting bukan anak kita, yang giginya copot. Kamu tahu sendiri, gimana bar-barnya Laura." "Aku tidak akan membiarkan Laura jadi bar-bar seperti itu, Kayla. Aku pulang.
Gerald membawa Sandra ke apartemennya karena rumah tersebut sudah dijual oleh Gery. Namun, rumah tersebut belum ada yang menempati dengan alasan yang tidak diketahui. “Tinggal di sini sementara. Yang penting ada tempat untuk kamu tinggali,” ucap Gerald dengan pelan kemudian mengulas senyumnya.Sandra membalas senyum itu kemudian masuk ke dalam kamar. “Aku masih memikirkan, di mana baju-bajuku. Apakah Gery membawanya, atau tetap disimpan di dalam lemariku.” “Mungkin dibawa. Tidak mungkin kalau membiarkan pakaian kamu ada di sana. Nanti aku cari tahu pemilik rumah itu, siapa yang sudah membeli rumahnya. Aku akan mengambil semua barang-barang punya kamu.” Sandra menganggukkan kepalanya. “Bagaimana dengan papa kamu, Gerald? Kalau nanti dia ke sini, lihat aku ada di sini. Pasti marah besar, kan?” Gerald menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku udah ganti sandi kuncinya. Kamu jangan khawatir, Papa akan ke sini. Dia tidak akan bisa membuka pintunya.” Sandra kemudian duduk di tepi temp
"Gerald. Aku menginginkan sesuatu," ucap Sandra seraya menatap Gerald dengan lekat."Apa itu? Katakan saja." Sandra kemudian menggigit bibir bawahnya dan menghela napas panjang. "I want you!" ucapnya kemudian meraup bibir lelaki itu lantaran hasratnya sudah tak terkendali lagi. Gerald menghela napasnya kemudian menatap Sandra yang sudah terlihat bila perempuan itu memang sedang ingin. Kemudian membuka kaus yang masih menempel di tubuhnya. Setelahnya, menyerang perempuan itu dengan bibirnya yang sudah tak tahan ingin menggerayangi tubuh perempuan itu. “Are you ready?” kata Gerald dengan suara paraunya. Sandra mengulas senyumnya. Gerald lantas menyusup tepat di bawah sana. “Gerald!” pekik Sandra seraya meremas rambut lelaki itu. Ia tak kuasa menahan sentuhan oleh mulut lelaki itu di bawah sana. Mengobrak-abrik miliknya dengan mulut lelaki itu. Hingga tak tahan lagi, Sandra mencapai puncaknya lagi. Lelaki itu selalu berhasil membuat tubuh Sandra menegang. Gerald mengusap bibirnya
“Kenapa diam? Harusnya kamu berani jawab pertanyaan simple itu karena menjalin hubungan dengannya kamu sangat berani!” Gery menatap wajah Sandra dengan tatapan penuh putus asa. Sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah milik alexi. Masih berada di dalam mobil, Gery enggan membiarkan Sandra keluar begitu saja. “Kamu pasti sudah tahu jawabannya, Mas. Tidak perlu bertanya hal yang sudah kamu tahu jawabannya,” ucap Sandra dengan pelan setelah mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan dari suaminya itu. Gery tersenyum hampa. Ia kemudian menatap Sandra yang tengah menundukkan kepalanya. Mengembuskan napasnya dengan pelan dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil tersebut. Tak lama setelahnya, suara mobil dengan rem dadakan tiba di sana. Gerald segera keluar dari mobilnya dan membuka paksa mobil yang di dalamnya terdapat Sandra dan juga Gery. Mata itu menataptajam wajah Gery yang ikut keluar dari mobilnya. “Mau elo apakan lagi, huh? Cukup sekali, elo hampir merenggut
Plak!! Sebuah tamparan keras melayang begitu saja di pipi Natasha. "Gery! Apa-apaan kamu menamparku?" pekiknya sembari memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang dilakukan oleh Gery. "Masih ingat, dengan foto yang kamu kasih ke aku? Di depan hotel, Sandra dibawa oleh pria asing dan masuk ke dalam mobilnya. Masih ingat, huh?" pekiknya kemudian. Natasha terdiam seraya menatap Gerry dengan tatapan tak suka. "Memangnya kenapa? Terbukti kan, kalau Sandra selingkuh di belakang kamu?" Gery kemudian memegang dagu perempuan itu dan menatapnya dengan nyalang. "Kamu kan, yang udah kasih obat perangsang ke dalam minuman Sandra saat itu? Kamu, yang sudah menjebak Sandra sampai akhirnya dia dibawa oleh Gerald dan melakukan hubungan itu." Gery meminta penjelasan."Kamu tidak akan bisa menjawabnya. Kalaupun dijelaskan semuanya sudah terjadi. Sandra hamil anaknya Gerald, udah bahagia sama pria itu." Gery menghela napasnya dengan pelan. "Hubungan kita juga cukup sampai di sini, Natash
“Profesor Sandra lagi hamil, ya?” tanya Dokter Virna yang menangani Sandra saat jatuh pingsan tadi. Sementara Gerald dan Joseph tengah berdiri di depan pintu klinik tersebut sembari mendengarkan percakapan Sandra dan Dokter Virna. Sandra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Dok,” ucapnya lemas. “Wah! Selamat, ya. Akhirnya, setelah lima tahun menunggu, hamil juga,” kata Santi, teman dekat Sandra yang sering menemani perempuan itu di sana. Sandra kemudian tersenyum lirih. Masalahnya, orang yang telah membuatnya hamil bukanlah suaminya. Melainkan Gerald jika semua orang tahu, akan menjadi masalah yang sangat besar di sana. “Terima kasih, Bu Santi,” ucapnya pelan. Santi kemudian mengusapi lengan perempuan itu. “Dijaga ya, kandungannya. Hamil anak pertama itu selalu ditunggu-tunggu dan dijaga betul-betul. Apalagi ini adalah penantian panjang. Suami Profesor pasti senang banget, kalau tahu istrinya sudah hamil.” Sandra kembali mengulas senyumnya. “Dia sudah tahu kok, Bu.” “Wa
Dengan malas, Gerald melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah milik orang tuanya itu. Jason meminta dirinya untuk menemui pria itu di kediamannya. "Nggak akan jauh dari pembahasan tentang Sandra," gumamnya dengan suara datarnya. Ia kemudian masuk ke dalam setelah membuka pintu tersebut. "Duduk!" titah sang papa kepada lelaki itu. Gerald menurut. Ia pun duduk di sofa dan menatap sang papa yang tengah menatapnya dengan lekat. "Ada apa?" tanya Gerald pelan. Jason menghela napas kasar. "Mau sampai kapan kamu menunggu perempuan itu, Gerald? Bahkan, kamu sendiri tahu kalau Sandra sedang hamil. Itu artinya, rumah tangga mereka baik-baik saja. Dan katanya juga, Sandra sangat bahagia karena akhirnya bisa hamil setelah lima tahun lamanya tidak memiliki keturunan." Ingin rasanya Gerald berkata jujur saat itu juga. Namun, Kayla menahannya. Jason sedang emosi. Dia tidak akan segan-segan memarahi Gerald jika hatinya sedang tidak bisa diusik. "Papa nggak tahu ceritanya. Sandra nggak bahagia,
Joseph menganga kala mendengar ucapan Jason yang memberi tahu bila dirinya tengah berada di depan apartemen Gerald. Matanya menatap Gerald yang tengah menunggunya bicara. “Kenapa?” tanyanya dengan suara paraunya. Joseph menghela napas pelan. “Om Jason ... dia lagi di depan apartemen elo.” Gerald langsung mendongakan kepalanya kemudian beranjak dari duduknya. Segera pulang karena sangat bahaya bila Jason nekad mengutak-atik sandi yang sudah dia ganti itu. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di apartemen. Rasa pengar yang dia alami dihiraukan begitu saja. Seperti tidak sedang mabuk, padahal matanya sudah oleng. “Sandra. Jangan keluar dari kamar, yaa. Ada Papa di depan apartemen. Aku sebentar lagi sampai.” Sandra terkejut bukan main saat mendengar ucapan Gerald. “I—iya, Gerald. Aku masih di kamar, kok. Nggak ke mana-mana. Sejak kapan, papa kamu ada di sana?” “Barusan. Ya sudah kalau gitu, jangan keluar dulu sebelum aku masuk ke kamar.” Gerald ke