Pagi hari telah tiba .... Ting! Notifikasi pesan masuk di ponsel Gerald. Lelaki itu lantas membukanya karena memang dia sudah terbangun dari tidurnya. Keningnya berkerut kala melihat pesan masuk tersebut. Papa: [Gerald. Papa akan melakukan apa saja asalkan kamu mau melupakan dia. Jangan coba-coba berurusan dengan Gery. Papa sayang sama kamu, Nak. Tolong, sama-sama jaga nama baik kita, oke?] Gerald hanya bisa memijat keningnya. Tidak bisa menjawab apa pun selain menghela napasnya dengan pelan. ‘Maafkan aku, Pa.’ Hanya itu yang bisa dia ucapkan, walau dalam hati.Sandra kembali diserang oleh morning sickness yang membuatnya harus berlari ke kamar mandi kemudian memuntahkan semua isian yang ada di dalam perutnya. Gerald menghampiri perempuan itu seraya mengusapi punggungnya dengan lembut. “Masih mabuk rupanya,” ucapnya pelan. Sandra kemudian menyiram muntahan di dalam wastafel tersebut. “Baru tiga bulan, Gerald. Trimester pertama emang masa-masa paling berat dalam kehamilan. Semog
Sore hari .... Gerald sudah keluar dari kampus dan langsung pulang ke apartemennya. Ia kemudian menoleh ke arah ponselnya di mana Sandra menghubunginya. “Iya, Sandra?” tanyanya setelah menerima panggilan tersebut. “Kamu sudah pulang?” “Sudah. Kamu mau apa?” tanyanya lagi. “Pengen jalan-jalan. Bosen, di dalam kamar terus. Mau kan, temenin aku jalan-jalan?”Gerald mengulas senyumnya setelah mendengar permintaan kekasihnya itu. “Oke. Mau jalan-jalan ke mana?” tanyanya kemudian. “Ke mana aja, yang penting liburan.” “Mau ke luar kota? Ke Bogor aja, yaa.” “Boleh. Aku tunggu, yaa.” Sandra kemudian menutup panggilan tersebut setelah mengiyakan ajakan Gerald pergi ke Bogor, di mana banyak tempat untuk menenangkan diri di sana. Lima belas menit kemudian Gerald pun sampai di apartemen. Ia langsung menghampiri Sandra yang tengah duduk sembari memandang kota Jakarta di balik jendela. Cup! Lelaki itu mengecup pipi kanan sang kekasih kemudian menerbitkan senyumnya. “Bosen banget, yaa? Tap
“Selamat makan, Sandra.” Gerald mengulas senyumnya seraya melahap makanan yang ada di atas mejanya.Malam pertama ada di villa mereka awali dengan makan malam terlebih dahulu agar perutnya terisi yang setelahnya akan melakukan hal lain di sana.“Kamu jago masak, Gerald,” puji Sandra yang tengah menikmati sup ayam yang dibuatkan oleh lelaki itu.Gerald lantas mengulas senyumnya. “Tidak sejago kamu, tapi. Karena kamu lagi pusing dan mabuk, aku paksakan buat masak untuk kamu.”Sandra terkekeh pelan. “Tapi beneran lho, enak. Makasih ya, Gerald.” Sandra mengulas senyumnya kepada lelaki itu.“Sama-sama.”Keduanya kembali melahap makanan yang masih tersisa banyak itu agar segera habis. Karena waktu sudah menunjuk angka sembilan malam.Udara di sana semakin dingin. Membuat jiwa Gerald ingin menuntaskan hasrat yang ada di dalam dirinya kala melihat betapa c
“Mau ngapain elo ke sini lagi, Gery?” tanya Alexi kepada sahabatnya itu yang tengah menyelinap masuk ke dalam rumah lamanya.Gery yang memiliki kunci cadangan itu jelas bisa masuk ke dalam tanpa harus membobol pintu rumah tersebut.“Ada yang ingin gue cari di rumah ini,” ucapnya kemudian menghidupkan saklar lampu di dalam ruang tengah itu.“Nyari apa lagi? Semua yang ada di rumah ini bukannya udah jadi milik yang beli rumah elo? Elo udah nggak bisa ambil apa pun di sini,” kata Alexi yang terlihat bingung dengan Gery.Apa yang dia cari di sana, kenapa harus mencari di malam hari, bukan di siang hari. “Elo nggak boleh nyuri apa pun di sini, Gery!” ucap Alexi mengingatkan.Gery menghela napas pelan. “Elo nggak usah banyak omong, bisa? Gue mau bikin Gerald memberi tahu semuanya kalau dia udah menghamili Sandra. Pasti ada bukti yang bisa gue jadikan senjata untuk membuat keluarga
Gerald menutup panggilan tersebut. Dengan lemas, ia menatap Sandra yang masih duduk di sampingnya kemudian mengulas senyum tipis.“It’s oke. I’m fine. Aku akan mempertahankan kamu apa pun yang terjadi. Janji aku ke kamu tidak akan aku ingkari. Sekeras apa pun Papa menolak, dia tidak akan pernah melukai kamu. Hanya aku yang akan dihukum olehnya. Dan aku sudah siap menerima semuanya.”Sandra lantas menitikan air matanya kala mendengar ucapan tulus dari kekasihnya itu. Betapa tidak, pria sempurna itu mau berjuang demi perempuan biasa sepertinya.Gerald kemudian mengusap air mata di pipi perempuan itu seraya tersenyum lirih. “Jangan menangis. Tidak diterima oleh Papa, masih ada Mommy yang akan menerima kamu. Setelah memberi tahu Papa, kita tunggu sampai Mommy dapat uang empat ratus miliar, setelah itu urus perceraian kamu dengan Gery.“Tunggu sampai anak kita lahir, setelah itu kita menikah. Semoga semuanya
Hari Senin telah tiba ....Gerald tengah bersiap-siap untuk pergi ke kampus, setelah itu pergi menemui Jason. Dia memilih kuliah terlebih dahulu karena ia yakin percakapan ini akan menghabiskan waktu yang cukup lama. Dengan begitu, Gerald memilih untuk kuliah terlebih dahulu.Dering ponselnya berbunyi. Panggilan dari sang papa. Gerald segera menerima panggilan tersebut.“Kamu di mana? Katanya ada yang ingin kamu bicarakan dengan Papa. Kenapa masih belum ke sini?” Jason sudah tak sabar ingin mendengarkan apa yang akan dibicarakan Gerald kepadanya.“Pulang kuliah aja, Pa. Aku mau ke kampus dulu. Ada tugas makalah yang harus aku kerjakan,” ucapnya dengan pelan.“Oh, begitu. Ya sudah kalau gitu. Papa ke kantor dulu kalau kamu ke sininya sore.” Jason menutup panggilan tersebut.Pria itu semangat karena menurutnya Gerald akan mengakhiri perasaannya kepada Sandra sebab pesan ancaman yang dia bua
Dengan keberaniannya, Gerald masuk ke dalam ruangan pimpinan kampus di sana. Di mana Jason pun sudah ada karena dipanggil oleh rektor kampus itu.“Permisi!” ucapnya kemudian masuk ke dalam sana.Jason sudah memasang wajah amarahnya kala melihat Gerald masuk kemudian duduk di sampingnya. Tak lama setelahnya, Sandra pun tiba di sana kemudian duduk di depan Gerald dan Jason.‘Apakah Gerald sudah memberi tahu semuanya?’ tanyanya dalam hati. Sandra merasakan aura kecaman di sana, melihat Jason yang terlihat begitu marah kala menatap Gerald yang sedari tadi hanya menunduk.“Pak Jason. Anda sudah melihat semuanya, kan? Bahwa Gerald dan Profesor Sandra sudah melakukan hal yang sungguh membuat malu kampus ini bila semua orang tahu. Bahkan suaminya sendiri sudah tahu dan menangkap adegan tak senonoh itu. Kami sangat menyayangkan prilaku Anda berdua, Profesor Sandra dan Gerald.”Pak Kuncoro menatapSandra
Plak!!Mata tajam itu menatap Gerald yang tengah berdiri di hadapannya. Sementara Sandra menutup mulutnya kala melihat Jason menampar dengan keras pipi Gerald."Kita bisa bicarakan ini dengan baik—""Jangan ikut campur urusanku dengan Gerald, Kayla!" pekik Jason. Ia bahkan tidak ingin Kayla ikut campur karena merasa itu bukan urusannya.Jason kembali menatap ke arah Gerald dengan manik mata tajamnya, penuh kebencian dan kekecewaan terhadap anak laki-laki satu-satunya itu.“Sudah berkali-kali Papa katakan pada kamu, Gerald. Jangan pernah dekati perempuan yang sudah menikah! Dan kamu malah menghamilinya. Benar-benar keterlaluan kamu, Gerald. Anak tidak tahu diuntung!” pekiknya kemudian.Bugh!Bukan hanya menampar. Lelaki itu juga memukul wajah Gerald hingga lelaki itu terhuyung ke bawah.“Gerald!” ucap Sandra dengan pelan. Ia kemudian menoleh kepada Kayla yang tengah m
“Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai
Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra
“Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas
Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,
“Morning!” Gerald menyapa anggota keluarganya yang tengah duduk menunggunya keluar untuk sarapan sama-sama.Kayla menelengkan kepalanya kemudian menatap Gerald dengan lekat. “Kok, keluarnya dari kamar atas? Jam berapa pindahnya?”“Mom!” Gerald menatap datar mamanya itu.Kayla lantas menerbitkan cengiran kepada anaknya itu. “Yuk, aah sarapan. Laura harus berangkat ke sekolah, Gerald ke kampus, Daddy ke kantor dan Nicko ke kantor juga.”“Para ladies mau ngapain?” tanya Gerald kemudian.“Mommy sama Sandra mau santai leha-leha di rumah lah. Main sama si bayi mungil Felisha.” Kayla menerbitkan senyumnya.Gerald menghela napasnya dengan pelan. “Yang penting kalian bahagia.”“Selalu itu yang kamu ucapkan pada kami. Memangnya kamu sendiri tidak bahagia?” tanya Kayla kemudian.“Tentu saja bahagia. Kenapa tanya seperti itu?”Kayla mengendikan bahunya. “Hanya tanya.”Gerald manggut-manggut. Tak lama setelahnya, dering ponsel Jason berbunyi. Gerald menoleh kepada papanya yang tengah mengerutkan k
Makan malam untuk pertama kalinya bersama keluarga Gerald di rumah milik orang tua lelaki itu tentunya. Membuat Sandra bahagia luar biasa karena merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut.Ada Kinara dan Nicko juga di sana membuat suasana di sana semakin ramai karena adanya mereka. Usia Felisha kini sudah menginjak satu bulan dua minggu, semakin sehat dan berisi setelah dirawat dengan baik oleh Kayla yang memang sudah ahlinya merawat anak-anak.“Seru banget, makan malam di malam ini. Terasa lengkap setelah adanya Kak Gerald dan Kak Sandra di sini,” ucap Kinara kemudian menerbitkan senyumnya.Kayla menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Sama. Mommy juga merasakan hal yang sama, Sayang. Akhirnya, yaa. Kita bisa berkumpul lagi dan tambah dua personel. Sebentar lagi ada kandidat baru lagi. Calon cucu Mommy. Tiga bulan lagi akan lahir.” Kayla menerbitkan senyumnya kepada Sandra.Perempuan itu lantas membalas senyum Kayla. “Terima kasih, sudah menyambutku dengan baik.
Sandra gelagapan kemudian menelan salivanya dengan pelan. “He—heeuuh? Mak—maksudnya, Pak Jason?” Jason memutar bola matanya dengan pelan. “Jangan panggil saya dengan itu. Panggil saja Papa apa susahnya? Kayak nggak pernah pu—“ Jason mengatup bibirnya menahan ucapannya yang sudah pasti akan membuat Sandra terluka bila lolos keluar dari bibirnya. “Kayak apa, Pa?” tanya Gerald dengan suara datarnya. Jason menggeleng pelan. “Tidak ada. Papa sudah tahu dan lupa, kalau Sandra memang sudah tidak punya orang tua sejak lama,” ucapnya pelan sembari melirik Sandra yang tengah tersenyum tipis. “Dia tidak seberuntung Papa.” “Kan, sudah Papa katakan tadi. Tidak perlu diperbesar. Kamu sudah dewasa, seharusnya paham dengan ucapan Papa.” Gerald mengendikan bahunya. “Papa juga harus jaga lisannya. Jangan sampai keceplosan lagi.” Jason menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian mengusapi lengan anaknya itu. “Cepat sembuh, Nak. Jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang nggak perlu bayar!” Geral