Gerald membawa Sandra ke apartemennya karena rumah tersebut sudah dijual oleh Gery. Namun, rumah tersebut belum ada yang menempati dengan alasan yang tidak diketahui. “Tinggal di sini sementara. Yang penting ada tempat untuk kamu tinggali,” ucap Gerald dengan pelan kemudian mengulas senyumnya.Sandra membalas senyum itu kemudian masuk ke dalam kamar. “Aku masih memikirkan, di mana baju-bajuku. Apakah Gery membawanya, atau tetap disimpan di dalam lemariku.” “Mungkin dibawa. Tidak mungkin kalau membiarkan pakaian kamu ada di sana. Nanti aku cari tahu pemilik rumah itu, siapa yang sudah membeli rumahnya. Aku akan mengambil semua barang-barang punya kamu.” Sandra menganggukkan kepalanya. “Bagaimana dengan papa kamu, Gerald? Kalau nanti dia ke sini, lihat aku ada di sini. Pasti marah besar, kan?” Gerald menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku udah ganti sandi kuncinya. Kamu jangan khawatir, Papa akan ke sini. Dia tidak akan bisa membuka pintunya.” Sandra kemudian duduk di tepi temp
"Gerald. Aku menginginkan sesuatu," ucap Sandra seraya menatap Gerald dengan lekat."Apa itu? Katakan saja." Sandra kemudian menggigit bibir bawahnya dan menghela napas panjang. "I want you!" ucapnya kemudian meraup bibir lelaki itu lantaran hasratnya sudah tak terkendali lagi. Gerald menghela napasnya kemudian menatap Sandra yang sudah terlihat bila perempuan itu memang sedang ingin. Kemudian membuka kaus yang masih menempel di tubuhnya. Setelahnya, menyerang perempuan itu dengan bibirnya yang sudah tak tahan ingin menggerayangi tubuh perempuan itu. “Are you ready?” kata Gerald dengan suara paraunya. Sandra mengulas senyumnya. Gerald lantas menyusup tepat di bawah sana. “Gerald!” pekik Sandra seraya meremas rambut lelaki itu. Ia tak kuasa menahan sentuhan oleh mulut lelaki itu di bawah sana. Mengobrak-abrik miliknya dengan mulut lelaki itu. Hingga tak tahan lagi, Sandra mencapai puncaknya lagi. Lelaki itu selalu berhasil membuat tubuh Sandra menegang. Gerald mengusap bibirnya
“Kenapa diam? Harusnya kamu berani jawab pertanyaan simple itu karena menjalin hubungan dengannya kamu sangat berani!” Gery menatap wajah Sandra dengan tatapan penuh putus asa. Sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah milik alexi. Masih berada di dalam mobil, Gery enggan membiarkan Sandra keluar begitu saja. “Kamu pasti sudah tahu jawabannya, Mas. Tidak perlu bertanya hal yang sudah kamu tahu jawabannya,” ucap Sandra dengan pelan setelah mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan dari suaminya itu. Gery tersenyum hampa. Ia kemudian menatap Sandra yang tengah menundukkan kepalanya. Mengembuskan napasnya dengan pelan dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil tersebut. Tak lama setelahnya, suara mobil dengan rem dadakan tiba di sana. Gerald segera keluar dari mobilnya dan membuka paksa mobil yang di dalamnya terdapat Sandra dan juga Gery. Mata itu menataptajam wajah Gery yang ikut keluar dari mobilnya. “Mau elo apakan lagi, huh? Cukup sekali, elo hampir merenggut
Plak!! Sebuah tamparan keras melayang begitu saja di pipi Natasha. "Gery! Apa-apaan kamu menamparku?" pekiknya sembari memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang dilakukan oleh Gery. "Masih ingat, dengan foto yang kamu kasih ke aku? Di depan hotel, Sandra dibawa oleh pria asing dan masuk ke dalam mobilnya. Masih ingat, huh?" pekiknya kemudian. Natasha terdiam seraya menatap Gerry dengan tatapan tak suka. "Memangnya kenapa? Terbukti kan, kalau Sandra selingkuh di belakang kamu?" Gery kemudian memegang dagu perempuan itu dan menatapnya dengan nyalang. "Kamu kan, yang udah kasih obat perangsang ke dalam minuman Sandra saat itu? Kamu, yang sudah menjebak Sandra sampai akhirnya dia dibawa oleh Gerald dan melakukan hubungan itu." Gery meminta penjelasan."Kamu tidak akan bisa menjawabnya. Kalaupun dijelaskan semuanya sudah terjadi. Sandra hamil anaknya Gerald, udah bahagia sama pria itu." Gery menghela napasnya dengan pelan. "Hubungan kita juga cukup sampai di sini, Natash
“Profesor Sandra lagi hamil, ya?” tanya Dokter Virna yang menangani Sandra saat jatuh pingsan tadi. Sementara Gerald dan Joseph tengah berdiri di depan pintu klinik tersebut sembari mendengarkan percakapan Sandra dan Dokter Virna. Sandra menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Iya, Dok,” ucapnya lemas. “Wah! Selamat, ya. Akhirnya, setelah lima tahun menunggu, hamil juga,” kata Santi, teman dekat Sandra yang sering menemani perempuan itu di sana. Sandra kemudian tersenyum lirih. Masalahnya, orang yang telah membuatnya hamil bukanlah suaminya. Melainkan Gerald jika semua orang tahu, akan menjadi masalah yang sangat besar di sana. “Terima kasih, Bu Santi,” ucapnya pelan. Santi kemudian mengusapi lengan perempuan itu. “Dijaga ya, kandungannya. Hamil anak pertama itu selalu ditunggu-tunggu dan dijaga betul-betul. Apalagi ini adalah penantian panjang. Suami Profesor pasti senang banget, kalau tahu istrinya sudah hamil.” Sandra kembali mengulas senyumnya. “Dia sudah tahu kok, Bu.” “Wa
Dengan malas, Gerald melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah milik orang tuanya itu. Jason meminta dirinya untuk menemui pria itu di kediamannya. "Nggak akan jauh dari pembahasan tentang Sandra," gumamnya dengan suara datarnya. Ia kemudian masuk ke dalam setelah membuka pintu tersebut. "Duduk!" titah sang papa kepada lelaki itu. Gerald menurut. Ia pun duduk di sofa dan menatap sang papa yang tengah menatapnya dengan lekat. "Ada apa?" tanya Gerald pelan. Jason menghela napas kasar. "Mau sampai kapan kamu menunggu perempuan itu, Gerald? Bahkan, kamu sendiri tahu kalau Sandra sedang hamil. Itu artinya, rumah tangga mereka baik-baik saja. Dan katanya juga, Sandra sangat bahagia karena akhirnya bisa hamil setelah lima tahun lamanya tidak memiliki keturunan." Ingin rasanya Gerald berkata jujur saat itu juga. Namun, Kayla menahannya. Jason sedang emosi. Dia tidak akan segan-segan memarahi Gerald jika hatinya sedang tidak bisa diusik. "Papa nggak tahu ceritanya. Sandra nggak bahagia,
Joseph menganga kala mendengar ucapan Jason yang memberi tahu bila dirinya tengah berada di depan apartemen Gerald. Matanya menatap Gerald yang tengah menunggunya bicara. “Kenapa?” tanyanya dengan suara paraunya. Joseph menghela napas pelan. “Om Jason ... dia lagi di depan apartemen elo.” Gerald langsung mendongakan kepalanya kemudian beranjak dari duduknya. Segera pulang karena sangat bahaya bila Jason nekad mengutak-atik sandi yang sudah dia ganti itu. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di apartemen. Rasa pengar yang dia alami dihiraukan begitu saja. Seperti tidak sedang mabuk, padahal matanya sudah oleng. “Sandra. Jangan keluar dari kamar, yaa. Ada Papa di depan apartemen. Aku sebentar lagi sampai.” Sandra terkejut bukan main saat mendengar ucapan Gerald. “I—iya, Gerald. Aku masih di kamar, kok. Nggak ke mana-mana. Sejak kapan, papa kamu ada di sana?” “Barusan. Ya sudah kalau gitu, jangan keluar dulu sebelum aku masuk ke kamar.” Gerald ke
Pagi hari telah tiba .... Ting! Notifikasi pesan masuk di ponsel Gerald. Lelaki itu lantas membukanya karena memang dia sudah terbangun dari tidurnya. Keningnya berkerut kala melihat pesan masuk tersebut. Papa: [Gerald. Papa akan melakukan apa saja asalkan kamu mau melupakan dia. Jangan coba-coba berurusan dengan Gery. Papa sayang sama kamu, Nak. Tolong, sama-sama jaga nama baik kita, oke?] Gerald hanya bisa memijat keningnya. Tidak bisa menjawab apa pun selain menghela napasnya dengan pelan. ‘Maafkan aku, Pa.’ Hanya itu yang bisa dia ucapkan, walau dalam hati.Sandra kembali diserang oleh morning sickness yang membuatnya harus berlari ke kamar mandi kemudian memuntahkan semua isian yang ada di dalam perutnya. Gerald menghampiri perempuan itu seraya mengusapi punggungnya dengan lembut. “Masih mabuk rupanya,” ucapnya pelan. Sandra kemudian menyiram muntahan di dalam wastafel tersebut. “Baru tiga bulan, Gerald. Trimester pertama emang masa-masa paling berat dalam kehamilan. Semog
“Heuh? Hukum mati?” Gerald tampak terkejut mendengar vonis untuk Frans.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Bukan karena kasus penembakan yang dia lakukan pada kamu, melainkan karena polisi berhasil menemukan markas Frans. Gudang tempat menyembunyikan narkoba dan senjata illegal.”“Aaahh ….” Gerald manggut-manggut dengan pelan. “Jadi, hukumannya adalah hukum mati? Divonis mati?” tanya Gerald sekali lagi.Jason menganggukkan kepalanya. “Ya. Hukuman mati. Akan dieksekusi satu bulan lagi. Hanya membutuhkan satu kali sidang dan … dibawa ke tempat eksekusi.” Jason kembali menjelaskan kepada Gerald.Sementara Gerald tersenyum menyeringai sembari melirik Sandra yang masih duduk di sampingnya. “Baguslah. Aku lega, mendengarnya.” Gerald kemudian mengulas senyumnya kepada Jason.Jason menepuk-nepuk bahu Gerald dengan pelan. “Cepat sembuh, Gerald. Selesaikan kuliah kamu, lulus dengan predikat baik dan … menikahlah.” Jason menerbitkan senyum tulus kepada sang anak.Gerald menganggukkan kepalanya.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Jason dengan suara paniknya.Gerald langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang operasi untuk mengambil peluru yang menancap di tubuh lelaki itu. Kurang dari dua jam lamanya operasi itu akhirnya selesai dilakukan.“Operasinya berjalan dengan lancar. Beruntung, peluru itu hanya menancap di bagian tulang belakang. Peluru itu sudah berhasil diambil dan kondisinya saat ini masih kritis. Kami akan membawanya lima menit lagi ke ruang intensif untuk melakukan perawatan selanjutnya sampai kondisinya kembali normal,” tutur Dokter Azmi—penanggung jawab kala operasi pengambilan peluru di tubuh Gerald.Sandra menghela napas lega setelah mendengar kabar dari Dokter Azmi bila Gerald selamat dari tembakan itu. Ia mengalami sedikit trauma bila seseorang terluka oleh luka tembak. Sebab Gery meninggal oleh peluru yang menancap di jantungnya. Sehingga membuat Gery tidak bisa diselamatkan.Kayla datang dengan wajah paniknya. “Sayang. Kamu baik-bai
Waktu sudah menunjuk angka sembilan pagi. Hari ini adalah hari Minggu. Gerald dan Sandra pergi ke mall untuk belanja keperluan bayi yang sama sekali belum mereka beli.“Karena bayinya laki-laki, lebih baik kita beli warna yang lebih ke warnah laki-laki. Seperti warna biru, putih atau abu-abu. Yang cerah-cerah. Oke?” Sandra memberi saran kepada Gerald.Pria itu memberikan jempolnya kepada Sandra. “Oke, Sandra. Terserah kamu saja, yang penting semua keperluan untuk bayi kita sudah terpenuhi.”Sandra kemudian menerbitkan senyumnya. “Kita beli baju dulu kalau begitu. Baju, celana, handuk, selimut dan topi. Kaus kaki juga.”Gerald menggenggam tangan Sandra dan membawanya masuk ke dalam toko perlengkapan serba ada. Lengkap, berbagai macam keperluan bayi ada di sana.“Yang ini bagus, nggak?” Sandra menunjuk pakaian bayi kepada Gerald.“Bagus. Ambil aja yang menurut kamu cocok, Sayang. Jangan tanya aku. Aku mah terserah kamu aja. Kalau kata kamu bagus, berarti bagus juga menurut aku.”Sandra
“Bentar ... mau mandi dulu!” teriak Gerald menjawab panggilan dari mamanya itu.Sandra lantas memukul lengan lelaki itu. “Ishh! Gerald. Gak usah teriak juga.”Gerald terkekeh pelan. “Aku mau mandi dulu. Mau mandi lagi nggak?”Sandra menggeleng. “Mau cebok aja. Mandi mah besok pagi lagi aja.”“Ya sudah. Aku mandi dulu.”Sandra mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya terlebih dahulu.Sepuluh menit kemudian Sandra keluar dari kamarnya dan menghampiri Kayla dan juga Jason serta Laura yang sudah menunggu mereka tiba di sana untuk makan malam bersama.“Gerald sudah dipanggil?” tanya Jason kepada Kayla.“Sudah. Tadi katanya mau mandi dulu,” ucapnya menjawab pertanyaan sang suami.Jason mengerutkan keningnya. “Kok, aku nggak lihat kamu naik tangga?”Kayla mengendikan bahunya. “Mungkin kamu lagi sibuk dengan rainbow cake buatan Sandra. Makanya nggak lihat aku ke atas.”Jason manggut-manggut dengan pelan. Ia kemudi
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Dering ponsel Sandra berbunyi, panggilan dari Gerald. Ia kemudian segera menerima panggilan tersebut.“Halo, Gerald?” tanyanya kemudian.“Sandra. Hari ini mungkin aku pulang jam tujuh malam. Banyak tugas yang harus aku kerjakan soalnya. Mengejar ketertinggalan tiga bulan nggak masuk.”“Oh iya, Gerald. Nanti aku simpan kuenya di kulkas saja kalau begitu. Kalau lapar, tinggal ambil saja di sana, yaa.”“Iya, Sayang. Ya sudah kalau begitu aku lanjut nugas lagi.” Gerald menutup panggilan tersebut setelah memberi tahu bila dirinya akan pulang malam. Khawatir Sandra cemas lantaran tidak ada pulang di jam yang biasanya dia pulang.Sandra kemudian keluar dari kamarnya setelah membersihkan diri. Menghampiri Kayla yang sedang menggendong Felisha.“Mamanya ke mana, Mom?” tanya Sandra kepada Kayla.“Lagi mandi dulu katanya. Biar pulang nggak perlu mandi lagi.”Sandra manggut-manggut. “Gerald tadi telepon, katanya dia akan pulang di jam tujuh. Ada banyak tugas
Satu minggu sebelum tragedi ....Gery menemui Jason di gedung International Global.“Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda.” Gery berucap dengan tegas dan datar.“Apa itu?” tanyanya ingin tahu. “Silakan duduk.” Jason mempersilakan Gery duduk di sofa yang tak jauh dari kursi kebanggaannya.Gery menghela napasnya dengan panjang. “Anda masih belum ingin menyetujui hubungan Sandra dan Gerald? Saya sudah ikhlas mereka bersama, Pak Jason. Kalau masalahnya ada pada saya ....” Gery memberikan dokumen surat permohonan cerai kepada Jason.“Saya sudah menandatangani surat cerai ini dan dua minggu lagi sidang dimulai. Semoga hakim menyetujui permohonan ini dan Sandra akan saya minta mengenakan pakaian longgar agar tidak kelihatan kalau dia sedang hamil. Tolong, Pak Jason. Saya hanya bisa berharap banyak pada Gerald.“Dia pasti bisa menjaga Sandra dari Frans. Saya tidak ingin Sandra jadi budak Frans. Anda pasti tahu bagaimana kejamnya dia kepada perempuan. Bukan karena cinta, tapi obsesi. Saya,
“Morning!” Gerald menyapa anggota keluarganya yang tengah duduk menunggunya keluar untuk sarapan sama-sama.Kayla menelengkan kepalanya kemudian menatap Gerald dengan lekat. “Kok, keluarnya dari kamar atas? Jam berapa pindahnya?”“Mom!” Gerald menatap datar mamanya itu.Kayla lantas menerbitkan cengiran kepada anaknya itu. “Yuk, aah sarapan. Laura harus berangkat ke sekolah, Gerald ke kampus, Daddy ke kantor dan Nicko ke kantor juga.”“Para ladies mau ngapain?” tanya Gerald kemudian.“Mommy sama Sandra mau santai leha-leha di rumah lah. Main sama si bayi mungil Felisha.” Kayla menerbitkan senyumnya.Gerald menghela napasnya dengan pelan. “Yang penting kalian bahagia.”“Selalu itu yang kamu ucapkan pada kami. Memangnya kamu sendiri tidak bahagia?” tanya Kayla kemudian.“Tentu saja bahagia. Kenapa tanya seperti itu?”Kayla mengendikan bahunya. “Hanya tanya.”Gerald manggut-manggut. Tak lama setelahnya, dering ponsel Jason berbunyi. Gerald menoleh kepada papanya yang tengah mengerutkan k
Makan malam untuk pertama kalinya bersama keluarga Gerald di rumah milik orang tua lelaki itu tentunya. Membuat Sandra bahagia luar biasa karena merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut.Ada Kinara dan Nicko juga di sana membuat suasana di sana semakin ramai karena adanya mereka. Usia Felisha kini sudah menginjak satu bulan dua minggu, semakin sehat dan berisi setelah dirawat dengan baik oleh Kayla yang memang sudah ahlinya merawat anak-anak.“Seru banget, makan malam di malam ini. Terasa lengkap setelah adanya Kak Gerald dan Kak Sandra di sini,” ucap Kinara kemudian menerbitkan senyumnya.Kayla menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Sama. Mommy juga merasakan hal yang sama, Sayang. Akhirnya, yaa. Kita bisa berkumpul lagi dan tambah dua personel. Sebentar lagi ada kandidat baru lagi. Calon cucu Mommy. Tiga bulan lagi akan lahir.” Kayla menerbitkan senyumnya kepada Sandra.Perempuan itu lantas membalas senyum Kayla. “Terima kasih, sudah menyambutku dengan baik.
Sandra gelagapan kemudian menelan salivanya dengan pelan. “He—heeuuh? Mak—maksudnya, Pak Jason?” Jason memutar bola matanya dengan pelan. “Jangan panggil saya dengan itu. Panggil saja Papa apa susahnya? Kayak nggak pernah pu—“ Jason mengatup bibirnya menahan ucapannya yang sudah pasti akan membuat Sandra terluka bila lolos keluar dari bibirnya. “Kayak apa, Pa?” tanya Gerald dengan suara datarnya. Jason menggeleng pelan. “Tidak ada. Papa sudah tahu dan lupa, kalau Sandra memang sudah tidak punya orang tua sejak lama,” ucapnya pelan sembari melirik Sandra yang tengah tersenyum tipis. “Dia tidak seberuntung Papa.” “Kan, sudah Papa katakan tadi. Tidak perlu diperbesar. Kamu sudah dewasa, seharusnya paham dengan ucapan Papa.” Gerald mengendikan bahunya. “Papa juga harus jaga lisannya. Jangan sampai keceplosan lagi.” Jason menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian mengusapi lengan anaknya itu. “Cepat sembuh, Nak. Jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang nggak perlu bayar!” Geral