Akhirnya, Bram mengakui kekalahannya, ia tidak bisa lagi melawan, pengaruh alkohol telah berhasil melemahkan sebagian besar fungsi saraf dalam tubuhnya. Bahkan, Bram nyaris kehilangan kesadaran. Namun, ia masih coba tahan dengan sedikit tenaga yang tersisa.Sebenarnya, Bram bukan seorang peminum handal, ia juga jarang mengunjungi klub malam jika bukan karena mendapat undangan dari rekan bisnis, maupun sahabatnya yang sedang mengadakan pesta. Sama halnya malam itu. Bram sengaja membawa Tiara, karena memang atas permintaan pemilik acara untuk membawa pasangan masing-masing. Dan, karena terlalu bersemangat bisa berkumpul, tanpa sadar Bram dan yang lain telah menghabiskan beberapa botol minuman beralkohol tinggi. Bahkan Ziyan, sampai di papah beberapa pria saat keluar dari klub, begitu juga yang lain. Hanya Bram yang terlihat benar-benar sadar, mengingat ada Tiara bersamanya. Tapi ternyata, semua itu hanya tampilan luar, karena kenyataannya kini, pria itu ti
"Dia sudah menghianatiku dengan menikahi sahabatmu sendiri," lirih Bram."Maka dari itu, jika kamu tidak bisa mempercayai dia lagi, apa salahnya kamu cari tau sendiri. Kamu memiliki banyak orang kepercayaan yang bisa kamu andalkan, aku rasa hanya untuk mencari tahu kebenaran itu, bukan hal sulit. Dengar Bram, mempertahankan ego tidak akan memperbaiki keadaan, tapi justru sebaliknya."Bram bergeming, bahkan pria itu menatap Daniel tak berkedip sekalipun. Membuat Daniel merasa gemas. Pasalnya, Bram memang sulit menerima saran orang lain, pria itu terlalu teguh dengan keyakinannya sendiri. Dan, sikapnya itu semakin menjadi, ketika Bram merasa dikhianati serta di permainan oleh anak-anak Wisnu.'Aku hanya berharap, kamu tidak akan menyesal dengan sikapmu ini di kemudian hari Bram. Semoga dia benar-benar anakmu,' batin Daniel."Jika kamu ingin melakukan tes DNA, aku membutuhkan sampel darahmu dan juga bocah itu, tapi jika kamu tidak tega melakukannya, cukup bawa rambut atau potongan kukuny
Bram menatap pasangan yang tengah sibuk di dapurnya, dari meja makan. Terlihat seorang wanita dengan cekatan menggerakan spatula. Sementara, si pria yang tak lain suami wanita itu, juga tak kalah gesit, membantu apapun bahan yang istrinya butuhkan.Walaupun tadi sempat dibuat kesal, karena orang suruhannya itu tidak langsung menjawab. Namun ternyata, tidak lama pasangan itu datang juga, dan kini tengah mengerjakan perintah Bram membuatkan makanan untuk Tiara."Apa masih lama," tanya si pria pada istrinya, saat menyadari Bram sudah mulai jenuh menunggu."Tidak pak, sebentar lagi," jawab istrinya.Benar saja, tidak lama dari itu, si wanita mengambil mangkuk, dan mengisinya dengan bubur yang sudah matang. Tidak lupa dialasi nampan, lalu disajikan kehadapan Bram"Silahkan di coba dulu, tuan. Apakah rasanya sudah sesuai keinginan anda," ucap wanita itu.Tanpa menjawab Bram langsung melakukannya, mengambil
"Astaga! mobil itu lagi," gumam Sari sedikit terkejut.Gadis itu sampai menghentikan langkahnya, begitu melihat mobil berkaca gelap yang beberapa waktu lalu tidak lagi ia jumpai, kini kembali terparkir tidak jauh dari gerbang sekolah Nana.'Siapa sebenarnya pemilik mobil itu, apa dia tidak bisa membaca, kalau di situ dilarang parkir,' gerutu Sari dalam hati.Terlalu serius memperhatikan mobil di depannya, tanpa sadar, Sari sampai meremas tangan mungil Nana. Hingga membuat bocah itu mengaduh kesakitan."Aduh! mbak Sari, tangan Nana sakit."Spontan, Sari-pun langsung melepas tangannya, lalu menundukkan pandangan."Maaf sayang, mbak Sari gak sengaja, beneran," ucapnya penuh sesal, seraya mengusap lembut tangan Nana yang tadi ia remas. "Apa masih sakit?""Sekarang udah nggak, kan, udah mbak lepas," jawab Nana.Melihat gadis kecil itu bisa kembali tersenyum manis, Sari ikut ter
"Istirahatlah, kita bicarakan lagi ini nanti," terang Bram yang langsung berdiri.Sadar dengan keadaan Tiara yang tidak baik-baik saja, Bram memilih menahan diri dengan menghindar sementara waktu. Pria itu-pun memilih pergi, meninggalkan Tiara yang sedang menyandarkan lemah kepalanya di sandaran ranjang."Aku harus bagaimana, tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku takut, Bram akan berbuat sesuatu pada putrinya sendiri," ucap Tiara setelah yakin Bram sudah pergi meninggalkan kamar.Namun ternyata, pria itu masih berdiri di ambang pintu, dan mendengar cukup jelas kalimat yang baru saja Tiara ucapkan.'Jadi ini alasannya, kamu tidak mau jujur padaku. Picik sekali penilaianmu, Tiara!' batin Bram menggeram kesal.Dengan kedua tangan terkepal erat, Bram memejamkan mata sesaat. Mencoba meredam amarah yang sebenarnya ingin sekali ia ledakan."Ternyata hukuman ini tidak berarti apapun untukmu, yang ada kamu semakin menguji kesabaranku. Sekarang, jangan salahkan aku, jika aku benar-ben
Brak!Bram membuka pintu paviliun dengan kasar, dan tidak sabaran. Sampai mengejutkan penghuninya yang saat itu tengah bercanda gurau di ruang depan."Tuan Bram," gumam Sari seraya mendekap tubuh Nana yang ketakutan.Tatapan Bram tidak bisa diartikan, pria itu seolah mengunci pandangan hanya pada satu objek, yaitu Nana.Melihat air muka Bram yang tidak biasa, Sari semakin mengeratkan pelukannya pada Nana, khawatir pria itu akan melakukan sesuatu yang buruk pada anak asuhnya."Mbak, Nana gak bisa nafas," gumamnya mampu menyadarkan Sari yang diam terpaku.Sontak, Sari langsung melonggarkan dekapannya."Apa yang datang paman Bram?""Iya sayang, tapi—"Begitu nama Bram disebutkan, Nana langsung menoleh ke arah pintu tanpa mendengar lagi apa yang Sari bisikan padanya."Paman," ujar Nana dengan wajah berbinar.Secara mengejutkan, Bram langsung merentangkan kedua tangannya, seakan-akan menunggu kedatangan Nana. Dan, perlahan tubuh jangkung pria itu-pun merunduk hingga bertumpu pada kedua lutu
"Tidak!" tegas Bram sambil berbalik badan dan melangkah pergi."Aneh, kenapa sepertinya dia tidak suka saat aku menyebut nama mbak Tiara. Apa hubungan mereka tidak baik-baik saja? dan sebenarnya, kemana tuan Bram menyembunyikan mbak Tiara sekarang," ucap Sari, "Apa aku tanya mas Thomas saja ya …"Sementara itu, Bram menggendong Nana memasuki rumah melewati pintu samping. "Mau tidur sekarang?" tanya Bram saat hendak menaiki tangga."Iya pa, Nana sudah mengantuk," gumam bocah itu yang menyandarkan kepala di bahu Bram."Baiklah, kita tidur sekarang."Bram segera menaiki tangga menuju kamarnya, dan sesampainya di kamar. Ia membaringkan Nana dengan pelan di ranjangnya."Mau minum susu?""Nggak, tadi sudah minum," jawab Nana yang terlihat sudah sangat mengantuk."Sebentar, papa lepas sepatu dulu," ucap Bram yang di angguki Nana.Begitu kedua sepatu sudah terlepas dari kakinya, Bram ikut naik keranjang untuk menidurkan Nana. Bram begitu telaten memberi tepukan pelan di bokong Nana, hingga
"Enght .." Suara lenguhan terdengar, disusul pergerakan perlahan mata yang terbuka. Tiara mengerjap, masih berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kornea matanya. Namun, tak lama terdengar desisan pelan saat rasa nyeri kembali menghantam kepala.Ditengah rasa sakit yang kembali dirasakan, Tiara melebarkan mata untuk melihat sekitar."Dimana ini," gumamnya saat sadar ia berada di ruangan yang asing."Ssst.. aku harus segera pergi dari sini." Tiara berusaha bangkit sambil memegangi kepalanya."Nyonya!"Sontak, Tiara menoleh ke arah pintu saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya."Ibu Dadah!" ucap Tiara pelan saat rasa terkejut bercampur heran membaur menjadi satu.'Bagaimana bisa aku bersama ibu ini, dan mungkinkah ini rumahnya?' tanya Tiara dalam hati sambil kembali memperhatikan sekitar."Syukurlah, anda sudah sadar, nyonya. Tadi tidak sengaja, suami saya menemukan nyonya tergeletak di belakang kampung. Apa anda membutuhkan sesuatu? biar saya siapkan," ungkap ibu Dadah.